Anda di halaman 1dari 18

REFLEKSI KASUS Februari 2018

HIPOGLIKEMIA

Nama : Musyarafa
No. Stambuk : N 111 17 058
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Hipoglikemia adalah gangguan metabolisme yang dapat terjadi pada bayi


normal maupun bayi beresiko tinggi dimana kadar gula darah sewaktu kurang dari
40-45 mg/dl. Manifestasi klinis hipoglikemia sering kali tidak spesifik, dapat
bersifat asimptomatik dan bisa juga simptomatik.(1)
Glukosa merupakan sumber utama energi untuk menjalankan fungsi organ
sebagaimana mestinya. Walaupun semua organ tubuh menggunakan glukosa, otak
manusia menggunakannya hampir secara eksklusif sebagai substrat untuk
metabolisme energi. Oleh karena penyimpanan glikogen otak terbatas, pengiriman
glukosa yang adekuat ke otak merupakan fungsi fisiologis tubuh yang esensial.
Sekitar 90 % dari glukosa darah total dikonsumsi oleh otak. Meskipun bahan lain
seperti asam laktat dan badan keton dapat digunakan sebagai substrat
untuk memproduksi energi, akan tetapi respon yang masih imatur dari neonatus
membuat penggunaan dari molekul-molekul tersebut tidak memungkinkan.
Dengan demikian, neonatus sangat rentan terhadap kondisi-kondisi yang
mengganggu pemeliharaan homeostasis glukosa selama masa transisi dari
intrauterin ke kehidupan mandiri di luar rahim.(1,2)
Penyebab hipoglikemia seringkali sangat kompleks. Hipoglikemia terjadi
pada beberapa macam kondisi neonatus antara lain prematuritas, retardasi
pertumbuhan, dan diabetes gestasional. Hipoglikemia dapat berdiri sendiri atau
disertai oleh kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus.(1,2)

1
BAB II
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk : 04 Februari 2018

Nama : Bayi Ny.S

Tanggal Lahir : 04 Februari 2018

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anamnesis:
Seorang bayi perempuan lahir di RSUD X pada tanggal 04 Februari 2018
pukul 11.55 dengan persalinan secara Sectio Sesaria atas indikasi Preeklampsi
berat + letak sungsang, dengan berat badan lahir 2.700 gram dan panjang badan
lahir bayi 45 cm. Apgar skor 6/8. Saat lahir bayi langsung menangis, air ketuban
hijau kental kelainan kongenital (-), anus (+), Palatum (+), trauma lahir (-),
Sianosis (-), sesak (-), tali pusat basah, perdarahan (-), BAB/BAK +/+.
Riwayat maternal : usia ibu mengandung 30 tahun, dengan riwayat
kehamilan G1P0A0, usia kehamilan 38-40 minggu, ibu rutin melakukan
pemeriksaan kehamilan di puskesmas. Selama kehamilan tekanan darah ibu
160/110 mmHg, tidak ada riwayat demam saat ibu hamil., anemia berat tidak ada,
Ibu tidak mengkonsumsi alcohol ataupun merokok selama hamil.

Pemeriksaan Fisik
DJ : 128 x/menit S : 36,7 ºC
R : 48 x/menit CRT : < 2 detik

Berat Badan : 2700 gram LK: 32 cm LD: 34 cm


Panjang Badan : 50 cm LL: 11 cm LP: 32 cm

2
1. Sistem Pernapasan
 Sianosis : (-)
 Merintih : tidak ada
 Apnea : tidak ada
 Retraksi Dinding Dada : (-)
 Pergerakan Dinding Dada : Simetris Bilateral
 Pernapasan Cuping Hidung : tidak ada
 Stridor : tidak ada
 Bunyi Napas : Bronchovesikular (+/+)
 Bunyi Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

 Skor DOWNE
 Frekuensi Napas : 0
 Retraksi :0
 Sianosis :0
 Udara Masuk :0
 Merintih :0
Total Skor :0
Kesimpulan : Tidak ada gawat napas

2. Sistem Kardiovaskuler
 Bunyi Jantung : BJ I dan BJ II murni reguler
 Murmur : tidak ada

3. Sistem Hematologi
 Pucat : tidak ada
 Ikterus : tidak ada

4. Sistem Gastrointestinal
 Kelainan Dinding Abdomen : tidak ada
3
 Muntah : tidak ada
 Diare : tidak ada
 Residu Lambung : tidak ada
 Organomegali : tidak ada
 Bising usus : + Kesan normal
 Umbilikus
 pus : tidak ada
 Warna Kemerahan : tidak ada
 Edema : tidak ada

5. Sistem Saraf
 Aktivitas : aktif
 Kesadaran : Composmentis
 Fontanela : Datar
 Kejang : Tidak ada
 Tonus Otot : Normal

6. Sistem Genitalia
 Anus Imperforata : tidak ada
 Laki – laki
 Hipospadia : -
 Hidrokel : -
 Hernia : -
 Testis : +
 perempuan
 Keluaran : tidak ada

4
7. Skor Ballard
Maturitas fisik
Sikap tubuh :3 kulit :3
Persegi jendela :3 lanugo :4
Recoil lengan :4 plantar :3
Sudut poplitea :3 payudara :2
Tanda selempang : 3 mata/telinga :3
Tumit ke kuping : 3 genitalia :3
Skor : 36
Minggu : 38-40 minggu
Interpretasi : Bayi cukup bulan

Menurut kurva diatas, didapatkan bahwa bayi cukup bulan, sesuai untuk masa
kehamilan.

5
Pemeriksaan penunjang
Hasil Nilai normal
WBC 21.6 x 103/dl 10,0 – 26,0
RBC 3.76 x 106/dl 4.4 – 5.9
HGB 14.7 gr/dl 13.2 – 17.3
HCT 44.9 % 40 – 52
PLT 280 x 103/dl 150 – 440
GDS 37 mg/dl 70.0 – 140.0

Resume
Seorang bayi perempuan lahir di RSUD X pada tanggal 04 Februari 2018
pukul 11.55 dengan persalinan secara Sectio Sesaria atas indikasi Preeklampsi
berat + letak sungsang, dengan berat badan lahir 2.700 gram dan panjang
badan lahir bayi 45 cm. Apgar skor 6/8. Saat lahir bayi langsung menangis, air
ketuban hijau kental kelainan kongenital (-), anus (+), Palatum (+), trauma
lahir (-), Sianosis (-), sesak (-), tali pusat basah, perdarahan (-), BAB/BAK +/+.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan denyut jantung 128x/menit, suhu 36,7 ºC,
respirasi 48 x/menit, skor down 0 (tidak ada gawat napas), skor ballard 38
(estimasi kehamilan 38-40 minggu) berdasarkan kurva Lubchenso bayi
tergolong cukup bulan, sesuai masa kehamilan.
Riwayat maternal : usia ibu mengandung 30 tahun, dengan riwayat
kehamilan G1P0A0, usia kehamilan 38-40 minggu, ibu rutin melakukan
pemeriksaan kehamilan di puskesmas. Selama kehamilan tekanan darah ibu
160/110 mmHg, tidak ada riwayat demam saat ibu hamil., anemia berat tidak
ada, tidak ada konsumsi obat-obatan tertentu selama kehamilan. Ibu tidak
mengkonsumsi alcohol ataupun merokok selama hamil.

DIAGNOSIS : By Aterm + hipoglikemia

6
Terapi :
- Menjaga kehangatan bayi (rawat Infant Warmer)
- Mengatur posisi bayi
- Menghisap lendir
- Mnegeringkan dan memberirangsangan taktil
- Melakukan penilaian
- Memberi inj. Vit. K 1 mg/IM
- Tetes mata gentamisin 1 tetes od/os
- Hb0 0.5 cc/IM
- Pemberian ASI/PASI 8x20 cc

7
BAB III
DISKUSI

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <45 mg/dL,


gejalanya sering tidak jelas atau asimptomatik, diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat dapat mencegah konsekuensi yang serius. Sedangkan pada kasus ini
didapatkan kadar glukosa darah 37 mg/dl, Diagnosis berdasarkan gejala klinis
cukup sulit karena tidak adanya tanda patognomonik untuk keadaan ini, secara
pasti diagnosis hipoglikemia adalah berdasarkan pengukuran kadar gula darah.
Berdasarkan teori tersebut maka pada kasus ini dapat dinyatakan bahwa pasien
mengalami hipoglikemi. (1,5)
Penyebab dan mekanisme dari hipoglikemia sebagai berikut :
1. Masukan gula dari makanan yang kurang (starvasi)
Keadaan ini dapat timbul akibat keterlambatan pemberian makanan pada
bayi baru lahir (pemberian ASI pertama dapat meningkatkan kadar gula
darah sebesar 18-27 mg/dL)
2. Penurunan masukan gula dari simpanan glikogen
Keadaan ini dapat terjadi pada IUGR, starvasi pada ibu hamil,
prematuritas, salah satu dari bayi kembar (yang kecil) pada periode
neonatal. Anak yang lebih besar usianya dengan cadangan glikogen yang
jelek akan mengalami hipoglikemi karena starvasi terutama bila disertai
gangguan gluconeogenesis.
3. Penurunan masukan gula karena gangguan glukoneogenesis dan
glikogenolisis.
Keadaan ini dapat terjadi pada Glycogen Storage Disease, galaktosemia,
intoleransi fruktosa, defisiensi GH (hipopituitarisme) dan insufisiensi
adrenokortikal
4. Pengeluaran berlebihan ke dalam simpanan (pada hiperinsulinisme)
Pada keadaan ini terjadi pengeluaran glukosa yang berlebihan dari cairan
ekstraseluler karena insulin mengubah pengeluaran glukosa ke bentuk
simpanannya yaitu lemak dan glikogen.

8
5. Pengeluaran yang meningkat Karena kebutuhan energi meningkat.
Penyebab pengeluaran gula yang meningkat antara lain sepsis, syok,
asfiksia, hipotermia dan panas.
Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan kadar hormone sehingga, tidak dapat
diketahui penyebab pasti hipoglikemi tersebut.
Tanda klinis hipoglikemia pada bayi baru lahir tidak spesifik. gejala yang
sering terlihat adalah tremor, bayi lemah, sianosis, kejang, apneu, merintih,
hipotoni, masalah minum, dan nistagmus. Sedangkan pada kasus ini pasien
mengalami stress selama kehamilan atau persalinan, ibunya pada saat kehamilan
mengalami hipertensi
Bayi yang resiko terkena hipoglikemia: (2)
1. Bayi dari ibu dengan diabetes. Ibu dengan diabetes yang tidak terkontrol
memiliki kadar glukosa darah yang tinggi yang bisa melewati plasenta
sehingga merangsang pembentukan insulin pada neonates. Saat lahir,
kadar glukosa darah tiba-tiba menurun karena pasokan dari plasenta
berhenti, padahal kadar insulin masih tinggi, sehingga terjadi
hipoglikemia. Pencegahannya adalah dengan mengontrol kadar glukosa
darah pada ibu hamil.
2. Bayi besar untuk masa kehamilan (BMK). Bayi BMK biasanya lahir dari
iu dengan toleransi glukosa yang abnormal.
3. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK). Selama dalam kandungan, bayi
sudah mengalami kekurangan gizi, sehingga tidak sempat membuat
cadangan glikogen, dan kadang persediaan yang ada sudah terpakai. Bayi
KMK mempunyai kecepatan metabolism lebih besar sehingga
menggunakan glukosa lebih banyak daripada bayi yang berat lahirnya
sesuai untuk masa kehamilan (SMK), dengan berat badan yang sama.
Meskipun bayi KMK bugar, bayi mungkin tampak lapar dan memerlukan
lebih banyak perhatian. Bayi KMK perlu diberi minum setiap 2 jam dan
kadang masih hipoglikemia, sehingga memerlukan pemberian
sumplementasi dan kadang memerlukan cairan intravena sambil
menunggu ASI ibunya cukup.

9
4. Bayi kurang bulan. Deposit glukosa berupa glikogen biasanya baru
terbentuk pada trimester ke-3 kehamilan, sehingga bayi lahir terlalu awal,
persediaan glikogen ini terlalu sedikit dan akan lebih cepat habis terpakai.
5. Bayi lebih bulan. Fungsi plasenta pada bayi lebih bulan sudah mulai
berkurang. Asupan glukosa dari plasenta berkurang, sehingga janin
menggunakan cadangan glikogennya. Setelah bayi lahir, glikogen tinggal
sedikit, sehingga bayi muda mengalami hipoglikemia.
6. Pasca asfiksia. Pada asfiksia, akan terjadi metabolisme anaerob yang
banyak sekali memakai persediaan glukosa. Pada merabolisme anaerob, 1
gram glukosa hanya menghasilkan 2 ATP, sedang pada keadaan normal 1
gram glukosa bisa menghasilkan 38 ATP.
7. Polisitemia. Bayi dengan polisitemia mempunyai risio tinggi untuk
terjadinya hipoglikemia dan hipokalsemia, karena pada polisitemia terjadi
perlambatan aliran darah.
8. Bayi yang dipuasakan, termasuk juga pemberian minum pertama yang
terlambat. Bayi dapat mengalami hipoglikemia karena kadar glukosa
darah tidak mencukupi.
9. Bayi yang mengalami stress selama kehamilan atau persalinan, misalnya
ibu hamil dengan hipertensi. Setelah kelahiran, bayi mempunyai
kecepatan metabolisme yang tinggi dan memerlukan energi yang lebih
besar dibandingkan bayi lain.
10. Bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah. Ibu mendapatkan pengobatan
(terbutalin, propanolol), ibu perokok, ibu yang mendapat glukosa
intravena saat persalinan, dapat meningkatkan resiko hipoglikemia bada
bayinya.

Berdasarkan tanda klinis, hipoglikemia terbagi dua yaitu simptomatik dan


asimptomatik. Penatalaksanaan hipoglikemia pada keadaa asimptomatik
dapat diberikan minum glukosa 10% yang kemudian diikuti dengan susu
formula 2-3 jam berikutnya, lalu lakukan glukosa control tiap 30-60 menit
sampai stabil (normoglikemia). Sedangkan pada keadaan simptomatik

10
diberikan glukosa 10% secara intravena sebanyak 2 mL/kg dengan perlahan
selama 1 menit. Lanjutkan dengan pemberian infus glukosa 10%
(berdasarkan glukosa infus rate (GIR)) dan pertimbangkan juga pemberian
elektrolit. Tatalaksana kejang tidak diberikan anti spasme karena keadaan
tersebut dipicu oleh keadaan hipoglikemia, seandainya keadaan kejang
berlanjut setelah pasien mengalami normoglikemia, dapat dipikirkan bahwa
kejang tersebut disebabkan pada keadaan yang lain, tetapi pada kasus ini,
kejang tidak berulang setelah diberikan terapi glukosa. (2,5)

Terdapat 3 klasifikasi hipoglikemia yaitu2:

1. Hipoglikemia dengan Gejala. Berbagai penelitian mendapatkan bahwa


hipoglikemia dengan gejala dapat mengakibatkan kerusakan saraf dan
gangguan perkembangan sehingga intervensi perlu dilakukan segera. Oleh
karena belum ada kadar absolute kapan intervensi harus dilakukan, bila
kadar gula plasma darah < 47 mg/dL intervensi segera dilakukan2.
2. Hipoglikemia tanpa Gejala. Kadar glukosa yang menetap di bawah 47
mg/dL pada bayi premature dapat mengakibatkan efek jangka panjang.
Bayi premature yang KMK dengan kadar gula darah < 47 mg/dL
mempunyai lingkaran kepala yang lebih kecil dan angka perkembangan
yang rendah. Bayi dengan ibu diabetes yang mempunyai kadar gula darah
< 27 mg/dL mengalami gangguan disfungsi saraf pada usia 8 tahun
walaupun bayi tersebut tidak mengalami gejala hipoglikemia. Beberapa
peneliti menganjurkan untuk melakukan intervensi bila kadar glukosa <47
mg/dL walaupun tanpa gejala2.
3. Hipoglikemia yang Berulang dan Persisten. Hipoglikemia berulang dan
persisten adalah kegagalan mempertahankan kadar normal gula darah
walaupun sudah mendapat infuse glukosa dengan GIR 12mg/kg/min atau
ketika stabilitas tidak tercapai setelah 7 hari pengobatan. Pengobatannya
selain dengan meningkatkan GIR, obat tambahan dapat diberikan untuk
hipoglikemia menetap dengan GIR > 12mg/kg/min2.

11
Pada kasus ini, dapat disimpulkan bahwa bayi tersebut memiliki faktor
resiko untuk mengalami hipoglikemia, yaitu bayi merupakan bayi lahir dengan
ibu yang mengalami hipertensi saat kehamilan. Hal ini didukung oleh
pemeriksaan laboratoriun Gula Darah Sewaktu (GDS) awal yang bernilai 37
mg/dL.
Pada kasus ini, tidak ditemukan adanya gejala-gejala hipoglikemia. Akan
tetapi, diagnosis hipoglikemia tetap dapat ditegakkan lebih awal dengan melihat
faktor resiko dan hasil pemeriksaaan laboratorium GDS untuk mencegah
terjadinya prognosis yang buruk . Pada kasus ini menunjukkan bahwa bayi diduga
menderita hipoglikemia asimtomatis.
Manifestasi klinis hipoglikemia pada bayi cukup bulan bisa samar dan non
spesifik, muncul pada neonatus bersama dengan berbagai masalah neonatus
lainnya. Pemeriksaan fisis dan observasi keadaan umum bayi harus dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Untuk menunjukkan bahwa
gejala yang timbul berhubungan dengan hipoglikemia, diperlukan hal-hal
berikut1:
1. Tanda klinik harus didapatkan
2. Kadar glukosa darah rendah, diukur secara akurat
3. Tanda klinik menghilang pada saat kadar glukosa darah normal

Pemberian ASI secara dini dan eksklusif dapat memenuhi kebutuhan


nutrisi dan metabolik bayi baru lahir cukup bulan yang sehat. Bayi cukup bulan
yang sehat tidak akan menjadi hipoglikemia yang simptomatik karena pemberian
minum yang kurang1.

Hipoglikemia pada bayi baru lahir seringkali asimtomatik tetapi dapat


menyebabkan gelisah, kejang-kejang, apatis, hipotonia, koma, tidak mau
menghisap, apnea, gagal jantung kongestif, sianosis, sura tangis melengking,
gerakan mata abnormal, atau suhu tidak stabil dengan hipotermia. Pada bayi kecil
yang sakit, gejala mudah terlewatkan6.

Banyak bayi baru lahir dengan satu atau lebih gejala-gejala ini adalah
normoglikemia dan memiliki masalah lainnya. Oleh karena itu, hipoglikemia

12
harus selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium dan dengan melihat
responnya terhadap terapi6.

Gejala klinis yang sering berhubungan dengan hipoglikemia: stupor,


jitteriness, tremors, apatis sianosis, kejang, apnoe, takikardia, lemah, high pitched
cry, limpness, letargi, gangguan minum dan eye rolling. Episode berkeringat,
pucat, hipotermia dan henti jantung juga dapat dilaporkan2.

Tata laksana bayi hipoglikemia 5:


A. Asimtomatik (tanpa manifestasi klinis)
1. Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar
glukosa darah. Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap 1-2 jam) atau beri
3-10 ml ASI perah tiap kg berat badan bayi, atau berikan suplementasi
(ASI donor atau susu formula)
2. Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya
sampai kadarnya normal dan stabil
3. Jika bayi tidak bisa menghisap atau tidak bisa mentoleransi asupannya,
hindari pemaksaan pemberian minum, dan mulailah pemberian glukosa
intra vena. Pada beberapa bayi yang tidak normal, diperlukan pemeriksaan
yang seksama dan lakukan evaluasi untuk mendapatkan terapi yang
intensif
4. Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah diberi minum, mulailah
terapi glukosa intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah
5. ASI diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan jumlah dan
konsentrasi glukosa intra vena sesuai dengan kadar glukosa darah
6. Catat manifestasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah,
konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik bayi
(misalnya respon dari terapi yang diberikan).

B. Simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma < 20-25
mg/dL atau < 1,1 – 1,4 mmol/L.

13
1. Berikan glukosa 200 mg tiap kilogram berat badan atau 2 mL tiap kilogram
berat badan cairan dekstrosa 10%. Lanjutkan terus pemberian glukosa 10%
intra vena dengan kecepatan (glucose infusion rate atau GIR) 6-8 mg tiap
kilogram berat badan tiap menit
2. Koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak boleh diberikan
melalui oral atau pipa orogastrik.
3. Pertahankan kadar glukosa bayi yang simtomatik pada >45 mg/dL atau >2.5
mmol/L
4. Sesuaikan pemberian glukosa intravena dengan kadar glukosa darah yang
didapat
5. Dukung pemberian ASI sesering mungkin setelah manifestasi hipoglikemia
menghilang
6. Pantau kadar glukosa darah sebelum pemberian minum dan saat penurunan
pemberian glukosa intra vena secara bertahap (weaning), sampai kadar
glukosa darah stabil pada saat tidak mendapat cairan glukosa intra
vena.Kadang diperlukan waktu 24-48 jam untuk mencegah hipoglikemia
berulang.
7. Lakukan pencatatan manifasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining
glukosa darah, konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik
(misal respon dari terapi yang diberikan). (5)

Pada kasus ini, tidak ditemukan adanya gejala-gejala hipoglikemia. Akan


tetapi, diagnosis hipoglikemia tetap dapat ditegakkan lebih awal dengan melihat
faktor resiko dan hasil pemeriksaaan laboratorium GDS untuk mencegah
terjadinya prognosis yang buruk . Pada kasus ini menunjukkan bahwa bayi diduga
menderita hipoglikemia asimtomatis.
Hipoglikemia yang berkepanjangan dan berulang dapat mengakibatkan
dampak yang menetap pada SSP. BBL yang mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya hipoglikemia adalah bayi kecil untuk masa kehamilan, bayi besar untuk
masa kehamilan dan bayi dari ibu dengan diabetes mellitus6.

14
Hipoglikemia dapat menjadi penyebab dasar pada kejang BBL dan gejala
neurologis lainnya seperti apneu, letargi dan jiternes. Faktor yang paling kritis
pada hipoglikemia yang berhubungan dengan gejala neurologik adalah masa atau
durasi terjadinya hipoglikemia dan jumlah waktu yang terbuang sebelum terapi
dimulai6.
Skrining dan intervensi diperlukan untuk mendeteksi dan mengobati
bayi dengan risiko hipoglikemia. Ada beberapa skrining dan intervensi yang
dilakukan antara lain2:

1. Skrining Hipoglikemia rutin perlu dilakukan pada bayi dengan ibu


diabetes, bayi prematur (gestasi < persentil ke-10), bayi dengan BMK
(berat badan > persentil ke-90).
2. Skrining pada bayi tanpa gejala dimulai pada usia 2 jam dan setiap 3-6
jam dengan minum ASI tetap dipertahankan. Pemeriksaan gula darah
diberhentikan bila kadar gula darah dalam 12 jam > 47mg/dL (untuk bayi
BMK dan bayi dengan ibu diabetes), dan dalam 36 jam pada bayi
prematur dan KMK.
3. Bayi dengan gejala segera periksa gula darah.
4. Bayi berisiko dengan kadar gula darah >35mg/dL (1,8 mmol/L) setelah
minum atau berulang < 47mg/dL perlu diintervensi.
5. Bayi dengan gejala segera terapi, bila kadar gula darah < 47 mg/dL dan
perlu dicari penyebabnya.
6. Suplementasi minum oral diberikan pada bayi tanpa gejala bila kadar gula
darah 36-47 mg/dL, periksa ulang setelah 1 jam untuk mengidentifikasi
hipoglikemia persisten.
7. Infus intravena direkomendasikan pada bayi hipoglikemia dengan gejala
atau tanpa gejala tetapi gagal terhadap respon suplementasi oral.
8. Pertimbangkan investigasi, konsultasi ke pihak terkait dan pemberian obat
bila kadar gula darah normal tidak tercapai dengan pemberian infus
dekstrosa.
Ada beberapa pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah
hipoglikemia pada bayi3:

15
1. Menghindari faktor risiko yang dapat dicegah (misalnya hipotermia).
2. Pemberian nutrisi segera enteral merupakan tindakan preventif tunggal
paling penting.
3. Jika bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum dengan
menggunakan sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir.
4. Neonates yang beresiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai
asupannya penuh dan tiga kali pengukuran normal (sebelum pemberian
minum gula darah > 45 mg/dL
5. Jika ini gagal, terapi IV dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar
glukosa dipantau.

Hipoglikemia simptomatik dan jangka panjang atau kambuhan


menyebabkan kerusakan SSP spesifik. Hal tersebut biasanya terjadi pada bayi
kecil yang sakit dengan berbagai faktor lain yang mempengaruhi, misalnya
anoksia atau malnutrisi intrauterine berat. Bayi hipoglikemia dengan kejang
memiliki prognosis paling buruk5.

Bayi yang dapat bertahan hidup dari hipoglikemia neonatal simptomatik


memperlihatkan insiden gangguan neurologis sebesar 30% sampai 50% dan
insiden hipoglikemia kambuhan sebesar 10%. Bayi dengan hipoglikemia
asimptomatik dalam kondisi baik. Bayi dengan sindrom Beckwith atau dengan
gangguan metabolic saat lahir, kondisinya buruk. Diagnosis tepat dan terapi
hipoglikemia akan mencegah trauma SSP akibat hipoglikemia5.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Kosim M.S., Yunato A., Dewi R., Sarosa G.I., dan Usman A., 2008. Buku
Ajar Neonatologi. ed I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI., 2011. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jilid 3. pp: 1124-5. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI.
3. Mustadjab I., 2008. Kumpulan Kuliah Perinatologi Manado. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unsrat.
4. Kliegman, RM. Janin dan Bayi Neonatus, in Behrman, RE, Kliegman, R,
Arvin, AM. (Eds.): Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta:
EGC, 2000.
5. Departemen ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas
Indonesia,. 2007. Diagnosis dan tatalaksana penyakit anak dengan gejala
kuning. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

17

Anda mungkin juga menyukai