Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN REFLEKSI KASUS KOMUDA

Nama dan No Mhs : Nurmahida Mutia Sari/ 20130310197

Rumah Sakit : RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

1. Pengalaman :

Seorang pria berusia 44 tahun, datang dengan keluhan merasa nyeri yang
menusuk-nusuk ketika menggerakkan panggul. Hasil survei primer tidak didapatkan
kelainan pada pemeriksaan Airway. Pada pemeriksaan Breathing didapatkan RR 26
kali/ menit disertai napas cepat dan dangkal. Pada pemeriksaan Circulation
didapatkan akral dingin, wajah pucat, dan capillary refill >2 detik. Pada pemeriksaan
Disability didapatkan kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4V5M6), dan Exposure
didapatkan adanya luka gores pada lutut dan pergelangan kaki. Hasil survei sekunder
didapatkan riwayat penyakit sekarang yaitu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
dengan kronologi pasien tertabrak mobil sehingga jatuh dari motornya dengan posisi
duduk kemudian pasien langsung merasa kesakitan dan tidak mampu untuk berdiri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD tidak ditemukan dan nadi tidak teraba; pada
mata didapatkan ukuran pupil asimetris antara kanan dan kiri (5mm/3mm), pada
abdomen terasa ada nyeri tekan pada regio kanan bawah, pada ekstremitas atas
didapatkan luka gores pada siku tangan kanan dan kiri, dan pada ekstremitas bawah
terdapat luka gores pada lutut dan pergelangan kaki baik yang kiri maupun yang
kanan. Pasien didiagnosis fraktur pelvis. Pasien diusulkan untuk menjalani
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, dan radiologi foto polos AP dan lateral pelvis.

2. Masalah yang dikaji :

Bagaimana klasifikasi fraktur pelvis pada pasien? Bagaimana tatalaksana awal


yang sebaiknya diterapkan pada pasien tersebut?

3. Analisa Kritis :

A. Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan cidera kepala, diantaranya yaitu:


a. Klasifikasi Tile
 Tipe A stabil
 Tipe B tidak stabil dalam rotasi tetapi vertikal stabil
 Tipe C tidak stabil baik dalam rotasi maupun vertikal

b. Klasifikasi Young and Burgess


Klasifikasi ini didasarkan pada mekanisme trauma dan keparahan dari fraktur
pelvis. Penentuan klasifikasi ini dapat dilihat dari hasil pemeriksaan radiologi
foto polos AP.
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Kompresi  Diastasis simfisial  Diastasis  Pemisahan
antero-  Pelebaran sendi simfisial atau hemipelvis
posterior sakroiliaca secara fraktur anterior secara
minor (+/-) vertikal sempurna
 Ligamen posterior  Pelebaran sendi tanpa
dan anterior intak sakroiliaca pergeseran
 Ligamen vertikal
posterior intak  Kerusakan
 Ligamen simfisial dan
anterior rusak kerusakan
total sendi
sakroiliaca,
ligamen
anterior dan
posterior
Kompresi Fraktur tranversal Fraktur bulan sabit Kerusakan
lateral anterior pubik rami (sayap iliaca) kompresi
dengan kompresi sacral anterior
ipsilateral posterior
kontralateral
Robekan Pergerakan vertical,
vertikal anterior maupun posterior
melalui sendi sakroiliaca
Kerusakan Kombinasi pola berbagai
mekanis kerusakan; kompresi
kombinasi lateral/robekan vertical
atau kompresi
lateral/kompresi anterior
posterior

B. Tatalaksana awal pada fraktur pelvis


Terapi awal yang perlu dilakukan pada pasien trauma akut berpusat pada ABC.
Evaluasi dan intervensi harus dilakukan secara urut :
A – Airway dengan melakukan kontrol pada spina serviks
B – Breathing
C – Circulation
D – Disability atau status neurologis
E – Exposure
Setelah melakukan resusitasi dan stabilisasi awal, evaluasi dan tangani injury
yang tidak bersifat mengancam nyawa lainnya.
Penganan fraktur pelvis pada kegawat daruratan berpusat pada pengontrolan
injury yang mengancam nyawa, seperti perdarahan masif. Berbagai teknik dapat
digunakan untuk mengontrol perdarahan. Dasar teknik tersebut ialah menurunkan
volume pelvis, sehingga membatasi jumlah darah yang keluar menuju kavitas
pelvis.
Metode tersederhana yang dapat digunakan untuk menurunkan volume pelvis
adalah dengan membalut pelvis pasien. Fiksator eksternal dan klam pelvis
eksternal dapat pula digunakan untuk mengontrol volum pelvis, sekaligus dapat
menstabilkan tulang, sehingga mencegah pergerakan fraktur dan membuang
endapan.
Garmen antisyok pneumatik juga dapat digunakan untuk mengontrol
perdarahan yang berhubungan dengan fraktur pelvis. Perawatan secara benar
harus diperhatikan pada penggunaan garmen antisyok pneumatik ini karena dapa
meningkatkan tekanan intramuskular dan intratoraks, sehingga berpotensial
menyebabkan sindrom kompartemen dan gangguan pernapasan. Garmen antisyok
pneumatik kontraindikasi digunakan pada pasien dengan edema pulmoner
dan/atau ruptur diafragma.
4. Dokumentasi :
5. Referensi
A. www.boneandjoint.org.uk/sites/default/files/FocusOn_jun10.pdf
B. http://emedicine.medscape.com/article/1247913-treatment#d9

Dosen Pembimbing

(dr. Galuh Suryandari, M.Med.Sc)

Anda mungkin juga menyukai