TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling
sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang
berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk
melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum
tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala
kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin
akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang
mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka
darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak,
keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.
B. Etiologi
Kebanyakan hematoma epidural ini disebabkan oleh adanya fraktur tulang
kepala yang dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporal.
C. Anatomi dan Fisiologi
A. Anatomi Kepala
B. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
a. Skin atau kulit
b. Connective tissue atau jaringan penyambung
c. Aponeuresis atau galea aponeurotika
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e. Perikranium
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma
subgaleal). Kulit kepala banyak memiliki pembuluh darah sehingga bila
terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak
kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.
C. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di regio temporal sangat tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior, fosa
media dan fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis,
fosa media adalah tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah
ruang untuk bagian bawah batang otak dan serebelum.
D. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu : dura mater, arakhnoid, dan pia mater. Dura mater adalah
selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat
pada permukaan dalam dari cranium. Karena tidak melekat pada selaput
arakhnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdural) yang terletak antara dura mater dan arakhnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural.
Selanjutnya CSS keluar dari sistim ventrikel dan masuk ke dalam ruang
subarachnoid yang berada diseluruh permukaan otak dan medulaa
spinalis. CSS akan di reabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui
granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya
darah dalam CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial
(hidrosefalus komunikans pasca trauma)
G. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fosa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior). Mesensefalon (midbrain) menghubungkan
hemisfer serebri dengan baatang otak (pons dan medulla oblongata) dan
berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut incisura
tentorial. Nervus okulomotorius (Nervus III) berjalan di sepanjang tepi
tentorium, dan saraf ini dapat tertekan bila terjadi herniasi lobus
temporal, umumnya di akibatkan oleh adanya massa supratentorial atau
edema otak. Serabut-serabut parasimpatik yang berfungsi melakukan
konstriksi pupil mata berjalan pada sepanjang permukaan nervus
okulomotorius. Paralisis serabut-serabut ini yang disebabkan oleh
penekanan nervus III akan mengakibatkan dilatasi pupil oleh karena tidak
adanya hambatan aktivitas serabut simpatik.
D. Tanda-tanda
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif.
Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata
dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran
hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan
mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi
negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan
tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai
koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya
kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda
kematian.
F. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah
satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila
fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi
di daerah frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang masuk di dalam
tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di
permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom
epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut
dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di
tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada
saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada
lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat,
dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang
besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain
kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau
terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali.
Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang
progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara
dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi
kecelakaan di sebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper
selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi
lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah
mengalami fase sadar. Sumber perdarahan :
1. Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )
2. Sinus duramatis
3. Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi arteri diploica
dan vena diploica
Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi
lain (4)
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf
karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura
sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi
trans dan infra tentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang
mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat,
harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.
H. Penatalaksanaan
1. Penanganan darurat :
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
2. Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang
tekanan intracranial dan meningkakan drainase vena.
3. Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
b. Keadaan pasien memburuk
c. Pendorongan garis tengah > 3 mm
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya
menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan
oleh lesi desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
a. 25 cc desak ruang supra tentorial
b. > 10 cc desak ruang infratentorial
c. > 5 cc desak ruang thalamus
I. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operatif
a. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan yang akan
dilakukan
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
informasi
2. Intra operatif
a. Resiko cedera berhubungan dengan anestesi.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif pembedahan.
c. Resiko hipotermi berhubungan dengan ruangan yang dingin.
3. Post operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif