Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri1. Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu2.

Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%)


terutama di ampula dan isthmus3. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga
abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya
kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada
penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra
Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi
yang memakai progestin dan tindakan aborsi4.

Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi


dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di
tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan
masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya
angka mortalitas dan morbiditas ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara
tepat dan cepat4.

Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita


terutama pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya
kecenderungan pada kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang
cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda5.

Kehamilan ektopik terganggu menyebabkan keadaan gawat pada reproduksi


yang sangat berbahaya6. Berdasarkan data dari The Centers for Disease
Controland Prevention menunjukkan bahwa kehamilan ektopik di Amerika
Serikat meningkat drastis pada 15 tahun terakhir. Menurut data statistik pada
tahun 1989, terdapat 16 kasus kehamilan ektopik terganggu dalam 1000

1
persalinan6. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada tahun 1992
dilaporkan kehamilan ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan5.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KEHAMILAN NORMAL

Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi
menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah
pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya dan
disebut stadium morula. Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan
terus ke pars ismika dan pars interstitialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit)
dan terus ke arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel
tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium
blastula. Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut trofoblas, yang mampu
menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim,
jaringan endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini banyak
mengandung sel-sel desidua.

Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass) akan
masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan
menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka
desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi pada dinding depan atau belakang uterus
(korpus), dekat pada fundus uteri. Blastula yang berimplantasi pada rahim akan
mulai tumbuh menjadi janin.

Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan


tumbuh di tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik paling sering terjadi
di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi
di ovarium, rongga abdomen, atau serviks.

3
GAMBAR 1. Proses inplantasi normal di endomentrium uterus

2.2 DEFINISI

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/


melekatnya buah kehamilan di luar endometrium kavum uterus, yakni di luar
rongga cavum uterus2,4,7. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik
terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada
dinding tuba8.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara


20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik
terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal
didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi.
Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian
kehamilan ektopik terganggu. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu,
yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%)4.

4
Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi
tetapi perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu
sehingga menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan
berimplantasi ke tuba4.

Penelitian Cunningham di Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan


etopik terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit
putih karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit
hitam. Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang berulang adalah 1-14,6%5.

Kontrasepsi IUD juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik


terhadap persalinan di rumah sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa
faktor predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan
kontrasepsi, sehingga jumlah persalinan turun dan frekuensi kehamilan ektopik
terhadap kelahiran secara relatif meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara
efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan
ektopik4.

Menurut penelitian Abdullah dan kawan-kawan (1995-1997) ternyata paritas


0-3 ditemukan peningkatan kehamilan ektopik terganggu. Pada paritas >3-6
terdapat penurunan kasus kehamilan ektopik terganggu12. Cunninghamdalam
bukunya menyatakan bahwa lokasi kehamilan ektopik terganggu paling banyak
terjadi di tuba (90-95%), khususnya di ampula tuba (78%) dan isthmus (2%). Pada
daerah fimbrae (5%), intersisial (2-3%), abdominal (1-2%), ovarium (1%),
servikal (0,5%)5.
2.4 ETOLOGI

Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi


sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam
bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab
kehamilan ektopik terganggu2:

5
1. Faktor mekanis: hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum
yang dibuahi ke dalam cavum uteri, antara lain:
a) Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat
infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
b) Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen.
c) Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
d) Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
e) Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa.
f) Penggunaan IUD
2. Faktor Fungsional:
a) Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri
yang abnormal.
b) Refluks menstruasi.
c) Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesterone
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
4. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya2.

2.5 KLASIFIKASI KEHAMILAN EKTOPIK

Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam bukunya


mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain1,5:

1. Tuba Fallopi : Pars-interstisialis, Isthmus, Ampula, Infundibulum,


Fimbrae

6
2. Uterus : Kanalis servikalis, Divertikulum, Kornu, Tanduk
rudimenter
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering


terjadi di Tuba ( 97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di
isthmus, dan 17 % di fimbriae. Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal,
dan intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornua uterus.1,5

GAMBAR 2. Lokasi terjadinya kehamilan ektopik

2.6 PATOFISIOLOGI

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
cavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada
nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur

7
bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum
dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan
kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk ke
dalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh
invasi trofoblas4.

Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari corpus luteum


graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua4. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel
epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya
ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi
menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat
juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan
disebut sebagai reaksi Arias-Stella2.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian


dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degeneratif1.

Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6


sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan
yang mungkin terjadi adalah1,4,13:

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi : Pada implantasi secara kolumna,
ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan
mudah diresorbsi total.

8
2. Abortus ke dalam lumen tuba : Perdarahan yang terjadi karena terbukanya
dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat
implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama
dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan
antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan
sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke
dalam kavum peritoneum. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan
gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba : Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan
dinding vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus
dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi
pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara
spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan
pemeriksaan vagina.1,4,13

GAMBAR 3. Rupture Tuba

Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium
tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari

9
trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur
terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika
janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga
perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan
terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan
meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang
diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi
kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila janin yang
dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan
dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen
sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.

2.7 GAMBARAN KLINIS

Manifestasi klinis kehamilan tuba bermacam macam dan tergantung apakah


terjadi ruptur atau tidak. Gambaran yang lebih dini dan teknologi didiagnosis yang
lebih tepat telah memungkinkan identifikasi sebelum terjadi ruptur pada sebagian
kasus. Biasanya, sang ibu tidak menduga sedang hamil, atau menganggap ia
sedang hamil normal, atau bahwa ia sedang mengalami kehamilan uterus.

Trias klasik kehamilan ektopik :

- Nyeri Perut
- Amenorrhea
- Perdarahan vaginal

Trias klinis klasik kehamilan ektopik adalah rasa sakit, amenore, dan
perdarahan vagina; sayangnya, hanya sekitar 50% dari pasien datang dengan
semua 3 gejala. Sekitar 40-50% pasien dengan kehamilan ektopik hadir dengan
pendarahan vagina, 50% memiliki massa adneksa teraba, dan 75% mungkin
memiliki kelembutan perut. Dalam salah satu seri kasus kehamilan ektopik, nyeri
perut disajikan di 98,6% dari pasien, amenore di 74,1% dari mereka, dan
perdarahan vagina yang tidak teratur di 56,4% dari pasien.

10
Pasien datang dengan gejala umum yang terjadi pada awal kehamilan,
seperti mual, breast fullness, lelah, nyeri perut bagian bawah, kram berat, nyeri
bahu. baru-baru ini. Nyeri bila janin bergerak (abdominal pregnancy), pusing,
demam, gejala seperti flu, muntah, sinkop, atau serangan jantung juga telah
dilaporkan. nyeri bahu mungkin mencerminkan iritasi peritoneal.

Temuan pada pemeriksaan panggul mungkin termasuk yang berikut:

- Rahim mungkin akan sedikit membesar dan lembut


- Uterus atau nyeri gerak serviks (peradangan peritoneum)
- Massa adneksa dapat teraba tetapi biasanya sulit untuk membedakan dari
ovarium ipsilateral
- Isi uterus mungkin ada dalam vagina, karena peluruhan lapisan endometrium
dirangsang oleh kehamilan ektopik

Gambaran klinis dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada


lokasinya4. Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau
tidaknya kehamilan tersebut14. Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium
antara lain5:

a. Keluhan gastrointestinal : Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh


pasien kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman
menekankan pentingnya keluhan gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening.
Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya
akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping keterlambatan diagnosis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis : Nyeri tekan yang timbul pada palpasi
abdomen dan pemeriksaan, khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai
pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang
mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur
terjadinya.
c. Amenore : Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau
lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan

11
pervaginam yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang
normal, dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal : Selama fungsi endokrin plasenta masih
bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan
endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan
mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna
cokelat gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.
e. Perubahan Uterus : Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah
satu sisi oleh masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau
ligamentum latum terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat.
Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau
10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang
serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.
f. Tekanan darah dan denyut nadi : Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak
menunjukkan perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya
kadang-kadang sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk
menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau respon
vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
g. Hipovolemi : Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam
posisi duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya
penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut
mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh : Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal
atau bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan
tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting
untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan
salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 38oC.
i. Masa pelvis : Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut
mempunyai ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini
berukuran 5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan
terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat

12
teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau
lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya
masa pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik : Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi
bertahap akan diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam
lumen tuba, kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak
terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang
terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus
dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis5.
2.8 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu ,biasanya terjadi pada
kehamilan 6-8 minggu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan
muda seperti mual,pusing,dan sebagainya, Nyeri perut bagian bawah disertai
dengan spotting, nyeri bahu, tenesmus dapat dinyatakan. Perdarahan per
vaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.

b. Pemeriksaan umum.
Penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam rongga
perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut
bagian bawah hanya sedikit menggembung dan ada nyeri tekan. Pada KET
dapat ditemukan tanda-tanda syok hipovolemik yaitu hipotensi, takikardi,
pucat, anemis, ekstremitas dingin, nyeri abdomen, perut tegang,nyeri tekan
dan nyeri lepas abdomen, serta bisa ditemukan pekak samping yaitu pekak
pindah pada perkusi abdomen.

c. Pemeriksaan Ginekologi
Tanda – tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Kavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba
menunjukan adanya hematokel-retrouterina. Suhu kadang-kadang naik,

13
sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik. Pada pemeriksaan
dengan spekulum ditemukan fluksus sedikit.

Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan antara lain :

 Uterus yang membesar


 Nyeri goyang serviks (+)
 Kanan / kiri uterus : nyeri pada perabaan dan dapat teraba massa tumor di
daerah adneksa
 Kavum Douglas bisa menonjol karena berisi darah dan ada nyeri tekan.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-
tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis tidak mendadak
biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan
hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. Penghitungan leukosit secara berturut
menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis meningkat. Untuk
membedakan kehamilan etopik dari infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah
leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada
keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi,
hasil tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas
menyebabkan produksi human chorionic gonadotropin menurun dan
menyebabkan tes negatif.

e. Hemoglobin, Hematokrit, dan Hitung Leukosit


Setelah terjadi perdarahan, volume darah yang berkurang dipulihkan
menjadi normal dengan hemodilusi dalam waktu satu hari atau lebih. Oleh
karena itu, setelah perdarahan yang banyak sekalipun, pembacaan nilai
hemoglobin atau hematokrit pada awalnya mungkin hanya menunjukkan
sedikit penurunan. Untuk beberapa jam pertama perdarahan akut,penurunan
kadar hemoglobin atau hematokrit saat wanita tersebut sedang di observasi

14
merupakan petunjuk kekurangan darah yang lebih bermanfaat daripada
pembacaan awal. Derajat leukositosis sangat bervariasi pada kehamilan
ektopik yang mengalami ruptur. Pada sekitar setengah dari para wanita ini,
leukosit normal, tetapi pada sisanya, dapat ditemukan leukosit dengan
berbagai derajat sampai 30.000 / ul.

f. Pemeriksaan Gonadotropin Korionik


Kehamilan ektopik tidak dapat didiagnosis hanya dengan uji kehamilan
positif saja. Namun, masalah kuncinya adalah apakah wanita tersebut hamil
atau tidak. Hampir pada semua kasus kehamilan ektopik, gonadotropin
korionik manusia (hCG) dapat terdeteksi di dalam serum, tetapi biasanya
konsentrasinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan kehamilan normal.

