PENDAHULUAN
A. Definisi
Epidural hematoma (EDH) didefinisikan sebagai perdarahan ke dalam ruang
potensial antara dura, yang tidak dapat dipisahkan dari periosteum tengkorak, dan
tulang yang berdekatan. EDH dapat terjadi intrakranial atau intraspinal dan dapat
menyebabkan morbiditas yang signifikan secara klinis dan atau kematian jika tidak
segera didiagnosis dan diobati. Hematom epidural terjadi secara akut dan biasanya
disebabkan oleh perdarahan arteri yang mengancam jiwa. 1,2
Anatomi Meninges
b. Arachnoidea mater
Arachnoidea mater merupakan membran yang halus dan bersifat impermeabel,
yang menutupi otak dan terletak diantara piamater dibagian dalamnya dan
duramater dibagian luar. Arachnoidea mater dipisahkan dari duramater oleh ruang
potensial (ruang subdural) yang terisi oleh selapis cairan, dipisahkan dari piamater
oleh ruang subarakhnoid yang berisi cairan serebrospinal. Permukaan luar dan
dalam arakhnoid dilapisi oleh sel-sel mesotelial yang gepeng.3,10
Arakhnoid menjembatani antar sulcus pada permukaan otak, serta pada tempat-
tempat tertentu arakhnoid dan piamater terpisah agak lebar untuk membentuk
cisternae subarachnoidea. Cisterna cerebellomedullaris terletak diantara permukaan
inferioer cerebellum dan atap ventriculus quartus. Cisterna interpeduncularis
terletak diantara keduan pedunculus cerebri. Semua cisterna berhubungan bebas
antara satu dengan yang lain dan dengan ruang subarakhnoid lainnya.3,10
Di daerah tertentu, arakhnoid menonjol ke dalam sinus venosus untuk
membentuk villi arachnoidea. Villi arachnoidea paling banyak terdapat disepanjang
sinus sagittalis superior. Kumpulan villi arachnoidea disebut granulationes
arachnoidea. Villi arachnoidea berfungsi sebagai tempat difusi cairan serebrospinal
ke dalam aliran darah.3,10 Arachnoid dihubungkan dengan piamater dan melintas
ruang subarakhnoid yang berisi cairan dengan bantuan benang-benang halus
jaringan fibrosa.3,15
Struktur-struktur yang berjalan menuju dan dari otak ke kranium atau
foraminannya yang harus melalui ruang subarakhnoid. Seluruh arteri serebri dan
venanya terletak di dalam ruang subarachnoid, demikian pula dengan saraf-saraf
cranial. Arakhnoid menyatu dengan epinerium saraf di tempat keluar dari saraf
tersebut dari rongga tengkorak. Pada nervus opticus, arakhnoid membentuk
selubung saraf ini, yang membentang ke dalam rongga orbita melalui canalis
opticus dan menyatu dengan sklera bola mata. Dengan demikian, ruang
subarkhnoid terbentang di sekitar nervus opticus hingga ke bola mata.
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh plexus choroideus di dalam ventriculus
lateralis, ventriculus tertius, dan ventriculus quartus. Cairan ini keluar dari system
ventricular atau melalui tiga buah foramina di atap ventriculus quartus, lalu masuk
ke dalam ruang subarachnoid. Selanjutnya, cairan ini mengalir ke atas di atas
permukaan hemispherium cerebri dan ke bawah di sekitar medulla spinalis. Ruang
subarachnoid spinal membentang ke bawah sampai sejauh vertebrae sacralis II.
Akhirnya, cairan serebrospinal masuk ke dalam aliran darah melalui villi
arachnoidales dan berdifusi melalui dindingnya.3,10
Selain berfungsi mengeluarkan produk sisa hasil aktivitas neuron, cairan
serebrospinal merupakan suatu medium cair tempat otak mengapung di dalamnya.
Mekanisme ini melindungi otak dari trauma secara efektif. Selain itu, saat ini cairan
serebrospinal juga dianggap berperan di dalam transportasi hormon.3,15
c. Piamater
Piamater adalah membrane vascular yang diliputi oleh sel-sel mesotelial yang
gepeng. Struktur ini melekat erat pada otak, menutupi gyrus-gyrus, dan turun
hingga mencapai bagian sulcus yang mencapai bagian sulcus yang paling dalam.
