Meninges berfungsi untuk melindungi otak atau medulla spinalis dari benturan atau pengaruh gravitasi. Fungsi ini
diperkuat oleh LCS yang terdapat dalam spatium subarachnoidea.
Meninges terdiri dari:
A. Duramater
Dura = keras, mater = ibu
Merupakan pembungkus SSP plaing luar yang terdiri dari jaringan ikat padat. Dalam otak
membentuk 5 sekat:
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebelli
3. Falx cerebelli
4. Diphragma sellae
5. Kantung Meckelli
Ditempat tertentu, antara lapisan luar dan dalam dura terbentuk ruang yaitu sinus (venosus) duraematris
yang termasuk dalam sistem pembuluh darah bail.
Berdasarkan bagian SSP yang dibungkusnya, dibedakan atas:
1)
Duramater Encephali
1.
2.
2)
Lapisan dalam
Menghadap ke arachnoidea
Dilapisi mesotel (sama dengan mesotel pleura, pericardium pars serosa dan
peritoneum). Menghasilkan serosa yang berfungsi untuk lubrikasi permukaan dalam
duramater dengan permukaan luar arachnoid sehingga gesekan keduanya dapat
diredam dan mencegah kerusakan
Lanjut menjadi lapis dalam duramater spinalis
Antara duramater dengan arachnoid terdapat cavum subdura, mengandung:
Cairan serosa untuk meredam
Bridging nein menghubungkan antara vena cerebri superior ke sinus sagitalis
superior
Duramater spinalis
ASPEK KLINIS
Tambahan:
Kulit kepala yang melekat pada tengkorak merupakan jaringan ikat padat fibrosa yang dapat bergerak dengan
bebas disebut galea aponeurotika yang membantu meredam kekuatan trauma eksternal.
Diatas galea terdapat lapisan membran, yang mengandung pembuluh darah, lapisan lemak, kulit dan rambut.
Antara galea dan permukaan luar tengkorak terdapat ruang subaponeurotika yang berisi V. Diploika dan V.
Emisaria yang bertindak sebagai suatu pengaman apabila terjadi peningkatan intrakranial. Vena ini juga
merupakan temoat potensial untuk infeksi intrakranial.
B. Arachnoidea
Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak meliputi seluruh
susunan saraf sentral, otak, dan medulla spinalis. Arachnoidea berada dalam balon yang berisi cairan.
Ruang sub arachnoid pada bagian bawah serebelum merupakan ruangan yang agak besar disebut
sistermagna. Ruangan tersebut dapat dimasukkan jarum kedalam melalui foramen magnum untuk
mengambil cairan otak, atau disebut fungsi sub oksipitalis.
1) Arachnoidea Encephali
Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita-pita fibrotik halus : TRABEKULA
ARACHNOIDEA
Pada beberapa tempat menonjol ke sinus daramater : VILLI ARACHNOIDEA
2) Arachnoidea Spinalis
Struktur sama dengan arachnoidea encephali
Ke kranial melalui foramen occipetale magnum lanjut mejdai arachnoidea encephali
Kaudal ikt membentuk filum terminale
3) Cavum subarachnoidea encephali
C.
Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Piameter berhubungan dengan
arachnoid melalui struktur jaringan ikat. Tepi flak serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus
sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium memisahkan serebrum dengan
serebelum (Willson, 2006).
1) Piamater Encephali
Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebelum termasuk sulci dan gyri
2) Piameter spinalis
VENTRICULUS
Terdiri dari :
1.
Ventrikulus lateralis
Berbentuk huruf C panjang dan menempati hemisphareum cerebri
Berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen interventricular(Monroi) yang terletak di bagian
depan dinding medial ventrikulus.
Dibedakan :
Corpus : dalam lobus parietalis
Cornu anterior (cornu frontalis)
Cornu posterior (cornu occipitalis)
Cornu inferior (cornu temporalis)
Atrium s. Trigonus : bagian yang terletak dekat splenulum
2.
Ventrikulus tertius
Antara dua thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui aquaeductus cerebri
(Sylvii)
3.
Ventrikulus quartus
Antara pons, medula oblongata bagian atas dengan cerebellum.
Kebawah melanjutkan diri ke canalis centralis di dalam medula spinalis.
Keatas ke cavum subarachnoidea melalui 3 lubang diatas ventriculus quartus yaitu 1 foramen
magendi dan 2 foramen luscka
4.
Ventrikulus terminalis
Ujung paling bawah caudalis sentralis yang sedikit melebar
LCS
ASPEK KLINIS
Jika terjadi sumbatan terjadi di hub venticuli cerebri bisa terjadi bendungan LCS dalam sistem ventrivuli
hidrocephalus
Lumbal punksi(Dx LCS spinalis) di linea mediana posterior antara Proc.spinosi VL 3 dan VL 4. Tusukan
ini tidak akan mencederai medula spinalis karena medula spinalis berakhir setinggi VL 1 atau VL 2
Sisterna punksi(Dx LCS otak) jarum ditusuk diantara atlas dan os.occipitalis sehingga mencapai
cisterna cerbeloomedularis cisterna magna
Anastesi spinalis utk memblok rasa sakit yang disarafi Nn.spinales lumbales et sacrales. Cairan
anastesi dimasukkan ke cavum subarachnoidea spinalis
1.2 Mikro
MENINGES
1. Duramater
Terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar atau disebut juga lapisan endosteum merupakan
jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan saraf. Lapisan dalam atau lapisan fibrosa kurang
mengandung pembuluh darah, dilapisi epitel selapis gepeng di mesoderm.
2.
Arachnoid
Membran tipis, halus non vaskuler yang melapisi dura
3.
Membran arachnoid dan trabekulanya, tersusun dari serat-serat kolagen halus dan serat elastis
Semua permukaan dilapisi oleh lapisan yang kontinyu terdiri dari epitel selapis gepeng.
Piamater
Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari anyaman-anyaman jaring serat kolagen, yang
berhubungan dengan arachnoid dan lebih nayat pada medulla spinalis. Lapisan dalam terdiri dari serat-serat
retikular dan elastin yang halus, lapisan tersebut memberi septum median posterior yang fobrosa ke dalam
subtansia medulla spinalis. Permukaan piamater tertutup epitel selapis gepeng, yang melanjutkan diri
menjadi sel-sel yang melapisi jaringan arachnoid.
VENTRIKULUS
Sel ependim Melapisi dinding rongga ventriculus di otak dan kanalis sentralis medula spinalis
Plexus Choroidalis Mrp lipatan2 invaginasi piamater yg menembus ventrikel. Tdd jar. Peny. Piamater,
dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau torak rendah yg berasal dr neural tube.Menghasilkan cairan
cerebrosipnalis (LCS)
2.
Definisi
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan
otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar.
Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan
serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik
ekstra sel maupun intra sel.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan
serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan,
sirkulasi dan absorpsi.Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan
serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan
cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk
evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit.Pemeriksaan cairan
serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa,
mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.
Komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS)
Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel.CSS hampir meyerupai
ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, Cairan, glukosa yang lebih kecil
dankonsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi.Ph CSS lebihrendah dari darah.
Perbandingan komposisi normal cairan serebrospinal lumbal dan serum
CSS
Osmolaritas
295 mOsm/L
Natrium
138 mM
Klorida
119 mM
PH
7,33
Tekanan CONCUSSION
6,31 kPa
Glukosa
3,4 mM
Total Protein
0,35 g/L
Albumin
0,23 g/L
Ig G
0,03 g/L
Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS)
Serum
295 mOsm/L
138 mM
102 mM
7,41 (arterial)
25,3 kPa
5,0 mM
70 g/L
42 g/L
10 g/L
Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh darah kapiler
dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel
ependim, yang menonjol ke ventrikel.Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk seperti daun
pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction
pada sisi aspeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma diantaranya. Ditengah
villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata).Inilah yang disebut sawar darah LCS.
Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan dengan berat molekul
besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif.
Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena
tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik
aktif.
Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natriumdipompa/disekresikan secara aktif
oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik
ion-ion bermuatan negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron
sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam
plasma.Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran
khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik anhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan
mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi
dgnbantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat
menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion
campuran seperti glukosa, asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki CSS
secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor
transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan
spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS.
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke CSS dgnmekanisme
transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan
jaringan otak juga terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak
tergantung pada konsentrasinya dalam serum.
Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na
berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah
ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga sebaliknya.Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan
intervena cairan hipotonik dan hipertonik.
Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di dasar tiap
ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan
oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum
saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik.
CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui
aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen
ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler
medial (foramen magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem
ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarakhnoid sekeliling medula spinalis
sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS
mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan
atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni)
pada dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan
hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam
aliran darah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana
semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow.
CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah
yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu
memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya.
Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling pembuluh darah
membawa juga selaput piametr disamping selaput arakhnoid.Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara
cairan ekstraselluler dan css dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel
sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid.Pada kedalaman sistem saraf
pusat, lapisan pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan
kapiler.
a. Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna: kuning,santokhrom, cucian daging,
purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein. Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam
perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan
jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar.
Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan
serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.
b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan terhadap absorpsi melalui villi
arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka
tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan
serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerahh lumbal, siterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita
duduk tekanan cairan serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang
subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang serebrospinalis. Pada
pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik padaperubahan nadi dan respirasi, juga akan
berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk.
Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt yaitu dengan
penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena jugularis akan meninggikan tekanan
10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit
sekali peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang
bisa disebabkan oleh karena peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau
penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri. Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat
menyebabkan pelebaran ven dan hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan
hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari
ventrikel ke ruang subarakhnoid tidak terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan
subarakhnoid, trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana viscositas CSS meningkat danproduksi
CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau
pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau
penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for. Monroe. Kelainan
tersebut bis aberupa kelainan bawaan atau didapat.
c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel polymorphonuklear saja, Sel
leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin
dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis,
pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan
antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung
memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding dengan yang meningitis
aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik
jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan
telah terjadi rupture dari abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel
memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L.
monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit
lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi
tubuh terhadap benda asing.
d. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat bervariasi di dalam susunan
saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang
subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum
adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi
membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan
serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa
cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum pada
proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan
sering juga ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau
meningitis zat khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rhematoid mungkin
juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump, limphostic
khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.
e. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-25 mg% dan pada
daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih
dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang
ekstrim lebih dari
1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang menunjukkan
tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah
otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah
otak hilang biasanya terjadi pada keadaan peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor,
reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan
serebrospinal, misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin cairan
serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor
intra kranial dan
penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE
(sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna
sedikit, bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.
f. Elektrolit
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar
elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdpat
penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.
g. Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat perubahan osmolaritas
darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.
h. PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik alkalosis. PH cairan
serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3
adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik,
dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.
Volume LCS yang diperlukan untuk pemeriksaan antara 15 sampai 20 ml dan dibagi dalam 3 buah tabung steril :
1. Tabung pertama untuk analisa kimia, serologi, dan pemeriksaan khusus misalnya imunologi.
2. Tabung kedua untuk analisa bakteriologi.
1.
2.
3.
4.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam adalah
cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam ataudimana demam mendadak tinggi karena
infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
3.3 Klasifikasi
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Livingstone), yaitu:
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut :
- umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
- kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
- kejang bersifat umum
- kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
- pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
- pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
- frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut :
- biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
- fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24 jam).
- anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang
dalam riwayat keluarga.
meningkat karena aktifitas otot dan menyebabkan metabolisme otak meningkat. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme.
Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa. Sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh
membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan
potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atpase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan
patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
o
Pada demam, kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20
%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya
sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut
neurotransmitter dan terjadi kejang.
o
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 Cdan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru
0
terjadi pada suhu 40 C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya
kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang
tidak teratur dan makin meningkatny asuhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
2.
Adanya infeksi di luar susunan saraf pusat (misalnya tonsillitis, tonsilofaringitis, otitis media akut,
pneumonia, bronkhitis, infeksi saluran kemih). Gejala klinis berdasarkan etiologi yang menimbulkan
kejang demam.
3. Serangan kejang (frekuensi, kejang pertama kali atau berulang, jenis/bentuk kejang, antara kejang sadar
atau tidak,berapa lama kejang, riwayat kejang sebelumnya (obat dan pemeriksaan yang didapat, umur),
riwayat kejang dengan atau tanpa demam pada keluarga, riwayat trauma)
4. Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, riwayat kehamilan ibu dan kelahiran, riwayat
pertumbuhan dan perkembangan, riwayat gizi, riwayat imunisasi
5. Adanya infeksi susunan saraf pusat dan riwayat trauma atau kelainan lain diotak yang juga memiliki gejala
kejang untuk menyingkirkan diagnosis lain yang bukan penyebab kejang demam
6. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam.
Pemeriksaan fisik :
1. Keadaan umum, kesadaran, tekanan darah ,nadi, nafas, suhu
2. Pemeriksaan sistemik (kulit, kepala, kelenjer getah bening, rambut, mata, telinga, hidung, mulut,
tenggorokan, leher, thorax : paru dan jantung,abdomen, alat kelamin, anus, ekstremitas : refilling kapiler,
reflek fisiologis dan patologis, tanda rangsangan meningeal)
3. Status gizi (TB, BB, Umur, lingkar kepala)
Pemeriksaan laboratorium :
1. Darah rutin ,glukosa darah, elektrolit
2. Urin dan feses rutin (makroskopis dan mikroskopik)
3. Kultur darah
Pemeriksaan penunjang :
1. Lumbal pungsi
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis dan ensefalitis. Resiko terjadinya
meningitis bakterialis 0,6-6,7 %. Pada bayi manifestasi meningitis bakterialis tidak jelas karena itu Lumbal
Pungsidianjurkan pada :
- Bayi < 12 bulan : sangat dianjurkan
- Bayi 12-18 bulan : dianjurkan
- Bayi > 18 bulan : tidak rutin
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini
dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak. Pada kejang demam
tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi.
2. EEG
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan liquor. Gelombang
EEG lambat didaerah belakang dan unilatera lmenunjukan kejang demam kompleks. Pemeriksaan
elektroensefalogram (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karena itu
tidak direkomendasikan. PemeriksaanEEG dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal
3. PencitraanFoto X-ray, CT-Scan, MRI
dilakukan atas indikasi :
- Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
- Paresis nervus VI
- Papiledema
Diagnosis Banding
Meningitis
Ensefalitis
Abses otak
3.7 Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
-Mengatasi kejang secepat mungkin
-Pengobatan penunjang
-Memberikan pengobatan rumat
-Mencari dan mengobati penyebab
-Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
-Pengobatan akut
A.Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang perlu kita lakukan secepat mungkin
adalah semua pakaian yang ketat dibuka.Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.Penting
sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin.Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang
bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan
nafas.Bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol atau dapat juga diberi obat
penurun panas/antipiretik.
B.Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu, tekanan darah, pernafasan dan denyut
jantung diawasi secara ketat.Bila suhu penderita tinggi dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila penderita
dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rectal, disamping cara
pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya (Lumbantobing, SM, 1995). Hal ini
dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan,
yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,40,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama,
dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan
membaik.
C.Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit
untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
1.Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam sederhana diberikan obat
campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak yang bila menderita demam
lagi.Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek
samping paling sedikit dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya.
Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik
diberikan secara rectal maupun oral pada waktu anak mulai terasa panas.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam
sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2.Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam
darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
a.Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari.Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak
menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
b.Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan
dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis.
c.Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti
fenobarbital.Hasilnya tidak atau kurang memuaskan.Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini
dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi.Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak
harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
D.Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas
dan otitis media akut.Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan
pemeriksaan pungsi lumbal.Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan
pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
E.Mencegah Terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam tersebut.Misalnya pemberian antibiotik
yang sesuai untuk infeksi.Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan panas pada
anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar tidak sampai kelelahan, karena hal tersebut dapat
terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut.
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan dan
mencemaskan bagi keluarga.Bila kejang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang menetap
(cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
1.Profilaksis intermitten
2.Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
3.Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang
F.Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
1.Segera menghilangkan kejang
2.Turunkan panas
3.8 Komplikasi
Hingga saat ini tidak pernah dilaporkan terjadi kecacatan atau kematian sebagai komplikasi dari kejang demam.
Terdapat beberapa faktor resiko yang meningkatkan resiko kejang demam berkembang menjadi epilepsi. Faktor
resiko tersebut adalah :
- Kelainan neurologis yang nyata sebelum kejang demam pertama
- Kejang demam kompleks
- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
3.9 prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan tidak menimbulkan kematian.
Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa, akan tetapi
bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan SSP, dapat menyebabkan adanya
gejala sisa dikemudian hari. Dan apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
a) Kejang demam berulang (rekurensi). Faktor resiko kejang demam berulang:
- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
- Riwayat kejang demam pada keluarga
- Riwayat adanya demam yang sering
- kejang pertama adalah CPS
- kejang demam terjadi segera setelah mulai demam/saat suhu sudah relatif normal
b) Epilepsi
c) Kelainan motorik
d) Gangguan mental dan belajar.
3.10epidemiologi
Kejang demam merupakan tipe kejang terbanyak pada kelompok usia pediatric. Angka kejadian kejang
demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Negara Asia dilaporkan
angka kejadiannya lebih tinggi meningkat menjadi 10% - 15%. Kebanyakan kasus pada usia 6 bulan hingga
3 tahun,dengan Peak Incidence 18 bulan.
4.
M&M meningoencephalitis
4.1 Definisi
Meningitis : peradangan selaput otak
Ensefalitis : peradangan jaringan otak
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens. Nama lain dari
meningoencephalitis adalah cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan meningocerebritis.
4.2 Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang disebabkan oleh
jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus
yang menunjukan gambaran yang sama yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease,
sifilis dan tuberculosis); infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema);
pajanan zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin Hib, S.pneumoniae,
dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus adalah bakteri yang sama yang
menyebabkan sepsis neonatus.
Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis
Golongan usia Bakteri
yang
paling
menyebabkan meningitis
Neonatus
Group B streptococcus
Escherichia coli
Klebsiella
sering
Enterobacter
>1 bulan
Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides
Citrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c, d, e, f, dan
nontypable
H. influenzae type b
Group A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes
Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus golongan enterovirus dimana termasuk
didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada pasien yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus
golongan enterovirus dan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus
yang paling sering menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan meningitis
yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus mumps adalah virus yang paling
sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang
menyebabkan meningitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus), M.
tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus
cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya merupakan suatu proses
akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis, penyakit degeneratif kronik, atau slow viral
infection. Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi
serebral. Encephalitis sendiri dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan
encephalitis dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak atau (2)
sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-mediated response) pada sistem
saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
Subakut
HIV
JC virus
Prion-associated
encephalopathies
(Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
Herpesviruses
Herpes simplex viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat merupakan hasil
dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan neoplastik. Penyebab yang paling sering
menyebabkan encephalitis di U.S adalah golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile
encephalitis viruses), enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan
dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.
4.3 klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi beberapa golongan yaitu :
1.Meningitis serosa
adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.Penyebab terseringnya
adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,Toxoplasma gondhii dan Ricketsia (Israr,2008).
2.Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoi d dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis.Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis(meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa (414askep, 2009)
3. Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen
seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat labil/lambat,hipertensi umum, abdomen tampak
mencekung, gangguan saraf otak. Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis.
Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak, darah, radiologi, test
tuberkulin. (Harsono., 2003).
4. Meningitis Kriptikokus
adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita menghirup
debu atau kotoran burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh
lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering t e r j a d i p a d a o r a n g d e n g a n C D 4 d i b a w a h 1 0 0 .
D i a g n o s i s : D a r a h a t a u c a i r a n s u m s u m t u l a n g belakang dapat dites untuk kriptokokus
dengan dua cara. Tes yang disebut CRAG mencari antigen (protein) yang dibuat oleh
kriptokokus. Tes biakan mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat
dilakukan dan dapat memberi hasi l pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu
atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila
diwarnai dengan tinta India (Yayasan Spiritia., 2006).
5. Viral meningitis
Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri.
Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim panaskarena pada saat itu orang lebih sering terpapar
agen pengantar virus. Banyak virus yang bisamenyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan virus
penyebab flu perut. (Israr,2008).
6. Bacterial meningitis
Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu bakterinya adalah
meningococcal bacteria Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatanpada kulit. Bercak ini akan
berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal
dan menyebabkan kematian. (Israr, 2008)
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes
2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
4.4 patogenesis dan patofisiologis
Ada jalur utama dimana agent infeksi (bakteri, virus, fungi, parasit) dapat mencapai system saraf pusat
(CNS) dan menyebabkan penyakit meningeal. Awalnya, agent infeksi berkolonisasi atau membentuk suatu fokal
infeksi pada tuan rumah. Kolonisasi ini bisa berbentuk infeksi pada kulit, infeksi telinga, gigi, nasopharynx, traktus
respiratorius, traktus gastrointestinal atau traktus urinarius. Kebanyakan pathogen meningeal ditransmisikan
melewati rute respiratorik1,3,4
Dari area kolonisasi ini, organism menembus submucosa melawan pertahanan tuan rumah (misalnya,
barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mencapai akses ke system saraf pusat melalui (1) invasi kedalam
sirkulasi darah (bakteremia, viremia, fungemia, dan parasitemia) dan selanjutnya secara hematogenous dilepaskan
ke system saraf pusat, dimana ini merupakan mode yang penyebaran yang paling sering untuk kebanyakan agent
(misalnya, meningokokkus, cryptococcal, syphilitic, dan pneumococcal meningitis); (2) kerusakan neuronal
(misalnya, nervus olfactory dan peripheral) dengan agent penyebab misalnya, Naegleria fowleri, Gnathostoma
spinigerum; atau (3) kontak langsung (misalnya, sinusitis, otitis media, congenital malformations, trauma, inokulasi
langsung selama manipulasi intrakranial).1,5,6
Sekali berada di dalam system saraf pusat, agent-agent infeksi ini akan dapat bertahan hidup oleh karena
pertahanan tuan rumah (misalnya, immunoglobulin, neutrophil, komponen komplement) terbatas dalam
kompartemen tubuh ini. Adanya agent dan replikasi yang dilakukan tidak terkontrol dan mendorong terjadinya
suatu cascade inflamasi meningeal.1,2,3,5
Kunci patofisiologi dari meningitis termasuk peran penting dari cytokines (mis, tumor necrosis factoralpha [TNF-alpha], interleukin [IL]1), chemokines (IL-8), dan molekul proinflamasi lain dalam pathogenesis
pleocytosis dan kerus akan neuronal selama bakterial meningitis. Peningkatan konsentrasi TNF-alpha, IL-1, IL-6,
dan IL-8 dalam cairan serebrospinal adalah temuan khas pasien meningitis bakterial.2,5
Port de entry: kebanyakan masuk melewati rute respiratorik sehingga menyebabkan infeksi pada traktus
respiratorik. Rute gastrointestinal atau traktus urinarius juga menjadi rute infeksi. Selanjutnya terjadi fokal infeksi.
Dari fokal infeksi akan menembus submukosa dan mencapai susunan saraf pusat melalui: invasi kedalam sirkulasi
darah, dari saraf yang rusak misalnya nervus olfactorius dan perifer. Port de entry yang lain adalah kontak langsung
dari fokal infeksi sinusitis, otitis media, atau dari malformasi congenital, trauma, inokulasi langsung saat operasi
kepala. 1,2,5
a. Stadium Prodromal
Stadium ini berlangsung selama 1 3 minggu dan terdiri dari keluhan umum seperti :
i.
4.6 Diagnosis
Anamnesis
Apakah pasien pernah mengalami nyeri kepala ?
Adakah gejala penyerta : fotofobia, kaku leher, mual, muntah, demam, mengantuk, atau bingung ?
Adakah tanda-tanda neurologis : diplopia, kelemahan fokal atau gejala sensoris B
Gejala sistemik lainnya : mual, muntah, demam, atau menggigil.
Adakah Riwayat meningitis, kebocoran atau pirau LCS, trauma kepala berat, infeksi telinga atau sinusitis ?
Adakah riwayat vaksinasi ?
Adakah riwayat meningitis dalam keluarga atau dilingkugan sekitar
Apakah berpergian ke luar negeri ?
ii.
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk
positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme
otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai
bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa
nyeri.
Motorik:
M1 : tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 : reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 : reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 : reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 : reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 : reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 : tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 : respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 : respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 : bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (conf used)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
4.7 Penatalaksanaan
Management Meningitis Bakterialis
Jika meningitis bakterialis sudah dicurigai maka pengobatan haruslah segera diberikan walaupun bakteri penyebab
masih belum jelas (belum diidentifikasi). Antibiotik yang diberikan harus dapat menembus sawar cairan
serebrospinal, diberikan dalam dosis yang adekuat serta sensitif terhadap bakteri penyebab (stlh diiidentifikasi).
Pada kasus-kasus dimana organisme penyebab tidak dapat teridentifikasi, pengetahuan tentang pola resistensi
obat akan menentukan pemilihan antibiotika secara empiris misalnya pada anak-anak (sefalosporin generasi ketiga
atau ampisilin beserta
Kloramfenikol), pada dewasa (penisilin dan sefalosporin generasi ketiga) dan pada orangtua (Ampisilin dan
sefalosporin generasi ketiga). Pemberian sefalosporin generasi ketiga (seftriakson, sefotaksim) dan kloramfenikol
masih sangat efektif, obat ini diberikan selama minimal 7-10 hari sebaiknya selama 2 minggu penuh
1.
2.
Flusitosin efektif untuk infeksi jamur pada SSP yang disebabkan oleh Candida dan Cryptococcus sp.
Penetrasi ke cairan serebrospinal baik, mencapai 75% konsentrasi serum. Diberikan sebagai kombinasi
dengan Amfoterisin B atau Flukonasol, tidak diberikan sebagai obat tunggal, mudah terjadi resistensi.
3.
Flukanosol Triazol spektrum luas yang digunakan untuk terapi kriptokokal meningitis dan infeksi
Candida. Dapat melalui sawar darah otak dengan mudah dan memiliki waktu paruh tinggi dalam cairan
serebrospinal.
4.
Vorikonasol Triasol baru yang mempunyai aktivitas antifungal. Obat pilihan untuk infeksi Aspergillus,
Fusarium, Scedosporium yang sulit diterapi dengan Amfoterisin.
5.
Kombinasi Obat
Dengan tujuan memperbaiki efikasi dan meminimalkan toksisitas
Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oral semala 2 minggu
dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral selama 8-10 minggu lalu dilanjutkan Flukonasol 200
mg/hari per oral, baik untuk infeksi oleh Cryptococcus neoformans.
Amfoterisin B 0,5 0,7 mg/kgBB/hari iv selama 4 minggu diteruskan Flukonasol 400-800 mg/hari per
oral seumur hidup untuk infeksi Coociodes immitis.
Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oral semala 2 minggu
dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral atau iv selama 4-6 minggu untuk infeksi karena
Candida Albicans.
Simptomatisdanterapisuportif
Analgesikdapatdiberikanuntukmengatasinyerikepaladanantipiretikdiberikanuntukmenurunkandemam
UlangitindakanLumbalPungsidenganindikasisbb:
(a) Demamdangejala-gejalatidakhilangsetelahbeberapahari
(b) Ditemukanadanyapleositosis PMN atauhipoglicorrhachia
(c) Apabilaadakeraguanmengenaidiagnosa
a. cairan subdural.
b. Hidrosefalus.
c. Sembab otak
d. Abses otak
e. Renjatan septic.
f. Pneumonia (karena aspirasi)
g. Koagulasi intravaskuler menyeluruh.
Komplikasi mayor meningitis bakteri
1. Cerebral - Edema otak dengan resiko herniasi
2. Komplikasi pemb darah arteri: arteritis vasopasme, fokal kortikal hiperperfusi, ggn serebrovaskular autoregulasi
3. Septik sinus/ trombosis venous terutama sinus sagitalis superior, tromboflebitis kortikal
4. Hidrosefalus
5. Serebritis
6. Subdural efusi (pada bayi dan anak)
7. Abses otak, subdural empiem
Komplikasi ekstrakranial
1.
Septik shock
2.
DIC
3.
Respiratory distress sindrom
4.
Arteritis (septik atau reaktif
5.
Ggn elektrolit: hiponatremi, SIADH, central diabetes insipidus (jarang)
6.
Komplikasi spinal :mielitis, infar
4.9 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu yang belum
mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk
kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal
conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4),
dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (HbOC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan
dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat
melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah
direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di
berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini
tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang
kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C,
W135 dan Y. Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi
kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over
crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan
juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat
kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga
dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan
dan setelah dari toilet.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik)
dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan
dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas
kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan
laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan
surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk
menemukan penderita secara dini.
Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
meningitis yaitu :
a. Meningitis Purulenta
Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.
Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.
Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.
penyebab
akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak
diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau
ketidak mampuan untuk belajar.
Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
4.10 prognosis
Prognosis bergantung pada penegakan diagnosis secara dini, penentuan organisme penyebab serta pemberian
obat yang tepat dan segera. Angka kematian bisa mencapai 50% atau bahkan lebih tinggi lagi.Penderita meningitis
dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau
mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
5.
3. Tawaf Ifadah
Tawaf Ifadah, yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah melontar jumrah Aqabah pada tanggal
10 Zulhijah.
4. Sa'i
Sa'i, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak 7 Kali, dilakukan sesudah Tawaf
Ifadah.
5. Tahallul
Tahallul, yaitu bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan Sa'i.
6. Tertib
Tertib, yaitu mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal.
C. Wajib Haji
Wajib Haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap Rukun Haji, jika
salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka hajinya tetap sah, namun harus membayar dam (denda). Yang
termasuk wajib haji adalah :
1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.
2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke Mina).
3. Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh butir kerikil berturutturut dengan mengangkat tangan pada setiap melempar kerikil sambil berucap, Allahu Akbar, Allahummaj alhu
hajjan mabruran wa zanban magfura(n). Setiap kerikil harus mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat
jumrah.
4. Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
6. Tawaf Wada', yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram.
DAM
Dam terbagi pada beberapa henis, jenis-jenis dam tersebut sebagai berikut:
1. Dam haji tamattu dan haji qiran
Dam yang wajib dibayar oleh orang yang mengerjakan umrah sebelum haji (dalam bulan-bulan haji) atau yang
membaca talbiyah untuk haji dan umrah sekaligus. Hal ini didasarkan pada firman Allah, yang artinya, Maka
barangsiapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan-bulan haji), (wajiblah ia menyembelih
binatang hadyu) yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang hadyu atau tidak mampu),
maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) bila kamu telah pulang kembali." (QS. AlBaqarah:106).
2. Dam fidyah
Dan ini diwajibkan kepada jamaah yang mencukur rambutnya karena sakit atau karena tertimpa sesuatu yang
menyakitkan. Ini mengacu kepada firman Allah: Jika ada di antara kamu yang sakit atau gangguan di kepalanya
(lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bershadaqah atau menyembelih
binatang ternak sebagai dam. (QS. Al-Baqarah:196).
3. Dam Jaza
Dam yang wajib dibayar oleh orang yang sedang berihram bila membunuh binatang buruan darat. Adapun
binatang buruan itu, maka tidak ada dendanya. (tentang dam ini telah dijelaskan pada beberapa halaman
sebelumnya).
4. Dam Ihshar
Dam yang wajib dibayar oleh jamaah haji yang tertahan, sehingga tidak mampu menyempurnakan manasik
hajinya, karena sakit, karena terhalang oleh musuh atau karena kendala yang lain. Dan ia tidak menentukan
syarat ketika memulai ihramnya. Hal ini berpijak pada firman Allah: Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh
atau karena sakit), sembelihlah binatang hadyu yang mudah didapat. (QS. Al-Baqarah).
5. Dam Jima
Dam yang difardhukan atas jamaah haji yang sengaja menggauli isterinya di tengah pelaksanaan ibadah haji
(ini telah dijelaskan).
Sedangkan ketentuan mengenai Dam adalah sebagai berikut:
1. Hukum pelanggaran atas larangan berupa mencukur rambut, memotong kuku atau memakai pakaian yang
menutup tubuh bagi laki-laki atau menutup muka bagi wanita, adalah wajib membayar fidyah, yaitu dengan
memilih salah satu di antara puasa tiga hari, bersedekah, 0.5 sha = 4 mud= 2,5 kg beras atau makanan yang
mengenyangkan atau menyembelih seekor kambing.
2. Hukum melanggar atas larangan membunuh hewan (kecuali ular, kala, tikus dan anjing buas) adalah wajib dam
berupa menyembelih hewan persamaannya atau bersedekah dengan makanan seharga hewan tersebut.
Apabila tidak mampu, dam tersebut boleh diganti dengan berpuasa. Bilangan puasanya disesuaikan menurut
banyak makanan yang mesti disedekahkan, yaitu satu hari puasa sama dengan satu mud makanan.
3. Suami isteri melanggar larangan bersetubuh, maka batallah hajinya. Hal itu menyebabkan mereka masingmasing wajib membayar dam yang berbentuk kifarat. Kifaratnya masing-masing adalah:
a. Menyembelih seekor unta atau sapi.
b. Menyelesaikan haji yang batal itu.
c. Harus mengulang haji pada tahun berikutnya,
d. Suami isteri tersebut dilarang bersetubuh sebelum mereka melunasi seluruh kewajiban tersebut di atas.
4. Jika melakukan akad nikah, di waktu ihram maka pernikahan tidak sah tetapi yang bersangkutan tidak
membayar dam.
5. Dam bagi yang melakukan ibadah haji tamattu atau qiran adalah menyembelih seekor kambing. Kalau tidak
mampu, ia diperbolehkan menggantinya dengan puasa 3 hari di waktu haji sebelum wukuf dan 7 hari
dilakukan sesudah sampai negerinya.
6. Apabila seseorang yang sudah berihram haji/umrah, pelaksanaan ibadahnya terhalang karena sakit atau hal-hal
yang di luar kemampuannya maka batallah haji/ umrahnya. Ia berkewajiban segera membayar dam di tempat
terjadinya halangan itu berupa menyembelih seekor kambing. Setelah itu baru bertahallul.
Adapun cara membayar dam adalah sebagai berikut:
1. Langsung menyembelih binatang. ternak yan diwajibkan dan membagikannya kepada fakir miskin yang ada di
sekitar tanah haram.
2. Mewakilkan kepada orang yang dipercayai untuk melaksanakan penyembelihan dan pembagiannya.