g. Tes Urin untuk Kehamilan


Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan
sensitivitas untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800
mIU/ml. Kesederhanaan tes ini diimbangi oleh kemungkinan untuk positif
pada kehamilan ektopik hanya 50 sampai 60 persen. Kalaupun digunakan tes
jenis tabung, deteksi gonadotropin korionik berkisar antara 150 sampai 250
mIU/ml, dan tes ini hanya positif pada 80 sampai 85 persen kehamilan
ektopik. Tes yang menggunakan ELISA sensitif untuk kadar 10 sampai 15
mIU/ml, dan positif pada 95 persen kehamilan ektopik.

h. Pemeriksaan B-hCG Serum


Radioimmunoassay adalah metode yang paling tepat, dan bahkan hampir
semua kehamilan dapat dideteksi. Bahkan, karena sensitivitas pemeriksaan
ini, suatu kehamilan dapat dipastikan sebelum terjadi perubahan yang dapat
terlihat pada tuba falopi. Tidak adanya kehamilan dapat ditegakkan hanya
jika terdapat hasil negatif pada pemeriksaan gonadotropin serum yang
mempunyai sensitivitas 5 sampai 10 mIU/ml. Karena pemeriksaan serum
tunggal yang positif tidak menyingkirkan kehamilan ektopik, beberapa
metode yang berbeda telah dirancang untuk menggunakan nilai serum

15
kuantitatif serial dalam menegakkan diagnosis. Metode ini dapat digunakan
tersendiri, tetapi lebih sering digunakan bersamaan dengan sonografi.

i. Progesteron Serum
Pengukuran progesteron tunggal sering dapat digunakan untuk
memastikan bahwa terdapat kehamilan yang berkembang normal. Nilai di atas
25 ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik dengan sensitivitas 97.5 persen.
Nilai kurang dari 5 ng/ml menunjukkan bahwa janin embrio sudah mati, tetapi
tidak menunjukkan lokasinya. Kadar progesteron antara 5 sampai 25 ng/ml
sayangnya sering tidak konklusif. 10 persen wanita yang mengalami
kehamilan normal mempunyai nilai progesteron serum kurang dari 25 ng/ml.
Tidak ada wanita dengan kehamilan intrauteri yang mempunyai kadar
progesteron di bawah 10 ng/ml, sedangkan 88 persen diantara mereka yang
hamil ektopik dan 83 persen yang mengalami abortus spontan mempunyai
nilai yang lebih rendah.

j. Ultrasonografi
Pada kehamilan normal, struktur kantong gestasi intrauterina dapat
dideteksi mulai kehamilan 5 minggu, dimana diameternya sudah mencapai 5-
10 mm. Bila dihubungkan dengan kadar HCG (Human Chorionic
Gonadotropin), pada saat itu kadarnya sudah mencapai 6000-6500 mIU/ml.
Dari kenyataan ini bisa juga diartikan bahwa bila pada kadar HCG yang lebih
dari 6500 mIU/ml tidak dijumpai adanya kantong gestasi intrauterin, maka
kemungkinan kehamilan ektopik harus dipirkan. Gambar USG kehamilan
ektopik sangat bervariasi, tergantung pada usia kehamilan, ada tidaknya
gangguan kehamilan ( ruptura, abortus), serta banyak dan lamanya perdarahan
intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa
ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah/janin hidup yang
letaknya di luar kavum uteri, namun gambaran ini hanya dijumpai pada 5-10%
kasus.

16
Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang
spesifik. Uterus mungkin besarnya normal, atau mengalami sedikit
pembesaran yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Endometrium menebal
ekhogenik sebagai akibat reaksi desidua, yang pada pemeriksaan terlihat
sebagai struktur cincin anekhoik yang disebut kantong gestasi palsu
(pseudogestational sac). Berbeda dengan kantong gestasi yang sebenarnya,
kantong gestasi palsu letaknya simetris di kavum uteri dan tidak menunjukkan
struktur cincin ganda. Seringkali ditemukan massa tumor di daerah adneksa,
yang gambarannya sangat bervariasi. Mungkin terlihat kantong gestasi yang
masih utuh dan berisi mudigah, mungkin hanya berupa massa ekhogenik
dengan batas iregular, ataupun massa kompleks yang terdiri dari bagian
ekhogenik dan anekhoik. Gambaran massa yang tidak spesifik ini mungkin
sulit dibedakan dari gambaran yang disebabkan oleh peradangan adneksa,
tumor ovarium, atau pun massa endometrioma. Pada 15-20% kasus kehamilan
ektopik tidak dijumpai adanya massa di adneksa. Perdarahan intraabdomen
yang terjadi akibat kehamilan ektopik terganggu juga tidak memberikan
gambaran yang spesifik, tergantung dari banyak dan lamanya proses
perdarahan. Gambarannya dapat berupa massa anekhoik di kavum douglas
yang mungkin meluas sampai ke bagian atas rongga abdomen. Bila sudah
terjadi bekuan darah, gambarannya berupa massa ekhogenik yang tidak
homogen. Gambaran perdarahan akibat kehamilan ektopik sulit dibedakan dari
perdarahan atau cairan bebas yang terjadi oleh sebab lain, seperti
endometriosis pelvik, peradangan pelvik, asites, pus, kista pecah, perdarahan
ovulasi dan sebagainya.

k. Sonografi Vagina
Sonografi dengan transduser di vagina dapat digunakan untuk mendeteksi
kehamilan uteri sejak 1 minggu setelah terlambat menstruasi bila β-hCG
serum lebih dari 1500 mIU/ml. Dalam suatu penelitian, uterus yang kosomg
dengan konsentrasi β-hCG serum 1500 mIU/ml atau lebih, 100 persen akurat
untuk mengidentifikasi kehamilan ektopik. Sonografi vagina juga digunakan

17
untuk mendeteksi massa adneksa. Namun, cara ini dapat menyesatkan, dan
kehamilan ektopik dapat terlewatkan apabila massa tubanya kecil atau tertutup
oleh usus. Penelitian melaporkan bahwa sensitifitas dan spesifisitas
ultrasonografi vagina untuk kehamilan ektopik masing-masing 96 dan 99
persen, jika teridentifikasi cairan bebas di peritonium. Dengan terlihatnya
massa tuba, sensitivitasnya 81 persen dan spesifitasnya 99 persen. Sonografi
vagina dapat digunakan tersendiri untuk mengdiagnosis kehamilan ektopik
pada lebih dari 90 persen kasus. Diagnosis klinis yang akurat didasarkan pada
dua kemungkinan :

1. Kehamilan uteri teridentifikasi seperti yang telah diuraikan


2. Atau uterus kosong dan kehamilan ektopik terlihat berdasarkan visualisasi
massa adneksa yang terpisah dari dua ovarium yang teridentifikasi secara
jelas.

