Anda di halaman 1dari 18

REFLEKSI KASUS FEBRUARI 2018

“Bayi Cukup Bulan + Sesuai Masa Kehamilan +


Asfiksia Berat + Gangguan Napas Sedang ”

Nama : Musyarafa
No. Stambuk : N 111 17 058
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Transisi dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine merupakan perubahan


yang kompleks. Sistem organ harus mengalami beberapa perubahan fungsi seperti
dimulainya pernafasan, perubahan sirkulasi janin ke sirkulasi neonatus, perubahan
fungsi hepar dan ginjal dan pengeluaran makanan dan minuman dari usus. Disini
terjadi reorganisasi proses metabolic untuk mencapai suatu keadaan hemostatis
post natal. Bagi sebagian besar bayi, transisi ini berjalan lancar dan tidak
berkomplikasi, akan tetapi bagi beberapa bayi lain transisi ini dapat tertunda atau
mengalami komplikasi1.
Menurut WHO (1969), janin yang mengalami pertumbuhan yang
terhambat adalah janin yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat standard
atau ukuran standard yang sesuai dengan usia kehamilannya. Pertumbuhan Janin
Terhambat atau Intra Uterine Growth Restriction adalah suatu keadaan dimana
terjadi gangguan nutrisi dan pertumbuhan janin yang mengakibatkan berat badan
lahir dibawah batasan tertentu dari usia kehamilannya.
Asfiksia merupakan salah satu manifestasi yang terjadi akibat neonatus
belum mampu beradaptasi pada lingkungan ekstrauterine setelah lahir. Asfiksia
ditandai dengan kegagalan neonatus melakukan pernafasan secara spontan dan
teratur, bisa disebabkan karena fungsi paru yang belum matur, terjadi obstruksi di
saluran napas akibat aspirasi cairan amnion atau kelainan anatomi dari system
pernafasan bayi. Keadaan ini membutuhkan penanganan segera, untuk mencegah
terjadinya hipoksia yang dapat berakibat kerusakan otak secara irreversible. 2
Asfiksia neonatorum mengakibatkan 14 per 100.000 kematian di Amerika
Serikat. Sedangkan menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun
2007 di Indonesia asfiksia mengakibatkan kematian neonatal sebanyak 27%.
Tingginya kasus ini dapat disebabkan karena factor maternal dan intrauterine.
Penanganan bayi dengan asfiksia adalah dengan melakukan resusitasi neonatus.[1]
Gangguan napas dapat merupakan suatu keadaan lanjutan dari suatu asfiksia,
terutama pada neonatus. Gangguan napas pada bayi terjadi terutama pada bayi

2
post asfiksia dengan derajat berat. Gangguan napas ditandai dengan adanya
peningkatan frekuensi napas lebih dari normal, adanya tarikan dada saat bernafas,
kulit dan bibir membiru serta merintih. Selain menilai dari pemeriksaan fisik,
informasi mengenai umur kehamilan bayi sangat penting diketahui untuk dapat
menegakkan diagnosis etiologic kasus pada gangguan nafas sehingga penanganan
yang diberikan tepat dan rasional.3

3
BAB II
REFLEKSI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. N R
Tanggal Lahir : 02/02/2018 Pk. 16.45 wita
Tanggal Masuk : 02/02/2018 Pk. 17.00 wita
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Bayi laki – laki lahir di RSUD X pada tanggal 2 februari 2018. Lahir
secara Secsio sesaria atas indikasi ibu eklamsi, dengan Apgar Score 3/5/7.
Bayi lahir cukup bulan dengan BBL : 3500 gram dan PBL : 49 cm. Saat
lahir bayi tidak langsung menangis, tonus otot sedikit fleksi, warna kulit
pucat, denyut jantung <100 x/menit. Warna ketuban hijau kental, merintih
(+), sianosis (+), Anus (+), Palatum (+), pusat baik (+). Partus lama tidak
ada, perdarahan antepartum tidak ada, kelainan plasenta dan tali pusat tidak
ada. usia kehamilan cukup bulan. Riwayat kehamilan ibu G1P1A0, usia ibu
sewaktu mengandung berumur 19 tahun. Riwayat penyakit yang diderita ibu
selama kehamilan demam (-), batuk (-), flu (-), riwayat penyakit diabetes
melitus (-), hipertensi (-), riwayat tekanan darah tinggi saat kehamilan (+)
dengan tekanan darah 200/100 mmHg. Ibu ada kejang 3x saat proses
persalinan. riwayat konsumsi obat-obatan saat hamil (-), riwayat
pemeriksaan antenatal (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Berat Badan Lahir : 3500 gram
Panjang Badan : 49 cm
Lingkar Kepala : 33 cm
Lingkar Dada : 36 cm

4
Lingkar Perut : 31 cm
Lingkar Lengan : 10 cm

Tanda Tanda Vital


Denyut Jantung : 134 x/menit
Suhu : 36,6 oC
Pernapasan : 75 x/menit
CRT : > 2 detik

Sistem Respirasi
- Sianosis (+)
- Merintih (+)
- Apnea (-)
- Retraksi dinding dada (+)
- Pergerakan dinding dada simetris bilateral
- Pernapasan cuping hidung (-)
- Bunyi napas bronkovesikuler
- Bunyi tambahan Rh (-) Wh (-)
SKOR DOWN
 Frekuensi napas :1
 Retraksi :1
 Sianosis :1
 Udara masuk :0
 Merintih :1
 Total :4
 Kesimpulan : Ada gawat Napas
 Kriteria WHO Gang. Napas : Gangguan Napas Sedang
Sistem Kardiovaskuler
- Bunyi jantung I & II murni, regular
- Bising jantung (-)

5
Sitem Hematologi
- Pucat (+)
- Ikterus (-)
Sistem Gastrointestinal
- Kelainan dinding abdomen (-)
- Massa/organomegali (-)
- Diare (-)
- Bising usus (+) kesan normal
- Umbilikus : bernanah (-), iritasi (-), edema (-)
Sistem Neurologis
- Aktivitas bayi : kurang aktif
- Kesadaran : composmentis
- Fontanella : datar
- Sutura : belum menutup
- Kejang (-)
- Refleks terhadap cahaya : (+/+)
- Tonus otot : Baik
Sistem Genitalia
- Hipospadia (-)
- Hidrokel (-)
- Hernia (-)
- Testis (+)
Pemeriksaan Lain
- Ektremitas : akral hangat
- Turgor : lambat (> 2 detik)
- Kelainan kongenital (-)
- Trauma lahir (-)

6
SKOR BALLARD
Maturitas neuromuskular
 Sikap tubuh :3
 Persegi jendela :3
 Rekoil lengan :3
 Sudut poplitea :4
 Tanda selempang :3
 Tumit ke kuping :4

Maturitas fisik
 Kulit :1
 Lanugo :2
 Permukaan plantar : 4
 Payudara :3
 Mata/telinga :2
 Genitalia :3
Total skor : 35
Minggu : 38 minggu
Kesimpulan : Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan

7
Laboratorium :
HCT : 48,9 % (44,0 – 64,0 % )
PLT : 396 x 103/mm (200-400 x 103/mm)
WBC : 17,5 x 103/mm (10-26 x 103/mm)
RBC : 4,26 x 106/mm (4-6 x 106/mm)
HGB : 16,4 g/dl (13,5-19,5 g/dl)
GDS : 145 mg/dl (70-140 mg/dl)

RESUME
Bayi laki – laki berusia 4 hari lahir tanggal 02 Februari 2018 pukul 16.45
wita secara sectio sesaria dengan indikasi ibu eklampsi, bayi lahir cukup bulan, air
ketuban warna hijau kental (bercampur dengan meconium). Bayi lahir tidak
langsung menangis. Pada pemeriksaan fisik denyut jantung : 134x/menit,
respirasi: 75x/menit, suhu: 36,6 derajat celcius. Berat badan lahir 3500 gram,
panjang badan 49 cm. Apgar score 3/5/7. Anus (+), palatum (+), tali pusat normal.
Score Down 4 ada gawat napas sedang, kriteria WHO gangguan napas sedang,
Ballard score 35 dengan estimasi kehamilan 38 minggu. Estimasi berdasarkan
kurva Lubchenco sesuai masa kehamilan.
Dari pemeriksaan respirasi ditemukan sianosis (+), merintih (+), retraksi
dinding dada (+). Tanda-tanda vital berupa DJ: 134 x/menit, suhu: 36,6 oC,
pernapasan: 75 x/menit, kesadaran: composmentis. Pemeriksaan Lab didapatkan
HCT : 48,9 %, PLT : 396 x 103/mm, WBC : 17,5 x 103/mm, RBC : 4,26 x
106/mm, HGB : 16,4 g/dl, GDS : 145mg/dl.
Riwayat kehamilan ibu G1P1A0, usia ibu sewaktu mengandung berumur 19
tahun. Ibu memiliki riwayat hipertensi saat kehamilan(+), dan kejang 3x saat
persalinan (+) (eklamsi)

DIAGNOSIS : Bayi Aterm + Asfiksia berat + gangguan napas sedang

8
PEMERIKSAAN PENUNJANG : Pemeriksaan Gula Darah, Pemeriksaan Darah
Rutin.

TERAPI :
- VTP
- IVFD Dextrose 5% 8 tpm
- Gentamicin tetes mata 1 tetes
- Inj. Vit.K 1 mg/IM
- Inj. cefotaxim 2 x 175 mg
- Inj. Gentamisin 2 x 14 mg
- Inj Dexametasone 3 x 0,5 mg
- Oksigen 1 – 3 liter/menit
- Observasi TTV/jam

9
BAB III
DISKUSI

Asfiksia neonatorum adalah keadaan neonatus yang tidak dapat bernapas


secara spontan, teratur dan adekuat beberapa saat setelah lahir. Setelah lahir,
neonatus mengalami suatu masa peralihan dari kehidupan intrauterine ke
kehidupan ekstrauterine.3 Didalam uterus, paru janin tidak berfungsi sebagai
sumber oksigen atau pengeluaran karbondioksida, karena paru janin terisi cairan
amnion. Paru paru janin berkembang didalam uterus, akan tetapi alveoli di paru
janin masih terisi oleh cairan dan pembuluh darah yang ada di paru janin
mengalami kontriksi. Sebelum lahir, hampir seluruh darah dari jantung kanan
tidak dapat melalui paru karena kontriksi pembuluh darah janin. Karena itu,
hampir seluruh darah melalui duktus arteriosus masuk ke aorta. 4
Pada saat lahir, kebutuhan oksigen yang sebelumnya didapatkan dari
sirkulasi fetomaternal melalui mekanisme difusi pada plasenta, kini secara
mandiri harus dihasilkan secara auto oleh bayi. Setelah lahir, cairan yang mengisi
lumen paru janin harus dipindahkan dari alveoli ke dalam system vascular
sehingga memungkinkan pertukaran gas di alveoli. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah di paru mengalami
relaksasi, keadaan relaksasi ini bersama dengan peningkatan tekanan darah
sistemik yang meningkatkan aliran darah pulmonal dan mengurangi aliran melalui
duktus arteriosus.5 Oksigen dari alveoli akan diserap oleh meningkatnya aliran
paru dan darah yang kaya akan oksigen akan kembali kejantung kiri kemudian
dipompakan keseluruh tubuh. selain itu terdapat teori yang mengatakan bahwa
pada saat menjelang kelahiran terjadi peningkatan hormone epinefrin,
vasopressin, aldosterone dan prostaglandin yang meningkatkan reabsorbsi cairan
ke vascular. Selama persalinan per vaginam, sejumlah kecil cairan dapat mengalir
keluar melalui mulut akibat kompresi dada. 4

10
Gambar 1 Fisiologi pernapasan bayi baru lahir1

ud
C ar
ai a
ra
n
p Napa Na Na 2
ar Gambar 2. s
Reaksi bayi
paspada masa transisi
pas
u- perta ked sel
p ma
Asfiksia seringkali terjadi terutamauapada bayi anj
yang mengalami gawat janin
ar utn ibu, masalah, pada tali
sebelum persalinan. Gawat janin berkaitan dengan kondisi
u ya persalinan.
pusat dan plasenta atau masalah bayi selama dan sesudah
ja
a. Faktor ibu. Kurangnya aliran darah ibu melalui plasenta sehingga terjadi
ni
n dan menyebabkan gawat janin serta asfiksia setelah lahir.
hipoksia janin
Beberapa faktor predisposisinya, yaitu:
1. Preeklampsia dan eklampsia,
2. Perdarahan antepartum abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta),
3. Partus lama atau partus macet,
4. Partus dengan tindakan (misal vakum ekstraksi, sectio cesaria),
5. Demam sebelum dan selama persalinan,
6. Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, HIV), dan
7. Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu kehamilan).

11
b. Faktor plasenta dan tali pusat. Penurunan aliran darah dan oksigen melalui
talipusat bayi akan menyebabkan kejadian asfiksia. Beberapa faktor
predisposisinya, yaitu:
1. Infark plasenta,
2. Hematom plasenta,
3. Lilitan tali pusat,
4. Tali pusat pendek,
5. Simpul tali pusat, dan
6. Prolapsus tali pusat.
c. Faktor bayi. Beberapa keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia
walaupun kadang kadang tanpa didahului tanda gawat janin diantaranya,
yaitu :
1. Bayi kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan),
2. Air ketuban bercampur mekonium, dan
3. Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi.

Perubahan yang terjadi saat asfiksia dapat ditandai dengan terjadinya henti
napas akibat hipoksia. Pada periode awal bayi akan mengalami napas cepat (rapid
breathing) yang disebut sebagai gasping primer. Jika pada periode awal tidak
ditangani, maka gasping primer tersebut berlanjut dan diikuti dengan keadaan
bayi tidak bernafas (apnu) yang disebut apnu primer. Pada saat ini, frekuensi
jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih bertahan. Jika keadaan ini
berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan, maka bayi akan melakukan
usaha nafas berupa megap-megap yang disebut gasping sekunder dan kemudian
masuk kedalam periode apnu sekunder. Pada saat ini frekuensi jantung semakin
menurun dan tekanan darah semakin menurun dan dapat menyebabkan kematian
jika bayi tidak segera diresusitasi. 3

Kemungkinan penyebab asfiksia berat pada kasus ini adalah terjadi gawat
janin (fetal distress) sebelum persalinan. Fetal distress merupakan keadaan dimana
janin tidak menerima oksigen yang cukup sehingga mengalami hipoksia. Gawat
janin dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko: faktor ibu, faktor plasenta dan

12
tali pusat dan faktor bayi. Pada kasus ini, diketahui ibu memiliki riwayat
preeklampsia (+), riwayat eklapmsia (+). Keadaan tersebut apabila tidak mendapat
pengobatan yang baik maka dapat mengancam keadaan bayi karena beberapa
pathogen dapat melewati sawar darah plasenta. Selain itu, selama hamil ibu jarang
melakukan antenatal care sehingga kesehatan ibu selama hamil dan kondisi janin
tidak terpantau.

Penilaian asfiksia berdasarkan skor APGAR pada menit 0, 1, dan 5. Pada


kasus ini, didapatkan nilai APGAR 3/5/7 yang menandakan kondisi bayi baru
lahir yaitu asfiksia berat (APGAR ≤ 3). Adapun penjabaran penilaiannya yaitu
pada menit ke-1 didapatkan skor APGAR 3 (denyut jantung kurang dari 100
kali/menit (1), pernafasan lambat dan tidak teratur (1) dan tubuh mulai berwarna
kemerahan, namun ekstremitas masih sianosis (1). Kemudian pada 5 menit
penilaian berikutnya didapatkan skor APGAR 5, yaitu denyut jantung lebih dari
100 kali/menit (2), pernafasan lambat dan tidak teratur (1); gerakan otot muka
sedikit (1); tubuh mulai berwarna kemerahan, namun ekstremitas masih sianosis
(1); Kemudian pada menit ke-15, didapatkan skor APGAR 7 denyut jantung lebih
dari 100 kali/menit (2), bayi menangis kuat (2); gerakan otot muka sedikit (1);
tubuh mulai berwarna kemerahan, namun ekstremitas masih sianosis (1).
Penilaian APGAR dihentikan ketika skornya ≥ 7. Nilai APGAR merupakan
metode objektif untuk menilai kondisi bayi baru lahir (derajat asfiksia) dan
berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara keseluruhan
dan keberhasilan tindakan resusitasi, tetapi tidak digunakan untuk menentukan
apakah seorang bayi memerlukan resusitasi. Pada kasus ini dilakukan
penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia, yaitu:

Pasang jalur infus intravena,

A. Bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus Dekstrosa 5


%
B. Pantau selalu tanda vital
C. Jaga patensi jalan napas

13
D. Berikan Oksigen ( 2-3 liter / menit dengan kateter nasal )
E. Jika bayi mengalami apnea:
F. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
G. Lakukan penilaian lanjut
H. Bila terjadi kejang potong kejang
I. Segera periksa kadar glukosa darah (bila fasilitas tersedia )
J. Pemberian nutrisi adekuat

Manajemen asfiksia berupa langkah awal resusitasi yaitu

A. memberikan kehangatan dengan menempatkan bayi dibawah


pemancar panas, memposisikan kepala sedikit tengadah (semi
ekstensi) agar jalan napas terbuka, membersihkan jalan napas, isap
lendir pada mulut, orofaring dan hidung, mengeringkan bayi dan
rangsang taktil, mereposisikan kepala, menilai pernapasan,
frekuensi jantung, warna kulit, memberikan oksigen 1-2
liter/menit.
B. Setelah itu, dilakukan penilaian kembali terhadap kondisi bayi
melalui frekensi denyut jantung, napas dan warna kulit. Pada kasus
ini, bayi merespon ketika dilakukan rangsangan taktil sehingga
tidak perlu dilanjutkan pemberian ventilasi tekanan positif.
C. Setelah dilakukan perawatan rutin bayi baru lahir berupa menjaga
kehangatan bayi (dalam incubator), merawat tali pusat, memberi
gentamicin tetes mata pada kedua mata, memberi Vitamin K1
(fitomenadion) 1 mg IM di paha sinistra anterolateral, memberi
vaksin hepatitis B 0,5 ml IM di paha dekstra anterolateral 2 jam
sesudah pemberian Vitamin K.

Gangguan napas pada bayi baru lahir adalah keadaan bayi yang
sebelumnya normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah berhasil diresusitasi
tetapi beberapa saat kemudian mengalami gangguan napas. Gangguna napas dapat
disebabkan oleh adanya kelainan paru (pneumonia), kelainan jantung (penyakit

14
jantung bawaan, disfungsi miokardium), kelainan SSP, hipoglikemia, asidosis,
kelainan anatomi dan kelainan lain seperti sindrom aspirasi meconium, transient
tacipneu of the newborn, dan penyakit membrane hyaline. Gangguan napas
terdiri dari kumpulan gejala: frekuensi napas lebih dari 60 kali/menit, atau kurang
dari 30 kali/menit, tampak sianosis, terdapat retraksi dinding dada, merintih dan
apneu.

Gangguan napas terdiri dari kumpulan gejala:


Frekuensi Gejala tambahan
Klasifikasi
napas gangguan napas
Sianosis sentral DAN
tarikan dinding dada
>60 kali/menit DENGAN
atau merintih saat
ekspirasi.
Sianosis sentral
Gangguan napas
ATAU tarikan
ATAU > 90 berat
DENGAN dinding dada ATAU
kali/ menit
merintih saat
ekspirasi.
ATAU < 30 DENGAN Gejala lain dari
kali/ menit Atau TANPA gangguan napas.
Tarikan dinding dada
60-90
DENGAN ATAU merintih saat
kali/menit Gangguan napas
ekspirasi
sedang
tetapi
Sianosis sentral
TANPA
Tarikan dinding dada
ATAU > 90 atau merintih saat
TANPA
kali/ menit ekspirasi atau
sianosis sentral. Gangguan napas
Tarikan dinding dada ringan
60-90 atau merintih saat
TANPA
kali/menit ekspirasi atau
sianosis sentral.

60-90 Kelainan jantung


DENGAN Sianosis sentral
kali/menit kongenital

Frekuensi napas lebih dari 60 kali/menit, atau kurang dari 30 kali/menit,


tampak sianosis, terdapat retraksi dinding dada, merintih dan apneu. Pada kasus
ini bayi mengalami gangguan napas sedang, hal ini disebabkan oleh frekuensi

15
napas >60 kali/menit, terdapat retraksi, terdapat sianosis dan merintih, dimana
gejala ini merupakan klasifikasi komponen dalam gangguan nafas sedang menurut
WHO.

Adapun penanganan untuk gangguan napas berat pada kasus ini adalah
dilanjutkan pemberian oksigen 2-3 liter/menit, bayi dipuasakan dan memberikan
antibiotika ampicillin dan gentamisin, karena bayi kemungkinan besar mengalami
sepsis. Karena bayi menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas
menurun dan tidak kurang dari 30 kali/menit, tarikan dinding dada berkurang dan
suara merintih berkurang), disertai perbaikan tanda klinis, maka O2 dikurangi
secara bertahap dan mulai melakukan pemberian minum per oral sedikit demi
sedikit.

Manajemen bayi dengan gangguan napas sedang:

 Pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedang

 Bayi dipuasakan

 Bila suhu aksila 34-36,50 C atau 37,5-390 C tangani untuk suhu abnormal

 Bila suhu normal terus amati, pada kasus ini suhu bayi normal

 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setalah 2 jam. Kemungkinan besar sepsis. Pada bayi ini tidak ditemukkan
adanya tanda-tanda sepsis neonatorm.

 Bila telah menunjukan perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan


dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang

 Kurangi terapi 02 secara bertahap.

16
BAB III
KESIMPULAN

1. Asfiksia adalah bentuk klinis yang sering terjadi pada neonatus dimana gagal
bernafas secara spontan dan teratur akibat adanya kelainan pada saluran nafas
atau gangguan system lain yang mempengaruhi pernafasan.
2. Asfiksia diawali oleh terjadinya fetal distress yang dapat dinilai dengan
metode APGAR. Penanganan asfiksia bergantung dari derajatnya, yaitu
melakukan prosedur resusitasi neonatus.
3. Gangguan nafas pada neonatus bisa disebabkan karena asfiksia sebelumnya
atau kelainan lain yang ditandai oleh adanya frekuensi napas lebih dari 60
kali/menit, atau kurang dari 30 kali/menit, tampak sianosis, terdapat retraksi
dinding dada, merintih dan apneu.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Djoko W dkk. Buku Acuan Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal


Emergensi Dasar. Depkes RI. 2006
2. Rudolph dkk. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 3. EGC. 2006
3. Aaron B dkk. Clinical Pathophysiology made ridiculously simple.
Medmaster. 2007.
4. Klaus. Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi. EGC. 2000
5. Kemenkes RI. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir. Direktoral Jenderal
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; Jakarta. 2011.
6. Kosim M.S., Yunanto A., Dewi R., Sarosa G.I., dan Usman A. Buku Ajar
Neonatologi, Edisi 1, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2008.
7. Suroso, Sunarsih. Apgar Score Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia
Neonatorum Pasca Resusitasi Jantung Paru. Jilid 2. Jurnal terpadu ilmu
kesehatan; Surakarta. 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai