Anda di halaman 1dari 17

Program Profesi

Lontara 3 Bawah Depan (Bedah Neurologi)


RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo

LAPORAN PENDAHULUAN
EPIDURAL HEMATOMA

Oleh
Hasni
R014192020

CI LAHAN CI INSTITUSI

[ ] [Dr. Takdir Tahir, S.Kep.,Ns.,M.Kes]

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

1
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Epidural Hematoma (EDH) merupakan salah satu cedera sistem saraf pusat.
Price & Wilson (2005) mengatakan bahwa EDH merupakan gejala sisa serius yang
terjadi akibat trauma kepala dan dapat menyebabkan kematian. Angka mortalitas
EDH dapat mencapai 50% dan paling sering terjadi pada bagian parietotemporal
akibat robekan arteri meningea media. EDH yang terjadi pada bagian frontal dan
epidural sering kali tidak menunjukkan tanda-tanda yang tidak jelas dan tidak
dicurigai. Bila EDH tidak disertai cedera otak lainnya maka pengobatan dini
biasanya dapat menyembuhkan penderita dengan sedikit atau tanpa defisit
neurologik. Gumpalan darah pada EDH biasanya dapat terjadi akibat robekan dari
arteri meningea akibat fraktur pada tulang tengkorak.

B. Etiologi
Menurut Brunner, & Suddarth. (2013) EDH umumnya disebabkan oleh
gangguan struktur duramater dan pembuluh darah kepala yang terjadi akibat farktur.
Cedera kepala yang dapat menyebabkan keretakan pada tengkorak umunya terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Penyebab lain yang mungkin

1
menyebabkan cedera kepala seperti terjatuh, pukulan yang sangat keras, atau
kontak fisik ketika olahraga. Keretakan ini kemudian membuat lapisan dura terlepas
dari tengkorak dan merusak pembuluh darah utama hingga terjadi perdarahan di
area epidural. Seseorang yang mengalami benturan keras atau tiba-tiba, juga bisa
membuat otak bergeser atau bersinggungan dengan bagian dalam tengkorak hingga
terjadi memar atau robekan. Benturan dapat merobek lapisan, jaringan, atau
pembuluh darah yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan di area epidural.
Darah yang dihasilkan dari benturan ini kemudian mengumpul dan membentuk
hematoma yang kemudian menciptakan tekanan pada jaringan otak. Hal ini
menyebabkan otak akan mulai kekurangan asupan darah.

C. Manifestasi Klinik
Menurut Price & Wilson (2005) gejala dan tanda pada penderita EDH dapat
bervariasi, namun gejala yang khas yaitu adanya periode tidak sadar yang dialami
secara singkat dan diikuti oleh periode lusid. Namun demikian perlu diperhatikan
bahwa interval lusid bukan merupakan tanda diagnostic yang dipercaya pada EDH.
Hal ini terjadi akibat interval lusid yang mungkin berlalu tanpa diketahui terutama
jika interval lusid hanya terjadi sekejap saja. Selain itu penderita dengan cedera otak
berat tambahan dapat tetap berada dalam keadaan stupor.

2
Hematoma yang meluas di daerah temporal mennyebabkan tertekannya lobus
temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebaban bagian medial
lobus (unkus dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami herniasi dibawah tepi
tetorium. Keadaain ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat
dikenal oleh tim medis yaitu tanda refleks okulosefalik (gerakan mata boneka) dan
refleks kornea. Tekanan herniasi unkus pada sikulasi arteria ke formasio etikularis
edula oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran.
Ditempat ini juga terdapat nuklei saraf kranial III (okulomotorius). Tekanan
pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada
jaras kortikospinalis asendens pada area ini menyebabkan kelemahan respons
motorik kontralateral (yaitu berlawanan dengan tempat hematoma), refleks
hiperaktif atau sangat cepat , dan tanda babinsky positif. Dengan semakin
meluasnya hematoma, seluruh isi otak akan terdorong kea rah yang berlawanan
sehingga terjadi peningkatan intracranial preassure (ICP), termasuk kekakuan
deserebrasi dan ganggan tanda vital serta fungsi pernafasan.
Lewis, Dirksen, Heitkemper & Bucher (2014) menyebutkan Gejala yang sangat
menonjol pada epidural hematoma adalah kesadaran menurun secara progresif.
Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar disekitar mata dan
dibelakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung dan
telinga. Gejala yang paling sering muncul adalah :
1. Penurunan kesadaran (koma)

2. Bingung

3. Penglihatan kabur

4. Susah bicara

5. Mual dan muntah

6. Nyeri kepala yang hebat

7. Keluar cairan dari hidung dan telinga

8. Pusing

3
9. Berkeringat

D. Komplikasi
Lewis, Dirksen, Heitkemper & Bucher (2014) mengatakan EDH dapat
memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana keadaan
ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak
(brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial.
2. Kompresi batang otak merupakan pergeseran isi intrakranial dan peningkatan
TIK yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus
atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Price & Wilson (2005) diagnosis perdarahan epidural dapat
ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta arteriogram karotis,
echoensefalogram, serta CT Scan. Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat
dilakukan meliputi:

1. Computed Tomography (CT-Scan)


Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan
lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada
satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi
pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks,
paling sering di daerah temporoparietal. Densitas
darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas,
midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat
pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage
yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh
darah.

4
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens
bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada
diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga
dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi.
MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang
dipilih untuk menegakkan diagnosis.

F. Penatalaksanaan
Price & Wilson (2005) mengatakan bahwa pengobatan pada EDH adalah
dengan evakuasi bedah hematoma dan mengatasi pendarahan ateri meningea media
yang rusak. Intervensi bedah harus dilakukan sedini mungkin sebelum penekanan
pada jaringan otak menimbulkan kerusakan otak. Mortalitas dapat tetap tinggi
meskipun diagnosis dan pengobatan telah dilakukan sedini mungkin. Hal ini dapat
terjadi karena trauma dan gejala sisa berat yang menyertainya. Beberapa
penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Penanganan darurat:
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
3. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang
dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa
naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk
membuka jalur intravena gunakan cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline.
b. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
(1) Hiperventilasi.
Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah
vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat
membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi

5
kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100
mmHg dan paCO2 diantara 2530 mmHg.
(2) Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk menarik
air dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian
dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki,
manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat,
umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit. Cara ini
berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah.
c. Kortikosteroid
Dexametason dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4
dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon digunakan dengan dosis 6 dd 15
mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
d. Barbiturat.
Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat
ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan
menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari
kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen
berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat
.

6
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung
jawab, status perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab
terjadinya
c. Paparan radiasi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktifitas dan istirahat: penekanan perdarahan serebral menyebabkan
terjadinya penurunan tingkat kesadaran akibat hipoksia serebral
b. Sirkulasi: Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah
c. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi
perut, gerak peristaltik usus
d. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut
cemas, gelisah dan menarik diri.
e. Pola makan: mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
g. Neurosensori : hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya
reflek, perubahan reaksi pupil, gangguan penglihatan
h. Nyeri/kenyamanan : nyeri kepala
i. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
j. Keamanan: suhu yang naik turun
k. Pemeriksaan diagnostik

7
CT- SCAN: dasar dalam menentukan diagnosa dengan memperlihatkan
lokasi hematoma dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2015-2017 (Herdman &
Kamitsuru, 2015) adalah :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
2. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakanial
4. Hambatan mobilitas fisik behubungan dengan penurunan kekuatan otot
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi/makanan
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ketidakefektifan perfusi NOC : NIC :


jaringan serebral Setelah dilakukan 1. Monitor Neurologis
berhubungan dengan tinfakan keperawatan  Monitor tingkat kesadaran dengan
hematoma intraserebral selama ….x24 menggunakan skala Koma Glasgow
jamketidakefektifan  Monitor tanda-tanda vital: tekanan
perfusi jaringan serebral darah, nadi, pernapasan, dan suhu
terkontrol, dengan kriteria  Monitor status pernapasan: pola
hasil: napas, kedalaman, irama, dan usaha
1. Status neurologi bernapas
terkontrol yang ditandai  Hindari kegiatan yang dapat
dengan: meningkatkan tekanan intrakranial
 Kesadaran (GCS  Beri jarak kegiatan keperawatan
meningkat) yang diperlukan yang bisa
meningkatkan tekanan intracranial

8
 Tekanan darah dalam  Beritahu Dokter mengenai perubahan
rentang normal kondisi pasien
(Dewasa= 100-140/60- 2. Manajemen Edema Serebral
90 mmHg)  Monitor tanda-tanda vital pasien
 Pola pergerakan mata (tekanan darah, nadi, pernapasan,
2. Perfusi serebral dalam dan suhu)
kondisi normal yang  Tentukan tekanan nadi proporsional
ditandai dengan: dengan cara mengurangkan tekanan
 Tekanan darah sistolik darah sistolik dan diastolik lalu
(100-140 mmHg) dibagi dengan tekanan darah

 Tekanan darah diastolik diastolik untuk pemeriksaan risiko

(60-90 mmHg) gagal jantung

 Kesadaran (GCS  Monitor status pernapasan:

meningkat) frekuensi, irama, kedalaman


pernapasan, PaO2, PCO2, pH, HCO3
 Posisikan tinggi kepala tempat tidur
30º
 Monitor intake dan output cairan
 Hindari fleksi leher, atau fleksi
ekstrem pada lutut/panggul

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ketidakefektifan Pola Nafas NOC: NIC:


berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Monitor Pernapasan
Hiperventilasi tindakan keperawatan  Monitor kecepatan, irama,
selama …x24 kedalaman, dan kesulitan bernapas
jamKebutuhan makan dan  Catat pergerakan dada, catat

9
nutrisi pasien terpenuhi ketidaksimetrisan, penggunaan otot-
dengan kriteria hasil: otot bantu pernapasan, dan retraksi
1. Status pernapasan: pada otot supraclavicularis dan
meningkat dari level 1 interkosta
menjadi level 3 yang  Monitor suara napas tambahan
ditandai dengan: seperti ngorok atau mengi
 Frekuensi pernapasan  Monitor pola napas (misalnya:
(16-24 ×/menit) bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
 Irama pernapasan pernapasan kussmaul
regular atau teratur  Monitor saturasi oksigen seperti
 Kedalaman inspirasi SaO2, SvO2, SpO2 untuk pasien
normal dengan penurunan tingkat kesadaran

 Suara auskultasi napas: 2. Monitor Neurologis


trakeal, bronkovesikuler,  Monitor tingkat kesadaran dengan
dan vesikuler menggunakan skala Koma Glasgow
 Monitor tanda-tanda vital: tekanan
darah, nadi, pernapasan, dan suhu
 Monitor status pernapasan: pola
napas, kedalaman, irama, dan usaha
bernapas
 Hindari kegiatan yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial
 Beri jarak kegiatan keperawatan
yang diperlukan yang bisa
meningkatkan tekanan intrakranial
 Beritahu Dokter mengenai perubahan
kondisi pasien

10
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Nyeri akutberhubungan NOC: NIC:


dengan agen cedera fisik Setelah dilakukan 1. Manajemen nyeri (1400):
(truma kepala) tindakan keperawatan e. Lakukan pengkajian nyeri
selama ….x24 jam nyeri komprehensif yang meliputi
pasien teratasi dengan lokasi, karateristik, onset/durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas atau
1. Tingkat nyeri beratnya nyeri dan factor
(2102): pencetus
- Nyeri yang f. Gali bersama faktor-faktor yang
dilaporkan dapat menurunkan atau
berkurang dari memperberat nyeri
level berat/1 g. Pilih dan implementasikan
menjadi level tindakan yang beragam (misalnya
ringan/4 farmakologi, nonfarmakologi,
- Panjangnya interpersonal) untuk
episode nyeri memfasilitasi penurunan nyeri,
berkurang dari sesuai dengan kebutuhan
level berat/1
menjadi level
ringan/4
- Iritabilitas
berkurang dari
level berat/1
menjadi level

11
ringan/4
2. Keparahan cedera
fisik (1913):
- Cedera kepala
berkurang dari
level berat/1
menjadi level
ringan/4
- Perdarahan
berkurang dari
level berat/1
menjadi level
ringan/4

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :


berhubungan dengan Terapi Latihan : ambulasi
Setelah dilakukan
penurunan kekuatan otot  Monitoring vital sign sebelm/sesudah
tindakan keperawatan
latihan dan lihat respon pasien saat
selama…x24 jam
latihan
hambatan mobilitas fisik
 Konsultasikan dengan terapi fisik
pasien berkurang dengan
tentang rencana ambulasi sesuai
kriteria hasil:
dengan kebutuhan
1. Kemampuan berpindah
 Bantu klien untuk menggunakan
meningkat yang ditandai
tongkat saat berjalan dan cegah
dengan:
terhadap cedera
 Kemampuan klien
 Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan

12
meningkat dalam lain tentang teknik ambulasi
aktivitas fisik  Kaji kemampuan pasien dalam
 Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan mobilitas  Latih pasien dalam pemenuhan
 Memverbalisasikan kebutuhan ADLs secara mandiri
perasaan dalam sesuai kemampuan
meningkatkan  Dampingi dan bantu pasien saat
kekuatan dan mobilisasi dan bantu penuhi
kemampuan berpindah kebutuhan ADLs pasien.
2. Tingkat nyeri  Berikan alat bantu jika klien
berkurang yang ditandai memerlukan.
dengan:  Ajarkan pasien bagaimana merubah
 Nyeri yang dilaporkan posisi dan berikan bantuan jika

 Panjangnya episode diperlukan

nyeri
 Ekspresi wajah
 Tidak bisa
beristirahat

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh  Kaji adanya alergi makanan
Setelah dilakukan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
berhubungan dengan
tindakan keperawatan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
ketidakmampuan yang dibutuhkan pasien
selama…x24 jam nutrisi  Yakinkan diet yang dimakan
memasukkan atau mencerna
kurang dari kebutuhan mengandung tinggi serat untuk
nutrisi/ makanan mencegah konstipasi

13
teratasi dengan kriteria  Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
hasil:
 Monitor adanya penurunan BB dan gula
 Albumin serum darah

 Pre albumin serum Monitor lingkungan selama makan
 Hematokrit  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
 Hemoglobin tidak selama jam makan
 Total iron binding  Monitor turgor kulit
capacity  Monitor kekeringan, rambut kusam, total
 Jumlah limfosit protein, Hb dan kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

14
BAB III
WEB OF CATION (WOC)

Kecelakaan lalu Jatuh Cedera olahraga Perkelahian


lintas

Cedera kepala

Rupture vena dalam Perdarahan pada ruang interna


kranii antara durameter dan
ruang serebral
bagian inferior tengkorak

Hematoma subdura

Lobus frontalis:
- Kemampuan berpikir abstrak dan Menekan Lobus temporalis:
nalar, motorik bicara, pusat lobus - Kemampuan ingatan visual,
penciuman dan emosi
pendengaran, penglihatan,
pemahaman bahasa, dan ingatan baru
Jaringan sekitar
tertekan

Pe↑ TIK Nyeri kepala Nyeri


akut

Perubahan perfusi
jaringan serebral

Merangsang hipofisis Gangguan hemisfer Hipoksia serebral


anterior motorik

Kesadaran menurun
Mengeluarkan Pe↓ kesadaran dan
kortikosteroid tonus otot
Hipoventilasi

Pe↑ asam lambung Hambatan mobilitas fisik Kerusakan


Ketidakefektifan pertukaran gas
Ketidakseimbangan perfusi jaringan
Mual, muntah, nutrisi kurang dari serebral
anoreksia kebutuhan tubuh
Pola napas
15 efektif
tidak
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth .(2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elseviers
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-
Surgical Nursing Ninth edition. Canada: Elsevier.
Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6 ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C, & Bare, B.G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 2 .
Jakarta : EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai