HIPOGLIKEMIA
Nama : Musyarafa
No. Stambuk : N 111 17 058
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Agama : Islam
Anamnesis:
Seorang bayi perempuan lahir di RSUD X pada tanggal 04 Februari 2018
pukul 11.55 dengan persalinan secara Sectio Sesaria atas indikasi Preeklampsi
berat + letak sungsang, dengan berat badan lahir 2.700 gram dan panjang badan
lahir bayi 45 cm. Apgar skor 6/8. Saat lahir bayi langsung menangis, air ketuban
hijau kental kelainan kongenital (-), anus (+), Palatum (+), trauma lahir (-),
Sianosis (-), sesak (-), tali pusat basah, perdarahan (-), BAB/BAK +/+.
Riwayat maternal : usia ibu mengandung 30 tahun, dengan riwayat
kehamilan G1P0A0, usia kehamilan 38-40 minggu, ibu rutin melakukan
pemeriksaan kehamilan di puskesmas. Selama kehamilan tekanan darah ibu
160/110 mmHg, tidak ada riwayat demam saat ibu hamil., anemia berat tidak ada,
Ibu tidak mengkonsumsi alcohol ataupun merokok selama hamil.
Pemeriksaan Fisik
DJ : 128 x/menit S : 36,7 ºC
R : 48 x/menit CRT : < 2 detik
2
1. Sistem Pernapasan
Sianosis : (-)
Merintih : tidak ada
Apnea : tidak ada
Retraksi Dinding Dada : (-)
Pergerakan Dinding Dada : Simetris Bilateral
Pernapasan Cuping Hidung : tidak ada
Stridor : tidak ada
Bunyi Napas : Bronchovesikular (+/+)
Bunyi Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Skor DOWNE
Frekuensi Napas : 0
Retraksi :0
Sianosis :0
Udara Masuk :0
Merintih :0
Total Skor :0
Kesimpulan : Tidak ada gawat napas
2. Sistem Kardiovaskuler
Bunyi Jantung : BJ I dan BJ II murni reguler
Murmur : tidak ada
3. Sistem Hematologi
Pucat : tidak ada
Ikterus : tidak ada
4. Sistem Gastrointestinal
Kelainan Dinding Abdomen : tidak ada
3
Muntah : tidak ada
Diare : tidak ada
Residu Lambung : tidak ada
Organomegali : tidak ada
Bising usus : + Kesan normal
Umbilikus
pus : tidak ada
Warna Kemerahan : tidak ada
Edema : tidak ada
5. Sistem Saraf
Aktivitas : aktif
Kesadaran : Composmentis
Fontanela : Datar
Kejang : Tidak ada
Tonus Otot : Normal
6. Sistem Genitalia
Anus Imperforata : tidak ada
Laki – laki
Hipospadia : -
Hidrokel : -
Hernia : -
Testis : +
perempuan
Keluaran : tidak ada
4
7. Skor Ballard
Maturitas fisik
Sikap tubuh :3 kulit :3
Persegi jendela :3 lanugo :4
Recoil lengan :4 plantar :3
Sudut poplitea :3 payudara :2
Tanda selempang : 3 mata/telinga :3
Tumit ke kuping : 3 genitalia :3
Skor : 36
Minggu : 38-40 minggu
Interpretasi : Bayi cukup bulan
Menurut kurva diatas, didapatkan bahwa bayi cukup bulan, sesuai untuk masa
kehamilan.
5
Pemeriksaan penunjang
Hasil Nilai normal
WBC 21.6 x 103/dl 10,0 – 26,0
RBC 3.76 x 106/dl 4.4 – 5.9
HGB 14.7 gr/dl 13.2 – 17.3
HCT 44.9 % 40 – 52
PLT 280 x 103/dl 150 – 440
GDS 37 mg/dl 70.0 – 140.0
Resume
Seorang bayi perempuan lahir di RSUD X pada tanggal 04 Februari 2018
pukul 11.55 dengan persalinan secara Sectio Sesaria atas indikasi Preeklampsi
berat + letak sungsang, dengan berat badan lahir 2.700 gram dan panjang
badan lahir bayi 45 cm. Apgar skor 6/8. Saat lahir bayi langsung menangis, air
ketuban hijau kental kelainan kongenital (-), anus (+), Palatum (+), trauma
lahir (-), Sianosis (-), sesak (-), tali pusat basah, perdarahan (-), BAB/BAK +/+.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan denyut jantung 128x/menit, suhu 36,7 ºC,
respirasi 48 x/menit, skor down 0 (tidak ada gawat napas), skor ballard 38
(estimasi kehamilan 38-40 minggu) berdasarkan kurva Lubchenso bayi
tergolong cukup bulan, sesuai masa kehamilan.
Riwayat maternal : usia ibu mengandung 30 tahun, dengan riwayat
kehamilan G1P0A0, usia kehamilan 38-40 minggu, ibu rutin melakukan
pemeriksaan kehamilan di puskesmas. Selama kehamilan tekanan darah ibu
160/110 mmHg, tidak ada riwayat demam saat ibu hamil., anemia berat tidak
ada, tidak ada konsumsi obat-obatan tertentu selama kehamilan. Ibu tidak
mengkonsumsi alcohol ataupun merokok selama hamil.
6
Terapi :
- Menjaga kehangatan bayi (rawat Infant Warmer)
- Mengatur posisi bayi
- Menghisap lendir
- Mnegeringkan dan memberirangsangan taktil
- Melakukan penilaian
- Memberi inj. Vit. K 1 mg/IM
- Tetes mata gentamisin 1 tetes od/os
- Hb0 0.5 cc/IM
- Pemberian ASI/PASI 8x20 cc
7
BAB III
DISKUSI
8
5. Pengeluaran yang meningkat Karena kebutuhan energi meningkat.
Penyebab pengeluaran gula yang meningkat antara lain sepsis, syok,
asfiksia, hipotermia dan panas.
Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan kadar hormone sehingga, tidak dapat
diketahui penyebab pasti hipoglikemi tersebut.
Tanda klinis hipoglikemia pada bayi baru lahir tidak spesifik. gejala yang
sering terlihat adalah tremor, bayi lemah, sianosis, kejang, apneu, merintih,
hipotoni, masalah minum, dan nistagmus. Sedangkan pada kasus ini pasien
mengalami stress selama kehamilan atau persalinan, ibunya pada saat kehamilan
mengalami hipertensi
Bayi yang resiko terkena hipoglikemia: (2)
1. Bayi dari ibu dengan diabetes. Ibu dengan diabetes yang tidak terkontrol
memiliki kadar glukosa darah yang tinggi yang bisa melewati plasenta
sehingga merangsang pembentukan insulin pada neonates. Saat lahir,
kadar glukosa darah tiba-tiba menurun karena pasokan dari plasenta
berhenti, padahal kadar insulin masih tinggi, sehingga terjadi
hipoglikemia. Pencegahannya adalah dengan mengontrol kadar glukosa
darah pada ibu hamil.
2. Bayi besar untuk masa kehamilan (BMK). Bayi BMK biasanya lahir dari
iu dengan toleransi glukosa yang abnormal.
3. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK). Selama dalam kandungan, bayi
sudah mengalami kekurangan gizi, sehingga tidak sempat membuat
cadangan glikogen, dan kadang persediaan yang ada sudah terpakai. Bayi
KMK mempunyai kecepatan metabolism lebih besar sehingga
menggunakan glukosa lebih banyak daripada bayi yang berat lahirnya
sesuai untuk masa kehamilan (SMK), dengan berat badan yang sama.
Meskipun bayi KMK bugar, bayi mungkin tampak lapar dan memerlukan
lebih banyak perhatian. Bayi KMK perlu diberi minum setiap 2 jam dan
kadang masih hipoglikemia, sehingga memerlukan pemberian
sumplementasi dan kadang memerlukan cairan intravena sambil
menunggu ASI ibunya cukup.
9
4. Bayi kurang bulan. Deposit glukosa berupa glikogen biasanya baru
terbentuk pada trimester ke-3 kehamilan, sehingga bayi lahir terlalu awal,
persediaan glikogen ini terlalu sedikit dan akan lebih cepat habis terpakai.
5. Bayi lebih bulan. Fungsi plasenta pada bayi lebih bulan sudah mulai
berkurang. Asupan glukosa dari plasenta berkurang, sehingga janin
menggunakan cadangan glikogennya. Setelah bayi lahir, glikogen tinggal
sedikit, sehingga bayi muda mengalami hipoglikemia.
6. Pasca asfiksia. Pada asfiksia, akan terjadi metabolisme anaerob yang
banyak sekali memakai persediaan glukosa. Pada merabolisme anaerob, 1
gram glukosa hanya menghasilkan 2 ATP, sedang pada keadaan normal 1
gram glukosa bisa menghasilkan 38 ATP.
7. Polisitemia. Bayi dengan polisitemia mempunyai risio tinggi untuk
terjadinya hipoglikemia dan hipokalsemia, karena pada polisitemia terjadi
perlambatan aliran darah.
8. Bayi yang dipuasakan, termasuk juga pemberian minum pertama yang
terlambat. Bayi dapat mengalami hipoglikemia karena kadar glukosa
darah tidak mencukupi.
9. Bayi yang mengalami stress selama kehamilan atau persalinan, misalnya
ibu hamil dengan hipertensi. Setelah kelahiran, bayi mempunyai
kecepatan metabolisme yang tinggi dan memerlukan energi yang lebih
besar dibandingkan bayi lain.
10. Bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah. Ibu mendapatkan pengobatan
(terbutalin, propanolol), ibu perokok, ibu yang mendapat glukosa
intravena saat persalinan, dapat meningkatkan resiko hipoglikemia bada
bayinya.
10
diberikan glukosa 10% secara intravena sebanyak 2 mL/kg dengan perlahan
selama 1 menit. Lanjutkan dengan pemberian infus glukosa 10%
(berdasarkan glukosa infus rate (GIR)) dan pertimbangkan juga pemberian
elektrolit. Tatalaksana kejang tidak diberikan anti spasme karena keadaan
tersebut dipicu oleh keadaan hipoglikemia, seandainya keadaan kejang
berlanjut setelah pasien mengalami normoglikemia, dapat dipikirkan bahwa
kejang tersebut disebabkan pada keadaan yang lain, tetapi pada kasus ini,
kejang tidak berulang setelah diberikan terapi glukosa. (2,5)
11
Pada kasus ini, dapat disimpulkan bahwa bayi tersebut memiliki faktor
resiko untuk mengalami hipoglikemia, yaitu bayi merupakan bayi lahir dengan
ibu yang mengalami hipertensi saat kehamilan. Hal ini didukung oleh
pemeriksaan laboratoriun Gula Darah Sewaktu (GDS) awal yang bernilai 37
mg/dL.
Pada kasus ini, tidak ditemukan adanya gejala-gejala hipoglikemia. Akan
tetapi, diagnosis hipoglikemia tetap dapat ditegakkan lebih awal dengan melihat
faktor resiko dan hasil pemeriksaaan laboratorium GDS untuk mencegah
terjadinya prognosis yang buruk . Pada kasus ini menunjukkan bahwa bayi diduga
menderita hipoglikemia asimtomatis.
Manifestasi klinis hipoglikemia pada bayi cukup bulan bisa samar dan non
spesifik, muncul pada neonatus bersama dengan berbagai masalah neonatus
lainnya. Pemeriksaan fisis dan observasi keadaan umum bayi harus dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Untuk menunjukkan bahwa
gejala yang timbul berhubungan dengan hipoglikemia, diperlukan hal-hal
berikut1:
1. Tanda klinik harus didapatkan
2. Kadar glukosa darah rendah, diukur secara akurat
3. Tanda klinik menghilang pada saat kadar glukosa darah normal
Banyak bayi baru lahir dengan satu atau lebih gejala-gejala ini adalah
normoglikemia dan memiliki masalah lainnya. Oleh karena itu, hipoglikemia
12
harus selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium dan dengan melihat
responnya terhadap terapi6.
B. Simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma < 20-25
mg/dL atau < 1,1 – 1,4 mmol/L.
13
1. Berikan glukosa 200 mg tiap kilogram berat badan atau 2 mL tiap kilogram
berat badan cairan dekstrosa 10%. Lanjutkan terus pemberian glukosa 10%
intra vena dengan kecepatan (glucose infusion rate atau GIR) 6-8 mg tiap
kilogram berat badan tiap menit
2. Koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak boleh diberikan
melalui oral atau pipa orogastrik.
3. Pertahankan kadar glukosa bayi yang simtomatik pada >45 mg/dL atau >2.5
mmol/L
4. Sesuaikan pemberian glukosa intravena dengan kadar glukosa darah yang
didapat
5. Dukung pemberian ASI sesering mungkin setelah manifestasi hipoglikemia
menghilang
6. Pantau kadar glukosa darah sebelum pemberian minum dan saat penurunan
pemberian glukosa intra vena secara bertahap (weaning), sampai kadar
glukosa darah stabil pada saat tidak mendapat cairan glukosa intra
vena.Kadang diperlukan waktu 24-48 jam untuk mencegah hipoglikemia
berulang.
7. Lakukan pencatatan manifasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining
glukosa darah, konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik
(misal respon dari terapi yang diberikan). (5)
14
Hipoglikemia dapat menjadi penyebab dasar pada kejang BBL dan gejala
neurologis lainnya seperti apneu, letargi dan jiternes. Faktor yang paling kritis
pada hipoglikemia yang berhubungan dengan gejala neurologik adalah masa atau
durasi terjadinya hipoglikemia dan jumlah waktu yang terbuang sebelum terapi
dimulai6.
Skrining dan intervensi diperlukan untuk mendeteksi dan mengobati
bayi dengan risiko hipoglikemia. Ada beberapa skrining dan intervensi yang
dilakukan antara lain2:
15
1. Menghindari faktor risiko yang dapat dicegah (misalnya hipotermia).
2. Pemberian nutrisi segera enteral merupakan tindakan preventif tunggal
paling penting.
3. Jika bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum dengan
menggunakan sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir.
4. Neonates yang beresiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai
asupannya penuh dan tiga kali pengukuran normal (sebelum pemberian
minum gula darah > 45 mg/dL
5. Jika ini gagal, terapi IV dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar
glukosa dipantau.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim M.S., Yunato A., Dewi R., Sarosa G.I., dan Usman A., 2008. Buku
Ajar Neonatologi. ed I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI., 2011. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jilid 3. pp: 1124-5. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI.
3. Mustadjab I., 2008. Kumpulan Kuliah Perinatologi Manado. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unsrat.
4. Kliegman, RM. Janin dan Bayi Neonatus, in Behrman, RE, Kliegman, R,
Arvin, AM. (Eds.): Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta:
EGC, 2000.
5. Departemen ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas
Indonesia,. 2007. Diagnosis dan tatalaksana penyakit anak dengan gejala
kuning. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
17