Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN PADA KASUS

CLOSE FRAKTUR PELVIS ANTERIOR POSTERIOR


COMPRESSION POST OP ORIF DI RUMAH SAKIT ORTHOPEDI
Prof. dr. SOEHARSO SOLO

MAKALAH

Oleh:

AILSA SHABRINA TRIXIE (30617004)


ALDONNA ARIA BELLA (30617005)

PROGRAM STUDI D3 FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2019

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN PADA KASUS


CLOSE FRAKTUR PELVIS ANTERIOR POSTERIOR
COMPRESSION POST OP ORIF DI RUMAH SAKIT ORTHOPEDI
Prof. dr. SOEHARSO SOLO

Oleh:

AILSA SHABRINA TRIXIE (30617004)


ALDONNA ARIA BELLA (30617005)

Telah disetujui:

Pembimbing Lahan

M. Abdurrohman Rifai
Nip.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelvis atau yang biasa disebut dengan panggul merupakan kumpulan

tulang yang berfungsi sebagai penyangga organ di area perut dan penghubung

antara tubuh bagian atas dan bawah. Fraktur adalah terputusnya hubungan

atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang berlebihan. Sehingga

Fraktur pelvic dapat diartikan terputusnya kontuinitas tulang pada pelvic.

Penyebab dari frakrur pelvic dapat berupa trauma atau stress yang berlebih

pada tulang pelvis.

Pada tahun 2013 di Indonesia terdapat peningkatan prevalensi cedera

patah tulang yaitu sebesar 8,2%, dengan urutan penyebab cedera terbanyak

adalah jatuh 40,9%, kecelakaan sepeda motor (40,6%), cedera karena benda

tajam/tumpul 7,3%, transportasi darat lainnya 7,1% dan kejatuhan 2,5%

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, 2013). Dari data

subjektif yang didapatkan di RS Orthopedi Prof. dr. Soeharso pada tahun

2019 angka kejadian fraktur pelvis sekitar 5% dengan penyebab tertinggi

jatuh dari ketinggian. Penanganan yang dapat dilakukan pada kondisi pasien

dengan fraktur pelvis berupa tindakan operative pemasangan Open Reduction

Internal Fixation (ORIF).


Problematika fisioterapi yang dapat muncul dalam kondisi Close

Fracture Pelvis Anterior Posterior Compression Post Op ORIF adalah

terdapat nyeri, terdapat penurunan kekuatan otot, penurunan Lingkup Gerak

Sendi, (LGS), serta penurunan kemampuan fungsional dasar pasien. Dalam

mengatasi problematika terebut diberikan tindakan fisioterapi berupa terapi

latihan berupa active assisted LGS dan latihan tranfer ambulasi. Active

Assited Exercise merupakan latihan gerak aktif yang terjadi karena adanya

kerja otot yang bersangkutan, melawan pengaruh gravitasi dan dalam

melakukannya dibantu oleh kekuatan dari luar, sedangkan latihan transfer

ambulasi merupakan latihan yang dilakukan sedini mungkin setelah tindakan

pasca operasi dimulai dari miring, bangun, duduk, berdiri hingga berjalan

dengan bantuan sesuai kondisi pasien, untuk persiapan mobilisasi pada pasien.

Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk mengambil kasus

Close Fracture Pelvis Anterior Posterior Compression Post Op ORIF di RS

Orthopedi Prof. dr. Soeharso Solo sebagai laporan kasus praktik kerja

lapangan.
B. Rumusan Masalah

Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Close Fracture

Pelvis Anterior Posterior Compression Post Op ORIF di RS Orthopedi Prof. dr.

Soeharso Solo?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada

kasus Close Fracture Pelvis Anterior Posterior Compression Post Op

ORIF di RS Orthopedi Prof. dr. Soeharso Solo

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus

Close Fracture Pelvis Anterior Posterior Compression Post Op ORIF

di RS Orthopedi Prof. dr. Soeharso dengan Active Assited Exercise

untuk meningkatkan LGS dan kekuatan otot.

b. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus

Close Fracture Pelvis Anterior Posterior Compression Post Op ORIF

di RS Orthopedi Prof. dr. Soeharso dengan latihan transfer ambulasi

untuk meningkatkan aktifitas fungsional dasar.

D. Manfaat penulisan

1. Bagi penulis

Memberikan pemahaman dan ilmu baru

2. Bagi Intitusi
3. Bagi Rumah Sakit
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi

Fracture adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh

rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan

krepitasi. Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang

umumnya disebabkan stress atau trauma pada tulang yang berlebihan.

fracture secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka dan

fraktur tertutup serta fraktur dengan komplikasi. Fracture tertutup atau close

fracture adalah dimana jaringan kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang,

sehingga lokasi fracture tidak terpapar lingkungan luar. Fracture terbuka

atau open fracture merupakan fracture dimana fragmen tulang menembus

kulit dan terpapar oleh ligkungan luar, sedangkan fracture komplikasi

merupakan fracture yang disertai dengan komplikasi seperti malunion,

delayed union, nonunion, dan infeksi tulang. Dari pengertian tersebut dapat

diartikan bahwa fracture pelvis adalah kondisi terputusnya kontinuitas tulang

pada pelvis yang dapat disebabkan oleh trauma atau stress berlebih. Dalam

kondisi tersebut tindakan operative dilakukan untuk perbaikan pertumbuhan

jaringan. Dalam tindakan operative salah satu metode yang digunakan dapat

berupa pemasangan ORIF. ORIF adalah Open Reduction Internal Fixation

dimana suatu jenis operasi dengan pemasangan internal fiksasi yang


dilakukan ketika fracture tersebut tidak dapat direduksi secara cukup dengan

close reduction, untuk memperthankan posisi yang tepat pada fragmen

fracture. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar

tetap menyatu dan tidak mengalami pergerakan.

2. Klasifikasi Fracture Pelvis

Klasifikasi menurut Young and Burgess fracture pelvis dikategorikan

berdasarkan mekanisme cedera dan tingkat keparahannya.

Tabel II. 1. Klasifikasi Fracture Pelvis


Kategori Grade
fracture III II III
1b. Symphyseal diastasis - Symphiseal Complete
Anterior slight widening ± diastasis – hemipelvis
Posterior sacroiliac joint. Intact widening of separation
Compression anterior and posterior sacroiliac without
ligaments joint, vertical
anterior dispacement.
ligaments Symphyseal
distrupted, distruption and
posterior complete
ligaments distruption of
intact sacroiliac
joint, anterior
and posterior
ligamnets
1a. Anterior tranverse Plus- Plus –
Lateral fracture of pubic rami crescebt contralateral
Compression plus ipsilateral sacral (iliac wing) anterior
compression fracture posterior
compression
injury
1c. Vertical displacement,
Vertical Shear anterior and posterior
through sacroiliac
joint
Combined Combine of other
Mechanical injury pattern lateral
Injuries compression/vertical
sehar or lateral
compression/
anteposterior
compression

Gambar II. 1. Klasifikasi fracture pelvis


3. Anatomi

a. Os. Pelvis

Gambar II. 2. Os. Pelvis

Tulang pelvis terbentuk dari sakrum, coccygeus, dan sepasang

tulang panggul (coxae, innominata) yang menyatu kedepan membentuk

simfisis pubis. Sakrum dan coccygeus merupakan perpanjangan dari

kolumna vertebra dan dihubungkan oleh sendi sakrococcygeus. Pada

bagian anterior sacrum terdapat bagian yang menonjol yang disebut

dengan promontorium. Os coxae/tulang innominata terdiri dari tiga

komponen yaitu ilium, iscium, pubis. Semuanya komponen bertemu

membentuk acetabulum.

1) Ilium, terdiri dari:

a) Fossa iliaka : bagian anterior yang berbentuk cekung dan

halus
b) Tuberositas iliaka/iliac crest : bagian posterior, tempat

menempelnya fossa iliaka, otot abdomen, dan fasia lata.

c) Spina anterior superior dan inferior : spina superior menjadi

tempat fiksasi ligamentum inguinal

d) Spina posterior superior dan inferior : spina superior menjadi

tempat fiksasi ligamentum sakrotuberosa dan sakroiliaka

posterior

e) Linea arcuata : merupakan bagian pinggir pelvis, terletak

diantara dua segmen pertama sakrum

f) Linea terminalis/iliopectineal eminence : garis yang

menghubungkan ilium dan pubis b.

2) Ischium, terdiri dari:

a) Spina ischiadika : perpanjangan bagian tengah posterior tiap

tulang ischium, jarak antara keduanya menggambarkan

diameter terpendek ruang pelvis

b) Ramus ischiadika : bergabung dengan os pubis membentuk

foramen obturatoar.

c) Tuberositas ischiadika : tonjolan tulang yang menunjang tubuh

saat posisi duduk

3) Pubis, terdiri dari:

a) Badan : dibentuk dari garis tengah penyatuan rami pubis

superior dan inferior


b) Simfisis pubis : sendi fibrokartílago tempat badan pubis

bertemu

c) Tuberkulus pubis: proyeksi lateral dari ramus superior, tempat

melekatnya ligamentum inguinal dan rectus abdominis

d) Rami pubis superior dan inferior: bergabung dengan rami

ischiadika melingkari foramen obturatoar, tempat melekatnya

lapisan inferiordiafragma urogenital. Rami inferior desendens

menyatu dengan membentuk sudut 90-100° .

Pelvis dibagi menjadi dua bagian besar: pelvis mayor (pelvis

bagian atas /false pelvis), yang berada di atas linea terminalis termasuk

2 fossa iliaka, dan pelvis minor (pelvis bagian bawah/true pelvis), yaitu

area dibawahnya yang bagian depannya dibatasi dengan os pubis,

bagian posterior dengan sacrum dan coccygeus, bagian lateral dengan

iscium dan sedikit bagian ilium.

b. Ligamen dan Persendian Pelvis


Gambar II. 3. Ligamen dan Persendian Pelvis

Tulang pelvis disatukan oleh empat persendian yaitu dua sendi

simfiseal kartilaginosa, sendi sakrococcygeus dan simfisis pubis, yang

dikelilingi oleh ligamen yang sangat kuat pada bagian anterior dan

posteriornya. Dua sendi synovia yaitu sendi-sendi sakroiliaka yang

disatabilisasi oleh ligamen sakroiliaka, ligamen iliolumbar, ligamen

lumbosakral lateral, ligamen sakrotuberosa, dan ligamen sakrospinosa.

c. Otot otot pada Pelvis

Otot-otot panggul dan otot-otot tungkai atas, yaitu:

Antefleksi:

- m. iliopsoas

- m. rectus femoris
- m. Sartorius

- m. gracilis

- m. adductor magnus

- m. adductor brevis

- m. adductor longus

- m. pectineus

- m. tensor fascia lata

- m. gluteus minimus

Otot-otot ini berfungsi sebagai penggerak antefleksi karena berada atau

menyilangi aksis transversal.

Retrofleksi:

- m. gluteus maximus

- m. gluteus medius

- m. quadrates femoris

Otot-otot ini menyilangi aksis transversal di sebelah dorsalnya.

- m. biceps femoris

- m. semitendincus

- m. semi membranosus

- m. adductor magnus

- m. quadrates femoris
Otot-otot ini menyilangi aksis transversal di sebelah candal

Abduksi:

- m.gluteus minimus

- m. gluteus medius

- m. gluteus maximus

- m. tensor fasciae latae

- m. rectus femoris

- m. sartorius

Otot-otot ini menyilangi aksis sagital di sebelah lateral

- m. piriformis, yang menyilangai aksis sagital di sebelah cranial

Adduksi:

- m. adductor magnus

- m. adductor longus

- m. adductor brevis

- m. pectineus

- m. gracilis

- m. gluteus maximus

- m. semi membranosus

- m. semi tendinosus

- m. biceps femoris caput longum

Otot-otot ini menyilangi aksis sagital di sebelah candal

- m.psoas major
- m. iliacus

Otot-otot ini menyilangi aksis sagital di sebelah medial

Dari otot-otot tersebut ada yang bersifat monoarticuler (hanya

menyilangi satu sendi) dan ada yang bersifat poliarticuler (menyilangi

lebih dari satu sendi). Otot-otot yang bersifat poliarticuler akan lebih

cepat lelah apabila otot tersebut bekerja langsung pada dua sendi.

Seperti halnya pada otot-otot paha depan dan belakang yang bersifat

poliarticuler lebih mudah lelah bila bekerja pada articulatio coxae dan

articulatio genu secara bersamaan. Pada gerak antefleksi, tungkai pada

articulatio coxae oleh otot-otot tungkai depan, akan memberikan sudut

gerakan yang lebih luas apabila lutut dalam keadaan fleksi. Fleksi di

lutut dimaksudkan agar otot-otot paha depan hanya bekerja pada satu

sendi (articulatio coxae). Selain itu antefleksipada lutut makan regangan

pada otot poliarticuler paha belakang akibat gerakan antefleksi akan

diperkecil. Lain halnya apabila lutut diekstensikan saat antefleksi

articulatio coxae, maka otot poliarticuler paha depan lebih cepat lelah,

lebih cepat berkerut maksimal (insufisiensi otot aktif), sedangkan otot-

otot poliarticuler paha depan lebih cepat tegangan maksimal (insufisensi

otot pasif).

d. Pembuluh Darah
Masing-masing arteri iliaca communis berakhir pada apertura pelvis

superior di depan articulatio sacroiliaca dengan bercabang menjadi 2:

1) Arteri iliaca externa: bercabang menjadi arteri epigastrica inferior

dan arteri circumflexa ilium profunda. Arteri ini meninggalkan

pelvis minor dengan berjalan ke bawah ligamentum inguinale

untuk selanjutnya menjadi arteri femuralis.

2) Arteri iliaca interna: bercabang menjadi bagian anterior dan

posterior

yang

mengurus

viscera

pelvis,

perineum,

dinding

pelvis, dan bokong

e. Persarafan

.
.

Pleksus lumbosacralcoccygeus dibentuk oleh rami anterior T12. sampai dengan

S4.Saraf L4 berjalan antara L5 dan sendi SI serta bergabung dengan L5 untuk

membentuktrungkus lumbosakralis pada promontorium. Saraf L5 berjarak 2

sentimeter dari sendi SI

dan keluar dari foramen intervertebralis. Saraf sakralis melewati foramen

sakralis danbergabung dengan pleksusnya. Nervus glutealis superior dan inferior

berjalan ventral kepiriformis dan memasuki pelvis melalui greater siatik notch.

Nervus pudendalis ( S 2, 3 dan4) mempersarafi otot sfingter pelvis dan dapat ruptur

pada saat fraktur.

4. Biomekanik Pelvis

Pergerakan pelvic dihasilkan oleh gerakan lumbal spine dan hip joint.

Gerakan pada lumbal spine dan hip joint dapat menghasilkan pelvic bergerak

tilting ke depan, ke belakang, ke samping dan rotasi secara horizontal.

Gerakan yang terjadi pada pelvic tilting terdiri dari:

a. Forward Tilting

Forward tilting adalah gerakan pelvic pada bidang sagital

disekitar axis frontal- horizontal sehingga simpisis pubis berputar ke

bawah dan ke permukaan posterior sacrum berputar keatas. Dalam

forward tilt, peningkatan sudut dibentuk oleh os pubis dan peningkatan

deviasi sacrum serta pelvis bagian posterior menjauh dari vertical


b. Backward Tilting

Backward Tilting adalah suatu gerak rotasi pelvis dalam bidang

sagital sekitar axis frontal – horizontal sehingga simpisis pubis bergerak

kedepan –atas dan permukaan posterior sacrum berputar sedikit ke

bawah. Dalam puncak backward tilt, sudut dibentuk oleh puncak os

pubis dan penurunan horizontal sacrum dan posterior pelvis.

c. Lateral tilt

Lateral Tilt adalah suatu gerak rotasi pelvis dalam bidang frontal

sekitar axis sagital- horizontal sehingga salah satu crista iliaca turun dan

yang laipada lateral titik ke kirinya naik, pada lateral tilt ke kiri crita

iliaca kiri akan turun dan sisi kanan akan naik.

d. Rotasi (Lateral twist)

Rotasi adalah suatu gerak rotasi pelvis dalam bidang horixontal

sekitar axis vertical/longitudinal. Dalam rotasi, pelvis bagian depan

berputar ke arah belakang.

5. Etiologi

a. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur

pada tempat tersebut.

b. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan

terjadinya fraktur berjauhan.

c. Proses penyakit: kanker dan riketsia.


d. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat

mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang. 5.Muscle (otot):

akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat

menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).

6. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang

yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah

terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,

marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke

bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini

menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,

eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah

yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. Trauma

biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar

atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan

osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.

7. Manifestasi Klinis
Pada fraktur pelvic nyeri merupakan gejala yang dominan, nyeri akan

bertambah dengan menggerakkan pinggul atau mencoba untuk berjalan

sehingga terdapat limitasi pada gerak, seringkali pasien akan mencoba untuk

memposisikan pinggul atau lututnya untuk ditekuk dalam posisi tertentu

dengan tujuan menghindari rasa sakit. Beberapa dalam kasus ini akan

mengalami memar atau pembengkakan pada daerah pinggul. Gejala yang

akan ditimbulkan pada fraktur pelvis berupa nyeri dan bengkak disertai

perubahan warna kulit menjadi kemerahan dan terasa panas pada perabaan

yang merupakan tanda dari peradangan yang terjadi karena rusaknya

jaringan. Apabila terdapat struktur saraf yang tertekan atau terluka, fraktur

pelvik juga dapat menyebabkan gejala seperti sensasi rasa kesemutan, kebas,

sampai gangguan bladder dan bowel.

Pada fraktur pelvis dengan fragmen tulang yang patah melukai

pembuluh darah, dapat mengalami perdarahan baik terbuka maupun tertutup,

dikarenakan posisi yang berdekatan dengan arteri femoris. Pada beberapa

kasus patahan tulang juga dapat melukai ligamen dan akan mempengaruhi

mobilitas tulan tersebut.

B. Problematika Fisioterapi

Problematik ini sesuai dengan ICF (WHO,2001) yaitu Impairment,

Fungctional Limitation dan Participation Restriction. Didasarkan ICF


tersebut di atas diagnosis fisioterapi yang terjadi pada pasien close fracture

simphisis pubis post op orif meliputi:

1. Impairment merupakan akibat langsung dari patologis yang

didefinisikan sebagai hilangnya atau teganggunya struktur atau fungsi

anatomis, fisiologis maupun psikologis pada tingkat jaringan tubuh. Pada

close fracture simphisis pubis post op orif di level impairment problematik

yang terjadi yaitu adanya spasme pada otot iliopsoas, nyeri pada area pubis,

dan penurunan kekuatan otot pada tungkai atas serta abdomen.

2. Functional limitation merupakan keterbatasan atau hilangnya

kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas yang pada umumnya dapat

dilakukan oleh orang normal akibat impairment yang dideritanya.

Problematika level Functional limitation pada kasus close fracture simphisis

pubis post op orif adalah ketidak mampuan pasien untuk duduk mandiri,

mobilisasi secara mandiri, dan belum mampu melakukan aktivitas toileting

secara mandiri..

3. Participation Restriction didefinisikan sbagai ketergantungan atau

terbatasnya kemampuan aktivitas diri untuk berperan secara sosial, budaya,

ekonomi dalam keluarga, lingkungan bagi individu tertentu akibat dari

impairment dan Functional limitation. Dalam hal ini pada pasien close

fracture simphisis pubis post op orif umumnya terjadi keterbatasan dalam

bersosialisasi dilingkungan kerja dan lingkungan rumah.


C. Teknologi Intervensi Fisioterapi

a. Transfer Ambulasi

Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada

pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun

dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan

kondisi pasien (Asmadi, 2008).

Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk

semua pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas.

Keuntungan dari latihan berangsur - angsur dapat di tingkatkan seiring

dengan pengkajian data pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi

aktivitas. Menurut Kozier 2005 ambulasi adalah aktivitas berjalan.

b. Ankle Pumping

Latihan Ankle Pumping merupakan suatu latihan isometrik untuk

otot betis dan pergelangan kaki. Ankle pumping dapat dilakukan dengan

menginstruksikan pasien untuk melakukan fleksi (dorso fleksi) dan ekstensi

(plantar flexi) pergelangan kaki dan kontraksi otot –otot betis (latihan

pemompaan betis), kemudian instruksikan pasien mempertahankan posisi ini

selama 5 – 10 detik dan biarkan pasien rileks. Ulangi latihan ini, 10 kali

dalam satu jam ketika pasien terjaga (Smeltzer & Bare, 2002).

c. Bridging Exercise

Bridging exercise biasa disebut pelvic bridging exercise yang mana

latihan ini baik untuk latihan penguatan stabilisasi pada glutei, hip dan
punggung bawah (Miller, 2012). Bridging exercise adalah cara yang baik

untuk mengisolasi dan memperkuat otot gluteus dan hamstring (belakang

kaki bagian atas ). Jika melakukan latihan ini dengan benar, bridging

exercise digunakan untuk stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan

otot perut serta otot-otot punggung bawah dan hip (Quinn, 2012).Bridging

exercise juga merupakan latihan yang bagus yang memperkuat otot-otot

paraspinal, otot-otot kuadrisep di bagian atas paha, otot-otot hamstring di

bagian belakang paha, otot perut dan otot-otot glutealis (Cooper, 2009).

d. Active Assisted

Yaitu bentuk latihan dimana gerakan yang terjadi akibat kontraksi

otot yang bersangkutan dan mendapat bantuan dari luar. Apabila kerja otot

tidak cukup kuat untuk melakukan suatu gerakan maka diperlukan kekuatan

dari luar. Kekuatan tersebut harus diberikan dengan arah yang sesuai dengan

kerja otot.
BAB III

PENATALAKSAAN FISIOTERAPI

A. Pengambilan Kasus

Dalam pengambilan kasus, penulis menggunakan metode studi kasus

dimana penulis hanya melaporkan suatu penatalaksanaan fisioterapi dari

assesment sampai evaluasi pada bulan Desember di RS Orthopedi Prof. dr.

Soeharso Solo.

B. Pengkajian

Assesment atau pemeriksaan merupakan hal penting dalam pelaksanaan

fisioterapi, tindakan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan sebagai

pedoman dalam pelaksanaan terapi terhadap keluhan pasien. Close Fracture

Pelvis Anterior Posterior Compression Post Op ORIF di RS meliputi:

1. Pemeriksaan Subjektif

a. Anamnesis Umum

Anamnesis yang digunakan oleh penulis adalah auto anamnesis

dimana terapis melakukan tanya jawab langsung dengan pasien dimulai

pada tanggal 16 Desember 2019, dengan identitas pasien yaitu (1) nama

Tn. A, (2) Usia 36 tahun, (3) Jenis Kelamin Laki laki, (4) Alamat Klaten,

(5) Agama islam, (6) Pekerjaan pasien seorang karyawan

b. Anamnesis Khusus

Pada anamnesis khusus terdiri dari:

1) Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri pada daerah selakangan

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengatakan pada hari kamis 12 Desember 2019,

pasien terjatuh dari atap rumah saat gotong royong, pasien terjatuh di

matras tipis dengan posisi terduduk, seketika pasien merasa nyeri

pada bagian selakngan dan langsung dilarikan ke RS Orthopedi Solo,

pasien melaukan pemeriksaan penunjang berupa rontgen dan

didapatkan patahan pada simphisis pubis dan diagnosa close fracture

pelvis anterior posterior compression I pada tanggal 12 Desember

2019. Hari Jum’at tanggal 13 Desember pasien dilakukan tindakan

operasi pemasangan ORIF pada simphisis pubis dengan bius total dan

dilakukan rontgen ulang dengan hasil yang didapat terdapat ORIF

pada simphisis pubis pasien dan pada tanggal 13 Desember 2019

pasien di diagnosa close fraktur pelvis anterior posterior I post op

ORIF. Pasca operasi pasien mengeluhkan nyeri pada selakangan,

nyeri bertambah apabila digunakan untuk mengangkat dan

menurunkan kaki dan berkurang ketika posisi istirahat.

3) Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat jatuh sebelum cedera

4) Riwayat penyakit penyerta

Pasien memiliki riwayat anemia

5) Riwayat pribadi
Pasien seorang karyawan swasta yang kesehariannya selain

bekerja, aktif dalam kegiatan lingkungan masyarakat.

6) Riwayat keluarga

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang mmenurun

c. Anamnesis Sistem

Pada Anamnesis sistem didapatkan hasil:

1) Pemeriksaan Kepala dan Leher

Pasien mengeluhkan sedikit pusing ketika terlalu lama berbaring

2) Kardiovaskuler

Pasien tidak mengeluhkan adanya perasaan berdebar debar.

3) Repirasi

Pasien tidak mengeluhkan sesak nafas

4) Gastrointestinal

Pasien mengeuhkan kesulitan BAB

5) Urogenital

Pasien tidak mengeluhkan kesulitan BAK

6) Muskuloskeletal

Pasien mengeluhkan terdapat rasa kaku pada tungkai kanan,

pasien mengatakan nyeri saat menurunkan tungkai dari posisi tungkai

diatas

7) Nervorum

Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa kesemutan atau baal


2. Pemeriksaan Obyektif

a. Pemeriksaan Vital Sign

Pemeriksaan tanda vital yang didapat yaitu: (1) HR 80x/ mnt (2)

RR 18x/ mnt (3) Suhu 37° C (4) TB 160cm, (5) BB 60kg (6) TD 120/70

mm/hg

b. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

a) Dinamis: Pasien nampak terpasang alat medis berupa infus,

kateter, dan selang darah, wajah pasien nampak pucat, terdapat

luka bekas incisi pada perut bagian bawah.

b) Statis: Pasien nampak kesulitan mengankat tungkai, pasien

nampak menahan nyeri saat tungkai diturunkan dari posisi

flexi

2) Palpasi

Terdapat spasm pada otot iliopsoas, dan spasm pada sekitar

incisi.

3) Perkusi

Pemeriksaan tidak dilakukan

4) Auskultasi

Pemeriksaan tidak dilakukan

c. Pemeriksaan Gerak Dasar

1) Pemeriksaan Gerak Aktif


Gerakan ROM Nyeri
Flexi knee Full ROM -
Ekstensi knee Full ROM -
Flexi hip Full ROM -
Flexi hip Terbatas Nyeri
Ekstensi Hip Terbatas Nyeri
Abduksi hip Full ROM -
Adduksi hip Full ROM -

2) Pemeriksaan Gerak Pasif

Pemeriksaan gerak pasif adalah suatu cara pemeriksaan

gerakan yang dilakukan oleh terapis pada pasien dimana pasien

dalam keadaan rileks, untuk mengetahui adanya keterbatasan gerak.

3) Pemeriksaan Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Pemeriksaan tidak dilakukan

d. Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal

Kognitif : Pemeriksaan pada pasien untuk mengetahui adanya

gangguan pemahaman dari terapis.

Intrapersonal : Pemeriksaan pada pasien untuk mengetahui adanya

gangguan di respon pasien pada saat diberikan tindakan

yang dilakukan oleh terapis.

Interpersonal : Pemeriksaan pada pasien untuk mengetahui

kemampuan pasien dalam berinteraksi dengan terapis.

e. Pemeriksaan Fungsi dan Lingkungan Aktifitas

1) Fungsional Dasar
Melihat kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas secara

fungsional

2) Fungsional aktifitas

Melihat kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas secara

fungsinonal

3) Lingkungan Aktifitas

Kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas dengan

lingkungan

f. Pemeriksaan Spesifik

Pemeriksaan Spesifik pada kasus Efusi Pleura Post Water Seal

Drainage dilakukan untuk mengetahui informasi sebagai penegak diagnosa

fisioterapi ataupun dasar penyusunan problematik, tujuan dan tindakan

fisioterapi. Untuk kasus efusi pleura pos water seal drainage dilakukan

pemeriksaan

Anda mungkin juga menyukai