Penyusun :
Paulus Anung A. Pandelaki
Agnes
Richard Arner Tukang
Pembimbing :
dr. Faizal Z , Sp. F
ANATOMI KEPALA
4. Otak
Menurut perkembangan embriologi, otak atau encephalon terbagi atas 3 bagian yaitu :
a. Proencephalon yang berkembang menjadi telencephalon dan diencephalon.
Telencephalon selanjutnya menjadi hemisfer cerebri yang menempati fossa crania
anterior dan media.
b. Mesencephalon
c. Rhombencepahlon yang berkembang menjadi pons dan cerebellum.
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar
1,4 kg. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi
sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus
oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas
berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada
medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam
fungsi koordinasi dan keseimbangan.3
Gambar 4. Lobus-lobus Otak
(Dikutip dari kepustakaan 3)
Deskripsi keadaan fraktur dapat menggunakan kombinasi dari ketiga klasifikasi di atas.
Gambaran fraktur sangat ditentukan oleh tiga hal, yaitu : 7-9
1. Besarnya kekuatan benturan
2. Perbandingan antara besar kekuatan dan luasnya daerah benturan, semakin besar nilai
perbandingan ini akan cenderung menyebabkan fraktur deppressed.
3. Lokasi dan keadaan fisik tulang tengkorak
Fraktur Linier
Fraktur linier merupakan garis fraktur tunggal pada tengkorak yang meliputi seluruh
ketebalan tulang. Umumnya disebabkan oleh benturan dengan objek yang keras (tumpul) dengan
ukuran sedang, yaitu dengan luas lebih dari 5 cm.2,7,8
Bila fraktur linier ini didapatkan melintasi daerah perdarahan a.meningea media, perlu
dicurigai terjadinya hematoma epidural arterial. Bila garis fraktur yang dijumpai melintasi daerah
sinus longitudinal superior atau sinus lateralis maka perlu dicurigai adanya hematoma epidural
vena.7,8
Gambar 3. Fraktur linier disebabkan oleh benturan keras pada kepala yang mengenai jalan raya
akibat kecelakaan lalu lintas. (dikutip dari kepustakaan No.10)
Fraktur Diastase
Fraktur diastase adalah fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak, dan berakibat
terjadinya pemisahan sutura kranial tersebut. Fraktur ini sering terjadi pada anak di bawah usia 3
tahun, sedangkan pada orang dewasa relatif lebih jarang. Fraktur diastase yang terjadi pada sutura
lambdoidea memiliki resiko terjadinya hematoma epidural. 7-9
Gambar 4. Fraktur diastase pada Coronal Suture Line (CSL) dan Sagital Suture Line (SSL).
Dikutip dari kepustakaan No.10
Fraktur Comminuted
Fraktur comminuted adalah fraktur yang menyebabkan terjadinya lebih dari satu fragmen
patahan tulang, namun masih dalam satu bidang. Beberapa literatur tidak membedakan fraktur ini
dengan fraktur linier, karena diasumsikan merupakan bentuk fraktur linier yang multipel. 7-9
Fraktur Deppressed
Fraktur ini disebababkan oleh benturan dengan beban tenaga yang lebih besar daripada
fraktur linier, dengan permukaan benturan yang lebih kecil. Misalnya benturan oleh martil, kayu,
batu, pipa besi, dll. Fenomena kontak yang terjadi disini lebih terfokus dan lebih padat sehingga
akhirnya melebihi kapasitas elastisitas tulang dan terjadilah perforasi tulang. Fraktur deppressed
diartikan sebagai fraktur dengan tabula eksterna pecahan fraktur yang tertekan masuk ke dalam
sehingga terletak di bawah level anatomik tabula interna tulang tengkorak sekitanya yang utuh.
Sebagai akibat impaksi tulang ini, dapat terjadi penetrasi terhadap duramater dan jaringan otak di
bawahnya, dan dapat berakibat kerusakan struktural dari jaringan otak tersebut.7,8
Fraktur Konveksitas
Fraktur konveksitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang yang membentuk konveksitas
(kubah) tengkorak seperti os frontalis, os temporalis, os parietalis, dan os occipitalis. Fraktur
konveksitas dapat berupa fraktur linier, deppressed, kominutif, atau diastase.7,8
Gambar 8. Hematoma retroauriculer (battle’s sign) pada fraktur basis cranii fossa media
(Dikutip dari kepustakaan No.7)
a. Kerusakan Fokal
Kerusakan fokal merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak,
tergantung pada mekanisme cedera yang terjadi. Kerusakan fokal yang timbul dapat berupa : 7,8
- Kontusio serebri
Kontusio serebri adalah kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya piamater.
Istilah kontusio digunakan untuk menyatakan adanya cedera atau gangguan pada jaringan
otak yang lebih berat dari konkusi (concussion), dengan memiliki karakteristik adanya
kerusakan sel saraf dan aksonal, dengan titik-titik perdarahan kapiler dan edema jaringan otak.
Terutama melibatkan puncak-puncak gyrus karena bagian ini akan bergesekan dengan
penonjolan dan lekukan tulang saat terjadi benturan. 7,8
Gambar 9. Kontusio pada dasar lobus temporal dan frontal, disebut juga ’burst lobe’
(Dikutip dari kepustakaan No.7)
Kontusio dapat terjadi pada lokasi benturan (coup contussion), di tempat lain
(countrecoup contussion) atau dapat pula terjadi diantara lesi coup dan countercoup yang
disebut sebgai intermediate-coup contussion. 7,8
Gambar 10. Lesi coup dan countrecoup sehubungan dengan mekanisme
Cedera kepala (Dikutip dari kepustakaan No.7)
Lesi kontusio sering berkembang sejalan dengan waktu, sebabnya antara lain adalah
perdarahan yang terus berlangsung, iskemik nekrosis, dan diikuti oleh edema vasogenik.
Kontusio tampak tidak terlalu berat, namun dapat mengakibatkan kematian karena adanya
komplikasi yang ditimbulkan, misalnya komplikasi kardiopulmonal. 7,8
- Laserasi serebri
Laserasi serebri adalah kontusio serebral yang berat, dimana mengakibatkan gangguan
kontinuitas jaringan otak yang kasat mata, dan dalam hal ini terdapat kerusakan atau robeknya
piamater. Laserasi biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subarachnoid traumatika,
subdural akut, dan intraserebral. Laserasi dapat dibedakan atas laserasi langsung dan tidak
langsung. Laserasi langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda
asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan
laserasi tak langsung disebabkan oleh deformasi jaringan yang hebat akibat kekuatan
mekanis. 7,8
- Perdarahan intrakranial
o Hematoma Epidural
Hematoma epidural atau dalam beberapa literatur disebut pula sebagai
hematoma ekstradural, adalah keadaan dimana terjadi penumpukan darah diantara
duramater dan tabula interna tulang tengkorak. Umumnya disebabkan oleh trauma
tumpul kepala, yang mengakibatkan terjadinya fraktur linier, namun dapat pula tanpa
disertai fraktur. Lokasi yang paling sering adalah di bagian temporal atau
temporoparietal ( 70 % ) dan sisanya di bagian frontal, oksipital, dan fossa serebri
posterior. Darah pada hematoma epidural membeku, berbentuk bikonveks.
Sumber perdarahan yang paling sering adalah dari cabang a.meningea media,
akibat fraktur yang terjadi di bagian temporal tengkorak. Namun dapat pula dari arteri
dan vena lainnya, atau bahkan keduanya. Hematoma epidural yang tidak disertai
fraktur tulang tengkorak akan memiliki kecenderungan lebih berat, karena
peningkatan tekanan intrakranial akan lebih cepat terjadi. 7,8
o Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara lapisan
duramater dan arachnoidea. Perdarahan yang terjadi dapat berasal dari pecahnya
bridging vein yang melintas dari ruang subarachnoidea atau korteks serebri ke
ruang subdural, dengan bermuara dalam sinus venosus duramater. Selain itu dapat
pula akibat robekan pembuluh darah kortikal, subarachnoidea, atau arachnoidea
yang disertai robeknya lapisan arachnoidea. Perdarahan jenis ini relatif lebih
banyak terjadi daripada hematoma epidural, dan memiliki angka mortalitas yang
tinggi, antara 60-70 % untuk yang sifatnya akut. 7,8
Gambar 12. Hematoma subdural ( Dikutip dari kepustakaan No.10 )
o Hematoma intraserebri
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan
(parenkim otak). Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan
otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam
jaringan otak tersebut. Perdarahan dapat berlokasi di bagian mana saja, misalnya
di substansia alba hemisfer serebri, serebellum, diensefalon, atau mungkin juga di
corpus callosum. Akan tetapi lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi
lainnya (countre-coup). 7,8
Lesi dapat berupa fokus perdarahan kecil-kecil, namun dapat pula berupa
perdarahan yang luas. Perdarahan yang kecil-kecil umumnya sebagai akibat lesi
akselerasi-deselerasi, sedangkan yang besar umumnya akibat laserasi atau
kontusio serebri berat. Beberapa sumber menyatakan definisi hematoma
intraserebri adalah perdarahan lebih dari 5 cc, sedangkan bila kurang maka disebut
petechial intraserebri (kontusio serebri). Perdarahan dapat terjadi segera, dapat
pula beberapa hari atau minggu kemudian, khususnya pada pasien lanjut usia. 7,8
Perdarahan pada lobus temporal memberikan resiko besar terjadinya
herniasi uncus yang berakibat fatal. Hematoma intraserebral yang disertai dengan
hematoma subdural, kontusio atau laserasi pada daerah yang sama memiliki efek
yang juga fatal, dan disebut sebagai ”burst lobe”. Bentuk perdarahan lainnya
adalah yang disebut Bollinger’s apoplexy, yaitu hematoma intraserebral yang
terjadi setelah beberapa minggu (atau bulan) setelah cedera dan selama waktu
tersebut pasien dalam keadaan neurologis yang normal. Hal ini berkaitan dengan
keadaan hipotensi, syok, DIC, dan konsumsi alkohol. 7,8
Gambar 14. Dua area hematoma intraserebral pada whhite matter (kiri) dan di ganglia basal
(kanan). (Dikutip dari kepustakaan No.12)
o Hematoma Intraventrikuler
Hematoma intraventrikuler adalah adanya darah dalam sistem ventrikel,
dalam hal ini akibat trauma. Sumber perdarahan tidak selalu mudah diketahui,
bahkan biasanya sulit ditemukan, mungkin dari robekan vena di dinding ventrikel,
korpus kalosum, septum pelusidum, forniks, atau pada pleksus koroid. Dapat pula
sebagai perluasan dan perdarahan di lobus temporal atau frontal, atau ganglia
basalis. Biasanya hematoma ini didapatkan menyertai trauma kepala dengan
hematoma subarachnoid. Cedera kepala yang sampai menyebabkan perdarahan
intraventrikel ini merupakan cedera yang sangat berat, dan karenanya memiliki
mortalitas yang tinggi. 7,8
Gambar 15. hematoma intraventrikular. (Dikutip dari kepustakaan No.12)
Kerusakan Difus
Kerusakan difus adalah kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak, dan
umumnya bersifat mikroskopis. Kerusakan ini paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi mekanisme akselerasi dan deselerasi. Angulasi,
rotasi, dan peregangan yang timbul menyebabkan robekan serabut saraf pada berbagai tempat
yang sifatnya menyeluruh. Berdasarkan gambaran patologinya, kerusakan difus ini dibedakan
atas: 7,8
- Diffuse Axonal Injury (DAI)
DAI adalah adanya kerusakan akson yang difus dalam hemisfer serebri, korpus
kalosum, batang otak, dan serebelum (pedunkulus). Awalnya, kekuatan renggang pada saat
benturan melebihi level ketahanan akson, sehingga terjadi sobekan atau fragmentasi
aksolemma, dan keteraturan susunan sitoskeleton akson akan menjadi rusak. Terjadi pada saat
benturan, tetapi ada yang memberi batas waktu dalam 60 menit sejak kejadian (primer
axotomy). 7,8
Aksolemma dan susunan membran pada awalnya masih utuh, walaupun susunan
sitoskeleton akson terganggu. Penghantaran aksoplasma akan terbendung pada sitoskeleton
yang mengalami kerusakan sehingga terjadi pembengkakan akson (retraction ball), yang pada
akhirnya akan menyebabkan putusnya akson. Terjadi antara 12 – 48 jam (secondary
axotomy). 7,8
2. Kerusakan Sekunder
Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari kerusakan
primer termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemia, edema otak, TTIK (Tekanan Tinggi
Intrakranial), hidrosefalus dan infeksi. Berdasarkan mekanismenya, kerusakan ini dapat
dikelompokkan atas dua, yaitu : 7,8
a. Kerusakan hipoksik – iskemik menyeluruh ( Diffuse hypoxic-ischemic damage)
Kerusakan ini sudah berlangsung pada saat antara terjadinya trauma dan awal pengobatan.
Kerusakan ini timbul karena : 7,8
- Hipoksia : penurunan jumlah O2 dalam alveoli
- Iskemia : berhentinya aliran darah
- Hipotensi arterial sistemik
b. Edema otak menyeluruh (Diffuse brain swelling)
Keadaan ini terjadi akibat peningkatan kandungan air dalam jaringan otak atau
peningkatan volume darah (intravaskuler), atau kombinasi keduanya. Pada diffuse brain
swelling sebenarnya belum jelas patogenesisnya, diperkirakan sebagai jenis kongestif karena
kehilangan tonus vasomotor. 7,8
TRAUMA LUKA TEMBAK KEPALA
Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru yang masuk ke
dalam tubuh yang diproyeksikan dengan senjata api atau persentuhan peluru dengan tubuh.
Yang termasuk dalam luka tembak adalah luka tembak masuk maupun luka tembak keluar.
Luka tembak masuk terjadi apabila anak peluru memasuki suatu objek dan tidak keluar lagi,
sedangkan pada luka tembak keluar, anak peluru menembus objek secara keseluruhan.
Umumnya luka tembak ditandai dengan luka masuk yang kecil dan luka keluar yang lebih
besar. Luka ini biasanya juga disertai dengan kerusakan pada pembuluh darah, tulang, dan
jaringan sekitar.
Luka tembak terjadi karena energy dari peluru saat menembus tubuh. Semakin besar
energy yang dihasilkan peluru, semakin parah luka yang dapat terjadi. Energy akan meningkat
seiring, besar, berat, dan kecepatan pelurunya. Secara umum peluru berukuran besar yang
ditemabakkan dari senapan menyebabkan luka yang lebih besar dibandingkan dengan peluru
Pada saat seseorang melepaskan tembakan dan kebetulan mengenai sasaran, yaitu
tubuh korban, maka pada tubuh tersebut akan didapatkan perubahan yang diakibatkan
oleh beberapa unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api tersebut. Adapun
komponen atau unsur-unsur yang keluar pada setiap penembakan adalah: Anak peluru,
Butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga, api dan
partikel logam.
tembakan karena hal terpenting pada pemeriksaan kasus luka tembak adalah menentukan
menjadi 3, yaitu :
Pada umumnya luka tembak masuk kontak adalah perbuatan bunuh diri.
Terjadi bila laras senjata api ditekankan pada kulit dan ditembakkan. Sasarannya
adalah daerah temporal, dahi sampai occiput, dalam mulut, telinga, wajah di bawah
dagu dengan arah yang menuju otak. Luka pada kulit tidak bulat, tetapi terbentuk
bintang dan sering ditemukan cetakan/jejas ujung laras daun mata pejera. Terjadinya
luka terbentuk bintang disebabkan karena ujung laras ditempelkan pada kulit, maka
seluruh gas masuk ke dalam dan akan keluar melalui lubang anak peluru. Pada
tepinya terdapat gelang kontusi dan apabila ada rambut akan hangus. Disamping ada
gelang kontusi tepi luka menunjukkan tanda luka terdapat sisa-sisa mesiu, tattoage
Apabila senjata dipegang erat menekan kulit, sisa mesiu tedapat dalam yang
tijaringan subkutan dan dalam saluran tembakan. Apabila ada tulang di bawah kulit,
penghitaman karena mesiu sering dapat ditemukan pada permukaan kulit tebal, maka
tepi luka akan berbentuk bintang atau robek-robek karena gas-gas yang masuk
terhalang tulang, berbalik keluar. Seringkali tepi luka berwarna “pinkish-red” karena
terbentuknya carboxylhemoglobin akibat gas CO yang masuk. Pada kontak erat dapat
Skull
Gases and
soot
Stellate,
seared,
blackened
wound
margins
Gambar 22. Luka tembak tempel didaerah dahi. (dikutip dari kepustakaan 3)
Pada umumnya luka tembak masuk jarak dekat ini desebabkan oleh peristiwa
hand. Terjadi pada jarak tembakan mulai jarak dari kontak longgar hingga jarak
kurang dari 60 cm, mempunyai ciri-ciri yang khas yang disebabkan karena efek dari
asap, nyala api, dan tattoage. Efek dari nyala api terjadi pada tembakan sampai 30
cm. Tattoo yang disebabkan mesiu yang tidak terbakar dapat terlihat sekitar luka
tembak masuk pada tembakan kurang dari 60 cm. Kadang-kadang ditemukan juga
mental fouling pada luka tembak masuk jarak dekat. Pada tepi luka terdapat gelang
nyala api, asap atau sisa-sisa mesiu/tattoage. Pada arah tembakan tegak lurus
Tepi luka umumnya menunjukkan gelang kontusi dengan jelaga disekitar luka.
Dapat juga ditemukan kemerahan pada tepi luka disebabkan karena ecchymosis
akibat perdarahan di dalam kulit. Jelaga di sekitar luka disebabkan karena hapusan
Luka tembak keluar di kulit terjadi sama dengan luka tembak masuk. Hanya saja
kekuatan yang meregangkan kulit, arahnya dari dalam keluar. Tembakan dilepaskan
menembus jaringan lunak yang tipis, seperti pada ekstremitas memungkinkan terjadinya
luka ini. Luka tembak keluar dapat menimbulkan kesulitan dalam interpretasinya sebab
Kecepatan dan besar anak peluru adalah fator penting dalam menentukan besarnya
luka yang ditimbulkan, makin besar kecepatannya, makin besar kerusakan yang
yang tidak sama kepadatannya menyebabkan anak peluru bergerak tidak beraturan
sehingga pada waktu keluar akan menimbulkan luka yang lebih besar daripada luka
tembak masuknya. Bentuk luka tembak keluar jadi sangat bervariasi, dapat ulat, stelatte,
Pada luka tembak keluar tidak ada gelang kontusi kecuali apabila ada benda keras
yang menempel/menekan kulit tempat peluru keluar, seperti korban menempel di tembok
atau tergeletak di lantai, atau anak peluru keluar itu mengenai sabuk atau benda keras lain.
Dalam keadaan demikian bentuk luka tembak tidak hanya bulat, tetapi juga menunjukkan
adanya “gelang kontusi” ditepinya yang dapat dikacaukan sebagai luka tembak masuk.
Khususnya tulang pipih akan akan menunjukkan kelainan yang khas, sehingga
walupun korban telah mengalami pembusukan masih tetap akan dapat dikenali dari bagian
sebelah mana peluru masuk pada bagian mana pula peluru tersebut keluar. Luka tembak
pada kepala merupakan contoh yang baik untuk melihat kelainan dimaksud.
- Pada tempat masuknya peluru, lubang yang terjadi pada tabula eksterna akan
- Pada tempat keluarnya peluru, lubang yang terjadi pada tabula interna akan
- Pada luka tembak tempel dapat dijumpai jejas berwarna hitam yang
atau tulang.
Gambar 25. Gambaran luka tembak masuk dan luka tembak keluar pada tulang tengkorak. 1
Anak peluru yang menembus kulit akan menyebabkan terjadnya lubang yang dikelilingi
bagian yang kehilangan kulit ari berupa kelim lecet. Selain itu zat yang melekat pada anak
peluru, seperti minyak pelumas koma, jelaga, dan elemen mesiu (Pb, Sb, Ba) akan terusap
pada tepi lubang (pada luka tembak masuk jarak jauh). Butir-butir mesiu yang tidak habis
terbakar akan tertanam pada kulit di sekitar kelim lecet, membentuk kelim tattoo (pada luka
tembak masuk jarak dekat), dan jelaga/asap yang keluar dari ujug laras senjata akan
membentuk kelim jelaga, sedangkan api yang ikut keluar akan membentuk kelim api (berupa
hiperemi atau jaringan yang terbakar, pada luka tembak masuk jarak sangat dekat). Ujung
larang yang menempel pada kulit saat senjata api ditembakka akan membentuk luka lecet
tekan yang mengelilingi kelim lecet dengan sekitar yang menonjol, dikenal sebagai jejak laras.
LTM (luka tembak masuk) jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak peluru,
sedangkan LTM jarak dekat dibentuk oleh komponen anak peluru dan butir-butir mesiu yang
tidak habis terbakar. LTM jarak sangan dekat dibentuk oleh komponen anak peluru, butir
mesiu, jelaga, dan panas/api. LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut
di atas (yang akan masuk ke dalam saluran luka) dan jejas laras. Saluran luka akan berwarna
hitam dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka tembak masuk sebagai luka lecet jenis
tekanan, yang terjadi sebagai akibat tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu. Bila
seluurh lingkaran laras senjata menempel tegak lurus pada kulit, maka butir mesiu, jelaga api,
semuanya masuk ke dalam luka. Tekanan balik gas panas yang masuk ke dalam saluran dapat
mengakibatkan peregangan kulit yang sangat besar dan memberikan gambaran luka seperti
bintang. Bila tidak seluruh lingkaran laras senjata menempel pada permukaan kulit, maka akan
terbentuk gambaran LTM yang merupakan kombinasi dari LTM tempel dan LTM jarak sangat
dekat.
Gambaran LTM jarak jauh dapat juga ditemukan pada korban yang tertembak pada jarak
yang dekat/sangat dekat, apabila di atas permukaan kulit terdapat penghalang misalnya
pakaian yang tebal, ikat pinggang, helm, dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir
mesiu yang tidak habis terbakar, jelaga, dan api tertahan oleh penghalang tersebut.
Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan ditemukan LTK (luka
tembak keluar). LTK umumnya lebih besar dari LTM akibat terjadinya deformitas anak
peluru, bergoyangnya anak peluru, dan terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK.
Pada anak peluru yang menembus tulang pipih, seperti tulang atap tengkorak, akan terbentuk
corong yang membuka searah dengan gerak anak peluru. LTK mungkin lebih kecil daripada
LTM bila terjadi pada luka tembak tempel/kontak, atau pada anak peluru yang telah kehabisan
tenaga pada saat akan keluar meninggalkan tubuh. Bentuk LTK tidak khas dan sering tidak
beraturan.
menembus kulit seperti bor dengan besar dan lebih tidak teratur
2. Pinggiran luka melekuk kea rah dalam Pinggiran lukan melekuk keluar karena
6. Pada tulang tengkorak, pinggiran luka Tampak seperti gambaran mirip kerucut
teratur bentuknya
ecchymosis
A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X-Ray
X-Ray penting dilakukan pada pemeriksaan luka temabk. Semua luka tembak harus
Untuk melihat apakah peluru atau bagian-bagian dari peluru masih ada di
dalam tubuh
waktu otopsi. X-Ray harus dilakukan tanpa seluruh luka tembak keluar karena walaupun
ada luka keluar bukan berarti kalau peluur memang keluar. Mungkin saja peluru tersebut
mempunyai cukup energy untuk menimbulkan defek di kulit, tetapi memantul kembali
ke dalam tubuh. Luka keluar tersebut juga mungkin disebabkan oleh fragmen tulang yang
X-Ray juga berguna pada kasus di mana selubung peluru dan inti terpisah pada saat
memasuki tubuh, inti bisa saja keluar, namun selubungnya terperangkap di dalam. Pada
otopsi, jika tidak disadari, maka pemeriksa akan menarik kesimpulan yang salah, bahwa
seluruh peluru telah keluar. Ataupun sebaliknya di mana selubung keluar, namun inti
terperangkap. Kesalah tersebut dapat dihindari dengan X-Ray yang akan menunjukkan
Pada luka tembus, pecahan-pecahan kecil dari peluru dapat tertinggal di sepanjang
luka atau pada tulang yang terperforasi oleh peluru. Pecahan tersebut biasanya
terlewatkan pada otopsi, maka dengan itu perlu dilakukan X-Ray sehingga dapat diambil
mengetahui asal metal. X-Ray juga bisa memperlihatkan luka dari luka tembak lama atau
pecahan-pecahan peluru yang tidak berhubungan dengan kematian. Pada luka lama sudah
terjadi fribrosis dan peluru sudah berwarna hitam karena terjadi oksidasi.
Pada gambaran radiologi juga bisa dilihat apakah terjadi pemantulan dalam.
Terdapat gambaran jejak pecahan-pecahan yang terlihat bolak-balik. Namun, X-Ray juga
mempunyai beberapa kekurangan, antara lain kaliber dari peluru tidak adapat ditentukan
dengan tepat. Ini karena pembesaran dari gambaran peluru yang tergantung dari jarak
dengan sinar X-Ray. Peluru yang dekat dengan sinar terlihat lebih besar dan batas terlihat
kabur daripada gambaran yang lebih dekat ke film. Namun, estimasi kaliber bisa
didapatkan. X-Ray sebaiknya diambil pada saat jenazah masih berpakaian agar dapat
mendeteksi peluru yang keluar dari tubuh dan tertinggal di dalam pakaian.
2. CT-Scan
CT-Scan adalah alat yang lebih akurat untk mengevaluasi letak peluru dan pecahan-
pecahan tulang. Dapat diketahui sejauh mana peluru menembus organ atau jaringan. Pada
luka tembak kepala, dapat dilihat apakah terjadi perdarahan otak, fraktur tulang vertebra,
dan lain-lain.
Tes Paraffin merupakan tes yang tidak spesifik, sebab hanya dpaat
mendeteksi adanya nitrat dan nitrit saja. Sehingga tes ini juga dapat
Tes Harrison dan Gilroy, menggunakan kassa yang telah dibasahi dengan
asam klorida. Bedanya Tes Paraffin adalah, bahwa tes yang terakhir ini
Tes berikutnya adalah Metode Neutron Activation Analysis (NAA), tes ini
lebih sensitive sebab masih dapat mendeteksi antimony, barium, dan copper
tes lain yang juga sensitive adalah tes yang menggunakan Metode Anatomic
Spectroscopy (FAAS).
Kesimpulan
Trauma kepala dapat diakibatkan oleh berbagai macam mekanisme, sehingga hasil yang
ditemukan oleh trauma tersebut akan bervariasi. Pemeriksaan dari luar secara teliti mengenai
mekanisme penyebab trauma sangat penting untuk menentukan kira – kira penyebab kematian.
Selain luka luar pada kepala, harus dipikirkan juga kerusakan bagian dalam, khususnya bagian
selaput otak dan jaringan otak itu sendiri karena dapat terjadi komplikasi yang sangat fatal.
Daftar Pustaka