Lapisan ini meluas keluar hingga mencapai saraf cranial dan menyatu dengan
epineriumnya. Arteri cerebri masuk ke dalam jaringan otak setelah di bungkus oleh
piamater.3,10
Piamater membentuk tela choroidea di atap ventriculus tertius dan quartus, dan
bergabung dengan ependyma untuk membentuk plexus choroideus di ventriculus
lateralis, tertius, dan quartus di dalam otak.3,10
B. Etiologi
Sumber perdarahan dapat berupa arteri, vena, atau keduanya. Dalam
kompartemen supratentorial, perdarahan timbul 50% pada arteri meningeal media,
33% pada vena meningeal media, 10% pada sinus vena dural, dan sumber-sumber
perdarahan lainnya, termasuk 7% dari perdarahan garis fraktur. Hematoma yang
paling epidural di fossa posterior adalah karena perdarahan sinus vena dural.
Hematoma epidural terletak di daerah temporal (biasanya di bawah squamous
fraktur tulang temporal) dalam 70 persen kasus, 15% pada daerah frontal, 10% pada
daerah parieto-oksipital, dan 5% pada parasagital atau di fossa posterior. Epidural
hematoma disebakan oleh cedera kepala traumatis, biasanya terkait dengan patah
tulang tengkorak dan laserasi arteri.3,4
C. Klasifikasi
Klasifikasi Trauma kapitis
Klasifikasi Trauma kapitisBerdasarkanLokasi Anatomi6
Berdasarkanlokasianatomi Trauma kapitisdigolongkandalamduabagianyaitu :
Trauma kapitis yang tidakmembutuhkantindakanoperasi craniotomy dan Trauma
kapitis yang membutuhkantindakanoperasi craniotomy.
1. Trauma kapitis yang tidakmembutuhkantindakanoperasi craniotomy
Trauma kapitis yang tidakmembutuhkantindakanoperasi craniotomy adalah:
o Komosioserebriyaitudisfungsi neuron otaksementara yang disebabkanoleh
trauma kapitistanpamenunjukkankelainanmakroskopisjaringanotak
o Kontusioserebri (memarotak) yaitu trauma kapitis yang
menimbulkanlesiperdarahanintersinialpadajaringanotaktanpaterganggunya
kontinuitasjaringanotakdandapatmengakibatkangangguanneurologis yang
menetap
2. Trauma kapitis yang membutuhkantindakanoperasi craniotomy
Trauma kapitis yang membutuhkantindakanoperasi craniotomy adalah :
o Hematoma epidural adalahperdarahandalamruangantara tabula
internakraniidenganduramater. Padaanak-
anakduramatermelekatpadadindingperiosteumkraniumsedangkanpadadewa
saduramater paling lemah di daerah temporal
o Hematoma subdural adalahperdarahan yang
terjadiantaraduramaterdanaraknoid, biasanyasering di daerah frontal,
parientaldan temporal.
o Hematoma subdural iniseringbersamaandengankontusioserebri
o Hematoma
intraserebraladalahperdarahandalamjaringanotakkarenapecahnyaarteri
yang besar di dalamjaringanotak, sebagaiakibatdari trauma kapitisberat
o Higroma (Hidroma) subdural
adalahpenimbunancairandiantaraduramaterdanaraknoid.
Higromainiseringterjadi di daerah frontal dan temporal
o Hematoma serebriadalahmassadarah yang mendesakjaringan di
sekitarnyaakibatrobeknyasebuaharteri, biasanyaterjadi di
dalamserebelumdandiensefalon
o Frakturkraniiterbukaadalahfrakturpadadasartengkorakdanjaringanotak
yang biasanyadisebabkanoleh trauma kapitisberat.
Penderitabiasanyamasukrumahsakitdengankesadaranmenurun,
bahkanseringdalamkeadaankomadalambeberapaharidanbilapenderitasiuma
nseringterjadi amnesia
BAB II
PATOMEKANISME
Pada kerusakan vascular otak dapat terjadi perdarahan pada ruang ekstradural
atau epidural (antara dura endosteal dan tulang tengkorak), ruang subdural (antara
dura meningeal dan araknoid), ruang subaraknoid (antara araknoid dan piamater),
atau di bawah piamater ke dalam otak sendiri. Pukulan keras pada daerah
parietotemporal kepala menyebabkan cedera arteri meningea media, yang
merupakan penyebab tersering hematoma ekstradural.5,6
Perdarahan epidural (ekstradural) disebabkan oleh cedera pada arteri atau vena
meningea. Pars anterior arteri meningea media adalah arteri yang paling sering
mengalami kerusakan. Suatu benturan yang relatif ringan di sisi kepala
menyebabkan fraktur pada tengkorak di daerah anteroinferior os parietale dan dapat
merusak arteri ini. Cedera arteri atau vena terjadi terutama jika pembuluh-pembuluh
masuk ke dalam canalis tulang di daerah ini menimbulkan perdarahan dan
terlepasnya lapisan meningeal duramater dari permukaan dalam tengkorak.7
Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri
meningea media yang masuk didalam tengkorak melalui foramen spinosum dan
jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os temporal. Perdarahan
yang terjadi menimbulkan hematoma epidural. Desakan oleh hematoma akan
melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematoma
bertambah besar.8
Tingkat kematian dilaporkan berkisar 5-43%. Tingkat yang lebih tinggi
berhubungan dengan berikut:9
1. Usia lanjut
2. Lesi intradural
3. Peningkatan volume hematoma
4. Pengembangan klinis cepat
5. Kelainan pupil
6. Peningkatan tekanan intrakranial ( ICP )
7. Penurunan koma Glasgow skala ( GCS )
Tingkat mortalitas pada dasarnya nihil untuk pasien tidak dalam keadaan koma
sebelum operasi dan sekitar 10% untuk pasien tidak sadar dan 20 % untuk pasien
dalam keadaan koma yang mendalam.9
BAB III
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Epidural hematoma pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda. Baru
setelah hematoma bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan
tekanan intracranial. Penderita akan mengalami sakit kepala, mual, dan muntah
diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting adalah
pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran
pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang ada pada permulaan masih
positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia.
Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral
juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi
cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Ciri khas hematom epidural murni
adalah terdapatnya interval bebas antara saat terjadinya trauma dan tanda pertama
yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam.Jika hematoma epidural
disertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat,
sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.11
Pada pendarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur
linear ataupun stellata, manifestasi neurogenic akan terjadi beberapa jam setelah
trauma kapitis. Gejala yang sangat menonjolialah kesadaran yang menurun secara
progresif. Pupil pada sisi pendarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian
menjadi lebar dan tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya. Gejala-gejala
respirasi yang biasa timbul berikutnya, mencerminkan tahap-tahap disfungsi
rostrokaudal batang otak. Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa
dijumpai hemiparesis atau serangan epilepsi fokal. Hanya dekompresi bisa
menyelamatkan kehidupan.12
B. Pemeriksaan Fisik
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura
meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang
arteri meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang
tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal
atau oksipital.11
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar.11
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.11
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteri yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.8
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong
kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul
tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.11
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini
selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena
lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom.
Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural
hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien
langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.11,38
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf
karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura
sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans
dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh
nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di
rawat dan diperiksa dengan teliti.11
C. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan Scan Computer Tomografi Otak (CT Scan)
Hematom epidural yang kadang sulit dibedakan dari subdural, mempunyai ciri
gambaran khas berupa bikonveks atau lentikuler (ada perlekatan yang erat antara
dura dengan tabula interna tulang sehingga hematom ini mejadi terbatas).Hematom
subdural lebih cenderung lebih difus dibandingkan dengan hematom epidural di
atas dan mempunyai tampilan batas dalam yang konkav sesuai dengan permukaan
otak. Perbedaan gambaran scan computer tomografi otak antara lesi akut, subakut,
dan kronis agak sulit. Kebanyakan hematom berkembang setelah terjadi cedera,
tetapi ada juga yang baru timbul kemudian (sampai 1 minggu). Tampilannya berupa
lesi hiperdens dan dikelilingi oleh zona yang hipodens (edema).15
BAB IV
TATA LAKSANA
A. Persiapan
1. Fase Pre-Rumah Sakit
Pada fase pre-rumah sakit titik berat diberikan pada penjagaan airway, kontrol
perdarahan dan syok, imobilisasi penderita dan segera ke rumah sakit terdekat yang
fasilitas cocok, dan sebaiknya ke suatu pusat trauma yang diakui.14
2. Fase Rumah Sakit
Harus direncanakan sebelum penderita tiba.Sebaiknya ada ruangan/daerah
khusus untuk resusitasi. Perlengkapan airway (laringoskop, endotracheal tube dsb)
sudah dipersiapkan, dicoba, dan diletakkan ditempat yang mudah terjangkau.
Cairan kristaloid (misalnya Ringers lactate) yang sudah dihangatkan disiapkan dan
diletakkan pada tempat yang mudah dicapai. Perlengkapan monitoring yang
diperlukan sudah dipersiapkan. Suatu sistem pemanggilan tenaga medik tambahan
sudah harus ada, demikian juga tenaga laboratorium dan radiologi.14
B. Triase
Triase adalah cara penilaian penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber
daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas ABC (Airway dengan kontrol
vertebra servikal, Breathing, dan Circulation) dengan kontrol perdarahan.14
Dua jenis keadaan triase dapat terjadi :14
1. Multiple Casualities
Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak
melampaui kemampuan rumah sakit.Dalam keadaan ini penderita dengan masalah
yang mengancam jiwa dan multitraumaakan dilayani terlebih dahulu.
2. Masss Casualities
Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampaui
kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu
adalah penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan
waktu, perlengkapan dan tenaga paling sedikit.
Interpretasi :18
Nilai tertinggi : E + M + V = 13 - 15 (responsiveness)
Nilai sedang : E + M + V = 9 - 12
Nilai terendah : E + M + V = 3 - 8 (coma)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi:19
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
D. Primary survey
Penilaian keadaan penderita dan prioritas tetapi dilakukan bedasarkan jenis
perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma.Pada penderita yang
terluka parah tetapi diberikan berdasarkan prioritas.Tanda vital penderita harus
dinilai secara cepat dan efisien. Proses ini berusaha mengenali keadaan yang
mengancam nyawa terlebih dahulu dengan berpatokan pada Airway,
Breathing, Circulation (ABC). Bila ditemukan keadaan yang mengancam jiwa,
maka harus diresusitasi saat itu juga.14
1. Airway
Pemeriksaan
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas.Ini meliputi
pemeriksaan adanya sumbatan jalan napas yang dapat disebabkan benda asing,
adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea/larings. Harus diperhatikan
pula secara cermat mengenai kelainan yang mungkin terdapat pada vertebra
servikalis dan apabila ditemukan kelainan, harus dicegah gerakan yang
berlebihan pada tempat ini dan diberikan alat bantu. Pada penderita yang dapat
berbicara, dapat dianggap jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian
ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.14
Look, listen, and feel diawali dengan mendekatkan telinga ke mulut dan
hidung penderita sambil menjaga jalan napas tetap terbuka. Kemudian pada
saat yang sama mengamati dada penderita.14
1. Lihat (Look). Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh
kekurangan oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit
sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan
yang apabila ada merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.14
2. Dengar (listen). Adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi
(napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur
(snoring), berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing sound, stridor) mungkin
berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring. Penderita yang
melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami hipoksia
dan tidak boleh dianggap karena keracunan/mabuk.14
3. Rasakan (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea ada
ditengah. Juga merasakan adanya atau tidaknya hembusan nafas penderita.14
Gambar3.4 Look, Listen and Feel20
a. Permasalahan
Adanya suara nafas tambahan (noisy breathing) menunjukkan suatu
sumbatan airway parsial yang mendadak dapat berubah menjadi total. Tidak
adannya pernafasan menunjukkan bahwa sumbatan total telah terjadi. Apabila
tingkat kesadaran menurun, deteksi sumbatan airway menjadi lebih sulit.
Adanya dispnea mungkin hanya satu-satunya bukti adanya sumbatan airway
atau cedera trakheobronkhial.14
Obstruksi jalan nafas merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat
dibandingkan gangguan breathing dan circulation.Lagipula perbaikan breathing
tidak mungkin dilakukan bila tidak ada airway yang paten. Obstruksi jalan nafas
dapat berupa obstruksi total atau parsial.21
Pada obstruksi total mungkin ditemukan penderita masih sadar atau dalam
keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan
tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal
laring. Bila obstruksi total timbul perlahan maka akan berawal dari obstruksi
parsial yang kemudian menjadi total.21
1. Bila Penderita masih Sadar
Penderita akan memegang leher dalam keadaan sangat gelisah. Sianosis
mungkin ditemukan dan mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun tidak ada
ventilasi). Penanganannya adalah chest thrust atau abdominal thrust
menggunakan Heimlich Manouvere. Tindakan Heimlich dapat dilakukan
dengan merangkul korban dari belakang dan meletakkan kepalan tinju pada ulu
hati korban (abdominal thrust) atau pada dada (chest thrust), kemudian dengan
tangan lainnya menekan tinju tersebut kearah superior dan posterior.
Kontraindikasi abdominal thrust adalah kehamilan tua dan bayi serta dewasa
gemuk. Jika penderita adalah bayi/dewasa gemuk maka untuk mengeluarkan
benda asing tersebut dilakukan chest thrust, back slaps, atau back blow. Pada ibu
hamil sebaiknya menggunakan back blow atau back slap yaitu dengan menepuk
atau memukul punggung pada pertengahan daerah diantara kedua scapula.21
2. Bila Penderita ditemukan Tidak Sadar
Tidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja.Pada saat melakukan
pernapasan buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan) terhadap ventilasi.
Dalam keadaan ini harus ditentukan dengan cepat adanya obstruksi total dengan
sapuan jari ke dalam faring sampai di belakang epiglottis. Apabila tidak berhasil
mengeluarkan dengan Finger Sweep dan tidak ada perlengkapan sesuai maka
terpaksa dilakukan Abdominal Thrust atau chest thrust dalam keadaan penderita
berbaring. Tindakannya berupa menekan diafragma atau dada kearah superior
dan posterior secara berulang-ulang sehingga menghasilkan batuk buatan/
sumbatan keluar.21
Pada obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya
penderitanya masih bisa bernafas sehingga timbul berbagai macam suara,
tergantung penyebabnya:21
Penanganan
1. Penanganan tanpa Alat
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dengan dalam posisi terlentang dan
horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala
pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan
drainase lendir, cairan muntah atau benda asing.14
Keluarkan semua benda asing yang terlihat atau muntahan dari mulut,
keluarkan cairan dari mulut dengan memakai jari-jari yang dibungkus
dengan sarung tangan atau dibungkus selembar kain.14
2. Breathing
Pemeriksaan
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas.Ini meliputi
pemeriksaan adanya sumbatan jalan napas yang dapat disebabkan benda
asing, adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea/larings. Harus
diperhatikan pula secara cermat mengenai kelainan yang mungkin
terdapat pada vertebra servikalis dan apabila ditemukan kelainan, harus
dicegah gerakan yang berlebihan pada tempat ini dan diberikan alat
bantu. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap jalan napas
bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap
dilakukan.14
Look, listen, and feel diawali dengan mendekatkan telinga ke mulut
dan hidung penderita sambil menjaga jalan napas tetap terbuka.
Kemudian pada saat yang sama mengamati dada penderita.14
1. Lihat (Look). Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kekurangan oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya
retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada
merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.14
2. Dengar (listen). Adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara
mendengkur (snoring), berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing
sound, stridor) mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada
faring atau laring. Penderita yang melawan dan berkata-kata kasar
(gaduh gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh
dianggap karena keracunan/mabuk.14
3. Rasakan (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah
trakea ada ditengah.Juga merasakan adanya atau tidaknya hembusan
nafas penderita.14
Pemeriksaan
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca-trauma yang
mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah
sakit.Suatu keadaan hipotensi pada pasien trauma harus dianggap
disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya. Dengan
demikian diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik.14
Pemeriksaan pada circulationadalah :
1. Dapat mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal14
Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka.
2. Mengetahui sumber perdarahan internal14
Sumber perdarahan internal (tidak terlihat) adalah perdarahan rongga
toraks, abdomen, sekitar fraktur tulang, retro-peritoneal atau fraktur
pelvis.
3. Tingkat kesadaran14
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan
mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik; pasien yang
sadar belum tentu normo-volemik)
4. Nadi 34
Pemeriksaan sistem sirkulasi darah (Circulation) dilakukan dengan
menilai adanya pulsasi arteri femoralis atau arteri karotis (kiri-
kanan).Pemeriksaan ini maksimal dilakukan selama 5 detik.Tidak
ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
dipelukannya resusitasi segera untuk memperbaiki volume dan
cardiac output.
5. Warna kulit34
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia.Pasien trauma
yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas,
jarang yang dalam keadaan hipovolemia.Sebaliknya wajah pucat
keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat merupakan tanda
hipovolemia.
Permasalahan
Harus berhati-hati pada kelompok umur muda, tua, atlit dan
pemakaian obat-obatan tertentu, karena penderita tidak bereaksi secara
normal.14
1. Orang tua walaupun dalam keadaan sehat, sulit untuk meningkatkan
denyut jantung dalam keadaan hipovolemia. Akibatnya adalah bahwa
takikardia mungkin tidak terlihat pada orang tua walaupun sudah
hipovolemia. Pada oran tua sering tidak ada hubungan antara tekanan
darah dengan curah jantung.
2. Anak kecil mempunyai cadangan fisiologis yang besar. Bila jatuh
dalam keadaan syok, akan berlangsung tiba-tiba dan katastrofik.
3. Atlit juga mempunyai cadangan fisiologis yang besar, lagipula
biasanya dalam keadaan bradikardia dan mungkin tidak ditemukan
takikardia walaupun sudah hipovolemia.
4. Kerapkali anamnesis yang meliputi AMPLE (dibicarakan dalam
survay sekunder) tidak dilakukan sehingga tim trauma tidak sadar
akan pemakaian obat-obatan tertentu.
a. Penanganan
Supaya RJP yang dilakukan efektif dan mencegah cedera yang serius
pada korban maka kompresi dada eksternal harusdilakukan pada titik
kompresi RJP. Yang harus diperhatikan adalah :19
1. Menentukan Titik Kompresi.
2. Posisikan diri Anda berlutut disamping korban.
3. Gunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan Anda untuk menentukan
batas bawah dari sangkar costa.
4. Jika sudah Anda dapatkan, gerakkan jari Anda menelusuri lengkung
costa sampai ke takik pada ujung sternum (proc. Xiphoideus).
5. Letakkan jari tengah Anda di atas atau pada takik dan jari telunjuk di
sebelah atasnya.
6. Letakkan tumit tangan Anda yang lain (tangan yang dekat dengan
kepala korban) di atas sternum, di sebelah atas jari telunjuk.
7. Angkat jari-jari Anda dari takik dan letakkan tangan tersebut di atas
tangan yang lain pada dada
1. Epidural hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi diantara tulang
dan lapisan duramater.
2. Hematoma yang terjadi di ruang epidural (epidural hematom) merupakan suatu
akibat serius dari cedera kepala dengan angka mortalitas tinggi sekitar 50%.
Hematoma ini paling sering terjadi di daerah parietotemporal akibat robekan A.
Meningea media.
3. Pasien dengan epidural hematoma mengalami hilang kesadaran singkat setelah
trauma kepala, di ikuti interval lusid dan kemunduran neurologik.
4. Elevasi kepala 30o dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurangi tekanan
intrakranial (TIK) dan meningkatkan drainase vena.
5. Primary survey mengevaluasi dan mengelolah airway(jalan napas), breathing
(pernafasan), circulation (sirkulasi).
6. Pemeriksaan airway dengan mengenali ada tidaknya sumbatan jalan napas
dapat dilakukan dengan cara lihat (look), dengar (listen), dan
rasakan(feel).Pengelolaan gangguan pada jalan napas meliputi:
a. Chest thrust, abdominal thrust and back blow
b. Head tilt,Chin lift, jaw thrust
7. Pemeriksaan Breathing untuk melihat adekuatnya nafas atau tidakdapat
dilakukan dengan cara lihat (look), dengar (listen), dan rasakan(feel).Pemberian
ventilasi dengan:
a. mouth to mouth
b. mouth to nose
c. mouth to mask
8. Pemeriksaan sirkulasi dengan melihat tanda-tanda vital dan penanganan
sirkulasi dengan CPR dengan rasio 30:2 (compression:ventilasi).
9. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis Epidural
Hematom yaitu: Computer Tomography (CT-Scan) dan Magnetic
resonanceImaging (MRI).
10. Terapi pada pasien dengan Epidural Hematoma:Medikamentosa (menurunkan
tekanan intra kranial) dan Operatif (dekompresi dan kraniotomi).
11. Komplikasi yang dapat terjadi berupa, defisit neurologis, kejang dan cedera
otak permanen serta kematian apabila tidak ditangani dengan baik.
BAB VII
AYAT-AYAT AL-QURAN BERKAITAN EPIDURAL HEMATOM
32. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa : barang
siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang
lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi ini, maka seakan-akan
dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya.Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul
Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak
diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi.