Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFARAT

DESEMBER 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

PERDARAHAN SUBARACHNOID

Disusun Oleh :

Sitti Nurul Fadhilah


K1B122017

Pembimbing

dr. Karman Djamaluddin, M.Kes., Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Sitti Nurul Fadhilah

NIM : K1B122017

Judul : Perdarahan Subarachnoid

Bagian : Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada Juni 2022.

Kendari, Desember 2022

Pembimbing

dr. Karman Djamaluddin, M. Kes., Sp.S

2
PERDARAHAN SUBARACHNOID

A. Pendahuluan

Stroke menurut WHO (World Health Association) adalah perkembangan


tanda klinis yang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal ataupun global yang
terjadi secara mendadak dan berlangsung ≥24 jam atau kurang dari 24 jam jika
1,2
pasien meninggal yang diakibatkan oleh gangguan aliran darah ke otak.
Stroke telah ditetapkan sebagai penyebab utama kecacatan dan penyebab
kematian nomor dua. Pada tahun 2016, Global Burden of Disease, Injury and
Risk Factors Study menunjukkan bahwa stroke menyebabkan 5,5 juta kematian
dan 116,4 juta kecacatan di dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke pada usia ≥ 15
tahun menurut Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018 sebesar 10,85 % dan
sedikit lebih tinggi pada laki-laki serta daerah perkotaan.3
Subarachnoid Haemorrhage memiliki frekuensi kejadian yang sedikit
namun merupakan suatu peritiwa neurologis yang paling ditakutkan karena
tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta dampak ekonomi dua kali
lipat lebih besar dari perkiraan stroke iskemik. Prevalensi SAH mencapai 5%
dari semua stroke dan angka kejadian mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk
per tahun dan mengalami peningkatan persentase dalam 30 tahun terakhir.4
B. Anatomi
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya
adalah duramater dan lapisan dalam dibagi menjadi subarachnoid dan piamater.5

Gambar 1. Anatomi lapisan pelindung otak 5

3
1. Duramataer
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang
kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal).
Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat
di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus
venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan
dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara
bagian-bagian otak. Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam
cranium dan juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan
pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut
menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke
dalam cavum cranii. Di antara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang
disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista
frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat
dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua
sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa
sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri.
Tentorium cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan
letaknya di fossa cranii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus
transversus os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus
clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura
tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus
dura mater, sinus dura mater terbenam dalam dua lamina dura. 5,6

4
Gambar 2. Penampang sagittal menings4
2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium
subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor
cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh
trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang
menjadi sistem rongga-rongga yang saling berhubungan. Dari arachnoidea
menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-sinus
venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi
arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus
sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor
cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut
usia villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan
berinvaginasi ke dalam vena diploe. 3,4
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater
yang secara relatif sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum,
namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada
dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali

5
diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini
berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga
sub arachnoid umum. Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran
rongga di atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere
cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis.
Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung
arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang
lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna
chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma
sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga
di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna
fissure lateralis (cysterna sylvii).3,4

Gambar 3. Anatomi Subarachnoid Space5


3. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan
sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam
fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk
tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan

6
ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk
pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di
atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat
itu.5,6
C. Definisi
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada
rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan
subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga
subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah
(arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak
(meninges).7
D. Epidemiologi
SAH merupakan jenis stroke yang paling jarang terjadi, namun memiliki
angka morbiditas dan mortalitas yang paling tinggi serta beban perawatan
kesehatan yang lebih berat. Angka kejadian SAH berdasarkan European
Registers of Stroke (EROS) dan The Spanish Society of Neurology mencapai 9
kasus/100.000 orang dan mengalami peningkatan kejadian setelah usia 50 tahun
dengan persentase lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Di Amerika
Serikat, prevalensi SAH mencapai 5% hingga 10% dari semua jenis stroke.
Insiden SAH yang disebabkan oleh ruptur aneurisma sangat bervariasi di seluruh
dunia dari 2 kasus/100.000 orang di Cina hingga 22,5 kasus per 100.000 orang
di Finlandia 8
Subarachnoid Haemorrhage diperkirakan sekitar 7-15% dari seluruh
gangguan peredaran darah otak. Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul
pertama kali pada usia 40-60 tahun, serta diperkirakan 6,5-26,4 dari 100.000
kasus subarachnoid hemoragik terjadi setiap tahunnya. Factor-faktor tertentu
meningkatkan resiko terjadinya perdarahan. Aneurisma ditemukan pada
kebanyakan orang dan jarang terjadi sebelum umur 40 tahun. Namun,
malformasi arteri vena bisa timbul mulai kelahiran. Pada kasus tertentu, terdapat
predisposisi faktor genetik aneurisma atau malformasi arteri vena. Dan jika

7
penyebabnya adalah AVM (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih
sering pada laki- laki daripada wanita. Faktor lain yang dapat berimplikasi,
namun tidak secara langsung berhubungan terhadap subarachnoid hemoragik,
antara lain aterosklerosis, merokok, konsumsi alkohol berlebihan, dan
penggunaan obat-obat terlarang, seperti kokain. Peranan langsung dari tekanan
darah tinggi, masih belum jelas. 5,7
E. Etiologi
Sekitar 80% SAH non trauma disebabkan oleh rupture aneurisma
intracranial. Jenis aneurisma yang paling umum terjadi yaitu aneurisma sakular.
Aneurisma pada arteri komunikans anterior merupakan lokasi aneurisma
tersering, diikuti arteri serebral tengah, arteri komunians posterior dan arteri
karotis interna. Penyebab lain SAH termasuk vascular malformation dan
penyakit vascular lainnya seperti vasculitis.4,8,9
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan
pecahnya aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak
kasus PSA merupakan kaitan dari pendarahan aneurisma. Penelitian
membuktikan aneurisma yang lebih besar kemungkinannya bisa pecah.
Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic
hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma tidak
ditemukan secara umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga
arteri, gangguan lain yang mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah
pada sum-sum tulang belakang dan perdarahan berbagai jenis tumor.10
F. Faktor Risiko
Faktor risiko ruptur aneurisma dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang
dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko
yang dapat dimodifikasi antara lain : hipertensi, kebiasaan merokok, konsumsi
alkohol, diabetes melitus berkaitan dengan SAH tipe perimensensefalik, dan
penggunaan obat simpatomimetik. Faktor risiko SAH yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain: usia ( terbanyaak pada usia 40-60 tahum), jenis kelamin
(wanita>pria), riwayat aneurisma sebelumnya, riwayat keluarga pada kerabat

8
tingkat pertama (meningkat risiko 3-4 kali lipat) penyakit genetik (autosomal
dominant, polycystic kidney disease, type IV Ehlers-Danlos Syndrome).5,8,9
G. Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi SAH melibatkan early brain injury (EBI) dan
delayed cerebral ischemia (DCI) termasuk vasospasme serebral. Pembentukan
aneurisma terjadi dengan lesi vaskuler awal setelah interaksi faktor biologis,
fisik, dan eksternal tertentu. Gaya tangensial (shear stress) pada dinding
pembuluh darah akibat aliran darah menyebabkan aneurisma atau dilatasi dan
degenerasi dinding pembuluh darah. Endotelium merupakan struktur yang
pertama kali mengalami kerusakan. Struktur ini berperan dalam sensitivitas
perubahan tekanan dinding vaskuler dan menyesuaikan diameter lumen sesuai
dengan tingkat shear stress untuk mempertahankan fisiologi dan menentukan
keseluruhan proses remodelling.9
Inflamasi memainkan peran penting pada pembentukan dan pecahnya
aneurisma. Aktivasi proinflamasi terjadi selama remodeling vaskular pada
daerah dengan shear stress yang tinggi. Aktivasi proinflamasi termasuk aktivasi
endotel menginduksi sintesis nitrit oksida (NO) dan down-regulasi endothelial
constitutional equivalent (eNOS), induksi matrix metalloproteinases (MMP)
seperti MMP-2, MMP-9, dan sitokin proinflamasi lain seperti interleukin (IL)-
10, IL-1β, IL-6, tumor necrosis factor (TNF)-α serta kaskade komplemen dan
koagulasi. Sistem komplemen berkaitan dengan aneurisma intrakranial dan
degenerasi dinding pembuluh darah.9
Segera setelah aneurisma pecah, akan terjadi transient global cerebral
ischemia dan patologi lainnya yang disebut EBI. EBI didefinisikan sebagai
perkembangan kerusakan otak pada 72 jam pertama setelah perdarahan. Stress
oksidatif memainkan peran penting pada pekembangan EBI setelah SAH dengan
memproduksi radikal reactive oxygen species (ROS) termasuk superoxide anion

