Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dislokasi ialah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya.
Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera
(Kapita Selecta Kedokteran, 2000). Sebuah sendi yang pernah mengalami
dislokasi, ligmen – ligmennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu
akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula
patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit.
Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin baik
penyembuhannya. Tetapi apabila setelah dikirim ke rumah sakit dengan sendi
yang cedera sudah dibidai.
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak
lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner &
Suddarth). Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari
mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan
pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).
Dislokasi adalah patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
Jadi, dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi).

2.2 Macam-macam Dislokasi


1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
1) Menguap atau terlalu lebar.
2) Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita
tidak dapat menutup mulutnya kembali.
Tindakan Pertolongan :
Rahang ditekan ke bawah dengan kedua ibu jari sudah dilindungi balutan tadi.
Ibu jari tersebut diletakkan di graham yang paling belakang. Tekanan itu harus
mantap tapi pelan – pelan. Bersamaan dengan penekanan itu jari – jari yang
lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil rahang itu akan
menutup dengan cepat dan keras. Setelah selesai untuk beberapa saat pasien
tidak diperbolehkan terlalu sering membuka mulutnya.
2. Dislokasi Sendi Jari.
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan
segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami
dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.

Tindakan Pertolongan :
Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil
menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa
bahwa sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk
sementara waktu ibu jari yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam
kedudukan setengah melingkar seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu
jari.
3. Dislokasi Sendi Bahu
Dislokasi yang sering ke depan. Yaitu kepala lengan atas terpeleset ke arah
dada. tetapi kemampuan arah dislokasi tersebut ia akan menyebabkan gerakan
yang terbatas dan rasa nyeri yang hebat bila bahu digerakkan.
Tanda – tanda lainnya :
Lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh. Ujung
tulang bahu akan nampak menonjol ke luar. Sedang di bagian depan tulang bahu
nampak ada cekungan ke dalam.
Tindakan Pertolongan :
Usaha memperbaiki letak sendi yang terpeleset itu harus dikerjakan
secepat mungkin, tetapi harus dengan tenang dan hati – hati. Jangan sampai itu
justru merusak jaringan – jaringan penting lainnya. Apabila usaha itu tidak
berhasil, sebaiknya jangan diulang lagi. Kirim saja klien ke Rumah sakit segera.
Apabila tidak ada patah tulang, dislokasi sendi bahu dapat diperbaiki
dengan cara sebagai berikut :
Ketiak yang cedera ditekan dengan telapak kaki (tanpa sepatu) sementara itu
lengan penderita ditarik sesuai dengan arah letak kedudukannya ketiak
itu.Tarikan itu harus dilakukan dengan pelan dan semakin lama semakin kuat,
hal itu untuk menghidarkan rasa nyeri yang hebat yang dapat mengakibatkan
terjadinya shock. Selain tarikan yang mendadak merusak jaringan – jaringan
yang ada di sekitar sendi. Setelah ditarik dengan kekuatan yang tetap beberapa
menit, dengan hati – hati lengan atas diputar ke luar (arah menjauhi tubuh). Hal
ini sebaiknya dilakukan dengan siku terlipat dengan cara ini diharapkan ujung
tulang lengan atas menggeser kembali ke tempat semula.

4. Dislokasi Sendi Siku


Jatuh pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah
posterior. Reposisi dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam sling atau gips
selama tiga minggu untuk memberikan kesembuhan pada sumpai sendi.
5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal Dan Inter Phalangeal
Dislokasi disebabkan oleh hiperekstensi – ekstensi persendian direposisi
secara hati – hati dengan tindakan manipulasi tetapi pembedahan terbuka
mungkin diperlukan untuk mengeluarkan jaringan lunak yang terjepit di antara
permukaan sendi.
6. Dislokasi Sendi Pangkal Paha
Diperlukan gaya yang kuat untuk menimbulkan dislokasi sendi ini dan
umumnya dislokasi ini terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (tabrakan mobil).
Dalam posisi duduk benturan dash board pada lutut pengemudi diteruskan
sepanjang tulang femur dan mendorong caput femuris ke arah poterior ke luar
dati acetabulum yaitu bagian yang paling pangkal. Tindakannya adalah reposisi
dengan anestesi umum dan pemasangan gips selama enam minggu atau tirah
baring dengan traksi yang ringan untuk mengistirahatkan persendian dan
memberikan kesembuhan bagi ligamentum. Dislokasi sendi lutut dan eksremitas
bawah sangat jarang terjadi kecuali peda pergelangan kaki di mana dislokasi
disertai fraktur.

2.3 Etiologi
1. Trauma
Jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.
2. Kongenital
Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal
paha. Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha
secara klinik tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya
dan pantat bagian kiri serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini
dapat bilateral (dua sisi). Adanya kecurigaan yang paling kecil pun terhadap
kelainan congenital ini mengeluarkan pemeriksaan klinik yang cermat dan
sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan dini memberikan hasil yang
sangat baik.
Tindakan dengan reposisi dan pemasangan bidai selama beberapa bulan,
jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini, tindakannya akan jauh sulit dan
diperlukan pembedahan.
3. Patologis
Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang

2.4 Manifestasi Klinis


1. Deformitas pada persendiaan
Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
2. Gangguan gerakan
Otot – otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
3. Pembengkakan
Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi
deformitas.
4. Rasa nyeri terdapat sering terjadi pada dislokasi
Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha
servikal.
2.5 Patofisologi
Dislokasi panggul paling sering dialami oleh dewasa muda dan biasanya
diakibatkan oleh abdukasi. Ekstensi dan ekstra traumatik yang berlebihan.
Contohnya posisi melempar bola berlebihan. Caput humeri biasanya bergeser
ke anterior dan inferior melalui robekan traumatik pada kapsul sendi panggul.
Skema Patofisiologis

Abdukasi

Posisi Ekstensi

Akstra Traumatik

Pergeseran Berlebihan dan

Dalam Waktu Cepat

Dislokasi Inferior Dislokasi Anterior

Kekakuan Sendi Karena

Terjadi “Dislokasi”

Dengan tanda :

- Nyeri
- Bengkak
- Kaku sendi
2.6 Penatalaksanaan
1. Dislokasi
Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :
1) Lakukan reposisi segera.
2) Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi,
misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok),
sislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan
obat penenang misalnya valium.
3) Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.
4) Dengan memanipulasi secara hati – hati, permukaan diluruskan
kembali. Tindakan ini sering memerlukan anestesi umum untuk
melemaskan otot – ototnya.
5) Pembedahan terbuka mungkin diperlukan khususnya kalau jaringan
lunak terjepit di antara permukaan sendi.
6) Persendian tersebut, disangka dengan pembebatan dengan gips.
Misalnya : pada sendi pangkal paha, untuk memberikan kesembuhan
pada ligamentum yang teregang.
7) Fisioterapi harus segera dimulai untuk mempertahankan fungsi otot dan
latcher (exercise) yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong
gerakan sendi yang penuh khususnya pada sendi bahu.

2.7 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Pengumpulan data
Anamnese
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku
bangsa, status perkawinan, pendidikan dan pekerjaan.
2. Keluhan Utama Klien
Pada anamnese ini yang perlu dikaji adalah apa yang diperlukan
pada saat itu seperti nyeri, bengkak, kelainan bentuk, hilangnya
fungsi dan krepitasi serta pada daerah mana dislokasi terjadi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Dalam pengkajian ini meliputi riwayat terjadinya terutama apakah
dikarenakan kecelakaan, terjatuh atau terjadi benturan langsung
dengan vektor kekerasan dan sifat pertolongan yang pernah
diberikan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Dalam pengkajian ini perlu ditanyakan meliputi riwayat yang
berhubungan dengan trauma pada tulang, apakah klien mempunyai
penyakit tulang seperti osteomylitis, ostroporasis dan apakah klien
pernah mengalami riwayat trauma sebelumnya.
2) Pemeriksanan Fisik

1. Keadaan Umum Klien

Klien dislokasi dengan pemasangan traksi biasanya terbaring total

dengan seminimal mungkin melaksanakan aktifitas gerak ini

disebabkan karena adanya immobilisasi dan rasa nyeri akibat

pemasangan traksi, sehingga klien takut untuk bergerak, keadaan

umum klien biasanya baik tetapi dapat menimbulkan dampak

seperti gangguan miksi dan defekasi, integritas kulit dan gangguan

aktivitas lain yang menunjang kehidupan sehari – hari.

2. Gejala Klinis Dislokasi


Gejala klinis dari dislokasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Tanda – tanda pasti
(1) Gerakan abnormal pada tempat terjadinya dislokasi menjadi
sendi palsu sehingga terjadi gerakan yang deformitas pada
persendian; apabila sebuah tulang diraba secara sering akan
terdapat suatu celah.
(2) Gangguan gerak : otot – otot tidak dapat bekerja dengan baik
pada sendi tersebut.
(3) Pembengkakan : pembengkakan ini dapat parah pada kasus
trauma dan dapat menutupi deformitasnya.
Tanda – tanda tidak pasti
(1) Rasa nyeri, bengkak dan berubah warna (membiru)
dikarenakan terjadi pendarahan di sekitar bagian dislokasi
rasa nyeri hebat terutama apabila dilakukan pergerakan atau
aktivitas.
(2) Kelainan bentuk (deformitas), hal ini disebabkkan oleh
karena adanya perdarahan dan pembengkakan.
(3) Hilangnya fungsi (fungtiolaesa), disebabkan oleh rasa nyari
serta terlepasnya sebuah sendi sehingga tidak mampu
melakukan pergerakan.
3) Pemeriksaan Penunjang atau Tambahan
1. Pemeriksaan Laboratorium
(1) Pemeriksaan laboratorium darah lengkap seperti hemoglobin,
trombosit, leukosit, glukosa sewaktu.
(2) Pemeriksaan faal hemostasis meliputi waktu pendarahan,
waktu pembekuan.
(3) Pemeriksaan kimia klinik rutin, yaitu sikap darah puasa, agot,
sgpt.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Radiologi digunakan untuk menguatkan diagnosa
patah tulang yang dapat menggambarkan kerusakan tulang,
ketidaklurusan tulang dan kesalahan bentuk dari tulang itu
sendiri, sedangkan posisi foto tulang dilakukan secara :
Dua waktu yang berbeda yaitu setelah terjadi trauma dan sehari
setelah dilakukan tindakan. Dua extremitas sebagai pembanding
apabila garis patah tulang meragukan.
4) Analisa Data
Setelah data dikumpulkan dan dikelompokkan kemudian dianalisa
sebagai berikut, untuk pengelompokkan data dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu data subyektif dan data obyektif.
Data subyektif yaitu data yang didapat dari ungkapan atau keluhan,
klien sendiri atau keluarga dan data obyektif yaitu data yang didapat
dari suatu pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan.
Data tersebut dikumpulkan berdasarkan perannya untuk menunjang
suatu masalah, di mana masalah berfokus pada klien dan respon klien.

2. Diagnosa Keperawatan
Dari analisa data kemudian dirumuskan suatu diagnosa keperawatan
berikut ini adalah beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin timbul
pada dislokasi dengan pemasangan traksi (Suzanne c smetler dn brenda
G Bare (2001) ).
1. Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses
penyakit, immobilisasi, dan traksi.
3. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan
pemasangan traksi dan immobilisasi.
4. Defisit perawatan diri, makan, hygiene atau toileting yang
berhubungan dengan traksi.
5. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan /
alat traksi.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi
tentang program therapi.

3. Perencanaan
Berdasarkan pada pengkajian keperawatan mengenai kebutuhan dan
pengetahuan pasien tentang perawatan pasien yang menjalani program
traksi, khususnya pada pasien dengan dislokasi sendi panggul
(pelvis).
Dalam perencanaan mempunyai beberapa tahap antara lain : penentuan
tujuan dan kriteria hasil serta merumuskan rencana tindakan
keperawatan.
Diagnosa I. Nyeri berhubungan dengan pemasangan traksi immobilisasi
Tujuan : Mengatakan nyeri hilang
Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, klien tidak
gelisah, klien menunjukkan tindakan santai, mampu
beradaptasi dengan aktivitas / tidak / istirahat, skala
nyeri 1 – 3.
Rencana Tindakan :
a. Kaji lokasi, tipe dan intensitas nyeri dengan menggunakan
skala (1 – 10.)
b. Ukur tanda – tanda vital.
c. Jelaskan penyebab nyeri.
d. Anjurkan mempergunakan teknik alternatif penghilang nyeri
dengan napas dalam.

Diagnosa II. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri


dan immobilisasi.
Tujuan : Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat yang
paling tinggi.
Kriteria hasil : Mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan
kekuatan / fungsi yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh menunjukkan teknik yang merupakan
melakukan aktivitas.

Rencana Tindakan :
1) Kaji derajat immobilisasi yang dihasilkan oleh pengobatan dan
perkalian persepsi pasien terhadap immobilisasi.
2) Instruksikan pasien untuk melakukan latihan rom pasif dan aktif pada
extremitas yang sakit dan tidak sakit sesuai toleransi.
3) Bantu klien dalam perawatan diri kebersihan.
4) Ubah posisi periodik dan dorong untuk latihan napas dalam.
5) Auskultasi bising usus, awasi kebiasaan eliminasi dan berikan
keteraturan defekasi rutin.
6) Kolaborasi dengan rehabilitasi dalam terapi fisik / okupasi.

Diagnosa III. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit / jaringan


berhubungan dengan pemasangan traksi.
Tujuan : Menyatakan ketidaknyamanan hilang.
Kriteria hasil : Menunjukkan perilaku / uniq untuk mencegah kerusakan
kulit / memudahkan penyembuhan sesuai indikasi,
mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Rencana Tindakan :
1) Kaji kedaan kulit, kemerahan, pendaharan, perubahan warnadan
rasa nyeri.
2) Ubah posisi sesering mungkin.
3) Observasi untuk potensial ares yang tertahan, khususnya pada akhir
dan bawah babatan.

Diagnosa IV. Defisit perawatan diri, makan, hygiene, atau toileting yang
berhubungan dengan traksi.
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri, makan, hygiene atau toileting
terpenuhi.
Kriteria Hasil : Mengungkapkan perasaan segar, bersih dan
menyenangkan.
Rencana Tindakan :
1) Tentukan hambatan saat ini dan hambatan untuk berpartisipasi dalam
perawatan.
2) Ikut sertakan klien dalam formulasi perawatan pada tingkat
kemampuan klien.
3) Dorong perawatan diri, bekerja dengan kemampuan yang ada saat ini,
jangan menekan klien di luar kemampuannya.
4) Berikan dan tingkatkan keleluasan pribadi termasuk selama mandi.
5) Dorong / bantu klien dengan perawatan mulut / gigi setiap hari.
Diagnosa V. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status
kesehatan krisis.
Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Mengungkapkan perasaan lebih santai, memperagakan
teknik relaksasi dengan tepat.

Rencana Tindakan :
1) Pantau tingkat ansietas klien.
2) Berikan penekanan penjelasan dokter mengenai pengobatan dan
tujuan, klarifikasi kesalahan konsep.
3) Berikan dan luangkan waktu untuk mengungkapkan perasaan.
4) Ajarkan dan bantu dalam teknik manajemen stress.
5) Berikan dorongan untuk berinteraksi dengan orang terdekat dengan
teman serta saudara.

Diagnosa VI. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


tentang penatalaksanaan perawatan dan program therapi.
Tujuan : Kurang pengetahuan dapat teratasi.
Kriteria hasil : Mengungkapkan pengertian tentang prognosis, pengobatan
sdan program rehabilitasi, mengekspresikan tentang gejala,
potensial komplikasi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya.
2) Tekankan pentingnya rencana rehabilitasi aktivitas, istirahat dan
latihan.
3) Diskusikan tanda dan gejala untuk dilaporkan pada dokter : nyeri
hebat, perubahan suhu tubuh.

Anda mungkin juga menyukai