Massa tersebut harus kompleks, atau mengandung cincin adneksa yang


menyerupai kantong gestasi dengan atau tanpa kutub janin ( bayangan janin
atau yolk sac). Tanpa kriteria tersebut, pemeriksaan tersebut mungkin tidak
bersifat diagnostik. Kehamilan heterotipik merupakan pengecualian. Bila
pemeriksaan tidak bersifat diagnostik, sebagian besar klinisi lebih menyukai
sonografi serial bersama dengan pengukuran β-hCG serial karena perubahan
konsetrasi penting artinya. Pada beberapa kasus, mungkin diperlukan
laparoskopi atau laparostomi.

l. Laparoskopi
Laparoskopi hanya bisa digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir
untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnosis yang lain
meragukan. Melalui prosedur laparoskopi, alat kandungan bagian dalam dapat
dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium , tuba, kavum
Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin
mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk
dilakukan laparotomi.

18
m. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu
membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik:
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Spekulum dipasang dan bibir belakang portio dijepit dengan cunam
serviks, dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan :
 Darah segar bewarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku
: darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk
 Darah tua bewarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang
berupa bekuan kecil-kecil : darah ini menunjukkan adanya hematokel
retrouterina.
Adanya darah yang diisap bewarna hitam (darah tua) biarpun sedikit,
membuktikan adanya darah di kavum Douglas. Jika yang diisap darah
baru, ini mungkin dari pembuluh darah dinding vagina yang dicoblos. Jika
hasil kuldosentesis positif, sebaiknya segera dilakukan laparotomi, oleh
karena dengan tindakan itu dapat dibawa kuman dari luar ke dalam darah
yang terkumpul di kavum Douglas, dan dapat terjadi infeksi.

19
GAMBAR 4. Alur pemeriksaan KET

2.9 DIAGNOSIS BANDING

Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding dari KET adalah4:

1. Infeksi pelvis : Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu
haid dan jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan
tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya
bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5
0
C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu
dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Abortus iminens/ Abortus inkomplit : Dibandingkan dengan kehamilan
ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang
sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan subjektif penderita
yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke arah abortus
imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba
tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak
menimbulkan rasa nyeri.
3. Tumor/ Kista ovarium: Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan
perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih
besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.

20
4. Appendicitis : Pada apendicitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
cervix uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri
perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik McBurney4.

2.10 PENATALAKSANAAN

Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik,
yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya
bisa dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti
adanya rupture atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien
harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan
perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila
terjadi rupture harus dioperasi.6
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu :

 Kondisi penderita saat itu


 Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
 Lokasi kehamilan ektopik
 Kondisi anatomik organ pelvis
 Kemampuan teknik bedah mikro dokter operator
 Kemampuan teknologi fertilisasi invitro

Bedah tuba dianggap sebagai konservatif jika tuba diselamatkan,


contohnya adalah salpingostomi, salpingotomi, dan ekspresi kehamilan ektopik
melalui fimbria. Bedah radikal didefinisikan sebagai salpingektomi. Bedah
konservatif dapat meningkatkan angka keberhasilan kehamilan uterus berikutnya
tetapi menyebabkan peningkatan angka persistensi fungsi trofoblas.

Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi


pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti

21
hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.

Kehamilan ektopik tidak terganggu harus segera dioperasi untuk


menyelamatkan penderita dari bahaya terjadinya gangguan kehamilan tersebut.
Operasi yang dilakukan adalah salpingektomi, yaitu pengangkatan tuba yang
mengandung kehamilan. Pada abortus tuba, walaupun tidak selalu ada bahaya
terhadap jiwa penderita, sebaiknya juga dilakukan operasi. Keberatan terhadap
terapi konservatif adalah bahwa walaupun darah yang berkumpul di rongga perut
lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan
kolpotomi (pengeluaran lewat vagina dari darah di kavum douglasi), sisa darah
dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus.

Operasi terdiri atas salpingektomi, akan tetapi tidak jarang ovarium


termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan, sehingga terpaksa
dilakukan salpingo-ooforektomi. Darah dalam rongga perut sebanyak mungkin
dikeluarkan, dan tuba dan ovarium dari sisi yang lain diperiksa. Jika penderita
sudah punya anak yang cukup, dan terdapat kelainan pada tuba tersebut, dapat
dipertimbangkan untuk mengangkat tuba itu pula, untuk mencegah berulangnya
kehamilan ektopik. Jika penderita belum punya anak, maka kelaianan pada tuba
dapat dipertimbangkan untuk mengkoreksi kelainan tersebut, hingga tuba
berfungsi.

Pada ruptur tuba, segera dilakukan tranfusi darah dan laparotomi. Pada
laparotomi itu perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian
dari adneks yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus
diperbaiki dan darah di rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Sesudah itu
dilakukan salpingektomi atau salpingo-ooforektomi. Adneks yang lain sebaiknya
diperiksa, tetapi jangan membuang waktu dengan mengambil tindakan pada
tubanya. Konservasi ovarium dan uterus pada wanita yang belum pernah punya
anak perlu dipikirkan sehubungan dewasa ini masih ada kemungkinan dapat anak

22
melalui fertilitas invitro. Pada ruptur tuba pars intertisialis tuba seringkali terpaksa
dilakukan histerektomi subtotal untuk menjamin bahwa perdarahan berhenti.

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
pernah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari
pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini adalah :

1. Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah


2. Diameter kantong gestasi ≤ 4 cm
3. Perdarahan dalam rongga perut kurang 100 ml
4. Tanda – tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan adalah methotrexate 1 mg/kg IV dan citrovorum


factor 0.1 mg/kg IM berselang-seling setiap hari selama 8 hari.

A. SALPINGOSTOMI

Prosedur ini digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil, yang


panjangnya biasanya kurang dari 2 cm, dan terletak di sepertiga distal tuba
falopi. Insisi linear, sepanjang 10 sampai 15 mm atau kurang, dibuat pada tepi
antimesentrik tepat di atas kehamilan ektopik. Produk konsepsi biasanya
terdorong keluar dari insisi dan dapat diangkat atau dibilas keluar dengan hati-
hati. Tempat-tempat perdarahan kecil dikendalikan dengan elektrokauter
jarum atau laser, dan insisinya dibiarkan tanpa dijahit agar mengalami
penyembuhan per sekundam. Prosedur ini cepat dan mudah dilakukan dengan
laparaskop dan sekarang merupakan metode bedah “standar emas” untuk
kehamilan ektopik tidak ruptur.

B. SALPINGOTOMI

Prosedurnya sama dengan prosedur salpingostomi kecuali bahwa


insisinya ditutup dengan benang Vicryl 7-0 atau yang serupa dan tidak ada
perbedaan prognosis dengan atau tanpa penjahitan.

23
C. SALPINGEKTOMI

Reseksi tuba mungkin dilakukan untuk kehamilan ektopik ruptur dan


tak ruptur. Ketika mengeluarkan tuba uterina, perlu melakukan eksisi baji di
sepertiga luar (atau kurang) bagian interstisium tuba. Tindakan yang disebut
sebagai resksi kornu dilakukan sebagai upaya untuk meminimalkan angka
kekambuhan kehamilan di puntung tuba. Namun, bahkan dengan reseksi
kornu, kehamilan interstisium berikutnya tidak selalu dapat dicegah.

D. RESEKSI SEGMENTAL DAN ANASTOMOSIS

Reseksi massa dan anastomosis tuba kadang kala digunakan untuk


kehamilan isthmus yang tidak ruptur. Prosedur ini digunakan karena
salpingostomi dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut dan
penyempitan lebih lanjut pada lumen yang sudah kecil. Setelah segmen tuba
dibuka, mesosalfing dibawah tuba dinsisi,dan istmus tuba yang berisi massa
ektopik direseksi. Mesosalping dijahit, sehingga merekatkan kembali puntung-
puntung tuba. Segmen – segmen tuba tersebut kemudian diaposisikan satu
sama lain secara berlapis dengan jahitan terputus menggunakan benang Vycril
7-0, lebih disukai menggunakan kaca pembesar. Dibuat tiga jahitan di lapisan
muskularis dan tiga lapisan di serosa, dengan perhatian khusus untuk
menghindari lumen tuba.

Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai


satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba
yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur
normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunakan loupe
magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma
pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit
dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan
harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari
terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler

24
dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable
6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus tambahan.

E. TROFOBLAS PERSISTEN
Setelah dilakukan salpingostomi atau salpingektomi, biasanya kadar β-
hCG serum turun dengan cepat dan mencapai sekitar 10 persen dari angka
praoperatif pada hari ke-12. Kehamilan ektopik persisten terjadi akibat
pengangkatan trofoblas yang tidak sempurna. Hal ini merupakan penyulit
yang paling sering pada salpingostomi, dengan frekuensi 5 sampai 20 persen.
Hampir semua 700 kehamilan tuba yang diangkat dengan laparoskopi,dan
kehamilan persisten ditemukan pada 8 persen. Jumlah pada wanita yang
menjalani laparotomi adalah 4 persen dari 230. Bila kadar β-hCG setelah
operasi turun sampai 50 persen dari angka praoperasi, trofoblas ektopik
persisten jarang terjadi. Faktor – faktor yang meningkatkan risiko ektopik
persisten meliputi :

 Kehamilan kecil, yaitu kurang dari 2 cm


 Terapi dini, yaitu sebelum hari ke 42 siklus menstruasi
 Kadar β-hCG serum diatas 3000mIU/ml
 Implantasi di sebelah medial lokasi salpingostomi.

Untuk menghindari terjadinya kehamilan ektopik persisten, sejumlah


klinisi memilih memberikan metotreksat profilaktik dosis tunggal (1 mg/kg)
kepada wanita yang tergolong berisiko tinggi ini. Pada kedua kasus, dengan
angka yang persisten atau meningkat, pilihan untuk melakukan reeksplorasi
atau kemoterapi metotreksat harus ditentukan.

2.11 PROGNOSIS

Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu


turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan)

25
setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami
kehamilan ektopik terganggu lagi pada sisi tuba yang lain4.

Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai


resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat
kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang16.

Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas


wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60%
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih
10% mengalami kehamilan ektopik berulang 1.

26
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS

Nama : Ny. N Nama Suami : Tn. M

Umur : 23 tahun Umur : 29 tahun

Alamat : Kayumalue Alamat : Kayumalue

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Tanggal Pemeriksaan : 29 November 2018 Ruangan : Matahari Undata

Dokter Yang Merawat: dr. Ni Made Astijani G , Sp.OG

3.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)


A. Keluhan Utama
Nyeri Perut tembus belakang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan datang ke IGD RSUD Undata dengan keluhan nyeri
perut tembus belakang , nyeri perut dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit, nyeri hilang timbul dan semakin memberat, dan perut terasa
kembung disertai pelepasan darah (+) tidak banyak, berwarna merah
kehitaan (+) gumpalan darah (+), pasien mengaku sudah tidak haid sejak 3
bulan terakhir, hari pertama haid terakhir pasien tanggal 14 september
2018, pusing (+) sakit kepala (+). Pasien juga mengaku keluhan tersebut
kadang disertai mual dan muntah sebanyak 6 kali disertai nyeri uluhati
(+). Buang Air Besar Biasa. Buang Air Kecil Lancar. Riwayat konsumsi
obat-obatan disangkal.

27
C. Riwayat pemeriksaan kehamilan
Pasien tidak rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan

D. Riwayat menstruasi

Pertama kali haid saat berusia 13 tahun, teratur, durasi haid 7 hari,
siklus 28 hari, banyaknya 2 -3 kali ganti pembalut perhari, pasien mengaku
nyeri saat haid, , HPHT 14-09-2018.
E. Riwayat menikah

Pasien mengaku menikah satu kali.

F. Riwayat kehamilan dan persalinan: G2P1A0


1) Hamil pertama : Melahirkan dipuskesmas dan dibantu oleh bidan,
Lahir tahun 2014, Lahir secara normal, jenis kelamin laki-laki, berat
badan lahir 2700 gram
H. Riwayat KB
Tidak menggunakan KB

I. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit tekanan darah tinggi (-) Riwayat penyakit
diabetes mellitus (-). Riwayat penyakit asma dan alergi (-). Riwayat
penyakit jantung (-), riwayat penyakit radang panggul disangkal.
J. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat yang sama

K. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok. Tidak minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan.
L. RIWAYAT PENGOBATAN

Pasien tidak pernah dirawat sebelumnya..


M. RIWAYAT ALERGI
Tidak memiliki alergi terhadap suhu, makanan, minuman, obat, dll.

28
N. RIWAYAT OPERASI
Belum pernah operasi
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
A. KEADAAN UMUM : Lemah
B. KESADARAN : Compos Mentis GCS : E4V5M6
C. TANDA VITAL :
Tekanan Darah : 80/50 mmHg
Nadi : 114 x/menit
Respirasi : 32 x/menit
Suhu : 36,20C Axilla
Visual Analog scale : 8
D. STATUS GENERALISATA
Kepala :
a) Bentuk : Normochepal
b) Mata : Eksoftalmus (-/-), penglihatan kabur (-/-)
c) Konjungtiva : Anemis (+/+)
d) Sklera : Ikterik (-/-)
e) Mulut : pucat (+), sianosis (-)
Leher :
a) Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
b) Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
1) Paru paru :
a) Inspeksi : Simetris bilateral (+/+)
b) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
c) Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
d) Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
2) Jantung :
a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula
sinistra

29
c) Perkusi : batas jantung normal
d) Auskultasi : bunyi jantung 1 & 2 murni regular, gallop
(-), murmur (-)
Abdomen :
a) Inspeksi : Simetris, distensi (+), massa (-)
b) Auskultasi : Pertistaltik (+), kesan normal
c) Perkusi : Timpani (+)
d) Palpasi : Nyeri tekan seluruh regio abdomen (+)
Ekstremitas
a) Superior : akral dingin (+/+), edema (-/-),
b) Inferior : akral dingin (+/+), edema (-/-),

E. STATUS OBSTETRI
a) TFU : sulit dievaluasi
b) Leopold I : tidak teraba
c) Leopold II : tidak teraba
d) Leopold III : tidak teraba
e) Leopold IV : tidak teraba
f) VT : portio kenyal, ostium tertutup, nyeri goyang portio (+)
g) Pelepasan : darah bercampur lendir

F. HASIL LABORATORIUM
HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
Eritrosit 2.09 3.80 – 5.80 106/uL
Hemoglobin 6.0 11.5 – 16 g/dL

Hematokrit 18.5 37.0 – 47.0 %

30
Trombosit 308 150 – 500 103/uL

Leukosit 23.2 4,0 – 10,0 103/uL


HbsAg Non- Reaktif Non-Reaktif

Anti-HIV Non- Reaktif Non-Reaktif

HCG Test + (Positif)

G. HASIL USG

H. RESUME
Pasien perempuan datang ke IGD RSUD Undata dengan keluhan nyeri
perut tembus belakang , nyeri perut dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit, nyeri perut intermitent dan di rasakan semakin memberat, dan
perut distensi, disertai pelepasan darah (+) tidak banyak,berwarna merah
kehitaman (+) gumpalan darah (+) pasien mengaku sudah tidak menstruasi
sejak 3 bulan terakhir, hari pertama haid terakhir pasien tanggal 14 september
2018,disertai pusing (+) sakit kepala (+). Pasien juga mengaku keluhan

31
tersebut kadang disertai nausea dan vommitus sebanyak 6 kali disertai nyeri
epigastrium (+). defekasi Biasa. miksi Lancar. Riwayat konsumsi obat-obatan
disangkal.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : lemah, kesadaran
compos mentis, GCS : E3V5M6, Tanda vital TD : 80/50 mmHg, Nadi :
114x/menit, Pernafasan : 32x/menit, Suhu : 36,2oC axilla, VAS 8, pada
pemeriksaan fisik didapatkan conjungtiva anemeis (+/+), abdomen tampak
distensi (+), didapatkan nyeri tekan seluruh kuadran abdomen (+), akral dingin
pada ekstremitas atas dan bawah (+/+), pada pemeriksaan obstetric didapatkan
nyeri goyang portio (+), pada pemeriksaan laboratorium didapatkan RBC 2.09
x 106/mm3, HB 6.0 g/dl, HCT 18,5%, PLT 308 103/mm3, leukosit 16.2 mm3,
HCG Test : (+), USG : USG kesan sugestif kehamilan ektopik terganggu.
I. DIAGNOSIS
G2P1A0 + Gravid 7-8 minggu + Kehamilan Ektopik Terganggu
J. PENTALAKSANAAN
1. Pemasangan O2 4 liter/menit
2. IVFD RL guyur
3. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
4. Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam/iv
5. Inj. Ceftriaxone 1gr/iv
6. Drips metronidazole 500mg/iv
7. Transfusi PRC 1 labu
8. Rencana laparatomi cito

Dilakukan operasi Salpingektomi dextra pada 29 november 2018 jam 13.10


WITA
Operator : dr. Ni Made Astijani G, Sp.OG
Laporan operasi :
 Pasien baring dengan posisi supine dimeja operasi dibawah pengaruh
general anesthesia

32
 Desinfeksi dan draphing procedure dengan kasa steril dan betadine,
pasang dook steril
 Insisi abdomen dengan metode pfannenstiel, lapisan demi lapisan
 Buka peritoneum tampak darah segar bercampur stosel, tampak
perdarahan berasal dari lumen organ fimbriae dextra, curiga abortus tuba
 Dilakukan salphingektomi dextra
 Identifikasi tuba sinistra, tampak normal
 Cuci cavum abdomen dengan NaCl 0,9%
 Jahit peritoneum dengan benang Demersorb 1, kontrol perdarahan
 Jahit fascia dengan chromic 2/0 otot, kontrol perdarahan
 Jahit subkutis dengan chromic 2/0 otot, kontrol perdarahan
 Jahit kutis secara subcutikuler chromic 2/0 kulit, kontrol perdarahan
 Bersihkan lapangan operasi, tutup luka dengan kasa betadine
 Operasi selesai

Instruksi post operasi :


- IVFD RL 28 tpm
- IVFD Dex 5% 28 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv

33
- Drips metronidazole 500 mg/8 jam/iv
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
- Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam/iv
- Inj. Asam Traknesamat 500 mg/8 jam/iv
- Cek HB 2 jam post OP
- transfuse PRC 2 labu

K. FOLLOW UP
Hari/ Tanggal Follow Up

Kamis / 29 - 11 - 2018 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (+),nyeri ulu


hati (+) pusing (+) sakit kepala (+) demam (-),
mual (-), muntah (-), Flatus (+), PPV (+) BAK
perkateter, BAB (-)
O : Keadaan Umum : Lemah
TD 110/70 mmHg S : 36,6 C
N 82x/menit P : 24x/menit

Lab post OP
RBC : 3.32 x 106/mm3
HGB : 9.4 g/dl
HCT : 29.5 %
PLT : 240 x 103/mm3
WBC : 27.3 x 103/mm3

A : P1A1 Post op laparotomi dextra H1 a/I KET


P:
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Drips metronidazole 500mg/8 jam/iv
- Inj.ranitidin 50mg/12 jam

34
- Asam Mefenamat tab 3 x 500mg
- SF tab 1 x 1
- Antasida syr 3x 1cth
Jumat/30 – 11 - 2018 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (+), demam (-
), mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-),
PPV (+) BAK (+), BAB (-)

O : Keadaan Umum : Lemah


TD 100/60 mmHg S : 36,7 C
N 78x/menit P : 28x/menit
A : P1A1 Post op laparotomi dextra H2 a/I KET
P:
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Drips metronidazole 500mg/8 jam/iv
- Inj.ranitidin 50mg/12 jam
- Asam Mefenamat tab 3 x 500mg
- SF tab 1 x 1
- Antasida syr 3x 1cth
Minggu / 01 – 12 - 2018 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (+), demam (-
), mual (-), muntah (-), PPV (+), pusing (+) sedikit,
BAK (+), BAB (-)
O : Keadaan Umum : Baik
TD 110/60 mmHg S : 36,6 C
N 80x/menit P : 24 x/menit
A : P1A1 Post op laparotomi dextra H3 a/I KET
P:
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Drips metronidazole 500mg/8 jam/iv

35
- Inj.ranitidin 50mg/12 jam
- Asam Mefenamat tab 3 x 500mg
- SF tab 1 x 1
- Antasida syr 3x 1cth
- Aff kateter
Senin / 02 – 12 - 2018 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (+), demam (-
), mual (-), muntah (-), PPV (+), pusing (+)BAK
(+), BAB (+)
O : Keadaan Umum : Baik
TD 90/60 mmHg S : 36,8 C
N 94x/menit P : 22 x/menit
A : P1A1 Post op laparotomi dextra H4 a/I KET
P:
- Cefadroxil 3 x 500mg
- Asam mefenamat 3 x 500mg
- Tablet besi 1x1
- Aff infus
Boleh pulang

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri1. Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu2.
Pada pasien ini didiagnosis sebagai kehamilan ektopik terganggu
berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien masuk rumah sakit
dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang disertai keluar darah beserta
gumpalan melalui jalan lahir yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit, dan pasien sudah tidak menstruasi sejak 3 bulan terakhir. Pasien juga
mengaku keluhan tersebut kadang disertai nausea dan vommitus sebanyak 6 kali,
di sertai pusing dan sakit kepala.
Berdasarkan teori kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat
implantasi/ nidasi/ melekatnya buah kehamilan di luar endometrium kavum
uterus, yakni di luar rongga cavum uterus. Sedangkan yang disebut sebagai
kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami
abortus ruptur pada dinding tuba. Dimana gejala yang timbul pada kehamilan
ektopik terganggu adalah gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah
trias nyeri abdomen, amenore, dan perdarahan pervaginam. Hal ini sesuai dengan
pasien ini memenuhi 3 gejala yang ada dimana didapatkan nyeri abdomen,
amenorea, adanya perdarahan pervagianam 2,4,7,8
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : lemah, kesadaran
compos mentis, GCS : E3V5M6, Tanda vital TD : 80/50 mmHg, Nadi :
114x/menit, Pernafasan : 32x/menit, Suhu : 36,2oC axilla, VAS 8, pada
pemeriksaan didapatkan conjungtiva anemis (+/+), mulut pucat (+), abdomen
didapatkan nyeri tekan seluruh kuadran abdomen, abdomen distensi (+), akral
dingin pada ekstremitas atas dan bawah (+/+), pada pemeriksaan obstetric
didapatkan nyeri goyang portio (+).

37
Menurut teori hal ini sesuai dengan teori penderita tampak kesakitan dan
pucat. Didapatkan ada nyeri tekan. Pada KET dapat ditemukan tanda-tanda syok
hipovolemik yaitu hipotensi, takikardi, pucat, anemis, ekstremitas dingin, nyeri
abdomen, perut tegang, nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen, serta bisa ditemukan
pekak samping yaitu pekak pindah pada perkusi abdomen dan didapatkan
didapatkan nyeri goyang portio (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan RBC 2.09 x 106/mm3, HB 6.0
g/dl, HCT 18,5%, PLT 308 103/mm3, leukosit 16.2 mm3, HCG Test : (+), USG :
USG kesan sugestif kehamilan ektopik terganggu
Berdasarkan teori pada KET Setelah terjadi perdarahan, volume darah yang
berkurang dipulihkan menjadi normal dengan hemodilusi dalam waktu satu hari
atau lebih. Oleh karena itu, setelah perdarahan yang banyak sekalipun, pembacaan
nilai hemoglobin atau hematokrit pada awalnya mungkin hanya menunjukkan
sedikit penurunan. Untuk beberapa jam pertama perdarahan akut,penurunan kadar
hemoglobin atau hematokrit saat wanita tersebut sedang di observasi merupakan
petunjuk kekurangan darah yang lebih bermanfaat daripada pembacaan awal.
Derajat leukositosis sangat bervariasi pada kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur. Pada sekitar setengah dari para wanita ini, leukosit normal, tetapi pada
sisanya, dapat ditemukan leukosit dengan berbagai derajat sampai 30.000 / ul.
Pada USG sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang
spesifik. Uterus mungkin besarnya normal, atau mengalami sedikit pembesaran
yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Endometrium menebal ekhogenik
sebagai akibat reaksi desidua, yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur
cincin anekhoik yang disebut kantong gestasi palsu (pseudogestational sac).
Berbeda dengan kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya
simetris di kavum uteri dan tidak menunjukkan struktur cincin ganda. Seringkali
ditemukan massa tumor di daerah adneksa, yang gambarannya sangat bervariasi.
Mungkin terlihat kantong gestasi yang masih utuh dan berisi mudigah, mungkin
hanya berupa massa ekhogenik dengan batas iregular, ataupun massa kompleks
yang terdiri dari bagian ekhogenik dan anekhoik.

38
Diagnosis pasti pada pasien ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dan diagnostik intraoperatif. Pada pasien ditemukan
ruptur tuba kanan saat dilakukan pembedahan laparotomi. Saat itu diputuskan
untuk mengambil tindakan salpingektomi. Berdasarkan teori, salpingektomi
merupakan pilihan terutama bila tuba ruptur, mengurangi perdarahan dan operasi
lebih singkat. Laparotomi harus dilakukan pada pasien yang mengalami ruptur
dan dalam keadaan syok hipovolemik. Jika tuba kontralateral sehat, maka
tindakan yang dipilih adalah salpingectomy, dimana seluruh tuba Fallopii, atau
segmen yang mengandung kehamilan ektopik diangkat.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi.


Dalam: Ilmu Kandungan, edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, 2016; 474-89.
2. Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi
III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2016;
3. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. Kehamilan Ektopik. Dalam:
Obstetri William (William’s Obstetri). Edisi XX. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2015;
4. Jones HW. Ectopic Pregnancy. In: Novak’s Text Book of Gynecology. 3rd
Edition. Balltimore, Hongkong, London, Sydney: William & Wilkins. 2015;
5. UAB Health System [Online Database] 2013 September [2018 february 14]
Available from URL:http://www.health.uab.edu/default.aspx?pid=65626
6. Moechtar R. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamialan Ektopik). Dalam:
Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi V. Jakarta:
Penerbit Buku kedokteran EGC.
7. Polan ML, Wheeler JM. Kehamilan Ektopik (Diagnosis dan Terapi). Dalam:
Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Infertilitas. Edisi I. Jakarta: Bina
Rupa Aksara. 2011
8. Farlex. The Free Dictionary. [Online Database] 2014 January [2018 february
14] Available from URL: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/
interstitial+pregnancy
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. Kehamilan Ektopik. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi V. Jakarta: Media Aesculapius. 2015;
10. Saifiddin AB, Wiknjosastro H, Kehamilan Ektopik Terganngu. Dalam: Buku
Panduan praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi III.
Editor: Affandi B, Waspodo B. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2013;
11. E Medicine Health [Online Database] 2014 October [2018 february 14]
Available from URL:

40
http:/www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=58753&page
=1#Ectopic%20Pregnancy%20Overview
12. Schwart SI, Shires TS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Intisari Prinsip-Prinsip
Ilmu Bedah. Edisi VIII. Editor: Spencer FC. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2013.
13. Jain KA, Hamper UM, Sander RC. Comparison of transabdominal and
transvaginal ultrasonography in the detection of early pregnancy and its
complication. AJR, 2014
14. Thorsen MK, Lawson TL, Aiman EJ. Diagnosis of ectopic pregnancy :
endovaginal vs transabdominal sonography. AJR, 2014
15. Wong TW, Lau CC, Yeung A, Lo L, Tai CM. Efficacy of Transabdominal
ultrasound examination in the diagnosis of early pregnancy complications in
the emergency department. J Accid Emerg Med, 2015
16. Condous G, Okaro E, Khalid A, et al. The accuracy of transvaginal
ultrasonography for the diagnosis of ectopic pregnancy prior to surgery.
Human reproduction 2016

41

Anda mungkin juga menyukai