Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

‘Syndrom Dispepsia’

OLEH :
Iren P. Dalambide
NIM. 19180029

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK. III MANADO


MEI 2022
1. Konsep Dispepsia
A. Definis Dispepsia
Dispepsia adalah rasa nyeri atau tidak nyaman di bagian ulu hati pada
abdomen bagian atas atau dada bagian bawah. Dispepsia merupakan gejala
keganasan saluran cerna bagian atas. Pada pasien dewasa muda, penyebab
tersering dari dyspepsia adalah refluks gastroesofagus dan gastritis. Reaksi ini
menimbulkan gangguan ketidakseimbangan metabolisme dan seringkali
menyerang individu usia produktif, yakni usia 30-50 tahun (Ida, 2016).

B. Klasifikasi Dispepsia
Klasifikasi dari mayordispepsia terbagi atas dua kelompok yaitu:
1) Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organic sebagai
penyebabnya. Sindrom dyspepsia organic terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkuspeptikum), gastritis, stomach
cancer, gastroesophageal refluxdisease, hyperacidity.
2) Dispepsia Non Organik (DNU), atau dyspepsia fungsional, atau Dispepsia
Non Ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional
tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan
pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, danendoskopi (Ida, 2016).

C. Etiologi Dispepsia
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik
(struktual) dan fungsional. Penyakityang bersifat organik antara lain karena
terjadinya gangguan di saluran pencernaan atau disekitar saluran cerna, seperti
pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat
fungsional dapat dipicu karena factor psikologis dan factor intoleran terhadap
obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Purnamasari, 2017). Etilogi dispepsia
antara lain adalah:
1) Idiopatik/dispepsia fungsional
2) Ulkuspeptikum
3) Gastroesophageal refluxdisease (GERD)
4) Kanker lambung
5) Gastroparesis
6) Infeksi Helicobacter pylori
7) Pankreastitis kronis
8) Penyakit kandung empedu
9) Parasite usus
10) Iskemia usus
11) Kanker pancreas atau tumor abdomen.

D. Faktor Risiko Dispepsia


Dyspepsia disebabkan oleh bebrapa faktor risiko, faktor risiko dari dyspepsia
antara lain adalah (Rahmayanti, 2016):
1) Faktor Psiko-Sosial
Dispepsia sangat berhubungan erat dengan faktor psikis. Besarnya peranan
stres dalam memicu berbagai penyakit sering tidak disadari oleh penderita
bahkan oleh tenaga imedis sendiri. Hal ini sekaligus menjelaskani
mengapa sebagian penyakit bisa imenemukan progesifitas penyembuhan
yang baik isetelah faktor stres ini ditangani.
2) Penggunaan Obat-obatani
Sejumlahi obat dapat mempengarui gangguan iepigastrium, mual, muntah
dan nyeri idi ulu hati. Misalnya golongan NSAIDs, seperti aspirin,
ibuprofen, dan naproxen, steroid, teofilin, digitalis, dan antibiotik.
3) Pola Makan tidak Teraturi
Pola makan yang itidak teratur terutama bila jarang isarapan di pagi hari,
termasuk iyang beresiko dispepsia. Di pagi ihari kebutuhan kalori
seseorang cukup ibanyak, sehingga bila tidak sarapan, imaka lambung
akan lebih banyak imemproduksi asam.
4) Gaya Hidup yang tidak Sehat
a. Menghisap rokok
Tar dalam asap rokok idapat melemahkan ikatup Lower Esophageal
Spinter (LES), katup antara lambung dan tenggorokan, sehingga gas
dilambung naiki hingga kerongkongan
b. Minum Alkohol
Alkohol bekerja imelenturkan katup LES, sehinggai menyebabkan
refluks atau berbaliknya iasam lambung kei kerongkongan. Alkohol ijuga
meningkatkan iproduksi asam lambung.

E. Gejala Klinis
Adanya gas diperut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat
kenyang, mual, tidak ada nafsu makan dan perut terasa panas. Rasa penuh, cepat
keyang, kembung setalah makan, mual muntah, sering bersendawa, tidak nafsu
makan, nyeri uluh hati dan dada atau regurgitas asam lambung kemulut. Gejala
dispepsia akut dan kronis berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliput: rasa sakit
dan tidak enak di ulu hati, perih, mual, berlangsung lama dan sering kambuh dan
disertai dengan ansietas dan depresi (Purnamasari, 2017). Indikasi endoskopi bila
ada gejala atau tanda alarm seperti gejala dispepsia yang baru muncul pada usia
lebih dari 55 tahun, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya,
anoreksia, muntah persisten, disfagia progresif, odinofagia, perdarahan, anemia,
ikterus, massa abdomen, pembesaran kelenjar limfe, riwayat keluarga dengan
kanker saluran cerna atas, ulkus peptikum, pembedahan lambung, dan keganasan
(Black et al., 2018). Gejala dispepsia antara lain sebagai berikut (Suzuki, 2017;
Rahmayanti, 2016):
1) Epigastric pain merupakan sensasi yang tidak menyenangkan; beberapa
pasieni merasa terjadi kerusakan jaringan
2) Postprandiali fullness merupakan perasaan yang tidak inyaman seperti
makanan berkepanjangan di perut
3) Early satiation merupakan perasaan bahwa perut sudah terlalu penuh
segera isetelah mulai makan, tidak sesuai idengan ukuran makanan yang
dimakan, sehingga makan tidak dapat diselesaikan. Sebelumnya, kata
“cepat kenyang” digunakan, tapi kekenyangan adalah istilah yang ibenar
untuk hilangnya sensasi nafsu imakan selama proses menelan makanan
4) Epigastrici burning merupakan rasa terbakar adalah perasaan subjektif
yang tidak menyenangkan dari panas.

F. Patofisiologi
Dispepsi terbagi menjadi dua kelompok yaitu dyspepsia sturktural (organic)
dan dyspepsia fungsional (nonorganic). Disepsia organic terdapat kelainan yang
nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkuspeptikum), gastritis, stomach
cancer, gastroesophageal refluxdisease, hyperacidity. Dispepsia nonorganic
merupkan Dispepsia Non Ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Faktor
penyebab dari dyspepsia antara lain adalah stress,pola hidup seperti minum kopi,
konsumsi alcohol dan merokok menjadi faktor pemicu terjadinya rasa tidak
nyaman pada perut. Hal tersebut dikarenakan adaya peningkatan asam lambung
(HCL) yang mengiritasi mukosa lambung. Sekresi asam lambung Kasus dispepsia
fungsional umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi
basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal. Diduga
terdapat peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang
menimbulkan rasa tidak enak di iperut (Djojoningrat, 2009). Peningkatan
sensitivitas imukosa lambung dapat terjadi akibat polai makan yang tidak teratur.
Pola makan yang tidak teratur iakan membuat lambung sulit untuk iberadaptasi
dalam pengeluaran sekresi asam lambung. Jika hal ini berlangsung dalam waktu
yang lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi
dinding mukosa pada lambung (Rani et al., 2011). Adanya peingkatan asam
lambung dapat menyebabkan respon mual dan muntah sehingga menyebabkan
deficit nutrisi dan risiko ketidakseimbangan cairan pada tubuh. Peningkatan asam
lambung (HCL) yang mengiritasi mukosa lambung memicu nyeri epigastric
sehingga terjadi nyeri akut. Nyeri akut menyebabkan adanya perubahan
Kesehatan yang mengakibatkan pasien cemas karena kurang pengetahuan tentang
respon tubuh terhadap penyakit.
G. Pathway Dispepsia

Dispepsia

Structural (Organik) Fungsional


(Nonorganik)

ulkuspeptikum, gastritis, Dispepsia


stomach cancer, Non Ulkus
gastroesophageal (DNU), bila
refluxdisease, tidak jelas
hyperacidity penyebabnya

Stres Kopi, rokok, alkohol


s
Respon
Perangsangan
saraf mukosa
parasipatis lambung
Peningkatan Peneglupasan
Vasodilatasi
produksi
mukosa
HCL
gaster
lambung

HCL kontak
Mual Ansietas
dengan
mukosa
Muntah Nyeri epigastrik b.d Perubahan
mukosa lambung kesehatan
Risiko
ketidakseimba
Nyeri akut Defisit
n gan cairan
pengetahuan

Sumber: (Ida, 2016).


H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologi tindakan-tindakan keperawatan dalam
perawatan pasien dengan gangguan nyeri abdomen yaitu mengatur posisi pasien,
hipnoterapi, terapi relaksasi, manajemen nyeri dan terapi perilaku. Farmakologis
Pengobatan dyspepsia mengenal beberapa obat,yaitu: Antasida, Pemberian
antasida tidak dapatdilakukan terusmenerus,karenahanyabersifat simtomatis untuk
mengurangi nyeri. Obat yang termasuk golongan ini adalah simetidin, ranitidin,
dan famotidine. Pemasangan cairan pariental, pemasagan Naso Gastrik
Tube(NGT) jika diperlukan (Amelia, 2018).

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan
organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian yaitu:
1) Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkapdan pemeriksaan darah dalam tinja, danurin. Jika ditemukan
leukosit dosis berarti tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir
ataubanyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan
menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dyspepsia ulkus
sebaiknya diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu
keganasan, dapat diperiksa tumor marker (dugaan karsinoma kolon),dan
(dugaan karsinoma pankreas)
2) Barium enema untukmemeriksa salurancerna pada orangyang mengalami
kesulitan menelan atau muntah, penurunan beratbadan atau mengalami
nyeri yang membaik ataumemburuk bila penderita makan
3) Endoskopi bias digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan
lambung melalui tindakan biopsi.Pemeriksaan nantinya di
bawahmikroskop untuk mengetahui lambung terinfeksi Helicobacter
pylori. Endoskopimerupakan pemeriksaan bakuemas, selain sebagai
diagnostic sekaligus terapeutik.
4) Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen,serologi
H.pylori,urea breath test,dan lain-lain dilakukan atasdasarindikasi (Ida,
2016).
J. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan.komplikasi yang dapat terjadi antara lain,
pendarahan, kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus peptikus
(Purnamasari, 2017).

2. Konsep Asuhan
Keperawatan
Kecelakaan, terjatuh, trauma
A. Pengkajian persalinan, penyalahgunaan
1) Primary Survey obat/alkohol
Airway 1) pantikan kepatenan jalan napas
2) siapkan alat bantu untuk menolong jalan napas jika
perlu
3) jika terjadi perburukan jalan napas segera hubungi
ahli anestesi dan bawa ke ICU

Breathing 1) kaji respiratory rate


2) kaji saturasi oksigen
3) berikan oksigen jika ada hypoksia untuk mempertahankan
saturasi > 92%
4) auskultasi dada
5) lakukan pemeriksaan rontgent
Circulation 1) kaji denyut jantung
2) monitor tekanan darah
3) kaji lama pengisian kapiller
4) pasang infuse, berikan ciaran jika pasien dehidrasi
5) periksakan dara lengkap, urin dan elektrolit
6) catat temperature
7) lakukan kultur jika pyreksia
8) lakukan monitoring ketat
9) berikan cairan per oral
10) jika ada mual muntah, berikan antiemetik IV
Disability Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU atau
GCS
Pengkajian kesadaran menggunakan AVPU
A : Alert
V : Verbal
P : Pain
U : Unresponsive

Pemeriksaan GCS
Eye (respon membuka mata)
(4) : spontan membuka mata
(3) : membuka mata dengan perintah (suara, sentuhan)
(2) : membuka mata dengan rangsang nyeri
(1) : tidak membuka mata dengan rangsang apa pun
Verbal (respon verbal)
(5) : berorientasi baik
(4) : bingung, disorientasi tempat dan waktu
(3) : berbicara tidak jelas
(2) : bisa mengeluarkan suara mengerang
(1) : tidak bersuara
Motor (respon motorik)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : (menghindar/menarik extremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : menjauhi rangsang nyeri
(2) : extensi spontan
(1) : tidak ada gerakan
Derajat kesadaran
14-15 Composmentis
12-13 Apatis
10-11 Somnolen
9-7 Delirium
4-6 Stupor
3 coma
Exposure 1) kaji riwayat sedetail mungkin
2) kaji stress dan pola makan, serta gaya hidup pasien
3) kaji tentang waktu sampai adanya gejala
4) kaji apakah ada anggota keluarga atau teman yang
terkena
5) apakah sebelumnya baru mengadakan perjalanan?
6) Lakukan pemeriksaan abdomen
7) Lakukan pemeriksaan roentgen abdominal

2) Secondary Survey
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat kesehatan terdahulu
Penyakit yang pernah dialami
Alergi (obat, makanan, dll)
Obat-obatan yang digunakan
c. Pengkajian head to toe
Keadaan Umum : kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen
TTV dan Nyeri : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan
pernapasan serta tekanan darah.
Kepala : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada
atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah
Dada : Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik
Abdomen : Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia
Ekstremitas : Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary
refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi

B. Diagnosa
1) Risiko ketidakseimbangan cairan
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi mukosa
lambung)
3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kondisi perubahan Kesehatan
pasien
4) Ansietas berhubungan dengan perubahan kondisi Kesehatan pasien
C. Intervensi Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI


1. Risiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Cairan (I.03098)
ketidakseimban selama ... jam masalah Risiko Observasi
gan cairan ketidakseimbangan cairan membaik dengan 1) Monitor status hidarsi (misal frekuensi nadi, tekanan
(D.0036) kriteria hasil : nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa,
turgor kulit, tekanan darah)
Status cairan (L.03028) 2) Monitor berat badan harian
No Indikator 1 2 3 4 5 3) Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
1 Kekuatan nadi ✓
4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (misal
2 Turgor kulit ✓
hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN)
3 Output urine ✓
5) Monitor status hemodinamik (misal. MAP, CVP, PAP,
Keterangan : PCWP jika tersedia)
1 = menurun Terapeutik
2 = cukup menurun 1) Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam
3 = sedang 2) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
4 = cukup meningkat 3) Berikan cairan intravena, jika perlu
5 = meningkat Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu.
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Frekuensi nadi ✓
2 Tekanan darah ✓
3 Tekanan nadi ✓
4 Membran ✓
mukosa
5 Kadar Hb ✓
6 Kadar Ht ✓
Keterangan :
1 = memburuk
2 = cukup memburuk
3 = sedang
4 = cukup membaik
5 = membaik
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) selama ... jam masalah nyeri akut membaik Observasi
dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
Tingkat Nyeri (L.08066) 2) Identifikasi skala nyeri
No Indikator 1 2 3 4 5 3) Identifikasi respon nyeri nonverbal
1 Keluhan nyeri ✓ 4) Identifikasi faktor yang memberperat dan meringankan
2 Meringis ✓ nyeri
3 Gelisah ✓ 5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
4 Mual ✓ 6) Monitor efek samping pengunaan analgetik
5 Muntah ✓ Terapeutik
Keterangan : 1) Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
1 = meningkat rasa nyeri
2 = cukup meningkat 2) Control lingkungan yang memperberat nyeri
3 = sedang 3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4 = cukup menurun Edukasi
5 = menurun 1) Jelaskan, penyebab, periode yang memicu nyeri
2) Jelaskan strategi yang meredakan nyeri
No Indikator 1 2 3 4 5 3) Ajarkan Teknik non farmakalogis untuk mengurangi
1 Frekuensi nadi ✓ nyeri
2 Tekanan darah ✓ Kolaborasi
3 Tekanan nadi ✓ 1) Kolaborasi pemberian analgetic jika perlu
4 Nafsu makan ✓
5 Pola tidur ✓
Keterangan :
1 = memburuk
2 = cukup memburuk
3 = sedang
4 = cukup membaik
5 = membaik
3. Defisit Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
pengetahuan selama ... jam, masalah deisit pengetahuan Observasi
(D.0111) dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1) Identifikasi kesiapan dan kmampuan menerima
informasi
2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
Tingkat Pengetahuan (L.12111) menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
No Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
1 Perilaku sesuai ✓ 1) Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
anjuran 2) Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
2 Kemampuan ✓ 3) Berikan kesempatan untuk bertanya
menjelaskan Edukasi
tentang 1) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempegaruhi
pengetahuan Kesehatan
tentang topik 2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Keterangan : 3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
1 = menurun meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
2 = cukup menurun
3 = sedang
4 = cukup meningkat
5 = meningkat
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Persepsi ang ✓
keliru terhadap
masalah
Keterangan :
1 = meningkat
2 = cukup meningkat
3 = sedang
4 = cukup menurun
5 = menurun

4. Ansietas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Reduksi Ansietas (I.09314)


(D.0080) selama ... jam, masalah ansietas menurun Observasi
dengan kriteria hasil: 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal
kondisi, waktu, stresor)
Tingkat ansietas (L.09093) 2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
No Indikator 1 2 3 4 5 3) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
1 Verbalisasi ✓ Terapeutik
kebingungan 1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
2 Verbalisasi ✓ kepercayaan
khawatir akibat 2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
kondisi yang memungkinkan
dihadapi 3) Pahami situasi yang membuat ansietas
3 Perilaku ✓ 4) Dengarkan dengan penuh perhatian
gelisah 5) Gunakan penekatan yang tenang dan meyakinkan
4 Perilaku tegang ✓ 6) Tempatkan barang pribadi yang memberi kenyamanan
7) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
Keterangan : kecemasan
1 = meningkat 8) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
2 = cukup meningkat yang akan datang
3 = sedang Edukasi
4 = cukup menurun 1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
5 = menurun dialami
2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu
4) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
5) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
8) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
D. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Carpenito, 2009).
Ada 3 jenis evaluasi keperawatan mengenai berhasil/tidaknya suatu tindakan,
antara lain:
1. Teratasi: apabila perilaku pasien sesuai dengan pernyataan tujuan dan waktu
yang sebelumnya sudah ditetapkan.
2. