Anda di halaman 1dari 29

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

REFERAT

PERDARAHAN SEREBRAL

Disusun oleh:

Khonsa Afifah Husniyyah (J510215276)

Yesya Melin Merari (J510215305)

Yoga Prasadja (J510215323)

Pembimbing:

dr. Lissiani Candra, Sp.Rad

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS


REFERAT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Perdarahan Serebral


Penyusun : Khonsa Afifah Husniyyah (J510215276)
Yesya Melin Merari (J5102152305)
Yoga Prasadja (J510215323)
Pembimbing : dr. Lissiani Candra, Sp.Rad

Magetan, 12 September 2023

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Lissiani Candra, Sp.Rad

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Sulistyani, Sp. N

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
A. ANATOMI...................................................................................................4
B. PERDARAHAN EPIDURAL......................................................................5
C. PERDARAHAN SUBDURAL.....................................................................8
D. PERDARAHAN SUBARACHNOID.........................................................14
E. PERDARAHAN INTRAVENTRIKULAR...............................................17
F. PERDARAHAN INTRASEREBRAL.......................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

3
A. ANATOMI
Cerebrum dan medulla spinalis diliputi oleh tiga membran, atau meningen:
duramater, arachnoideamater, dan piamater.
Duramater encephali secara konvesional duramater terdiri dari dua lapisan;
lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini berhubungan erat,
kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu dimana mereka terpisah dan membentuk
sinus venosus. Lapisan meningeal adalah duramater yang sebenarnya. Merupakan
membrane fibrosa padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan diri
setelah melalui foramen magnum sebagai duramater medulla spinalis. Duramater
meliputi Falx cerebri, Tentorium cerebelli, dan Falx cerebelli. Banyak arteri yang
mendarahi duramater, yaitu arteri carotis interna, arteri maxillaries, arteri
pharyngea ascendens, arteri occipitalis, dan arteri vertebralis. Dari sudut klinis
yang terpenting adalah arteri meningea media, yang sering rusak pada cedera
kepala. Vena-vena meningea terletak di dalam lapisan endosteal duramater. Vena
meningea media mengikuti cabang-cabang arteria meningea media dan bermuara
ke dalam plexus venosus pterygoideus atau sinus sphenoparietalis. Vena-vena
terletak lateral terhadap arterinya.
Arachnoideamater adalah suatu membrane lembut yang tidak permeable
yang meliputi otak dan terletak diantara piamater disebelah dalam dan duramater
disebelah luar. Membran ini dipisahkan dari durmater oleh ruang potensial,
disebut spatium subdurale, dan dari piamater oleh spatium subarachnoideum yang
terisi oleh cairan cerebrospinalis. Piamater adalah membran vascular yang dengan
erat membungkus otak, membungkus gyrus-gyrus dan masuk ke dalam sulcus-
sulcus yang terdalam.
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior dan membentuk
circulus willisi. Arteri carotis interna muncul dari sinus cavernosus pada sisi
medial processus clinoideus anterior. Kemudian arteri ini membelok ke belakang
menuju ke sulcus cerebri lateralis. Disini, arteri ini bercabang menjadi arteri
cerebri anterior dan arteri cerebri media.

4
Gambar 1 : penampang koronal bagian atas kepala memperlihatkan lapisan kulit kepala, lapisan
meningea.
Arteri vertebralis, cabang dari arteri pertama A.Subclavia. Pada pinggir bawah
pons, arteri ini bergabung dengan arteri dari sisi lainnya membentuk arteri
basilaris. (Snell RS, Sugiharto L. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta;
EGC. 2011)

B. PERDARAHAN EPIDURAL

1. Definisi
1. Perdarahan ekstradural (EDH), juga dikenal sebagai hematoma epidural, adalah
kumpulan darah yang terbentuk antara permukaan dalam tengkorak dan lapisan
luar duramater. Umumnya terkait dengan riwayat trauma dan terkait patah
tulang tengkorak. Sumber perdarahan biasanya arteri meningeal robek (paling
sering, arteri meningeal media). EDH biasanya bikonveks dalam bentuk dan
dapat menyebabkan efek massa dengan herniasi. (Octaviani D, 2011)

2. Epidemiologi

5
2. Biasanya perdarahan epidural terlihat pada pasien muda yang telah menderita
trauma kepala, biasanya dengan patah tulang tengkorak terkait. (Estiasari R,
2011)

3. Etiologi
Trauma adalah penyebab khas perdarahan epidural. Trauma tumpul
memberikan dampak ke kepala dari serangan, jatuh, atau kecelakaan lainnya.
Distosia, persalinan forceps, dan molding tengkorak yang berlebihan melalui
jalan lahir telah terlibat dalam perdarahan epidural pada bayi baru lahir.
(Kurniawan M, 2011)

4. Patofisiologi
3. Perdarahan epidural terutama disebabkan oleh gangguan struktural dari dural
dan pembuluh darah pada cranial umumnya terkait dengan patah tulang
calvarial. Laserasi arteri meningeal media dan menyertai sinus dural adalah
etiologi yang paling umum. Sejumlah kecil epidural hematoma telah
dilaporkan dengan tidak adanya trauma. Etiologinya termasuk infeksi pada
tulang tengkorak, malformasi pembuluh darah dari duramater, dan metastasis
ke tengkorak. perdarahan epidural spontan juga dapat berkembang pada pasien
dengan koagulopati berhubungan dengan masalah medis lain (penyakit hati
misalnya, stadium akhir, alkoholisme kronis, penyakit lainnya yang
berhubungan dengan disfungsi trombosit). (Tandian D, 2011)

5. Gambaran Klinis
Tidak seperti perdarahan subdural, perdarahan epidural biasanya dipicu
oleh trauma kepala yang jelas. sebuah tanda khas dari pasien muda adalaha
adanya cedera kepala (baik selama olahraga, atau akibat dari kecelakaan
kendaraan bermotor) yang mungkin tidak kehilangan kesadaran secara
sementara. setelah cedera kembali ke tingkat kesadaran yang normal (lucid
interval), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang parah. secara bertahap
setelah beberapa jam berikutnya mereka akan kehilangan kesadaran.
Perdarahan epidural terus berkembang sampai menimbulkan peningkatan

6
tekanan intracranial dan mungkin herniasi. Pupil pada sisi perdarahan pertama-
tama sempit, tetapi kemudian menjadi lebar dan tidak bereaksi terhadap
penyinaran cahaya. inilah tanda bahwa herniasi tentoral menjadi kenyataan.
pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan fokal.
6. Gambaran Radiologi
a. CT-scan tanpa kontras
Pada hampir setiap kasus perdarahan epidural terlihat pada CT-scan
kepala. Memberikan gambaran hematoma berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung sering terletak di area temporal atau
temporoparietal, gambaran lain yang dapat ditemukan yaitu pergeseran garis
tengah.

Gambar 2 : gambaran bikonveks


b. MRI
MRI dapat jelas menunjukkan pergeseran duramater yang muncul
sebagai garis hypointense pada T1 dan T2 urutan yang membantu dalam
membedakannya dari hematoma subdural. Akut EDH muncul isointense
pada T1 dan menunjukkan intensitas variabel dari hipo ke hyperintense pada
urutan T2. EDH subakut awal muncul hypointense pada T2 saat akhir
subakut dan EDH kronis hyperintense pada kedua T1 dan T2.

7
Gambar-3: MRI epidural hematoma - meninggalkan proton daerah kepadatan - hypersignal di
daerah temporal kanan T2W - dura dipandang sebagai garis hyposignal.
c. Angiografi
Hal ini dapat digunakan untuk mengevaluasi penyebab nontraumatic
dari EDH (yaitu AVM). Jarang angiography dapat menunjukkan laserasi
arteri meningeal media dan kontras ekstravasasi dari arteri meningea
dipasangkan ke vena meningea dikenal sebagai "trem track sign".
7. Diagnosis Banding
a. Hematoma subdural
Terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan arachnoid.
gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan
ekstraaksial yang hiperdense berbentuk bulan sabit.
b. Meningioma
Mungkin hyperdense, dengan meningkatkan kontras dan biasanya jauh
dari fraktur (misalnya parafalcine).
8. Pengobatan
Pilihan pengobatan untuk pasien tersebut adalah (1) segera intervensi
bedah dan (2) awal, konservatif, pengamatan klinis dekat dengan kemungkinan
evakuasi tertunda. Perhatikan bahwa EDH cenderung untuk memperluas
volume lebih cepat dari hematoma subdural, dan pasien memerlukan
pengamatan sangat dekat jika rute konservatif diambil.
9. Prognosis

8
Bahkan dengan hematoma yang relatif besar, secara umum cukup baik,
asalkan gumpalan tersebut dievakuasi segera. Sebuah hematoma kecil tanpa
efek massa atau tanda swirl dapat diobati secara konservatif, kadang-kadang
menyebabkan kalsifikasi dari duramater. (Joseph PB, 2011)

C. PERDARAHAN SUBDURAL

1. Definisi
Sebuah hematoma subdural (SDH) adalah kumpulan darah di bawah
lapisan dalam dari duramater tetapi eksternal untuk otak dan membran
arachnoid. Subdural hematoma adalah jenis yang paling umum dari trauma lesi
massa intrakranial.
2. Etiologi
a. Penyebab hematoma subdural akut meliputi berikut ini:
● Trauma kepala
● Penggunaan obat-obatan anti koagulan
● Perdarahan intrakranial nontraumatic karena aneurisma otak, malformasi
arteri, atau tumor (meningioma atau metastasis dural
● Pascaoperasi (kraniotomi, CSF shunting)
● Hipotensi intrakranial (misalnya, setelah pungsi lumbal, lumbal CSF
kebocoran, shunt lumboperitoneal, anestesi epidural spinal
● Pelecehan anak atau sindrom bayi terguncang (pada kelompok usia anak)
● Spontan atau tidak diketahui (jarang)
b. Penyebab hematoma subdural kronis meliputi berikut ini:
● Trauma kepala (mungkin relatif ringan, misalnya, pada orang yang lebih
tua dengan atrofi serebral)
● Hematoma subdural akut, dengan atau tanpa intervensi bedah
● Spontan atau idiopatik
c. Faktor risiko hematoma subdural kronis meliputi berikut ini:
● Alkoholisme kronis
● Epilepsi

9
● Koagulopati
● Kista arachnoid
● Terapi antikoagulan (termasuk aspirin)
● Penyakit kardiovaskular (misalnya, hipertensi, arteriosclerosis)
● Trombositopenia
● Diabetes mellitus11
3. Patofisiologi
Perdarahan terjadi diantara duramater dan araknoidea. Perdarahan dapat
berasal dari ruptur dari bridging vein, rupture granulasio pacchioni, perluasan
perdarahan dari fossa piamater, dan juga bisa dari perdarahan kontusio
serebri.12
4. Gambaran klinis
● Sakit kepala
● Kebingungan
● Perubahan perilaku
● Pusing
● Mual dan muntah
● Lesu atau mengantuk berlebihan
● Kelemahan
● Apatis
● Kejang11,13
5. Gambaran Radiologis
a. CT-Scan
Akut
Penampilan klasik dari hematoma subdural akut adalah homogen
hyperdense ekstra-aksial berbentuk bulan sabit yang menyebar difus.

10
Gambar 4 : Perdarahan subdural akut14
Subakut
Kepadatan akan turun ke~30HU dan menjadi isodense ke korteks yang
berdekatan, membuat identifikasi berpotensi rumit. Kunci untuk identifikasi
memvisualisasikan sebuah jumlah tanda-tanda tidak langsung, termasuk :
CSF diisi sulci tidak mencapai tengkorak melainkan memudar keluar ke
subdural yang efek massa termasuk penipisan sulcal (distorsi) dan
pergeseran garis tengah, penebalan jelas korteks.

Gambar 5 : Darah abu-abu merupakan subakut perdarahan, sedangkan darah putih


mewakili akut11
Kronis
Akhirnya, subdural menjadi hipodens dan dapat mencapai ~ 0hu dan akan
isodense untuk csf, dan hygromas subdural.

11
Gambar 6 : Non - kontras aksial CT scan menunjukkan berbentuk bulan sabit, kronis CSF-
isodense meninggalkan hematoma subdural (panah). Ada penipisan ringan ventrikel lateral
kiri.23
b. MRI
Penampilan hematoma bervariasi dengan keadaan biokimia hemoglobin
yang bervariasi dengan usia hematoma. Urutan standar yang paling sensitif
adalah FLAIR.
Akut
T1 : iso ke hypointense menjadi abu-abu peduli
T2 : hypointense menjadi abu-abu peduli
FLAIR : hyperintense ke CSF

Gambar 7 : perdarahan subdural akut pada MRI14


Subakut
Mungkin muncul bikonveks berbentuk pada bidang koronal bukan
berbentuk sabit yang merupakan penampilan khas di pesawat aksial
T1 : biasanya hyperintense karena adanya methaemoglobin
T2 : Penampilan variabel biasanya hyperintense

12
FLAIR : hyperintense

Gambar 8: Aksial T1 magnetic resonance imaging menunjukkan bilateral hematoma


subdural subakut dengan intensitas sinyal meningkat. Area intensitas menengah merupakan
perdarahan lebih akut ke dalam koleksi subakut11
Kronis
T1 : jika hematoma stabil tampaknya isointense untuk CSF, dapat muncul
hyperintense untuk CSF jika ada rebleed atau infeksi
T2 : jika hematoma stabil tampaknya isointense untuk CSF, jika ada rebleed
hematoma appeaers hypointense
FLAIR : hyperintense ke CSF

Gambar 9 : Aksial FLAIR MR menunjukkan hematoma subdural kronis dengan sinyal


hyperintense (panah)23
6. Pengobatan
Seperti halnya pasien trauma, resusitasi dimulai dengan ABC (jalan napas,
pernapasan, sirkulasi). Semua pasien dengan Glasgow Coma Scale (GCS) skor
kurang dari 8 harus diintubasi untuk perlindungan jalan napas. Pada pasien

13
yang tidak memiliki efek massa yang signifikan pada studi pencitraan dan tidak
ada gejala atau tanda-tanda neurologis kecuali sakit kepala ringan, hematoma
subdural kronis telah diamati dengan scan serial dan telah terlihat tetap stabil

atau untuk menyelesaikan. Meskipun resolusi hematoma telah dilaporkan, itu


tidak dapat dipercaya diprediksi, dan tidak ada terapi medis yang telah terbukti

efektif dalam mempercepat resolusi hematoma subdural akut atau kronis.


Bedah untuk muncul dekompresi telah dianjurkan jika hematoma subdural akut
dikaitkan dengan pergeseran garis tengah lebih besar dari atau sama dengan 5
mm. Operasi juga telah direkomendasikan untuk hematoma subdural akut
melebihi 1 cm dengan ketebalan. Indikasi ini telah dimasukkan ke dalam
Pedoman Pengelolaan Bedah Akut Subdural hematoma yang diusulkan oleh
perusahaan patungan antara Brain Trauma Foundation dan Kongres Ahli
Bedah Neurologi, dirilis pada tahun 2006.11
7. Prognosis
Meskipun hematoma subdural sering dianggap sebagai entitas yang relatif
jinak perlu dicatat bahwa angka kematian di hematoma subdural akut yang
membutuhkan pembedahan sebenarnya sangat tinggi (50-90%), terutama pada
pasien yang antikoagulan, dan hanya 20% pulih sepenuhnya.

D. PERDARAHAN SUBARACHNOID
1. Definisi
Perdarahan subarachnoid (SAH) adalah salah satu jenis perdarahan
intrakranial ekstra-aksial dan menunjukkan adanya darah dalam ruang
subarachnoid.15,16
2. Etiologi
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan antara mater arachnoid dan
pia. Secara umum, trauma kepala adalah penyebab paling umum, tetapi
traumatis perdarahan subarachnoid biasanya dianggap sebagai gangguan yang
terpisah. Spontan (primer) perdarahan subarachnoid biasanya hasil dari
pecahnya aneurisma. Sebuah bawaan intrakranial saccular atau berry

14
aneurisma adalah penyebab di sekitar 85 % pasien. Perdarahan dapat berhenti
secara spontan. Aneurisma perdarahan dapat terjadi pada semua usia, tetapi

paling sering terjadi dari usia 40-65. Penyebab kurang umum adalah aneurisma
mikotik, malformasi arteri, dan gangguan perdarahan.17
3. Patofisiologi
Darah di ruang subarachnoid menyebabkan meningitis kimia yang umum
meningkatkan tekanan intrakranial untuk hari atau beberapa minggu.
Vasospasme sekunder dapat menyebabkan iskemia otak fokal; sekitar 25% dari
pasien mengembangkan tanda-tanda serangan transient ischemic (TIA) atau
stroke iskemik. Edema otak maksimal dan risiko vasospasme dan infark
berikutnya (disebut otak marah) adalah tertinggi di antara 72 jam dan 10 hari.
Hidrosefalus akut sekunder juga umum. Suatu perdarahan ulang kadang-
kadang terjadi, paling sering dalam waktu sekitar 7 hari.17
4. Gejala Klinis
Gejala utama adalah sakit kepala parah yang dimulai secara tiba-tiba
(sering disebut petir sakit kepala). Hal ini sering lebih sakit pada bagian dekat
belakang kepala. Banyak orang sering menggambarkannya sebagai "sakit
kepala terburuk yang pernah" dan tidak seperti jenis lain dari sakit kepala.
Sakit kepala mungkin mulai setelah perasaan muncul atau patah di kepala.
Gejala lain :
● Penurunan kesadaran dan kewaspadaan
● Ketidaknyamanan mata dalam cahaya terang (fotofobia)
● Mood dan kepribadian perubahan, termasuk kebingungan dan mudah
tersinggung
● Nyeri otot ( terutama nyeri leher dan nyeri bahu)
● Mual dan muntah
● Mati rasa di bagian tubuh
● Leher kaku
● Masalah penglihatan; termasuk penglihatan ganda, bintik-bintik buta, atau
kehilangan penglihatan sementara di satu mata.16
5. Gambaran Radiologis

15
a. CT-Scan
Sensitivitas CT adanya darah subarachnoid sangat dipengaruhi oleh
jumlah darah dan sejak perdarahan. Diagnosis dicurigai ketika bahan
hyperattenuating terlihat mengisi ruang subarachnoid. Paling umum ini jelas
di sekitar lingkaran Willis, karena sebagian besar aneurisma berry terjadi di
wilayah ini (~65%), atau dalam fissure Sylvian (~30%) ref diperlukan.
Sejumlah kecil darah kadang-kadang dapat dilihat di fossa interpeduncular,
muncul sebagai segitiga hyperdense kecil, atau dalam tanduk oksipital dari
ventrikel lateral. Pendarahan subarachnoid dikelompokkan menjadi empat
kategori menurut jumlah darah dengan skala Fischer.15

Gambar 10 : Ada tinggi-redaman darah di celah Sylvian (panah biru) dan fisura
interhemispheric (panah merah).24
b. MRI
MRI sensitif terhadap darah subarachnoid dan mampu
memvisualisasikan dengan baik dalam 12 jam pertama biasanya sebagai
hyperintensity dalam ruang subarachnoid pada FLAIR.

16
Gambar 11 : FLAIR-MRI menunjukkan hyperintense frontal bilateral dan parietal sulci
(panah), konsisten dengan perdarahan subarachnoid akut. Kelainan MRI lebih mencolok dan lebih
luas daripada yang ditunjukkan oleh CT.25
c. DSA: Angiografi
Digital pengurangan kateter angiography tetap Gold Standard untuk
diagnosis dan karakterisasi kelainan pembuluh darah dan di banyak pusat,
bahkan jika lesi penyebab diidentifikasi pada MRA atau CTA dan
diperkirakan membutuhkan manajemen bedah, studi kateter dilakukan.
Manfaat dari DSA adalah dua kali lipat : resolusi spasial yang lebih tinggi :
lebih mampu untuk menggambarkan pembuluh darah kecil dan ciri
morfologi vaskular (misalnya aneurisma leher dan penggabungan pembuluh
yang berdekatan). resolusi temporal: kontras dapat dilihat untuk mencuci
masuk dan keluar dari malformasi vaskular, memberikan informasi penting
dalam hal (misalnya malformasi arteriovenosa (AVM) atau fistula
arteriovenosa dural (DAVF)) Selain itu, tergantung pada penyebabnya,
terapi endovaskular (misalnya aneurisma melingkar) mungkin tepat.15
6. Pengobatan
Relief vasospasme terkait (terjadi pada sebanyak 50 % pasien dengan
SAH) dapat dicapai secara medis dengan calcium channel blockers; Operasi
pengangkatan dapat diindikasikan; Kliping bedah awal digunakan untuk

17
mencegah perdarahan ulang; Manajemen endovascular juga sekarang banyak
digunakan.24
7. Prognosis
Sekitar 35% dari pasien meninggal setelah aneurisma pertama perdarahan
subarachnoid; lain 15% meninggal dalam beberapa minggu karena pecahnya
berikutnya. Setelah 6 bulan, pecah 2 terjadi pada tingkat sekitar 3% tiap tahun.
Secara umum, prognosis adalah buruk dengan aneurisma, baik dengan
malformasi arteri, dan terbaik saat angiografi pembuluh darah tidak mendeteksi
lesi, mungkin karena sumber perdarahan kecil dan telah tertutupi.17

E. PERDARAHAN INTRAVENTRIKULAR
1. Definisi
Perdarahan intraventrikular / Intraventricular hemorrhage (IVH) adalah
terkumpulnya darah di bagian manapun dari sistem ventrikel. Terjadi pada
45% pasien dengan perdarahan intraserebral spontan atau IVH primer, yakni
sumber perdarahan yang berasal dari ruang ventrikel. IVH dapat terjadi sebagai
manifestasi klinis primer (IVH primer) atau sekunder akibat adanya perdarahan
intraserebral / intracerebral hemorrhage (ICH) dengan perluasan masuk ke
ventrikel (IVH sekunder) (Bogousslavsky J & Caplan LR, 2001).
2. Etiologi
Perdarahan intraventrikel dapat terbagi secara etiologi menjadi IVH primer
(PIVH) dan IVH sekunder (SIVH). Penyebab IVH primer termasuk ruptur lesi
vaskuler seperti aneurisma dan malformasi vaskular di pleksus koroideus
ventrikel, di dalam ruang ventrikel atau dinding ventrikel. Perdarahan yang
terjadi hanya pada intraventrikel (primer) ini sering berasal dari struktur
subependimal, diantaranya matriks germinal, AVMs (arteriovenous
malformations) dan angioma kavernosa. Kondisi ini sering disebabkan akibat
perdarahan parenkim hipertensif dan aneurisma sakular (dengan lokasi
tersering adalah arteri komunikans anterior, sedangkan pada sirkulasi posterior
terjadi di ventrikel keempat). Malformasi pada vaskular yang berkontak dengan
ependim di ruang ventrikel atau neoplasma periventrikular. Neoplasma

18
tersering yang dapat menyebabkan perdarahan spontan adalah astrositima
maligna dan metastasis melanoma.
IVH sekunder terjadi pada setidaknya sepertiga kasus perdarahan
intraserebral, kejadiannya merupakan kelanjutan dari perdarahan pada daerah
thalamus menuju ke ruangan ventrikel. Faktor risiko yang paling signifikan
adalah arteriopati, yang paling sering terjadi di arteriol lentikulostriata dan
thalamoperforata yakni hipertensi arteri kronik. Faktor risiko yang lain adalah
konsumsi alkohol sedang-berat dan terapi antikoagulan. Komplikasi IVH
sering terjadi akibat adanya perdarahan thalamus, kaudatus dan putamen yang
menekan ke ventrikel lateral atau ventrikel ketiga. Kondisi tersebut terkait
dengan perdarahan parenkim luas, pergeseran midline dan luaran klinis yang
buruk (Arboix A et al, 2012).
3. Manifestasi Klinis
Pada suatu penelitian, gejala paling umum yang dikeluhkan, terutama pada
kasus IVH primer adalah gangguan kesadaran diikuti nyeri kepala, mual serta
muntah. Sekitar 1 dari 10 orang memiliki riwayat trauma ringan (jatuh,
tergeletak tanpa ada luka). Sekitar 57,5% pasien datang dalam rentang waktu 6
jam pertama setelah onset, dan beberapa kasus datang dalam 12 hingga 24 jam
atau lebih. Separuh dari pasien menunjukkan adanya hidrosefalus dan
memerlukan drainase ventrikel, sedangkan seperempatnya memerlukan
ventriuclar peritoneal shunt (VP shunt). Sekitar dua per tiga pasien memiliki
riwayat hipertensi (64%), diabetes (30,3%) dan hiperlipidemia (18,8%).
Pada penelitian kasus IVH dengan keterkaitan adanya ruptur AVM,
didapatkan gejala paling sering adalah nyeri kepala diikuti gangguan
kesadaran. Sebanyak 75% pasien datang dengan GCS >9, sedangkan pasien
dengan perdarahan intraserebral hipertensif memiliki rata-rata GCS lebih
rendah dari 6. Terjadi hidrosefalus obstruktif lebih banyak dibandingkan
hidrosefalus komunikans. Beberapa kondisi lain juga dapat terjadi, seperti
stroke, kejang epileptik, pneumonia, infeksi intrakranial, insufisiensi renal dan
perdarahan gastrointestinal. Selama perawatan di rumah sakit, beberapa terjadi

19
kasus herniasi, dengan perubahan pupil dan ketidakstabilan tanda-tanda vital,
dan beberapa di antaranya terjadi dalam waktu 48 jam setelah onset kejadian.
4. Klasifikasi
Keparahan dari IVH dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara. Pada
dewasa, yang paling umum digunakan adalah skala Graeb, dan beberapa
lainnya menggunakan skala LeRoux. Adapun skala Papile digunakan untuk
mengklasifikasikan IVH pada neonatus dengan perdarahan matriks germinal,
berdasarkan perluasan perdarahan dan ada tidaknya hidrosefalus.
a. Skala Graeb (skor maksimal = 12)
Ventrikel lateral (dinilai masing-masing)
1 = jejak darah atau perdarahan ringan
2 = kurang dari setengah ruangan ventrikel terisi darah
3 = lebih dari setengah ruangan ventrikel terisi darah
4 = ventrikel terisi darah dan melebar
Ventrikel ketiga dan keempat (dinilai masing-masing)
1 = ada darah, ukuran ventrikel normal
2 = ventrikel terisi darah dan melebar

b. Skala LeRoux (setiap ventrikel dihitung terpisah, kemudian digabung)


Rentang skor: 1-16
1 = ada jejak darah
2 = kurang dari setengah ruangan ventrikel terisi darah
3 = lebih dari setengah ruangan ventrikel terisi darah
4 = ventrikel terisi darah dan melebar
c. Skala Papile
Grade I = peradarahan hanya di matriks germinal
Grade II = IVH tanpa dilatasi ventrikel
Grade III = IVH dengan dilatasi ventrikel
Grade IV = IVH dengan perdarahan parenkim
5. Patofisiologi

20
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi
sebagai sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat
penambahan volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel
akan melebar dan lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada
bagian yang menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila
terbentuk sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut
meningkat yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak.
Penekanan dapat menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat
adanya penekanan pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul
penekanan pada area yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat
perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat berkurang. Berkurangnya perfusi
dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti yang diketahui tiap bagian
otak memiliki fungsi masing-masing dalam menjalankan tugasnya seperti :
frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan motorik, parietalis sebagai fungsi
sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan mendengar. Kerusakan
menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena (Sohn CH et al, 2005).
6. Diagnosis
a. CT
CT otak non-kontras merupakan evaluasi akut utama pada pasien yang
mengalami sakit kepala tiba-tiba atau gejala mirip stroke. Darah di ventrikel
tampak sebagai bahan hiperdens, lebih berat daripada CSF sehingga
cenderung berkumpul secara dependen, paling baik terlihat di tanduk
oksipital. Secara akut, jika volumenya signifikan, darah dapat mengisi
ventrikel dan menggumpal, membentuk “gips”.
Seringkali terdapat hidrosefalus obstruktif, dan kehati-hatian harus
diberikan dalam membedakannya dari dilatasi ex vacuo ventrikel (Giray S
et al, 2009).

21
Gambar-12: Noncontrast CT scan menunjukkan AVM kalsifikasi dan bergumpal IVH ,
setiap hyperdense.
b. MRI
MRI lebih sensitif dibandingkan CT terhadap jumlah darah yang sangat
sedikit, terutama pada fossa posterior, dimana CT tetap dirusak oleh artefak.
FLAIR dan yang terbaru SWI (terutama pada 3 T) sensitif terhadap
sejumlah kecil darah. Yang terakhir ini terutama akan menunjukkan
sejumlah kecil darah yang terkumpul di tanduk oksipital, yang
mengakibatkan hilangnya sinyal yang disebabkan oleh kerentanan.
Di FLAIR, intensitas sinyal akan bervariasi tergantung pada waktu
pemindaian. Dalam waktu 48 jam darah akan tampak hiperintens terhadap
CSF di dekatnya yang dilemahkan . Kemudian sinyalnya lebih bervariasi
dan sulit dibedakan dari artefak yang berhubungan dengan aliran
(khususnya di ventrikel ketiga dan keempat ) kecuali rangkaian lain juga
digunakan.

22
Gambar-13: IVH adalah nyata hyperintense dan mudah dilihat pada T1.
7. Tatalaksana
Penentuan terapi bervariasi tergantung dari jumlah volume perdarahan,
adanya hidrosefalus, dan GCS dari pasien. Tatalaksana suportif konservatif
termasuk diantaranya adalah penggunaan antiedema dan antihipertensi.
Penggunaan external ventricular drainage (EVD) masih kontroversial dan
secara umum mempertimbangkan adanya hidrosefalus dan kondisi klinis
pasien. Selain itu EVD juga memiliki risiko infeksi. Pada pasien dewasa, terapi
trombolitik intraventrikel direkombinasi dengan aktivator jaringan
plasminogen (rTPA) dan fibrinolitik lain telah digunakan dalam tatalaksana
IVH dan dapat menurunkan tekanan intrakranial. Hal ini juga dapat
menurunkan durasi diversi CSS dan memperbaiki kerusakan langsung dari
saraf. Penatalaksanaan fibrinolitik intraventrikular (IVF) dengan alteplase
memiliki mortalitas yang lebih rendah pada pasien dengan IVH berat yang
memerlukan EVD. IFV juga menunjukkan adanya pembersihan gumpalan
darah ventrikel lebih cepat dan meningkatkan luaran fungsional yang baik
dalam 1 bulan hingga 1 tahun.
Sampai saat ini, terapi IVH terutama yang disebabkan adanya AVM masih
kontroversial tanpa guideline spesifik. Beberapa penelitian menunjukkan
adanya luaran yang tidak diinginkan berkaitan dengan evakuasi perdarahan
emergensi, yang dapat menghasilkan perdarahan berulang dari nidus atau tidak

23
efektifnya hemostasis selama operasi emergensi. Pada pasien dengan
perburukan progresif dan memiliki indikasi operasi, reseksi nidus lebih awal
dan pemasangan EVD memiliki luaran yang lebih baik (Bakshi R et al, 1999).
8. Prognosis
Adanya IVH meningkatkan mortalitas secara signifikan dari 12% ke 28%
dan 29% ke 59% pada pasien dengan perdarahan intraserebral spontan.
Pengeluaran gumpalan darah di ventrikel dapat meingkatkan perbaikan pasien
dalam kesadaran dan mencegah inflamasi, vasospasme atau hidrosefalus. IVH
juga meningkatkan luaran yang lebih buruk, terutama pada kasus ruptur
malformasi arteriovena (AVM). Namun dalam penelitian, IVH primer yang
disebabkan AVM memiliki luaran buruk yang lebih rendah (11%)
dibandingkan IVH karena penyebab lain. Pasien IVH yang berkaitan dengan
AVM memiliki insidensi yang lebih tinggi terjadi hidrosefalus, dan berkaitan
dengan iskemik otak dan perdarahan subarakhnoid. Pasien dengan glasgow
coma scale (GCS) yang lebih tinggi dan perdarahan parenkim lebih kecil
memiliki luaran jangka panjang yang lebih baik.

F. PERDARAHAN INTRASEREBRAL
1. Definisi
Perdarahan intraserebral (ICH) adalah perdarahan yang terjadi pada
parenkim otak. Perdarahan intraserebral sendiri adalah penyebab stroke kedua
yang paling umum setelah stroke iskemik. Ada banyak kondisi patologis yang
mendasari terkait dengan ICH seperti hipertensi, angiopati amiloid, ruptur
aneurisma sakular, dan malformasi vaskular merupakan penyebab sebagian
besar kasus. Perdarahan intraserebral sendiri dapat terjadi karena trauma
maupun non-trauma (Pietrangelo, 2012).
2. Epidemiologi
Perdarahan intrakranial non-traumatik adalah penyebab 9 hingga 27 persen
dari semua stroke secara global. Keseluruhan insiden perdarahan intraserebral
berkisar antara 12 hingga 31 per 100.000 orang, dan bervariasi berdasarkan ras.

24
Insiden perdarahan intrakranial meningkat dengan usia, dua kali lipat setiap 10
tahun setelah usia 35.
3. Etiologi
Penyebab perdarahan intraserebral dapat berupa etiologi traumatik atau
non- traumatik. Hipertensi vaskulopati adalah etiologi yang paling umum
dari perdarahan intrakranial spontan. Angiopati amiloid serebral adalah
penyebab paling umum dari perdarahan intrakranial lobaris non-traumatik pada
orang dewasa yang lebih tua. Malformasi vaskular adalah penyebab paling
umum dari perdarahan intraserebral pada anak-anak, tetapi juga dapat
menyebabkan perdarahan intrakranial pada orang dewasa (Zuccarello Mario,
2015).
4. Faktor Risiko
Faktor risiko perdarahan intraserebral meliputi hipertensi, penggunaan
antiplatelet, penggunaan antikoagulan, tingginya konsumsi alkohol, serta
variasi genetik.
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ICH bervariasi sesuai dengan lokasi dan ukuran
perdarahan. Gejala yang muncul sendiri merupakan gejala defisit neurologis
dapat berupa paresis, kejang, buta, disartia, diplopia, dan masih banyak lagi.
6. Pemeriksaan Radiologi
Perdarahan tersebut terjadi karena adanya gaya berlebih pada saat trauma
terjadi, yang menyebabkan jejas pada parenkim otak. Oleh sebab itu, informasi
mengenai bagaimana jejas terjadi amat diperlukan untuk menetapkan
kecurigaan perdarahan intraserebral ini. Bila jejas terjadi pada area yang sama
(ipsilateral) dengan tempat benturan terjadi, maka perdarahan intraserebral ini
disebut sebagai houp. Bila perdarahan ini terjadi pada area yang berlawanan
(kontralateral) dari jejas maka perdarahan ini disebut sebagai hounter-houp
Bila volume perdarahan yang dihasilkan cukup banyak, maka efek massa
seperti herniasi juga dapat terjadi. Oleh sebab itu pemahaman mengenai
penambahan volume pada kasus ini penting guna mencegah penanganan medis
yang tidak sesuai (David J, 2011).

25
Gambar 14 : Pemindaian CT Tanpa Kontras Perdarahan Intraserebral

Gambar 15 : MRI GRE Perdarahan Intraserebral

Gambar 16 : MRI SZI Perdarahan Intraserebral

7. Tatalaksana
Penghentian antikoagulan, penanganan tekanan darah, penanganan
tekanan intrakranial dan pemantauan tekanan intrakranial, terapi osmotik,
terapi hemostatik, dan penanganan kejang.

26
DAFTAR PUSTAKA

4. Pietrangelo ann. Intracerebral Hemorrhage. 2012. www.healthline.com diakses


pada 31 agustus 2015
5. Snell RS, Sugiharto L. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta; EGC.
2011.
6. Frank G, Goel A. Intracranial Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada
31 agustus 2015
7. Joseph PB, Harold PA, et.all. Guidelines for the Management of Spontaneous
Intracerebral Hemorrhage. AHA Scientific Statement.
https://stroke.ahajournals.org diakses pada 31 agustus 2015
8. Liebeskind DS. Lutsep, HL. Intracranial Hemorrhage.
https://emedicine.medscape.com/ diakses pada 31 agustus 2015
9. Zuccarello Mario. Intracerebral Hemorrhage. Mayfield Clinic and Spine
Institute. https://mayfieldclinic.com. Diakses pada 31 agustus 2015
10. Frank G, Goel A. Extradural Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada
31 agustus 2015
11. Ullman JS. Epidural Hemorrhage. https://emedicine.medscape.com/ diakses
pada 31 agustus 2015
12. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta; Dian Rakyat. 2010.
13. Markam S. Trauma Kapitis. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Gajahmada
University Press. Yogyakarta: 2005.
14. Meagher RJ. Subdural Hematoma. https://emedicine.medscape.com/ diakses
pada 31 agustus 2015.
15. Rusdy Ghazali Malueka. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia Press;
Yogyakarta. 2011
16. Senelick Richard. 2015. Subdural Hematoma. https://m.webmd.com diakses
pada 31 agustus 2015
17. Gaillard Frank. Subdural Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada 31
agustus 2015

27
18. Gaillard Frank. Subarachnoid Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada
31 agustus 2015
19. Reinhardt MR. Subarachnoid hemorrhage. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
diakses pada 31 agustus 2015
20. Giraldo EA. Subarachnoid Hemorrhage. Merckmanual.
www.merckmanuals.com diakses 31 agustus 2015
21. Knipe Henry. Intraventricular hemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada
31 agustus 2015
22. Mercer JS. Intraventricular hemorrhage. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
diakses pada 31 agustus 2015.
23. Octaviani D, Estiasari R, Kurniawan M, Tandian D. Perdarahan
Intraventrikuler Primer. Jakarta; FKUI RSCM. J Indon Med Assoc, Volum: 61,
Nomor: 5, Mei 2011
24. David J. Intracranial Hemorrhage. USA; Medscape. 2011.
https://emedicine.medscape.com
25. Mogoseanu M, Pascut M, Barsasteanu F, et.all. Computed Tomography (CT)
Versus Magnetic Resonance Imaging (MRI) in Evaluation of Head Injuries.
Timisoara Medical Journal. www.tmj.ro diakses 17 september 2015
26. Kim MS, Lee DH, et.all. A Case of Subdural hematoma in patient with chronic
myeloid leukemia treated with high-dose imatinib mesylate.
www.openi.nlm.nih.gov diakses 17 september 2015
27. Gershon A, Feld R, Twohig M. Subarachnoid Hemorrhage. Learning
Radiology. www.learningradiology.com diakses 17 september 2015
28. Xavier AR, Quershi AI, Kirmani JF, Yahia AM, Bakshi R. Neuroimaging of
Stroke. Southern Medical Journal. www.medscape.com diakses 17 september
2015.
29. Bogousslavsky J, Caplan LR. Sindrom Stroke. Pers Universitas
Cambridge. (2001) ISBN 0521771420.
30. Arboix A, García-Eroles L, Vicens A dkk. Perdarahan intraventrikular primer
spontan: gambaran klinis dan hasil awal. Neurologi ISRN. 2012: 498303.

28
31. Sohn CH, Baik SK, Lee HJ dkk. Pencitraan MR perdarahan subarachnoid dan
intraventrikular hiperakut pada 3T: laporan awal dari sekuens berbobot gradien
gema T2*. AJNR Am J Neuroradiol. 2005;26 (3): 662-5.
32. Bakshi R, Kamran S, Kinkel PR dkk. Pencitraan MR pemulihan inversi yang
dilemahkan cairan pada perdarahan intraventrikular serebral akut dan
subakut. AJNR Am J Neuroradiol. 1999;20 (4): 629-36.
33. Giray S, Sen O, Sarica FB dkk. Perdarahan intraventrikular primer spontan
pada orang dewasa: data klinis, etiologi dan hasil. Ahli Bedah Saraf
Turki. 2009;19 (4): 338-44.

29

Anda mungkin juga menyukai