Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DISLOKASI

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Dislokasi

a. Dislokasi ialah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya.

Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan

segera

b. Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi

berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi).

c. Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan

sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang

bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang

seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat

mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah

karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain:

sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

d. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi

bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka

sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah

sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya

menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligmen – ligmennya

biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang

mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah

1
tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah

sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin

baik penyembuhannya. Tetapi apabila setelah dikirim ke rumah sakit

dengan sendi yang cedera sudah dibidai.

2. Klasifikasi

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Dislokasi congenital :

Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

b. Dislokasi patologik :

Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,

atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.

c.  Dislokasi traumatic :

Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami

stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena

mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat

mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak

struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada

orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :

1)      Dislokasi Akut

Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan

pembengkakan di sekitar sendi.

2)      Dislokasi Kronik

3)      Dislokasi Berulang

Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi

yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi

2
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral

joint. (Muttaqin.A , 2008)

3. Berdasarkan Tempat Terjadinya

a. Dislokasi Sendi Rahang

Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :

1) Menguap atau terlalu lebar.

2) Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya

penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.

Tindakan Pertolongan :

Rahang ditekan ke bawah dengan kedua ibu jari sudah dilindungi

balutan tadi. Ibu jari tersebut diletakkan di graham yang paling

belakang. Tekanan itu harus mantap tapi pelan – pelan. Bersamaan

dengan penekanan itu jari – jari yang lain mengangkat dagu penderita

ke atas. Apabila berhasil rahang itu akan menutup dengan cepat dan

keras. Setelah selesai untuk beberapa saat pasien tidak diperbolehkan

terlalu sering membuka mulutnya.

b. Dislokasi Sendi Jari.

Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong

dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat

mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.

Tindakan Pertolongan :

Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi tidak

disentakkan. Sambil menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu

3
jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa sendi itu kembali ke tempat

asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu ibu jari

yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah

melingkar seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari.

c. Dislokasi Sendi Bahu

Dislokasi yang sering ke depan. Yaitu kepala lengan atas

terpeleset ke arah dada. tetapi kemampuan arah dislokasi tersebut ia

akan menyebabkan gerakan yang terbatas dan rasa nyeri yang hebat

bila bahu digerakkan.

Tanda – tanda lainnya :

Lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh.

Ujung tulang bahu akan nampak menonjol ke luar. Sedang di bagian

depan tulang bahu nampak ada cekungan ke dalam.

Tindakan Pertolongan :

Usaha memperbaiki letak sendi yang terpeleset itu harus

dikerjakan secepat mungkin, tetapi harus dengan tenang dan hati –

hati. Jangan sampai itu justru merusak jaringan – jaringan penting

lainnya. Apabila usaha itu tidak berhasil, sebaiknya jangan diulang

lagi. Kirim saja klien ke Rumah sakit segera.

Apabila tidak ada patah tulang, dislokasi sendi bahu dapat

diperbaiki dengan cara sebagai berikut :

Ketiak yang cedera ditekan dengan telapak kaki (tanpa sepatu)

sementara itu lengan penderita ditarik sesuai dengan arah letak

kedudukannya ketiak itu.Tarikan itu harus dilakukan dengan pelan dan

4
semakin lama semakin kuat, hal itu untuk menghidarkan rasa nyeri

yang hebat yang dapat mengakibatkan terjadinya shock. Selain tarikan

yang mendadak merusak jaringan – jaringan yang ada di sekitar sendi.

Setelah ditarik dengan kekuatan yang tetap beberapa menit, dengan

hati – hati lengan atas diputar ke luar (arah menjauhi tubuh). Hal ini

sebaiknya dilakukan dengan siku terlipat dengan cara ini diharapkan

ujung tulang lengan atas menggeser kembali ke tempat semula.

d. Dislokasi Sendi Siku

Jatuh pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke

arah posterior. Reposisi dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam

sling atau gips selama tiga minggu untuk memberikan kesembuhan

pada sumpai sendi.

e. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal Dan Inter Phalangeal

Dislokasi disebabkan oleh hiperekstensi – ekstensi persendian

direposisi secara hati – hati dengan tindakan manipulasi tetapi

pembedahan terbuka mungkin diperlukan untuk mengeluarkan

jaringan lunak yang terjepit di antara permukaan sendi.

f. Dislokasi Sendi Pangkal Paha

Diperlukan gaya yang kuat untuk menimbulkan dislokasi sendi

ini dan umumnya dislokasi ini terjadi akibat kecelakaan lalu lintas

(tabrakan mobil). Dalam posisi duduk benturan dash board pada lutut

pengemudi diteruskan sepanjang tulang femur dan mendorong caput

femuris ke arah poterior ke luar dati acetabulum yaitu bagian yang

paling pangkal. Tindakannya adalah reposisi dengan anestesi umum

5
dan pemasangan gips selama enam minggu atau tirah baring dengan

traksi yang ringan untuk mengistirahatkan persendian dan memberikan

kesembuhan bagi ligamentum. Dislokasi sendi lutut dan eksremitas

bawah sangat jarang terjadi kecuali peda pergelangan kaki di mana

dislokasi disertai fraktur.

4. Etiologi

        Dislokasi disebabkan oleh :

a. Cedera olah raga

Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan

hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat

bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola

paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena

secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

b.  Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga

c.  Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya

menyebabkan dislokasi.

d. Terjatuh

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

e.  Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang

merupakan

kompenen vital penghubung tulang

6
5. Tanda dan Gejala

a. Deformitas pada persendiaan

Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.

b. Gangguan gerakan

Otot – otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.

c. Pembengkakan

Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi

deformitas.

d. Rasa nyeri terdapat sering terjadi pada dislokasi

Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha

servikal.

(Muttaqin.A. , 2008).

6. Lokasi Yang Sering Terjadi Dislokasi

Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal

paha servikal.

7. Patofisiologi

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus

terdorong ke depan , merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid

teravulsi. Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Mesti jarang

prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan

luksasio erekta (dengan tangan mengarah ; lengan ini hampir selalu jatuh

membawa kaput ke posisi di bawah karakoid).

Skema Patofisiologis

7
Jatuh

Humerus terdorong ke depan

Traumatik

Pergeseran Berlebihan dan


Dalam Waktu Cepat

Dislokasi Inferior Dislokasi Anterior

Kekakuan Sendi Karena


Terjadi “Dislokasi”
Dengan tanda :
- N
yeri
- B
engkak
- K
aku sendi

(Muttaqin.A. , 2008).

8. Pemeriksaan Klinik
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian

anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput

humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial

terhadap terhadap mangkuk sendi. (Muttaqin.A. , 2008).

8
9. Penatalaksanaan

a. Dislokasi

Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :

1) Lakukan reposisi segera.

2) Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa

anestesi, misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari

pada fase syok), sislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi

dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya valium.

3) Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi

umum.

b. Traksi

Periksa sesering mungkin kulit pasien mengenai tanda tekanan atau

lecet. Perhatian lebih ditekankan pada tonjolan tulang. Lakukan

perubahan posisi sesering mungkin untuk membantu mencegah

kerusakan kulit. (Muttaqin.A. , 2008).

10. Prinsip Traksi Efektif

Pada setiap pemasangan traksi harus dipikirkan adanya kontratraksi.

Kontratraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan

(hukun Newton yang ketiga mengenai gerak. Menyebutkan bahwa bila ada

aksi maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya

berlawanan). Umumnya berat badan pasien pengaturan posisi tempat tidur

mampu memberikan kontraksi.

9
Prinsip – prinsip traksi efektif adalah :

a. Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.

b. Traksi skelet tidak terputus

c. Pemberat / beban tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan

intermiten.

d. Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur

ketika traksi dipasang.

e. Tali tidak boleh macet.

f. Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat

tidur atau lantai.

g. simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau

kaki tempat tidur.

(Muttaqin.A. , 2008).

11. Tindakan Pada Dislokasi

a. Dengan memanipulasi secara hati – hati, permukaan diluruskan

kembali. Tindakan ini sering memerlukan anestesi umum untuk

melemaskan otot – otonya.

b. Pembedahan terbuka mungkin diperlukan khususnya kalau jaringan

lunak terjepit di antara permukaan sendi.

c. Persendian tersebut, disangka dengan pembebatan dengan gips.

Misalnya : pada sendi pangkal paha, untuk memberikan kesembuhan

pada ligamentum yang teregang.

d. Fisioterapi harus segera dimulai untuk mempertahankan fungsi otot

dan latcher (exercise) yang aktif dapat diawali secara dini untuk

10
mendorong gerakan sendi yang penuh khususnya pada sendi bahu.

(Muttaqin.A. , 2008)

12. Komplikasi

Komplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain :

1) Fraktur.

2) Kontraktur.

3) Trauma jaringan.

B. KONSEPDASARPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data

1) Anamnese

a) Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama,

suku bangsa, status perkawinan, pendidikan dan pekerjaan.

b) Keluhan Utama Klien

Pada anamnese ini yang perlu dikaji adalah apa yang

diperlukan pada saat itu seperti nyeri, bengkak, kelainan

bentuk, hilangnya fungsi dan krepitasi serta pada daerah mana

dislokasi terjadi.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Dalam pengkajian ini meliputi riwayat terjadinya terutama

apakah dikarenakan kecelakaan, terjatuh atau terjadi benturan

langsung dengan vektor kekerasan dan sifat pertolongan yang

pernah diberikan.

11
d) Riwayat Penyakit Dahulu

Dalam pengkajian ini perlu ditanyakan meliputi riwayat yang

berhubungan dengan trauma pada tulang, apakah klien

mempunyai penyakit tulang seperti osteomylitis, ostroporasis

dan apakah klien pernah mengalami riwayat trauma

sebelumnya.

2) Pemeriksanan Fisik

a) Keadaan Umum Klien

Klien dislokasi dengan pemasangan traksi biasanya terbaring

total dengan seminimal mungkin melaksanakan aktifitas gerak

ini disebabkan karena adanya immobilisasi dan rasa nyeri

akibat pemasangan traksi, sehingga klien takut untuk bergerak,

keadaan umum klien biasanya baik tetapi dapat menimbulkan

dampak seperti gangguan miksi dan defekasi, integritas kulit

dan gangguan aktivitas lain yang menunjang kehidupan sehari

– hari.

b) Gejala Klinis Dislokasi

Gejala klinis dari dislokasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Tanda – tanda pasti

- Gerakan abnormal pada tempat terjadinya dislokasi

menjadi sendi palsu sehingga terjadi gerakan yang

deformitas pada persendian; apabila sebuah tulang

diraba secara sering akan terdapat suatu celah.

12
- Gangguan gerak : otot – otot tidak dapat bekerja dengan

baik pada sendi tersebut.

- Pembengkakan : pembengkakan ini dapat parah pada

kasus trauma dan dapat menutupi deformitasnya.

2) Tanda – tanda tidak pasti

- Rasa nyari, bengkak dan berubah warna (membiru)

dikarenakan terjadi pendarahan di sekitar bagian

dislokasi rasa nyeri hebat terutama apabila dilakukan

pergerakan atau aktivitas.

- Kelainan bentuk (deformitas), hal ini disebabkkan oleh

karena adanya perdarahan dan pembengkakan.

- Hilangnya fungsi (fungtiolaesa), disebabkan oleh rasa

nyari serta terlepasnya sebuah sendi sehingga tidak

mampu melakukan pergerakan.

c) Pemeriksaan Penunjang atau Tambahan

- Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan laboratorium darah lengkap seperti

hemoglobin, trombosit, leukosit, glukosa sewaktu.

- Pemeriksaan faal hemostasis meliputi waktu

pendarahan, waktu pembekuan.

- Pemeriksaan kimia klinik rutin, yaitu sikap darah puasa,

agot, sgpt.

13
- Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan Radiologi digunakan untuk menguatkan

diagnosa patah tulang yang dapat menggambarkan

kerusakan tulang, ketidaklurusan tulang dan kesalahan

bentuk dari tulang itu sendiri, sedangkan posisi foto tulang

dilakukan secara :

- Dua waktu yang berbeda yaitu setelah terjadi trauma

dan sehari setelah dilakukan tindakan.

- Dua extremitas sebagai pembanding apabila garis patah

tulang meragukan.

3) Analisa Data

Setelah data dikumpulkan dan dikelompokkan kemudian

dianalisa sebagai berikut, untuk pengelompokkan data dapat

dibedakan menjadi dua jenis yaitu data subyektif dan data obyektif.

Data subyektif yaitu data yang didapat dari ungkapan atau

keluhan, klien sendiri atau keluarga dan data obyektif yaitu data

yang didapat dari suatu pengamatan, observasi, pengukuran dan

hasil pemeriksaan.

Data tersebut dikumpulkan berdasarkan perannya untuk

menunjang suatu masalah, di mana masalah berfokus pada klien

dan respon klien.

4) Diagnosa Keperawatan

14
Dari analisa data kemudian dirumuskan suatu diagnosa

keperawatan berikut ini adalah beberapa diagnosa keperawatan

yang mungkin timbul pada dislokasi dengan pemasangan traksi :

1. Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses

penyakit, immobilisasi, dan traksi.

3. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan

pemasangan traksi dan immobilisasi.

4. Defisit perawatan diri, makan, hygiene atau toileting yang

berhubungan dengan traksi.

5. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan

/ alat traksi.

6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang

informasi tentang program therapi. (Brunner, Suddarth, 2006)

2. Perencanaan

Berdasarkan pada pengkajian keperawatan mengenai kebutuhan dan

pengetahuan pasien tentang perawatan pasien yang menjalani program

traksi, khususnya pada pasien dengan dislokasi sendi panggul (pelvis).

Dalam perencanaan mempunyai beberapa tahap antara lain :

penentuan tujuan dan kriteria hasil serta merumuskan rencana tindakan

keperawatan.

Diagnosa I. Nyeri berhubungan dengan pemasangan traksi immobilisasi

Tujuan : Mengatakan nyeri hilang

15
Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, klien tidak

gelisah, klien menunjukkan tindakan santai, mampu

beradaptasi dengan aktivitas / tidak / istirahat, skala

nyeri 1 – 3.

Rencana Tindakan :

a. Kaji lokasi, tipe dan intensitas nyeri

dengan menggunakan skala (1 – 10.)

b. Ukur tanda – tanda vital.

c. Jelaskan penyebab nyeri.

d. Anjurkan mempergunakan teknik alternatif

penghilang nyeri dengan napas dalam.

Diagnosa II. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri

dan immobilisasi.

Tujuan : Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat yang

paling tinggi.

Kriteria hasil : Mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan

kekuatan / fungsi yang sakit dan mengkompensasi

bagian tubuh menunjukkan teknik yang merupakan

melakukan aktivitas.

Rencana Tindakan :

1) Kaji derajat immobilisasi yang dihasilkan oleh pengobatan dan

perkalian persepsi pasien terhadap immobilisasi.

16
2) Instruksikan pasien untuk melakukan latihan rom pasif dan aktif pada

extremitas yang sakit dan tidak sakit sesuai toleransi.

3) Bantu klien dalam perawatan diri kebersihan.

4) Ubah posisi periodik dan dorong untuk latihan napas dalam.

5) Auskultasi bising usus, awasi kebiasaan eliminasi dan berikan

keteraturan defekasi rutin.

6) Kolaborasi dengan rehabilitasi dalam terapi fisik / okupasi.

Diagnosa III. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit / jaringan

berhubungan dengan pemasangan traksi.

Tujuan : Menyatakan ketidaknyamanan hilang.

Kriteria hasil : Menunjukkan perilaku / uniq untuk mencegah kerusakan

kulit / memudahkan penyembuhan sesuai indikasi,

mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.

Rencana Tindakan :

1) Kaji kedaan kulit, kemerahan, pendaharan, perubahan warnadan

rasa nyeri.

2) Ubah posisi sesering mungkin.

3) Observasi untuk potensial ares yang tertahan, khususnya pada akhir

dan bawah babatan.

Diagnosa IV. Defisit perawatan diri, makan, hygiene, atau toileting yang

berhubungan dengan traksi.

Tujuan : Kebutuhan perawatan diri, makan, hygiene atau toileting

17
terpenuhi.

Kriteria Hasil : Mengungkapkan perasaan segar, bersih dan

menyenangkan.

Rencana Tindakan :

1) Tentukan hambatan saat ini dan hambatan untuk berpartisipasi dalam

perawatan.

2) Ikut sertakan klien dalam formulasi perawatan pada tingkat

kemampuan klien.

3) Dorong perawatan diri, bekerja dengan kemampuan yang ada saat ini,

jangan menekan klien di luar kemampuannya.

4) Berikan dan tingkatkan keleluasan pribadi termasuk selama mandi.

5) Dorong / bantu klien dengan perawatan mulut / gigi setiap hari.

Diagnosa V. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status

kesehatan krisis.

Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang.

Kriteria hasil : Mengungkapkan perasaan lebih santai, memperagakan

teknik relaksasi dengan tepat.

Rencana Tindakan :

1) Pantau tingkat ansietas klien.

2) Berikan penekanan penjelasan dokter mengenai pengobatan dan

tujuan, klarifikasi kesalahan konsep.

3) Berikan dan luangkan waktu untuk mengungkapkan perasaan.

18
4) Ajarkan dan bantu dalam teknik manajemen stress.

5) Berikan dorongan untuk berinteraksi dengan orang terdekat dengan

teman serta saudara.

Diagnosa VI. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

tentang penatalaksanaan perawatan dan program therapi.

Tujuan : Kurang pengetahuan dapat teratasi.

Kriteria hasil : Mengungkapkan pengertian tentang prognosis, pengobatan

sdan program rehabilitasi, mengekspresikan tentang gejala,

potensial komplikasi.

Rencana Tindakan :

1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya.

2) Tekankan pentingnya rencana rehabilitasi aktivitas, istirahat dan

latihan.

3) Diskusikan tanda dan gejala untuk dilaporkan pada dokter : nyeri

hebat, perubahan suhu tubuh. (Brunner, Suddarth, 2006)

19
DAFTAR PUSTAKA

  

Brunner, Suddarth, (2006) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8

Volume 3, EGC : Jakarta

Doenges, Marilynn E, dkk, (2006), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa

Keperawatan, EGC : Jakarta.

Doengoes, Mariliynn E. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

FKUI. 2012. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Muttaqin.A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskletal. Jakarta : EGC

Pamela L.swearingen , (2006) Keperawatan Medikal –Bedah .E/2, Jakarta : EGC 

http://www.slideshare.net/ardiartana/savedfiles?

stitle=askepdislokasi&userlogin=septianraha

20

Anda mungkin juga menyukai