Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

MENINGITIS

Disusun Oleh:

Muthi’ah Nabillah

1102014175

Pembimbing:

dr. Mukhdiar Kasim, SpS

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Meningitis adalah penyakit infeksi dari selaput meningen yang mengelilingi

otak dan spinal cord (Meningitis Foundation of America). Classic triad dari

meningitis adalah demam, leher kaku, sakit kepala, dan perubahan di status mental

. Sistem saraf pusat manusia dilindungi dari benda-benda asing oleh Blood Brain

Barrier dan oleh tengkorak, sehingga apabila terjadi gangguan pada pelindung

tersebut, sistem saraf pusat dapat diserang oleh benda-benda patogen. (Angka

kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000 orang (Centers for Disease

Control and Prevention).1

Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus pneumonie (51%)

dan Neisseria meningitis (37%) Vaksinasi berhasil mengurangi meningitis akibat

infeksi Haemophilus dan Meningococcal C (Tidy, 2009). Faktor resiko meningitis

antara lain: pasien yang mengalami defek dural, sedang menjalani spinal

procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus, alkoholisme, splenektomi,

sickle cell disease, dan keramaian (Tidy, 2009).

Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada neonatus,

patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Group B beta-haemolitic

streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli. Pada bayi dan anak-

anak, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Haemophilus

influenza (bila lebih muda dari 4 tahun dan belum divaksinasi), meningococcus

(Neisseria meningitis), dan Streptococcus pneumonie (pneumococcus). Pada orang


remaja dan dewasa muda, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah

S. pneumonie, H. influenza, N. meningitis, gram negative Bacilli, Streptococci, dan

Listeria monocytogenes. Pada dewasa tua dan pasien immunocompromised,

patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Pneumococcus, Listeria

monocytogenes, tuberculosis, gram negative organis, dan Cryptococcus.

Sedangkan penyebab meningitis bukan infeksi yang paling sering antara lain sel-

sel malignan (leukemia, limpoma), akibat zat-zat kimia (obat intratekal,

kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis lupus eritematosus

(SLE), dan Bechet’s disease (Tidy, 2009). 4

Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai 1,5% pasien

yang menjalani craniotomy mengalami meningitis. 4 sampai 17% pasien yang

memakai I.V. Cath. mengalami meningitis. 8% pasien yang memakai E. V. Cath.

mengalami meningitis. 5% pasien yang menjalani lumbar catheter mengalami

meningitis. Dan meningitis terjadi 1 dari setiap 50.000 kasus pasien yang menjalani

lumbar puncture (van de Beek, 2010).

Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21%, dengan kematian

pasien pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien meningococcal meningitis

(van de Beek, 2010). Di Afrika, antara tahun 1988 dan 1997, dilaporkan terdapat

704.000 kasus dengan jumlah kematian 100.000 orang. Di antara tahun 1998 dan

2002 dilaporkan adanya 224.000 kasus baru meningococcal meningitis. Tetapi

angka ini dapat saja lebih besar di kenyataan karena kurang bagusnya sistem

pelaporan penyakit. Sebagai tambahan, banyak orang meninggal sebelum mencapai


pusat kesehatan dan tidak tercatat sebagai pasien meninggal di catatan resmi

(Centers for Disease Control and Prevention).

B. Epidemiologi

WHO(2005) melaporkan adanya 7.078 kasus meningitis yang disebabkan

oleh bakteri terjadi di Niamey – Nigeria pada tahun 1991 – 1996 dengan

penyebab Neisseria Meningitidis (57,7%) , Streptococcus Pneumoniae

(13,2%) dan Haemophilus influenzae (9,5%).2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Meningen (Selaput Otak)

Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan

sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa

pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil

benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan:4

1. Dura mater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak yang

berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter pada tempat tertentu

mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak. Dura kranialis

atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu

lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural

yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana

keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian

besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat

dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.

Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga

membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa

ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura

spinalis.Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum

cranii. Di anatara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut

falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke

belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana


duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx

cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga

masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium

cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya

di fossa craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus

transversus os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus

clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura

tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus

dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.

2. Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan

dura mater dengan pia mater membentuk sebuah kantong atau balon berisi

cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral. Membrana

arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah

dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi

spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum

subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-

septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-

rongga yang saling berhubungan. Dari arachnoidea menonjol ke luar

tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu

granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar

villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae

lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus


melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam

tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang

secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum,

namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah

pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea,

seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini

berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga

sub arachnoid umum. Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-

pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan

hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga

subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari

pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum

terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini

dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna

supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di

antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan

temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).

3. Pia mater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat

pada permukaan jaringan otak. Ruangan diantara arakhnoid dan pia mater

disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang.

Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang


belakang. Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis

yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure

dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke

dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia

membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan

bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus

untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan

ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela

choroidea di tempat itu.4

Meningen’s Membran
B. Definisi Meningitis

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai

piameter(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat

yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang

superfisial.3

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan

yang terjadipada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis

purulenta. Meningitis serosaditandai dengan jumlah sel dan protein yang

meninggi disertai cairan serebrospinalyang jernih. Penyebab yang paling

sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis danvirus. Meningitis purulenta

atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifatakut dan

menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh

bakterispesifik maupun virus. Meningitis Meningococcusmerupakan

meningitis purulenta yang paling sering terjadi.6

Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan

penderita dandroplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus,

cairan bersin dan cairantenggorok penderita.1

Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada

penularanpenyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain

melalui pertukaran udaradari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan

yang masuk secara hematogen(melalui aliran darah) ke dalam cairan

serebrospinal dan memperbanyak dirididalamnya sehingga menimbulkan

peradangan pada selaput otak dan otak.2


C. Klasifikasi Meningitis

1. Meningitis Bakterial

Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit infeksi

yang menyerang susunan saraf pusat, mempunyai resiko tinggi

dalam menimbulkan ke matian, dan kecacatan. Diagnosis yang cepat

dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis bakteri

(Pradana, 2009).4

Meningitis bakterial selalu bersifat purulenta (Mardjono,

1981).Pada umumnya meningitis purulenta timbul sebagai

komplikasi dari septikemia. Pada meningitis meningokokus,

prodomnya ialah infeksi nasofaring, oleh karena invasi dan

multiplikasi meningokokus terjadi di nasofaring. Meningitis

purulenta dapat menjadi komplikasi dari otitis media akibat infeksi

kuman - kuman tersebut (Mardjono, 1981).3

Etiologi dari meningitis bakterial antara lain (Roos, 2005):

1. S. Pneumonie

2. N. Meningitis

3. Group B streptococcus atau S. Agalactiae

4. L. Monocytogenes

5. H. Influenza

6. Staphylococcus aureus

Bacterial meningitis merupakan tipe meningitis yang paling

sering terjadi. Tetapi tidak setiap bakteri mempunyai cara yang sama
dalam menyebabkan meningitis. H. Influenza dan N. Meningitidis

biasanya menginvasi dan membentuk koloni di sel-sel epitel faring.

Demikian pula S. pneumonie, hanya saja S. Pneumonie dapat

menghasilkan immunoglobulin A protease yang mennonaktifkan

antibodi lokal (Swartz, 2007). Bakteri yang paling sering

menyebabkan meningitis adalah S. Pneumonie dan N. meningitis.

Bakteri tersebut menginisiasi kolonisasi di nasofaring dengan

menempel di sel epitel nasofaring. Bakteri tersebut berpindah

menyeberangi sel epitel tersebut menuju ke ruang intravaskular atau

menginvasi ruang intravaskular dengan menciptakan ruang di tight

junction dari sel epitel kolumnar. Sekali masuk aliran darah, bakteri

dapat menghindari fagositosis dari neutrofil dan komplemen dengan

adanya kapsul polisakarida yang melindungi tubuh mereka.

Bloodborne bacteria dapat mencapai fleksus koroideus

intraventrikular, menginfeksi langsung sel epitel fleksus koroideus,

dan mencapai akses ke cairan serebrospinal. Beberapa bakteri

seperti S. Pneumonie dapat menempel di sel endotelial kapiler

serebral dan bermigrasi melewati sel tersebut langsung menuju

cairan serebrospinal. Bakteri dapat bermultiplikasi dengan cepat di

cairan serebrospinal karena kurang efektifnya sistem imun di cairan

serebrospinal(CSS). Cairan serebrospinal (CSS) normal

mengandung sedikit sel darah putih, sedikit protein komplemen, dan

immunoglobulin. Kekurangan komplemen dan immunoglobulin


mencegah opsonisasi dari bakteri oleh neutropil. Fagositosis bakteri

juga diganggu oleh bentuk cair dari cairan cerebrospinal itu sendiri

(Roos, 2005).5

Peristiwa yang penting dalam patogenesis meningitis

bacterial adalah reaksi inflamasi diinduksi oleh bakteri. Manifestasi-

manifestasi neurologis yang terjadi dan komplikasi akibat

meningitis bacterial merupakan hasil dari respon imun tubuh

terhadap zat patogen yang masuk dibandingkan dengan kerusakan

jaringan langsung oleh bakteri. Sehingga cedera neurologis dapat

terus terjadi meskipun bakteri telah ditangani dengan antibiotik

(Roos, 2005)5

2. Meningitis Tuberkulosa

Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak

ditemukan diIndonesia karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi.

Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi

penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya

meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak

langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder

melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung

tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga

arakhnoid (Pradana, 2009). Pada pemeriksaan histologis, meningitis

tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. Peradangan


ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang

otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang

serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada

sisterna basalis (Pradana, 2009). Etiologi dari meningitis

tuberkulosa adalah Mycobacterium tuberculosis (Pradana, 2009)

3. Meningitis viral

Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi sebagai

akibat akhir / sequel dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh

virus seperti campak, mumps, herpes simpleks, dan herpes zooster.

Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada

pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)tidak ditemukan adanya

organisme. Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter, dan

lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung

dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan

mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa

menyebabkan gangguan produksi enzim neurotransmiter, dimana

hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi

kerusakan neurologis (Pradana, 2009) Etiologi dari meningitis viral

antara lain :

Meningitis jamur : Meningitis oleh karena jamur merupakan

penyakit yang relatif jarang ditemukan, namun dengan

meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, angka kejadian

meningitis jamur semakin meningkat. Problem yang dihadapi oleh


para klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang efektif.

Sebagai contoh, jamur tidak langsung dipikirkan sebagai penyebab

gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering ditemukan dalam

cairan serebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena jamur

hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu

pertumbuhannya (Pradana, 2009). Etilogi dari meningitis jamur

antara lain:

1. Cryptococcus neoformans

2. Coccidioides immitris

D. Infectious Agent Meningitis

Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur,

cacing danprotozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri.

Meningitis yangdisebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan

meningitis penyebab lainkarena mekanisme kerusakan dan gangguan otak

yang disebabkan oleh bakterimaupun produk bakteri lebih berat.6

Infectious Agent meningitis purulentamempunyai kecenderungan

pada golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatuspaling banyak

disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeriamonositogenes.

Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan olehH.influenzae,

Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahundisebabkan

oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan

StreptococcusPneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan


oleh Meningococcus,Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan

Listeria.2

Penyebab meningitisserosa yang paling banyak ditemukan adalah

kuman Tuberculosis dan virus.Meningitis yang disebabkan oleh virus

mempunyai prognosis yang lebih baik,cenderung jinak dan bisa sembuh

sendiri. Penyebab meningitis virus yang palingsering ditemukan yaitu

Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkanHerpes simplex ,

Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebabmeningitis

aseptik(viral).

E. Patofisiologi

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit

di organatau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara

hematogen sampai keselaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,

Tonsilitis, Pneumonia,Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran

bakteri/virus dapat pula secaraperkontinuitatum dari peradangan organ atau

jaringan yang ada di dekat selaput otak,misalnya Abses otak, Otitis Media,

Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus danSinusitis. Penyebaran kuman

bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan frakturterbuka atau

komplikasi bedah otak.23 Invasi kuman-kuman ke dalam ruangsubaraknoid

menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS

(CairanSerebrospinal) dan sistem ventrikulus24.Mula-mula pembuluh darah

meningeal yang kecil dan sedang mengalamihiperemi; dalam waktu yang

sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukositpolimorfonuklear ke dalam


ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalambeberapa hari

terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua

selselplasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar

mengandungleukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan

dalam terdapatmakrofag.Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada

vena-vena di korteks dandapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema

otak dan degenerasi neuronneuron.Trombosis serta organisasi eksudat

perineural yang fibrino-purulenmenyebabkan kelainan kraniales. Pada

Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairanserebrospinal tampak jernih

dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.4

F. Diagnosis

Trias gejala klasik dari meningitis bakteri terdiri dari demam, sakit kepala

dan kaku kuduk positif. Gejala tersebut timbul dalam beberapa jam atau dalam 1-2

hari. Studi yang dilakukan pada 696 kasus pada orang dewasa dengan meningitis
bakteri, Van de Beek et al mendapatkan pada 95% pasien memiliki 2 gejala dari 4

gejala: demam, sakit kepala, kaku kuduk, dan status mental yang berubah (Van de

Beek et al, 2006). Adapun gejala lain yang muncul seperti nausea, fotofobia,

malaise, confusion, delirium dan koma. Ketika meningitis bakteri berlangsung,

pasien dari segala usia mungkin akan kejang (30% pada dewasa dan anak-anak,

40% pada neonatus dan bayi). Pada pasien yang yang telah diberi antibiotic, kejang

akan jadi satu-satunya gejala yang muncul, demam dan perubahan status mental

jarang terjadi pada sebagian meningitis yang diobati daripada yang tidak diobati

(Berkhout, 2008)

Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih.

Meningitis yang disebabkan oleh mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan

malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjar parotid sebelum invasi kuman

ke susunan saraf pusat (Jaijakul, 2012). Meningitis yang disebabkan oleh echovirus

ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam,

dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,

leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie

virus yaitu tampak lesi vesikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada

tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan

nyeri punggung (Harsono, 2015)

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau

stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti

gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering

tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun,
mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan

kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,

nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,

halusinasi, dan sangat gelisah (Issebaecher et al, 2012)

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan

gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat

dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda

rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat

tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat.

Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan

kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam

waktu tiga Minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.

(Issebaecher et al, 2012)

Anamnesis

- sakit kepala - anoreksia

- demam mendadak - kejang

- mual muntah - penurunan kesadaran

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan meningeal sign: kaku kuduk, kernig, bruzinski I- IV

a. Kaku kuduk

Pasien tidur terlentang tanpa bantal, kepala digerakkan ke samping

kiri/kanan terlebih dahulu, akan ada tahanan pada pasien meningitis.

Selanjutnya kaku kuduk tidak dapat dilakukan.


b. Brudzinski I

Bersamaan dengan pemeriksaan kaku kuduk, sekaligus melihat gerakan

flexi pada kedua kaki.

c. Brudzinski II

Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan

pada sendi lutut, kemudian tungkai atas difleksikan pada sendi panggul.

Akan timbul gerakan reflektorik berupa fleksi tungkai kolateral pada sendi

lutut dan panggul

d. Brudzinski III

Penekanan pada kedua pipi tepat dibawah ossa xygomatikus, akan disusul

gerakan fleksi reflektorik berupa fleksi pada kedua siku dan gerakan

reflektorik sejenak dari kedua lengan.

e. Brudzinski IV

Penekanan pada simphisis pubis akan disusul timbulnya gerakan reflektorik

pada kedua tungkai pada sendi lutut dan panggul

f. Kernig’s sign

Pada posisi awal fleksikan tungkai atas pada sudut 90̊ terhadap badan dan

fleksikan tungkai bawah 90̊ terhadap tungkai atas, setelah itu kita

ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut. Kurang dari 135̊ pasien

mengeluh nyeri atau ada tahanan atau terdapat fleksi tungkaikolateral. Pada

pasien tidak sadar, responhanya berupa ada tahanan.


Pemeriksaan Penunjang

a. Darah Lengkap

Untuk menunjukan leukositosis polimorfonuklear

b. BUN kreatinin

Untuk indikasi CT scan

c. Pungsi Lumbal

Punksi lumbal adalah tindakan memasukkan jarum LP ke dalam kandung

dura lewat processus spinosus L4-L5 / L5-S1 untuk mengambil cairan otak (liquor

Cerebro Spinalis).

Indikasi :

a. Urgent : ( suspek)

- Meningitis bacterial / TBC.

- Perdarahan subarahnoid.

- Febris dengan kesadaran menurun (sebab tak jelas).

b. Biasa : ( suspek )

- Tumor mielum : sebelum dan sesudah mielografi / caudiografi.

- Sindroma GuillainBarre (bila perlu diulang-ulang + satu minggu).

- Kelumpuhan yang tidak jelas penyebabnya.

Kontra Indikasi :

a. Ada tanda peningkatan tekanan intrakranial (pemeriksaan fundus okuli)

b. Ada infeksi kulit / luka bernanah sekitar tempat LP.


c. Ada deformitas corpus vertebrae di tempat punksi.

d. Ada kelainan soal hemophilia.

e. Tidak ada “inform consent” dari pasien / keluarga.

Alat dan bahan:

 Jarum LP nomor 20 G/ 22G ( 1-2 biji).

 Larutan disenfektan (betadine & alkohol 70 %).

 Kain penutup (dock) steril berlubang (kalau ada ).

 Sarung tangan steril.

 Reagen Nonne – pandy dalam tabung khusus.

 Botol bersih dan kering (2 - 3 buah).

 Kasa steril, lidi kapas steril dan plester.

 Bila ada Lidocain / xylocain 2 %.

Prosedur:

 Alat dipersiapkan oleh perawat dan pasien diberitahu.

 Pasien tidur miring dengan posisi fleksi maksimal pada sendi lutut, panggul dan

lumbal. Untuk mengatur dan mempertahankan posisi, perlu dibantu oleh

perawat.

 Tentukan tempat LP dengan cara : dari atas tarik ke dawah sampai memotong

kolumna vertebralis. Titik perpotongan adalah tempat LP (L4-L5). Apabila

pada tempat tersebut mengalami kesulitan, dapat dikerjakan antara L3-L4.

 Setelah liquor keluar, ambil pemeriksaan :

a. Nonna dan Pandy masing-masing tabung 4 – 5 tetes.


b. Sel, protein, glokosa, dalam botol sebanyak kurang lebih 30

tetes.

 Bila liquor keluar bercampur darah lakukan test 3 tabung.

 Dokter membuat surat permintaan cito pemeriksaan liquor ke laboratorium

 Pasien diobservasi dalam keadaan tidur tengkurap paling sedikit 2 jam sambil

menunggu pemeriksaan liquor.

 Apabila tidak terdapat efek samping LP (sakit kepala, pusing dll), setelah

observasi 2 jam, pasien diperbolehkan pulang ditemani oleh keluarga.

Pengukuran Tekanan LCS

Ukur tekanan LCS dengan cara mengukur tinggi cairan yang mengisi

manometer dalam satuan milimeter air. Normal tekanan LCS adalah 50-

200mm.

Analisis LCS

- Nilai kejernihan dan warna. Normal LCS jernih.

- Mengukur kadar protein

1. Uji Pandy

LCS diteteskan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi 1 ml carbolic acid.

Intepretasi:

Bila kadar protein tinggi didapatkan perubahan warna putih keruh.

2. Uji Nonne

Masukan 0,5 ml LCS ditetskan ke dalam tabung reaksi yang diisi dengan 1

ml larutan ammonium sulfat.

Intepretasi:
Kadar protein tinggi bila didapati cincin putih pada perbatasan antara cairan

ammonium sulfat dan LCS tersebut.

- Sel

Jumlah sel meningkat ( mononuclear atau polinuclear )

- Glukosa

Glukosa menurun pada infeksi TBC dan kokus (bakteri). Pada infeksi virus

glukosa normal

Profil cairan serebrospinal pada infeksi SSP (Davis, 2005)

Opening White Blood Predominate Protein Glucose

Pressure Cells WBC Type (mg/dL) (mg/dL)

(WBCs)/mm3

Meningitis

Viral N 20-1000 Mononuclear ↑(<200mg/dl) N

Bacterial N or ↑ 50-5000 Neutrophils ↑(200- Low

500mg/dl)

Tuberculosis ↑ 50-10.000 Neutrophils ↑(100- Low

or Fungal and 200mg/dl)

lymphocytes
Pemeriksaan Radiologis

 Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala,

bila mungkindilakukan CT Scan.

 Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa

mastoid, sinusparanasal, gigi geligi) dan foto dada.

G. Penatalaksanaan

1. Terapi umum

a. tirah baring total, cegah dekubitus

b. pemberian cairan yang adekuat, terutama pasien shock

c. terapi 5B

Blood: tensi dipertahankan normal

Brain: apabila TIK meningkat diberi manitol/kortikosteroid

Breathing: pernaafasan harus bebas

Bowel: kalori harus dipertahankan sesuai keadaan pasien

Bladder: hindari infeksi kandung kemih

d. Terapi simptomatik: antikonvulsan, analgesik

2. Terapi Spesifik

a. Meningitis Bakterial

Pemberian antibiotik dosis adekuat, larut dalam lemak, dapat menembus

BBB, aktif dalam CSS bersifat asam dan diberikan secara intravena.
b. Meningitis TB

o INH: 10mg/kgBB/hari (maksimum 300mg) selama 6-9 bulan

o Rifampisin: 15-20mg/kgBB/hari (maksimum 600mg) selama 6-9 bulan

o Pirazinamid: 35mg/kgBB/hari (maksimum 2000mg) selama 2 bulan

pertama

o Etambutol: 15-25mg/kgBB/hari (maksimum 2500mg) atau

o Streptomisin: 30-50mg/kgBB/hari (maksimum 1g) selama 2 bulan

c. Meningitis Virus

- Herpes simplex meningitis: asiklovir dengan dosis 10mg/kgBB diberikan

tiap 8 jam.

- Cytomegalovirus meningitis: Ganciclovir 5mg/kgBB/IV setiap 12 jam.


d. Meningitis Fungal

- Cryptococcal meningitis: Amphotericin B 0,7-1 mg/kgBB/hari IV dengan

atau tanpa pemberian Flucytosin 100mg/kgBB oral. Pasien dengan renal

dysfunction diberikan amphotericin B liposome 3-4mg/kgBB/hari.

- Coccidiodes Immitis: Fluconazole 400mg/hari.

- Histoplasma Capsulatum: Liposomal amphotericin B 5mg/kgBB/hari IV.

- Candida species: Amphotericin B 0,7-1 mg/kgBB/hari IV

- Sporothrix schenckii: itraconazole 200mg/hari

 Kortikosteroid 5,8
Pengertian terbaru dalam patogenesis meningitis telah menyebabkan pengujian
beberapa terapi. Terutama di antara tindakan ini adalah penggunaan steroid.
Namun pada eksperimen meningitis menggunakan model binatang
penggunaan steroid dikaitkan dengan penurunan penetrasi antibiotik ke LCS
dan aktivitas bakterisid dari beberapa antibiotik seperti vancomisin. Tetapi data
klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid memberikan manfaat dalam
kasus tertentu karena dapat mengurangi tingkat peradangan. Karena itu
kortikosteroid digunakan sebagai pengobatan tambahan pada meningitis.

Steroid harus diberikan sebelum atau selama pemberian antibiotik.


Penggunaan steroid telah terbukti meningkatkan outcome pada meningitis
tertentu seperti tuberkulosis, H.influenzae, dan pneumokokus.

Dosis dexamethasone untuk meningoensefalitis adalah 0,15 mg/kgBB tiap


dosis tiap 6 jam selama 4 hari tappering off.
 Antikonvulsan7
Anti kejang tidak diberikan secara rutin pada pasien meningoensefalitis, tetapi
diberikan bila terjadi kejang.

- Diazepam : 10 – 20 mg i.v dengan kecepatan pemberian < 2-5 menit atau


per rektal dapat diulang 15 menit kemudian.
- Fenitoin : 15 – 20 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/ menit

H. Prognosis

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme

spesifik yangmenimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput

otak, jenis meningitisdan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik.

Penderita usia neonatus, anak-anakdan dewasa tua mempunyai prognosis

yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkancacat berat dan kematian.

I. Komplikasi

Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis

antara lain:

1. Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau

kelumpuhan.

2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural

karena adanya infeksi oleh kuman.

3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal

yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.

4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak.

5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak

karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian

pada jaringan otak.

7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran

pendengaran.

8. Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya retardasi

mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak

terganggu.

J. Pencegahan meningitis

a. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor

resikomeningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko

dengan melaksanakanpola hidup sehat.

Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi

meningitis padabayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang

dapat diberikan sepertiHaemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal

conjugate vaccine (PCV7),Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV),

Meningococcal conjugate vaccine(MCV4), dan MMR (Measles dan

Rubella).1

Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai

sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaandengan jadwal imunisasi

lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapatmelindungi bayi dari

kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberianimunisasi


vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6

bulansebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di

berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup

diberikan satu dosis. Jenisimunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi

di bawah 2 bulan karena dinilaibelum dapat membentuk antibodi.

Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian

kemoprofilaksis(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup

serumah dengan penderita.2

Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135

dan Y.35meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem

kekebalan tubuh dengancara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian

imunisasi BCG. Hunian sebaiknyamemenuhi syarat kesehatan, seperti tidak

over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang),ventilasi 10 – 20% dari luas

lantai dan pencahayaan yang cukup.

Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak

langsungdengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan

perumahan dan dilingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal.

Meningitis juga dapat dicegahdengan cara meningkatkan personal hygiene

seperti mencuci tangan yang bersihsebelum makan dan setelah dari toilet.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak

awal, saatmasih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal

dapat menghentikanperjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat


dilakukan dengan diagnosis dini danpengobatan segera. Deteksi dini juga

dapat ditingkatan dengan mendidik petugaskesehatan serta keluarga untuk

mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat

dilakukan dengan pemeriksaan fisik,pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan

laboratorium yang meliputi test darah danpemeriksaan X-ray (rontgen) paru

Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota

keluargapenderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk

menemukanpenderita secara dini.4

Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikanantibiotik

yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu :

 Meningitis Purulenta

 Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol,

setofaksim, seftriakson.

 Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim,

penisilin, seftriakson.

 Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim

dan seftriakson.

 Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)

Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang

beratdapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa

prednisondigunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan tekanan

intrakranial danmengobati edema otak.


c. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah

kerusakanlanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada

tingkatpencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan

akibatmeningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap

kondisiyang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk

mengalamidampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan

untuk belajar.

Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan

mengurangicacat.
BAB III

KESIMPULAN

1. Meningitis adalah inflamasi dari meninges ( membran yang mengelilingi otak

dan medula spinalis) dan disebakan oleh organisme bakteri atau jamur.

2. Klasifikasi Meningitis Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan

perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan

meningitis purulenta.

3. Keluhan utama pada penderita meningitis yang sering adalah panas badan

tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.

4. Daignosa yang muncul pada klien meningitis

i. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan

dan edema pada otak dan selaput otak

ii. Risiko peningkatan TiK yang berhubungan dengan peningkatan

volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema screbral.

iii. Ketidakelektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan

akumulasi sekret, penurunan kemampuan battik, dan peruhahan tingkat

kesadaran.

iv. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.

v. Risiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan

dengan ketidak mampuan menelan, keadaan hipermetabolik.

5. Intervensi yang bisa dilakukan pada diagnosa Perubahan perfusi jaringan otak

b.d peradangan dan edema pada otak dan selaput otak


i. Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan

klien berbaring minimal 4 – 6 jam setelah lumbal pungsi.

ii. Monitor tanda – tanda vital dan neurologis tiap 5 – 30 menit.

iii. Melakukan pengukuran MAP

iv. Hindari posisi tunngkai ditekuk atau gerakan – gerakan klien, anjurkan

untuk tirah baring

v. Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati – hati, cegah gerakan yang

tiba – tiba dan hindari fleksi leher

vi. Bantu seluruh aktifitas dan gerakan – gerakan klien.

vii. Kolaborasikan pemberian O2


DAFTAR PUSTAKA

1. Aninditha T, Wiratman W. 2017 Buku Ajar Neurologi. 1st ed. Azmi IN,

Mumfaridah, editors. Jakarta: Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2. Brouwer, M. J., Tunkel. A. R., Van De Beek, D., 2010, Epidemiology,

Diagnosis, and Antimicrobial Treatment of Acute Bacterial Meningitis,Clinical

Microbiology Reviews, American Society for Microbiology.

3. CDC/Centers for Disease Control and Prevention, 2018, Meningitis

https://www.cdc.gov/meningitis/index.html

4. Harsono. 2005. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

5. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL :

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf: 708-16

URL : http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf

6. Lumbantobing S. M. NEUROLOGI KLINIK Pemeriksaan Fisik dan Mental.

2016. Jakarta : FKUI

7. Tidy, Colin, 2012. Encephalitis and Meningoencephalitis.

http://www.patient.co.uk/doctor/EncephalitisandMeningoencephalitis.htm

8. Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503.

URL : http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503

Anda mungkin juga menyukai