Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DISLOKASI

1. Pengertian dislokasi
a. Dislokasi ialah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya
Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan
segera (Kapita Selecta Kedokteran, 2012).
b. Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). (Brunner &
Suddarth, 2006).
c. Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi. (Muttaqin.A , 2008)
d. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi
bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka
sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi
yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi
kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. Sebuah sendi
yang pernah mengalami dislokasi, ligmen – ligmennya biasanya menjadi
kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali.
Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi
sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha
pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin baik penyembuhannya tetapi
apabila setelah dikirim ke rumah sakit dengan sendi yang cedera sudah
dibidai. (Muttaqin.A , 2008)
e. Klasifikasi Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan
oleh kekuatan tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang
kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya
dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf,
dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
2. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
a. Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip.
Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
b. Dislokasi Kronik
c. Dislokasi Berulang Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti
oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal,
maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan
patello femoral joint. (Muttaqin.A , 2008)
3. Berdasarkan Tempat Terjadinya
a. Dislokasi Sendi Rahang Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena
Menguap atau terlalu lebar.
b. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita
tidak dapat menutup mulutnya kembali. Tindakan Pertolongan. Rahang
ditekan ke bawah dengan kedua ibu jari sudah dilindungi balutan tadi. Ibu
jari tersebut diletakkan di graham yang paling belakang. Tekanan itu harus
mantap tapi pelan – pelan. Bersamaan dengan penekanan itu jari – jari yang
lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil rahang itu akan
menutup dengan cepat dan keras. Setelah selesai untuk beberapa saat
pasien tidak diperbolehkan terlalu sering membuka mulutnya.
c. Dislokasi Sendi Jari. Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak
ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari
dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.
Tindakan Pertolongan : Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat
tapi tidak disentakkan. Sambil menarik, sendi yang terpeleset ditekan
dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa sendi itu kembali ke
tempat asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu ibu
jari yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah
melingkar seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari.
d. Dislokasi Sendi Bahu Dislokasi yang sering ke depan. Yaitu kepala lengan
atas terpeleset ke arah dada. tetapi kemampuan arah dislokasi tersebut ia
akan menyebabkan gerakan yang terbatas dan rasa nyeri yang hebat bila
bahu digerakkan. Tanda – tanda lainnya, lengan menjadi kaku dan siku
agak terdorong menjauhi sumbu tubuh. Ujung tulang bahu akan nampak
menonjol ke luar, sedang di bagian depan tulang bahu nampak ada
cekungan ke dalam.
1. Tindakan Pertolongan
a. Usaha memperbaiki letak sendi yang terpeleset itu harus dikerjakan
secepat mungkin, tetapi harus dengan tenang dan hati – hati. Jangan
sampai itu justru merusak jaringan – jaringan penting lainnya. Apabila
usaha itu tidak berhasil, sebaiknya jangan diulang lagi. Kirim saja
klien ke Rumah sakit segera. Apabila tidak ada patah tulang, dislokasi
sendi bahu dapat diperbaiki dengan cara sebagai berikut
b. Ketiak yang cedera ditekan dengan telapak kaki (tanpa sepatu)
sementara itu lengan penderita ditarik sesuai dengan arah letak
kedudukannya ketiak itu.Tarikan itu harus dilakukan dengan pelan dan
semakin lama semakin kuat, hal itu untuk menghidarkan rasa nyeri
yang hebat yang dapat mengakibatkan terjadinya shock. Selain tarikan
yang mendadak merusak jaringan – jaringan yang ada di sekitar sendi.
Setelah ditarik dengan kekuatan yang tetap beberapa menit, dengan
hati – hati lengan atas diputar ke luar (arah menjauhi tubuh). Hal ini
sebaiknya dilakukan dengan siku terlipat dengan cara ini diharapkan
ujung tulang lengan atas menggeser kembali ke tempat semula.
e. Dislokasi Sendi Siku Jatuh pada tangan dapat menimbulkan dislokasi
sendi siku ke arah posterior. Reposisi dilanjutkan dengan membatasi
gerakan dalam sling atau gips selama tiga minggu untuk memberikan
kesembuhan pada sumpai sendi.
f. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal Dan Inter Phalangeal Dislokasi
disebabkan oleh hiperekstensi – ekstensi persendian direposisi secara
hati – hati dengan tindakan manipulasi tetapi pembedahan terbuka
mungkin diperlukan untuk mengeluarkan jaringan lunak yang terjepit
di antara permukaan sendi.
g. Dislokasi Sendi Pangkal Paha Diperlukan gaya yang kuat untuk
menimbulkan dislokasi sendi ini dan umumnya dislokasi ini terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas (tabrakan mobil). Dalam posisi duduk
benturan dash board pada lutut pengemudi diteruskan sepanjang tulang
femur dan mendorong caput femuris ke arah poterior ke luar dati
acetabulum yaitu bagian yang paling pangkal. Tindakannya adalah
reposisi dengan anestesi umum dan pemasangan gips selama enam
minggu atau tirah baring dengan traksi yang ringan untuk
mengistirahatkan persendian dan memberikan kesembuhan bagi
ligamentum. Dislokasi sendi lutut dan eksremitas bawah sangat jarang
terjadi kecuali peda pergelangan kaki di mana dislokasi disertai
fraktur. (Muttaqin.A , 2008)
4. Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
a. Cedera olah raga Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak
bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya, terperosok akibat
bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
c. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
d. Terjatuh Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
e. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang (Muttaqin.A. , 2008).
5. Tanda dan Gejala
a. Deformitas pada persendiaan Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan
terdapat suatu celah.
b. Gangguan gerakan Otot – otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang
tersebut.
c. Pembengkakan Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat
menutupi deformitas.
d. Rasa nyeri terdapat sering terjadi pada dislokasi Sendi bahu, sendi siku,
metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal. (Muttaqin.A. , 2008).
6. Lokasi Yang Sering Terjadi Dislokasi Sendi bahu, sendi siku, metakarpal
phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
7. Patofisiologi Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus
terdorong ke depan , merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.
Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Mesti jarang prosesus
akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta
(dengan tangan mengarah ; lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke
posisi di bawah karakoid). Skema Patofisiologis Jatuh Humerus terdorong ke
depan Traumatik Pergeseran Berlebihan dan Dalam Waktu Cepat
8. Dislokasi Inferior
Dislokasi Anterior Kekakuan Sendi Karena Terjadi “Dislokasi” ((Muttaqin.A. ,
2008). Dengan tanda :
1. Nyeri
2. Bengkak
3. Kaku sendi
9. Pemeriksaan Klinik Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan XRays )
pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-
tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak
di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi. (Muttaqin.A. ,
2008).
10. Penatalaksanaan

a. Dislokasi Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :

1) Lakukan reposisi segera.

2) Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya :
dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku atau
jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya valium.

3) Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.

b. Traksi Periksa sesering mungkin kulit pasien mengenai tanda tekanan atau lecet.
Perhatian lebih ditekankan pada tonjolan tulang. Lakukan perubahan posisi sesering
mungkin untuk membantu mencegah kerusakan kulit. (Muttaqin.A. , 2008). 10.
Prinsip Traksi Efektif Pada setiap pemasangan traksi harus dipikirkan adanya
kontratraksi. Kontratraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan
(hukun Newton yang ketiga mengenai gerak. Menyebutkan bahwa bila ada aksi maka
akan terjadi 8

reaksi dengan besar yang sama namun arahnya berlawanan). Umumnya berat badan
pasien pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi. Prinsip –
prinsip traksi efektif adalah : a. Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap
efektif. b. Traksi skelet tidak terputus c. Pemberat / beban tidak boleh diambil kecuali
bila traksi dimaksudkan intermiten. d. Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar
dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang. e. Tali tidak boleh macet. f.
Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau
lantai. g. simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki
tempat tidur. (Muttaqin.A. , 2008). 11. Tindakan Pada Dislokasi a. Dengan
memanipulasi secara hati – hati, permukaan diluruskan kembali. Tindakan ini sering
memerlukan anestesi umum untuk melemaskan otot – otonya. b. Pembedahan terbuka
mungkin diperlukan khususnya kalau jaringan lunak terjepit di antara permukaan
sendi. c. Persendian tersebut, disangka dengan pembebatan dengan gips. Misalnya :
pada sendi pangkal paha, untuk memberikan kesembuhan pada ligamentum yang
teregang. d. Fisioterapi harus segera dimulai untuk mempertahankan fungsi otot dan
latcher (exercise) yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi
yang penuh khususnya pada sendi bahu. (Muttaqin.A. , 2008)

12. Komplikasi a. Komplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain : 1) Fraktur.
2) Kontraktur. 3) Trauma jaringan.

b. Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan traksi : 1) Dekubitus 2) Kongesti


paru dan pneumonia 3) Konstipasi 4) Anoreksia 5) Stasis dan infeksi kemih 6)
Trombosis vena dalam (Kapita Selekta Kedokteran , 2012) B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian a. Pengumpulan data 1) Anamnese a) Identitas Klien Meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan dan pekerjaan. b) Keluhan Utama Klien Pada anamnese ini yang perlu
dikaji adalah apa yang diperlukan pada saat itu seperti nyeri, bengkak, kelainan
bentuk, hilangnya fungsi dan krepitasi serta pada daerah mana dislokasi terjadi.

10

c) Riwayat Penyakit Sekarang Dalam pengkajian ini meliputi riwayat terjadinya


terutama apakah dikarenakan kecelakaan, terjatuh atau terjadi benturan langsung
dengan vektor kekerasan dan sifat pertolongan yang pernah diberikan. d) Riwayat
Penyakit Dahulu Dalam pengkajian ini perlu ditanyakan meliputi riwayat yang
berhubungan dengan trauma pada tulang, apakah klien mempunyai penyakit tulang
seperti osteomylitis, ostroporasis dan apakah klien pernah mengalami riwayat trauma
sebelumnya. 2) Pemeriksanan Fisik a) Keadaan Umum Klien Klien dislokasi dengan
pemasangan traksi biasanya terbaring total dengan seminimal mungkin melaksanakan
aktifitas gerak ini disebabkan karena adanya immobilisasi dan rasa nyeri akibat
pemasangan traksi, sehingga klien takut untuk bergerak, keadaan umum klien
biasanya baik tetapi dapat menimbulkan dampak seperti gangguan miksi dan
defekasi, integritas kulit dan gangguan aktivitas lain yang menunjang kehidupan
sehari – hari. b) Gejala Klinis Dislokasi Gejala klinis dari dislokasi dapat dibagi
menjadi dua, yaitu : 1) Tanda – tanda pasti -

Gerakan abnormal pada tempat terjadinya dislokasi menjadi sendi palsu sehingga
terjadi gerakan yang deformitas pada persendian; apabila sebuah tulang diraba secara
sering akan terdapat suatu celah.

11

Gangguan gerak : otot – otot tidak dapat bekerja dengan baik pada sendi tersebut.

Pembengkakan : pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat
menutupi deformitasnya.

2) Tanda – tanda tidak pasti -

Rasa nyari, bengkak dan berubah warna (membiru) dikarenakan terjadi pendarahan di
sekitar bagian dislokasi rasa nyeri hebat terutama apabila dilakukan pergerakan atau
aktivitas.

-
Kelainan bentuk (deformitas), hal ini disebabkkan oleh karena adanya perdarahan dan
pembengkakan.

Hilangnya fungsi (fungtiolaesa), disebabkan oleh rasa nyari serta terlepasnya sebuah
sendi sehingga tidak mampu melakukan pergerakan.

c) Pemeriksaan Penunjang atau Tambahan -

Pemeriksaan Laboratorium -

Pemeriksaan laboratorium darah lengkap seperti hemoglobin, trombosit, leukosit,


glukosa sewaktu.

Pemeriksaan faal hemostasis meliputi waktu pendarahan, waktu pembekuan.

Pemeriksaan kimia klinik rutin, yaitu sikap darah puasa, agot, sgpt.

Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan Radiologi digunakan untuk menguatkan


diagnosa patah tulang yang dapat menggambarkan kerusakan tulang, ketidaklurusan
12

tulang dan kesalahan bentuk dari tulang itu sendiri, sedangkan posisi foto tulang
dilakukan secara : -

Dua waktu yang berbeda yaitu setelah terjadi trauma dan sehari setelah dilakukan
tindakan.

Dua extremitas sebagai pembanding apabila garis patah tulang meragukan.

3) Analisa Data Setelah data dikumpulkan dan dikelompokkan kemudian dianalisa


sebagai berikut, untuk pengelompokkan data dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
data subyektif dan data obyektif. Data subyektif yaitu data yang didapat dari
ungkapan atau keluhan, klien sendiri atau keluarga dan data obyektif yaitu data yang
didapat dari suatu pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan. Data
tersebut dikumpulkan berdasarkan perannya untuk menunjang suatu masalah, di
mana masalah berfokus pada klien dan respon klien. 4) Diagnosa Keperawatan Dari
analisa data kemudian dirumuskan suatu diagnosa keperawatan berikut ini adalah
beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada dislokasi dengan
pemasangan traksi : 1. Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi. 2.
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit, immobilisasi,
dan traksi. 3. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan pemasangan
traksi dan immobilisasi.

13

4. Defisit perawatan diri, makan, hygiene atau toileting yang berhubungan dengan
traksi. 5. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan / alat traksi.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang program
therapi. (Brunner, Suddarth, 2006)

2.

Perencanaan Berdasarkan

pada

pengkajian

pengetahuan pasien tentang

keperawatan

perawatan

mengenai

kebutuhan

pasien yang menjalani program

dan traksi,
khususnya pada pasien dengan dislokasi sendi panggul (pelvis). Dalam perencanaan
mempunyai beberapa tahap antara lain : penentuan tujuan dan kriteria hasil serta
merumuskan rencana tindakan keperawatan. Diagnosa I. Nyeri berhubungan dengan
pemasangan traksi immobilisasi Tujuan : Mengatakan nyeri hilang Kriteria hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, klien tidak gelisah, klien
menunjukkan tindakan santai, mampu beradaptasi

dengan

aktivitas / tidak / istirahat, skala nyeri 1 – 3. Rencana Tindakan : a.

Kaji

lokasi,

tipe

dan

intensitas nyeri dengan

menggunakan skala (1 – 10.) b.

Ukur tanda – tanda vital.


c.

Jelaskan penyebab nyeri.

d.

Anjurkan

mempergunakan

teknik

alternatif

penghilang nyeri dengan napas dalam.

14

Diagnosa II. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan
immobilisasi. Tujuan : Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat yang
paling tinggi. Kriteria hasil : Mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan
kekuatan / fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan teknik
yang merupakan melakukan aktivitas.

Rencana Tindakan : 1) Kaji derajat immobilisasi yang dihasilkan oleh pengobatan


dan perkalian persepsi pasien terhadap immobilisasi. 2) Instruksikan pasien untuk
melakukan latihan rom pasif dan aktif pada extremitas yang sakit dan tidak sakit
sesuai toleransi. 3) Bantu klien dalam perawatan diri kebersihan. 4) Ubah posisi
periodik dan dorong untuk latihan napas dalam. 5) Auskultasi bising usus, awasi
kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi rutin. 6) Kolaborasi dengan
rehabilitasi dalam terapi fisik / okupasi.

Diagnosa III. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan
pemasangan traksi. Tujuan

: Menyatakan ketidaknyamanan hilang.

Kriteria hasil : Menunjukkan perilaku / uniq untuk mencegah kerusakan kulit /


memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu.

15

Rencana Tindakan : 1) Kaji kedaan kulit, kemerahan, pendaharan, perubahan


warnadan rasa nyeri. 2) Ubah posisi sesering mungkin. 3) Observasi untuk potensial
ares yang tertahan, khususnya pada akhir dan bawah babatan. Diagnosa IV. Defisit
perawatan diri, makan, hygiene, atau toileting yang berhubungan dengan traksi.
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri, makan, hygiene atau toileting terpenuhi. Kriteria
Hasil : Mengungkapkan perasaan segar, bersih dan menyenangkan. Rencana
Tindakan : 1) Tentukan hambatan saat ini dan hambatan untuk berpartisipasi dalam
perawatan. 2) Ikut sertakan klien dalam formulasi perawatan pada tingkat
kemampuan klien. 3) Dorong perawatan diri, bekerja dengan kemampuan yang ada
saat ini, jangan menekan klien di luar kemampuannya. 4) Berikan dan tingkatkan
keleluasan pribadi termasuk selama mandi. 5) Dorong / bantu klien dengan perawatan
mulut / gigi setiap hari.
Diagnosa V. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan krisis.
Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang. Kriteria hasil : Mengungkapkan perasaan
lebih santai, memperagakan teknik relaksasi dengan tepat.

16

Rencana Tindakan : 1) Pantau tingkat ansietas klien. 2) Berikan penekanan


penjelasan dokter mengenai pengobatan dan tujuan, klarifikasi kesalahan konsep. 3)
Berikan dan luangkan waktu untuk mengungkapkan perasaan. 4) Ajarkan dan bantu
dalam teknik manajemen stress. 5) Berikan dorongan untuk berinteraksi dengan orang
terdekat dengan teman serta saudara.

Diagnosa VI. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang


penatalaksanaan perawatan dan program therapi. Tujuan : Kurang pengetahuan dapat
teratasi. Kriteria hasil : Mengungkapkan pengertian tentang prognosis, pengobatan
sdan program rehabilitasi, mengekspresikan tentang gejala, potensial komplikasi.
Rencana Tindakan : 1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya. 2)
Tekankan pentingnya rencana rehabilitasi aktivitas, istirahat dan latihan. 3)
Diskusikan tanda dan gejala untuk dilaporkan pada dokter : nyeri hebat, perubahan
suhu tubuh. (Brunner, Suddarth, 2006)

Anda mungkin juga menyukai