Anda di halaman 1dari 13

1.

M&M asma (Aplikasi Klinis Patofisiologi)


1.1definisi
Suatu inflamasi kronis pada jalan napas yang diperankan oleh banyak sel
dan elemen sel, khususnya, sel mast, eosinophil, limfosit T, makrofag,
neutrofil, dan sel epitel.
Menurut WHO, asma adalah keadaan kronik yang ditandai oleh
bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai
respons terhadap suatu stimuli yang tidak menyebabkan penyempitan
serupa pada kebanyakan orang.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak 2004, asma adalah mengi
berulang dan/atau batuk persisten dengan kharakteristik sebagai berikut :
timbul secara episodic, cenderung pada malam/ dini hari (nocturnal),
musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi
lain pada pasien dan/ atau keluarganya.
1.2Etiologi
Menurut Patino dan Martinez (2001) dalam Martinez (2003)
faktorlingkungan dan faktor genetik memainkan peran terhadap kejadian
asma. Menurut Strachan dan Cook (1998) dalam Eder et al(2006) pada
kajian meta analisis yang dijalankan menyimpulkan bahwa orang tua yang
merokok merupakan penyebab utama terjadinya mengi dan asma pada
anak. Menurut Corne et al (2002) paparan terhadap infeksi juga bisa
menjadi pencetus kepada asma. Infeksi virus terutamanya rhinovirus yang
menyebabkan simptom infeksi salur pernafasan bagian atas memicu
kepada eksaserbasi asma. Gejala ini merupakan petanda asma bagi
semua peringkat usia (Eder et al, 2006). Terdapat juga teori yang
menyatakan bahwa paparan lebih awal terhadap infeksi virus pada anak
lebih memungkinkan untuk anak tersebut diserang asma (Cockrill et al,
2008). Selain faktor linkungan, faktor genetik juga turut berpengaruh
terhadap kejadian asma. Kecenderungan seseorang untuk menghasilkan
IgE diturunkan dalam keluarga (Abbas et al, 2007). Pasien yang alergi
terhadap alergen sering mempunyai riwayat keluarga yang turut
menderita asma dan ini membuktikan bahwa factor genetik sebagai faktor
predisposisi asma (Cock rill et al, 2008). Menurut Tatum dan Shapiro
(2005) dalam Eder et al (2006) ada juga bukti yang menyatakan bahwa
udara yang tercemar berperan dalam mengurangkan fungsi paru,
mencetuskan eksaserbasi asma seterusnya meningkatkan populasi pasien
yang dirawatdi rumah sakit. Mekanisme patogenik yang menyebabkan
bronkokonstriksi adalah disebabkan alergen yang memicu kepada
serangan asma. Walaupun telah dikenal pasti alergen outdoor sebagai
penyebab namun alergen indoor turut memainkan peran seperti house
dust mites, hewan peliharaan dan kecoa. Apabila pasien asma terpapar
dengan alergen, alergen tersebut akan menempel di sel mast. Sel mast
yang telah teraktivasi akan melepaskan mediator. Mediator-mediator ini
yang
akan
menyebabkan
bronkokonstriksi
dan
meningkatkan
permeabilitas epitel jalan nafas sehingga membolehkan antigen
menempel ke IgE-spesifik yang mempunyai sel mast. Antara mediator

yang paling utama dalam implikasi terhadap patogenesis asma alergi


adalah histamin dan leukotrien (Cockrill et al, 2008).
Histamin merupakan mediator yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, augmentasi permeabilitas vaskuler dan pembentukan edema
salur pernafasan serta menstimulasi reseptor iritan yang bisa memicu
bronkokonstriksi sekunder (Cockrill et al, 2008). Menurut Drazen et al
(1999) dalam Kay A.B. (2001) sel mast turut memproduksi sisteinil
leukotriene yaitu C4,D4 dan E4. Leukotriene ini akan menyebabkan
kontraksi otot polos, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas vaskuler
dan hipersekresi mukus apabila berikatan dengan reseptor spesifik.
Faktor resiko :
a. Jenis Kelamin
Anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat
anak perempuan. Pada orang dewasa rasio ini berubah menjadi
sebanding antara laki-laki dan perempuan pada usia 30 tahun.
b. Usia
Asma pertama kali timbul pada usia muda. 25% anak asma
presisten mendapat mengi pada usia <6bulan, dan 75% mendapat
serangan mengi pertama sebelum usia 3 tahun.
c. Riwayat atopi
Sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang
pada tahun pertama kehidupan merupakan predictor utama
timbulnya asma.
d. Lingkunngan
Adanya alergen di lingkungan anak meningkatkan risiko penyakit
asma. Alergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain
adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur
dan kecoa
e. Ras
Prevalens asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam
lebih tinggi daripada kulit putih.
f. Asap rokok
Prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi
daripada anak yang tidak terpajan rokok. Risiko terhadap asap
rokok sudah dimulai sejak janin dalam kandungan, umumnya
berlangsung terus setelah anak dilahirkan.
g. Outdoor air politon
Diduga adanya pajanan terhadap endotoksin sebagai komponen
bakteri dalam jumlah banyak dan waktu yang dini mengakibatkan
system imun anak terangsang melalui jejak Th1. Saat ini teori
tersebut dikenal sebagai hygiene hypothesis.
h. Infeksi respiratorik
Infeksi virus berulang yang tidak menyebabkan infeksi respiratorik
dapat memberikan anak proteksi terhadap asma.
1.3klasifikasi

Pembagian derajat penyakit asma menurut GINA :


1. Intermiten
gejala kurang dari 1 kali/minggu
serangan singkat
gejala nocturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan (<2 kali)
2. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari
Serangan dapat mengganggu aktivitas tidur
Gejala nocturnal >2 kali/bulan
3. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari
Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala nocturnal > 1 kali dalam seminggu
4. persisten berat
Gejala terjadi setiap hari
Serangan sering terjadi
Gejala asma nocturnal sering terjadi
Pembagian yang dibuat Phelan dkk (dikutip dari Konsensus Pediatri
Internasiolnal III tahun 1998) :
1. Asma episodic jarang
75%populasi asma pada anak
Episode <1x tiap 4-6 minggu
Mengi setelah aktivitas berat
Tidak dibutuhkan terapi profilaksis
2. Asma episodic sering
20% populasi asma
Frekuensi serangan lebih sering
Mengi pada aktivitas sedang tapi bisa dicegah dengan pemberian
agonis-2
Terjadi <1x/minggu
Terapi profilaksis biasanya dibutuhkan
3. Asma persisten
5% anak asma
Seringnya episode akut
Mengi pada aktivitas ringan
Diantara interval gejala dibutuhkan agonis-2 >3x/minggu
Terapi profilaksis sangat dibutuhkan

1.4patogenesis dan patofisiologis


Ada dua faktor utama berperan dalam timbulnya serangan asma. Interaksi kedua faktor
tersebut akan mengakibatkan proses inflamasi, berupa terbentuknya mediator-mediator
inflamasi termasuk sitokin. Semuanya akan mengakibatkan terjadinya perubahan struktur
dan perubahan fungsi saluran nafas (kerusakan epitel saluran nafas, hipersekresi, kongesti
pembuluh darah, edema, bronkokonstriksi, airway remodelling) yang akan memberikan
gejala-gejala klinis asma. Reaksi bronkial terhadap alergen menunjukkan reaksi asma fase
segera (immediate phase response) dan reaksi asma fase lanjut (late-phase response).
Apabila ada suatu rangsangan atau paparan alergen pada permukaan mukosa saluran
nafas, primary effector cells (pro inflammatory cells) yang terdapat pada saluran nafas
seperti: sel mast, makrofag dan sel epitel akan mengeluarkan mediator inflamasi

(termasuk sitokin) yang merangsang terjadinya proses inflamasi pada saluran nafas.
Reaksi asma segera (RAS) berupa konstriksi bronkus, peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, edema dan migrasi sel. Ternyata, disamping itu mediator inflamasi
tersebut juga akan menarik dan mengaktifkan secondary effector cells (sel inflamasi
yang berasal dari sirkulasi seperti eosinofil, netrofil, makrofag danlimfosit) dan sel-sel ini
pun akan menghasilkan mediator inflamasi yang akan memperberat inflamasi yang sudah
terjadi sebelumnya. Pelepasan mediator inflamasi akibat infiltrasi sel-sel tersebut akan
menimbulkan peningkatan kepekaan bronkus terhadap rangsangan (bronchial
hyperreactivity). Reaksi asma fase lanjut (RAL) terjadi dalam waktu dua sampai empat
jam setelah RAS. Fase lanjut ini mencapai puncaknya setelah 24 jam dan menurun secara
bertahap.
Pada reaksi asma segera (RAS) tidak terjadi hipereaktivitas bronkus. Pada reaksi asma
fase lanjut (RAL), sel eosinofil dan netrofil berinteraksi dengan mediator lain menyebabkan
kerusakan dan deskuamasi sel epitel bronkus dengan cara meningkatkan fragilitas epitel
dan melemahkan daya lekat sel epitel pada sel basal. Mekanisme migrasi sel radang ke
saluran nafas sangat kompleks, mengikutsertakan adhesion molecule substance (ICAM1,2,3, intergrin, selectin) serta peran limfosit dan lain-lain sel yang memproduksi limfokin
dan sitokin yang berperan penting terjadinya inflamasi akut maupun kronik.

1.5manifestasi klinis
Pada serangan asma ringan:
Anak tampak sesak saat berjalan.
Pada bayi: menangis keras.
Posisi anak: bisa berbaring.
Dapat berbicara dengan kalimat.
Kesadaran: mungkin irritable.
Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi.
Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Retraksi interkostal dan dangkal.
Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
Frekuensi nadi: normal.
Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg)
SaO2 % > 95%.
PaO2 normal, biasanya tidak perlu diperiksa.
PaCO2 < 45 mmHg
Pada serangan asma sedang:
Anak tampak sesak saat berbicara.
Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan.
Posisi anak: lebih suka duduk.
Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus.
Kesadaran: biasanya irritable.
Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi inspirasi.
Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.
Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang.
Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
Frekuensi nadi: cepat (takikardi).

Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg)


SaO2 % sebesar 91-95%.
PaO2 > 60 mmHg.
PaCO2 < 45 mmHg

Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas:


Anak tampak sesak saat beristirahat.
Pada bayi: tidak mau minum/makan.
Posisi anak: duduk bertopang lengan.
Dapat berbicara dengan kata-kata.
Kesadaran: biasanya irritable.
Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan
inspirasi.
Menggunakan otot bantu pernafasan.
Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas
cuping hidung
Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
Frekuensi nadi: cepat (takikardi).
Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg)
SaO2 % sebesar < 90 %.
PaO2 < 60 mmHg.
PaCO2 > 45 mmHg
Pada serangan asma berat disertai ancaman henti nafas:
Kesadaran: kebingungan.
Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
Mengi sulit atau tidak terdengar.
Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks
torakoabdominal.
Retraksi dangkal/hilang.
Frekuensi nafas: lambat (bradipnea).
Frekuensi nadi: lambat (bradikardi).
Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas.
Pedoman nilai baku frekuensi nafas pada anak sadar:
Usia Frekuensi nafas normal
< 2 bulan < 60 x / menit
2 12 bulan < 50 x / menit
1 5 tahun < 40 x / menit
6 8 tahun < 30 x / menit
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak:
Usia Frekuensi nadi normal
2 12 bulan < 160 x / menit
1 2 tahun < 120 x / menit
3 8 tahun < 110 x / menit

1.6diagnosis + DD
Anamnesa
Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang
tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari. Semua keluhan biasanya
bersifat episodik dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.
Pemeriksaan fisik
Perhatian pertama adalah pada keadaan umum pasien, pasien dengan
kondisi yang sangat berat akan duduk tegak. Selain itu pada pemeriksaan
fisik didapatkan :
- penggunaan otot-otot bantu pernafasan2.
- Frekuensi nafas > 30 kali per menit3.
- Takikardia > 120 x/menit4.
- Pulsus Parokdoksus >12 mmHg5.
- wheezing ekspiratoar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Spirometri
Cara yang sederhana adalah uji bronkodilator nebulizer golongan adrenerjek
beta. Uji inidilakukan menggunakan spirometri sebelum dan sesudah
penggunaan bronkhodilator, biladidapatkan peningkatan VEP1 atau KVP lebih
dari 20% maka didiagnosis sebagai asma,tetapi bila tidak memenuhi
kriteria ini diagnosis asma belum tentu gugur memerlukan teskonfirmasi
yang lain.
b. Uji provokasi bronkhus
Tes ini jarang dilakukan di indonesia. Tes ini untuk memprovokasi bronkus
agar efek asmabisa dibaca, tes ini menggunakan histamin, metakolin,
kegiatan jasmani, udara dingin,larutan garam hipertonik. Bila terjadi
penurunan VEP1 sebesar 20% maka dianggapbermakna. Uji jasmani
dilakukan dengan meminta penderita berlari cepat selama 6 menitsehingga
mencapai denyut jantung 80 sd 90 % kemudian dievaluasi. Jika terjadi
penurunanarus puncak ekspirasi minimal 10% maka dapat dinyatakan positif.
c. Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil merupakan ciri dari asma, menggunakan kristal Charcotleyden, danspiral Curschmann.
d. Pemeriksaan eosinofil total
Pada pemeriksaan darah dijumpai kadar eosinofil yang tinggi.
e. Uji kulit
Tujuannya untuk menunjukkan antibodi spesifik dalam tubuh.
f. Pemeriksaan kadar IgE total dan kadar IgE sputum
Tujuan pemeriksaan ini untuk menyokong dugaan atopi pada penderita.
g. Foto dada
Pemeriksaan foto thorak untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi
saluran
nafas yanglain
seperti pneumothorax,
pneumomediatinum,
atelektasis dan lainnya. PemeriksaanThorax foto umum dilakukan dengan
indikasi kecurigaan adanya pneumoni atau pasienasma yang setelah 6-12
jam dilakukan pengobatan intensif tidak membaik.

h. Monitor Irama Jantung


Pemeriksaan EKG tidak dilakukan secara rutin pada pasien asma, EKG
dilakukan apabilaterdapat kemungkinan diagnosa banding Asma Cardiale
ataupun gawat jantung lain yangkemungkinan menyertai Asma umumnya
dilakukan pada penderita lansia dan atau umur45 tahun.
i. Analisa gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila kita mencurigai adanya gangguan asam
basa dalamtubuh. Gangguan asam basa dicurigai pada asma yang berat atau
SpO2 tidak membaik >90%.
diagnosis banding
Bronkitis Kronis
Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai
sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat.
Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi,
menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut
ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.
Emfisema Paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda
dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita
selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan
fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor,
pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di
dapat adanya hiperinflasi.
Gagal Jantung Kiri
Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal
sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada
malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem
paru.
Emboli Paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung
dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk
disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang.
Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung
kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.
1.7Penatalaksanaan
Tatalaksana asma anak dibagi menjadi beberapa halyaitu tatalaksana
komunikasi,
informasi,
danedukasi (KIE)pada penderita dan keluarganya, penghindaran terh
adapfaktor pencetus, danmedikamentosa.
Pada
KIEperlu
ditemukankan
bahwa
keberhasilan
terapi
atau
tatalaksana
sangat bergantung pada kerjasama yang baik antara keluarga (penderita)
dan dokter yang menanganinya.Keluarga penderita asma perlu
dijelaskan mengenai asma secara detail dengan bahasaawam
agar keluarga mengetahui apa yang terjadi pada asma, kapan harus pergi ke

dokter,
penanganan
pertamaapabila
terjadi
serangan,
dan
sebagainya.Tatalaksana
tentang
penghindaran
terhadap
pencetus
memegang peran yang cukup. Seranganasma akan timbul apabila ada suatu
faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya rangsangan terhadapsaluran
respiratorik yang berakibat terjadi bronkokonstriksi, edema mukosa, dan
hipersekresi.Penghindaran terhadap pencetus diharapkan dapat mengurangi
rangsangan terhadap saluran respiratorik.Tatalaksana medikamentosa dibagi
dalam dua kelompok besar yaitu tatalaksana saat serangandan tatalaksana
jangka panjang. Pada saat serangan pemberian a-2 agonis pada awal
serangan dapatmengurangi gejala dengan cepat. Bila diperlukan dapat
diberikan kortikosteroid sistemik pada serangansedang dan berat.
Tatalaksana Jangka Panjang
Tatalaksana jangka panjang (aspek kronis) pada asma anak diberikan pada
asma episodik sering d a n
persisten,
sedangkanpada
asma
episodik
jarang
tidakdiperlukan.
P r o s e s i n fl a m a s i k r o n i s
y a n g terjadi pada asma bersamaan dengan proses remodelling yang ditandai
dengan disfungsi epitel. Dengandasar tersebutpenanganan asma lebih
ditujukan
pada
kedua
proses
tersebut.
Yang
masih
dalam perdebatanadalahapakah proses infl amasi itu berjalan bersam
aan denganproses remodelling (secara paralel) ataukah setelah proses
infl amasikronis
baru
terjadi
proses
remodelling (secara
sekuensial).Teori terakhir
yang
dikemukakan Holgate,menjelaskan proses
remodelling j u s t r u t e r j a d i s e c a r a p a r a l l e l
dengan proses inflamasi,
bukannya sekuensial
yang selamaini
dikenal,
tetapi
teori tersebut
masihmendapat tantangan.Dengan pengertian bahwa infl amasi
sudah terjadi pada saatditegakkan diagnosisasma, maka peran
kortikosteroid
menjadisangat
penting,
karenasampai saat
ini
kortikosteroidadalahantiinfl amasi yang palingkuat. Pemberian kortik
osteroidyang lama pada anakmerupakan perdebatany a n g
c u k u p l a m a . Pa r a a h l i s e p a k a t b a h w a p e m b e r i a n k o r t i k o s t e r o i d
s e c a r a s i s t e m i k d a l a m j a n g k a panjang dapat mengganggu
pertumbuha
nanak
sehingga
harus
berhati-hati
dan
bila
memungkinkan
dihindari. Berdasarkan hal
tersebut, pemberian
secara topikal menjadi pilihan utama. Pemberian kortikosteroid
secara topikal
(dalamhal
ini
secara
inhalasi)
dalam waktu
lama (jangka panjang) dengan d o s i s d a n c a r a y a n g t e p a t t i d a k
menyebabkan
gangguan
pertumbuhan
pada
anak.
Pe n g g u n a a n kortikosteroid inhalasi
telah dibuktikan
keuntungandan
keamanannya selama digunakan dengan carayangbenar.Pemberian yang
salah, baik dosis maupun cara pemberian,justru akan berdampak
negatif terhadap pertumbuhananak dan efek samping lainnya
seperti moonface, hipertensi,perawakan pendek, dan sebagainya.Pada
tahap awal, dosis kortikosteroid yang diberikandimulai dengan
dosisrendah (pada anak >12 tahun setaradengan budesonide 200400 mg, sedangkan pada anak < 12tahun 100-200 mg)
dandipertahankan
untuk beberapa
saat(6-8 minggu) apabila
keadaan
asmanya
stabil.
Pemberiandosistersebut
mempunyaiefektifi tas yang baik pada asmayang membutuhkan obat
pengendali. Selain ituefek sampingyang dikuatirkan yaitu gangguan

pertumbuhan tidak terjadidengan kortikosteroid dosis r e n d a h . B i l a


gejala asma sudahstabil dosis dapat diturunkan secara
p e r l a h a n s a m p a i a k h i r n y a t i d a k menggunakan obat lagi. Dikatakan
asma
stabilapabilatidak ditemukan/minimal gejala
asmanya.Penderitadapattidur
dengan
baik,
aktivitas
tidak
terganggu, dan kualitashidup cukup baik.Apabila dengan pemberian
kortikosteroid
dosis
rendahhasilnya
belum
memuaskan,
dapatdikombinasi dengan long acting beta-2 agonist ( L A B A ) a t a u
d e n g a n theophylline slow release (TSR),atau dengan antileukotrien, atau
meningkatkan dosis kortikosteroid menjadi dosis medium (setara dengan
budesonide 200-400 g). Pemberian kortikosteroid secara inhalasi
tidak mempunyai efek samping terhadap tumbuh kembang anak selama
dosis yang diberikan < 400 g dan dengan cara yang b e n a r. Pa d a a n a k
d i anj u rkan ti d ak mel e bi h i 800 g ,ka re n a d e ng an pe n amb ah an
d o s i s k o r t i k o s t e r o i d tersebut tidak akan menambah manfaatnya,
tetapi justru meningkatkan efek sampingnya. Griffiths, meneliti
pemberian
kortikosteroid
dosis
tinggi
(setara
dengan
fl utikasonpropionat 1000 ug) selamaminimal 6 bulan tidak
memberikan gangguan terhadap reduksi metabolisme tulang dan
bone-age
pada penderitaasma
anak,
namun
hal
itu
masih
memerlukanpenelitian lebih lanjut.
1.8komplikasi
-

Pneumothorax
Keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura, sehingga
paru paru kesulitan untuk mengembang.
Pneumodiastinum
Adanya udara atau gas bebas yang ditemukan pada mediastinum.
Emfisema
Pembesaran permanen abnormal ruang udara distal ke bronkiolus
terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveolar dan tanpa fibrosis
yang jelas.
Atelektasis
pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paruakibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.
Bronchitis
Peradangan pada cabang tenggorokan/ bronkus.
Gagal nafas
Perubahan bentuk thorax
Thorax membungkuk kedepan dan memanjang. Pada foto rontgen terlihat
diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, hilus kiri dan
kanan bertambah. Pada asma berat dapat terjadi bentuk dada burung
(pektus karinatum/ pigeon chest) dan tampak sulkus Harrison.

1.9Pencegahan
Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi


dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara :
-

Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan


masa perkembangan bayi/anak

Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut


tidak mengganggu asupan janin

Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan

Diet hipoalergenik ibu menyusui

2. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak


yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta
allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada
anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian
multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of
atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan
pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk
rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma
sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian
ini bukan sebagai pengendali asma (controller).
1.10

prognosis

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir


menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko
yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung
meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis
baik ditemukan pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya
ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih
menderita asma 710 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26
78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderita
ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita
asma penyakit yang berat relatif berat (6 19%). Secara keseluruhan dapat
dikatakan 7080% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun
asmanya sudah menghilang.
1.11

epidemiologi
Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada
dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di
Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6- 7 tahun sebesar 3%
dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2% (Kartasasmita, 2002)
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau
NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun
adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa >
18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang
mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki.
WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat
asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487
kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak
akibat asma jarang.

Anda mungkin juga menyukai

  • Ahdka KD
    Ahdka KD
    Dokumen1 halaman
    Ahdka KD
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen36 halaman
    Referat
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Bcnamcma
    Bcnamcma
    Dokumen2 halaman
    Bcnamcma
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Case
    Case
    Dokumen8 halaman
    Case
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Poli
    Penyuluhan Poli
    Dokumen6 halaman
    Penyuluhan Poli
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2 Muskulo
    Skenario 2 Muskulo
    Dokumen17 halaman
    Skenario 2 Muskulo
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen25 halaman
    PPT
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Jurding
    Jurding
    Dokumen15 halaman
    Jurding
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Jurding
    Jurding
    Dokumen10 halaman
    Jurding
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurding
    Cover Jurding
    Dokumen1 halaman
    Cover Jurding
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurding
    Cover Jurding
    Dokumen1 halaman
    Cover Jurding
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Word Jurding
    Word Jurding
    Dokumen10 halaman
    Word Jurding
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen35 halaman
    Skenario 1
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Jurding
    Jurding
    Dokumen10 halaman
    Jurding
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Reading
    Jurnal Reading
    Dokumen9 halaman
    Jurnal Reading
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Reading
    Jurnal Reading
    Dokumen9 halaman
    Jurnal Reading
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • PBL Skenario 2
    PBL Skenario 2
    Dokumen20 halaman
    PBL Skenario 2
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Skripsi
    Skripsi
    Dokumen20 halaman
    Skripsi
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2 Muskulo
    Skenario 2 Muskulo
    Dokumen17 halaman
    Skenario 2 Muskulo
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Strategi Pancasila
    Strategi Pancasila
    Dokumen2 halaman
    Strategi Pancasila
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2 Muskulo
    Skenario 2 Muskulo
    Dokumen17 halaman
    Skenario 2 Muskulo
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Pancasila UTS
    Pancasila UTS
    Dokumen13 halaman
    Pancasila UTS
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Skenario 3
    Skenario 3
    Dokumen13 halaman
    Skenario 3
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen13 halaman
    Skenario 1
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2
    Skenario 2
    Dokumen14 halaman
    Skenario 2
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • PBL Skenario 2
    PBL Skenario 2
    Dokumen20 halaman
    PBL Skenario 2
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat
  • Strategi Pancasila
    Strategi Pancasila
    Dokumen2 halaman
    Strategi Pancasila
    sheila_andini_1
    Belum ada peringkat