(O2−), hydroxyl radical (OH−), hydrogen peroxide (H2O2), NO, and

peroxynitrate (ONOO−). Hipoksia dan kekurangan oksigen akan mengganggu

9
fungsi mintokondria. Sementara itu, vasospasme serebral dianggap berkontribusi
pada DCI. Vasospasme serebral merupakan penurunan difus dan reversible
caliber pembuluh darah karena kontriksi otot polos arteri setelah SAH.9
Dinamika vascular selama vasospasme termasuk konstriksi pembuluh
darah kecil yang menyebabkan disfungsi endotel, neuroinflamasi intramural,
kontraksi otot polos pembuluh darah pial di pembuluh darah otak. Endothelin-1
(ET-1) yang bekerja pada reseptor endotelium A sel otot polos vakular

menyebabkan masuknya Ca2+ intraseluler (peningkatan kadar Ca2+ intraseluler

setelah SAH melalui voltage-dependent Ca2+ channels and neurotransmitter-

receptor-operated Ca2+ channels) dan vasokonstriksi dengan aktivasi kaskade


multiple termasuk protein C-Kinase.9

Gambar 4. Mekanisme patofisiologi subarachnoid hemorrhage/SAH9

10
H. Klasifikasi

Perdarahan subarachnoid terbagi atas:

1. Perdarahan subaracnoid spontan primer (spontan non-trauma dan non


hipertensif), yakni perdarahan bukan akibat trauma atau dari perdarahan
intraserebral.
2. Perdarahan subarachnoid sekunder adalah perdarahan yang berasal dari luar
subarachnoid seperti perdarahan intraserebral atau tumor dari otak.

I. Manifestasi klinis

Gejala awal yang umum dan merupakan gejala khas SAH, yaitu “the
worst headache of my life”. Nyeri kepala parah yang biasanya muncul
mendadak dan mencapai intensitasnya maksimum daam hitungan detik atau
menit (thunderclap headache).4 Sebelunya didahului nyeri kepala sentinel 2-8
minggu sebelum perdarahan subarachnoid. Perdarahan biasanya terjadi selama
masa stress fisik atau psikologis, namun lebih sering terjadi selama aktivitas
sehari-hari.8,11

Gejala lain yang mungin muncul: penurunan kesadaran, mual, muntah,


fotofobia, defisit neurolgis fokal atau kejang, retinal hemorrhage. Pemeriksaan
fisik neurologis pada >50% kejadian SAH memberikan hasil yang normal atau
terdapat neck rigidity.4 Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal
disekitar otak melukai lapisan pada jaringan yang melindungi otak (meninges),
menyebabkan leher kaku dan sakit kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing,
dan rasa sakit di punggung bawah.8,11

Gejala rangsang meningeal (misal kaku kuduk, low back pain, nyeri
tungkai bilateral): ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA, namun
kebanyakan membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.12

11
Sekitar 25% orang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian spesifik pada otak yaitu: kelemahan atau lumpuh pada
salah satu bagian tubuh, kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh,
kesulitan memahami dan menggunakan Bahasa (afasia).8,11

Pada pemeriksaan fisik dapat normal atau dapat ditemukan adanya


kelainan neurologis global atau fokal, sindroma kompresi nervus kranialis:
kelumpuhan nervus occulomotorius (aneurisma arteri komunis posterior) dengan
atau tanpa midriasis ipsilateral, kelumpuhan nervus abducens, hilangnya
penglihatan monokuler.8,11

J. Diagnosis

Penegakan diagnosis perdarahan subarachnoid dilakukan dengan


namnesis, pemeriksaan fisik, neurolis dan penunjang. Skor Siriraj dapat
dipergunakan untuk membedakan stroke iskemik dan stroke perdarahan. Ottawa
subarachnoid hemorrhage decision rule dapat membantu mendiagnosis SAH
namun spesifisitas rendah. Ottawa subarachnoid hemorrhage decision rule
meliputi: kriteria inklusi dan eksklusi, usia ≥ 40 tahun, nyeri atau kaku leher
(neck stiffnes), nyeri kepala yang memuncak tiba-tiba (thunderclap headache)
serta fleksi leher terbatas. Kriteria inklusi mencakup: alert, usia >15 tahun
dengan keluhan baru, berat, nyeri kepala non trauma yang mencapai intensitas
maksimal dalam 1 jam. Kriteria eksklusi mencakup: defisit neurologis baru,
Riwayat aneurisma sebelumya, hematoma subarachnoid atau tuor otak atau
Riwayat nyeri kepala berulang (≥ 3 episode dalam ≥6 bulan).12

12
K. Pemeriksaan Penunjang

1. CT-Scan

Kualitas yang bagus dari CT Scan tanpa kontras, akan mendeteksi


Perdarahan Sub Arachnoid pada 95% kasus. Darah tampak sebagai
gambaran dengan densitas tinggi (putih) pada ruang Subarachnoid. Selain
itu, CT Scan juga menilai:13,14

a. Ukuran ventrikel: hidrosefalus terjadi secara akut 21% dari ruptur


aneurisma

b. Hematom: perdarahan intracerebral atau jumlah yang besar dari aliran


darah dengan efek massa diperlukan evakuasi emergensi .

c. Infark: tidak sensitif pada 24 jam pertama setelah infark

d. Jumlah darah pada sisterna dan fissura merupakan kepentingan prognostik


vasospasme

CT Scan dapat memprediksi lokasi aneurisma berdasarkan pola darah


pada 78% kasus dengan aneurisma multiple. CT Scan dapat memembantu
mengidentifikasi daerah yang luka dari lokasi lukanya.13

13
Pemeriksaan CT scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa
intracranial. Pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah
(densitas tinggi) dalam ventrikel atau dalam ruang subarachnoid. Computed
Tomography (CT), pada CT dapat dilihat distribusi darah, sehingga dapat
dilihat lokasi aneurisma yang pecah. CT juga menunjukkan fokal
intraparenkim atau perdarahan subdural, pembesaran ventrikel, aneurisma
besar dan infark akibat vasospasme. Gambaran perdarahan pada CT scan
berupa gambaran hiperdens.14

Gambar 5. CT-Scan perdarahan Sub Arachnoid 6

14
2. CT Angiografi

Saat ini CT angiografi telah secara luas digunakan untuk mendeteksi


intrakranialaneurisma, dan laporan awal menyebutkan tingkat kemampuan
mendeteksi alat ini sama dengan MRI angiography.Keuntungan CT
angiografi pada perencanaan operatif adalah kemampuannya untuk
memperlihatkan aneurisma pada struktur tulang dasar otak. CT angiografi
juga berguna untuk skrining aneurisma baru pada pasien dengan aneurisma
awal yang ditatalaksana dengan ferromagnetic klip.Penggunaan klip ini
adalah kontraindikasi absolut untuk MRI angiography. Bagaimanapun, MRI
dapat digunakan secara aman umumnya pada pasien dengan
nonferromagnetic metallic clips. Conventional CTscanning adalah metode
terpilih untuk mendeteksi kalsifikasi di dalam dindinganeurisma.CTA dapat
mendeteksi aneurisma berukuran > 3 mm, menyediakan informasi lengkap
seperti arteri asal dan lebar leher aneurisma.CTA dapat mendeteksi lebih dari
95% aneurisma. CTA lebih baik dibandingkan MRA karena waktu
pemeriksaan yang lebih singkat, artefak yang lebih sedikit, dan demostrasi
tempat lain lebih baik. Tetapi struktur tulang dan vena dapat menyulitkan
pembacaan.13

15
Gambar 6. CT Angiography Subarachnoid Hemorrhage 14

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Magnetic Resonance Angiography.

Dengan pemeriksaan ini dapat mendemonstrasikan perdarahan-


perdarahan sebelumnya. Pemeriksaan ini tidak sensitif pada subarachnoid
hemoragik akut pada 24-48 jam pertama. Perdarahan subarachnoid akut
tidak biasanya terlihat pada T1W1 dan T2W1 meskipun bisa dilihat sebagai
intermediate untuk pencahayaan sinyal tinggi dengan proton atau gambar
FLAIR. CT Scan pada umumnya lebih baik daripada MRI, dalam
mendeteksi perdarahan subarachnoid akut. Pada T2W1 Control perdarahan
subarachnoid: hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang-kadang
tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah. MRI biasanya sekaligus
dilakukan pemeriksaan MRA. Dimana berdasarkan pada review yang ada,
pemeriksaan ini memiliki sensitifitas 87% dan spesifitas 92% untuk
mendeteksi aneurisma intrakranial (dibanding dengan cateter DSA) dengan
sensitifitas lebih rendah secara signifikan untuk Aneurisma dengan diameter
kurang dari 3mm. 13

16
4. Trans Cranial Doppler (TCD)

Pemeriksaan TCD terutama untuk menilai terjadinya komplikasi


vasospasme pada pasien SAH, atau disebut juga delayed ischemic neurologic
deficit (DINDs). Diagnosis dari delayed ischemic neurologic deficit (DINDs)
umumnya dibuat berdasarkan klinis, ketika pasien terjadi defisit neurologis
baru yang tidak dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya. Delayed ischemic
neurologic deficit (DINDs) pada pasien dengan SAH dapat terjadi dari
penyebab lain selain dari vasospasme, seperti hidrosefalus, edema,
perdarahan, sepsis, gangguan elektrolit atau kejang.13

L. Penatalaksanaan

Tatalaksana pada kasus SAH dikelompokkan menjadi tatalaksana umum


dan tatalaksana terkait komplikasi. Tatalaksana umum pada SAH meliputi
stabilisasi kalan napas (intubasi endotrakeal untuk mencegah aspirasi) dan
pernapasan ( O2 2-3 L/menit), stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid),
pengendalian tekanan intracranial (head up 30o, mannitol, furosemide jika
diperlukan), mengatasi keluhan nyeri, gastroprotektor jika diperlukan,
manajemen nutrisi serta istirahat total. Tatalaksana khusus SAH dikaitkan
dengan komplikasi yang timbul, seperti pencegahan rebleeding, vasospasme,
dan kejang.11

Kontrol dan monitor tekanan darah merupakan salah satu tatalaksana


dalam mencegah risiko perdarahan ulang. Tekanan dara sistolik dipertahankan
sekitar 14-160 mmHg. Antihipertensi yang dapat digunakan: nicardipine (5
mg/jam iv maksimal 15 mg/jam), labetalol (40-80 mg iv setiap 10 menit mulai
20 mg iv maksimal 300 mg/dosis total). Terapi fibrinolitik (epsilon-
aminocapricoic acid: dosis inisial 1 gr iv kemudian dilanjutkan 1 gr setiap 6 jam
hingga aneurisma tertutup atau disarankan 72 jam) dianjurkan pada pasien risiko
rendah vasospasme dan dikontraindikasikan pada pasien dengan koagulopati,

17
stroke iskemik, emboli paru, atau thrombosis vena dalam karena dikaitkan
dengan kejadian iskemik serebral.11,12

Operasi clipping atau endovascular coiling sangat direkomendasikan


untuk mengurangi perdarahan ulang setelah ruptur aneurisma. American Stroke
Association serta European Stroke Organization Guidelines for the Management
of Intracranial Aneuriysms and Subarachnoid Haemorrhage merekomendasikan
agar dilakukan sedini mungkin, yaitu dalam 72 jam setelah timbulnya gejala
pertama untuk mencegah terjadinya rebleeding. Operasi clipping dilakukan
dengan craniotomy sedangkan tatalaksana endovaskular menggunakan kateter
dengan panduan fluoroskopi.8

Tatalaksana kejang pada SAH direkomendasikan apabila hasil


pemeriksaan neurologis buruk atau jumlah perdarahan signifikan yang
menunjukkan risiko kejang klinis/subklinis. Agen yang paling umum digunakan
yaitu phenytoin (10-20 mg/kg iv maksimal 50 mg/menit), fosphenytoin (10-20
phenytoin sodium equivalent (PE)/kg iv, infus perlahan selama 30 menit
maksimal 150 mg PE/menit) dan levetiracetam (15-20 mg/kg selama 30 menit).11

Rebleeding
- Menghilangkan aneurisma dari sirkulasi direkomendasikan pada fase awal setelah pecahnya
anuerisma. Menghilangkan aneurisma dapat dilakukan dengan teknik endovaskular atau
clipping.
- Bed rest, analgetik, dan agen antihipertensi berguna sebagai koadjuvan perawatan. Posisi
kepala ditinggikan 30° untuk memfasilitasi drainase vena.
- Agen antifibrinolitik, bila digunakan pada tahap awal untuk waktu singkat, mungkin dapat
dipertimbangkan sebagai cara untuk mencegah perdarahan ulang pada pasien dengan
untreated anuerisma untuk beberapa waktu dan tidak berisiko
tinggi vasospasme.

Mencegah vasospasme
- Pemberian nimodipine dini secara oral atau intravena untuk meningkatkan gambaran klinis dan
prognosis. Nimodipine memiliki efek melindungi neurovaskular. Dosis perfusi intravena 0,2
mg/mL pada 10 mL/jam atau terapi oral dengan 2 tablet dari
30 mg/4 jam.

18
Tatalaksana vasospasme
- Rekomendasi: tatalaksana awal anurisma dan mempertahankan normovolemia dengan
pemberiankristaloid.
- Tatalaksana hipertensi dengan atau tanpa hipervolemia dapat dipertimbangkan sebagai
tatalaksana alternatif untuk vasospasme.
- Intervensi neurovaskular dapat dilakukan pada vasospasme resisten atau pasien yang
mengalami efek samping sistemik karena peningkatan volemia
dan tekanan darah.

Komplikasi neurologis
- Drainase ventrikel dengan ventriculostomy bermanfaat pada pasien dengan gejala akut
hidrosefalus. Pemberian profilaksis agen antiepilepsi tidak
diindikasikan secara umum pada semua pasien SAH.

M. Komplikasi

Komplikasi SAH dibagi menjadi tiga, yaitu fase akut, fase sub-akut, dan
fase lanjut. Komplikasi fase akut SAH yang paling serius adalah perdarahan
ulang yang umumnya terjadi pada 3 hari pertama setelah perdarahan awal
yang dikaitkan dengan prognosis buruk dan skala Fisher yang lebih tinggi.
Hidrosefalus merupakan komplikasi awal yang muncul beberapa jam setelah
kejadian. Hidrosefalus akut (tipe noncommunicating/obstruksi) yang
berkontribusi terhadap EBI disebabkan oleh efek massa atau bekuan darah di
dalam ventrikel dan aqueduct menghalangi aliran CSF normal.4,15,16

Vasospasme merupakan komplikasi paling umum pada perdarahan


subaraknoid fase sub-akut. Risiko vasospasme terjadi lebih lambat daripada
risiko perdarahan ulang dan dikaitkan dengan luasnya perdarahan awal.
Oksihemoglobin (hasil proses lisis bekuan darah di ruang subaraknoid) diduga
kontribusi terhadap terjadinya vasospasme. Namun mekanisme efek
vasospasmenya belum diketahui secara pasti, tetapi diduga melalui
kemampuannya untuk menekan aktivitas kanal K+, meningkatkan masuknya
Ca2+, meningkatkan aktivitas protein kinase C, dan juga Rho kinase.15

19
Hidrosefalus kronik merupakan komplikasi lanjut pada perdarahan
subaraknoid yang disebabkan oleh partisi dalam ruang araknoid mencegah
reabsorpsi CSF yang normal dan menyebabkan dilatasi sistem ventrikel.13
Komplikasi lain yang dapat terjadi pada SAH, yaitu hiponatremia (Na<135
mEq/dl) yang diduga akibat mekanisme cerebral salt wasting (CSW) dan
syndrome of inappropiate secretion of antideuretic hormone (SIADH).
Komplikasi demam pada SAH biasanya merupakan demam noninfeksius.15,16

N. Prognosis

Prognosis SAH bervariasi secara signifikan, dari sembuh sempurna


hingga kecacatan berat atau kematian yang tergantung pada tingkat keparahan
perdarahan awal dan potensi komplikasi yang terjadi dalam 2 minggu pertama
setelah perdarahan. Pasien dengan tingkat kesadaran normal memiliki risiko
kematian yang rendah sedangkan penurunan tingkat kesadaran memiliki risiko
kematian dan kecacatan yang lebih tinggi.9 Angka kematian SAH yang tidak
ditatalaksana mencapai 65% sedangkan berkurang hingga 18% pada SAH yang
didiagnosis dan ditatalaksana dengan tepat.12

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Patel, A. R., Patel, A,R., Desai S. 2019 The Underlying Stroke Etiology: A
Comparison of Two Classifications in a Rural Setup.Cureus 11(7):2-3.
2. Abbott, A.L., Silvestrini, M., Topakian, R., Golledge, J., Brunser, A.M., De
Borst, et al. 2017. Optimizing the Definitions of Stroke, Transient Ischemic
Attack, and Infarction for Research and Application in Clinical Practice:2-3
3. Kementerian Kesehatan RI. 2018
4. Vivancos, J., Gilo, F., Frutos, R., Maestre, J., Pastor, G.A., Quintana, F.2017.
Clinical Management Guidelines for Subarachnoid Hemorrhage, Diagnosis and
Treatment. Neuroglia; 29(6):353-370
5. Anonym. Sub Arachnoid Hemorrhage.
www.neurosurgery.mgh.harvard.edu/Neurovascular. Accessed 23 Februari 2018

6. Greenberg MS. SAH and Aneurysm. In: Handbook of Neurosurgery. 10th ed.
Lakeland, Fla: Greenburg Graphics,Inc; 2012:1034-1054
7. Caplan, L.R.2009. Subarachnoid Hemorrhage, Aneurysm, and Vascular
Malformations. In: Stroke A Clinical Approach. 4th ed.
Philadelphia,PA:Saunders Elsevier;:446-486
8. Lawton, M. T., & Vates, G. E. Subarachnoid Hemorrhage. N ENGL J MED
2017; 377(3):257– 266.
9. Reis, C., Ho, W.M., Akyol, O., Chen, S., Applegate, R., Z hang, J. 2017.
Pathophysiology of Subarachnoid Hemorrhage, Early Brain Injury, and Delayed
Cerebral Ischemia. Primer on Cerebrovascular Disease 2nd eDITION: Elsevier;
125-130
10. Lombardo, M.C. 2008. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam:
Price SA eds. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed.
Jakarta: EGC
11. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016. Panduan Praktik Klinis
Neurologi [Internet] [Cited 16 Oktober 2020]. Available from:
http://snars.web.id/ppkneurologi/ppkneurologi.pdf.

21
12. Marcolini, E., & Hine, J. Approach to the Diagnosis and Management of
Subarachnoid Hemorrhage. West J of Emerg Med 2019; 20(2):203–21.
13. Lindsay KW. Sub Arachnoid Haemmorhage. In: Neurology and Neurosurgery
Illustrated, 4th ed. Churchill Livingstone,Elsevier;2004: 273-298
14. Kelly MP, Guillaume TJ, Lenke LG. Subarachnoid Hemmoraghe and Its
Complication. Neurosurg Clin N Am 2015; 29:296-321.
15. Danière, F., Gascou, G., Champfleur, N., Machi, P., Leboucq, N., Riquelme,
et al Complications and follow up of subarachnoid hemorrhages. Diagnostic
and Interventional Imaging: Elsevier Masson SAS. 2015; 96(7–8):677–686.
16. Chen, S., Luo, J., Reis, C., Manaenko, A., & Zhang, J. Hydrocephalus after
Subarachnoid Hemorrhage: Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment.
BioMed Research International. 2017:1–8.

22

Anda mungkin juga menyukai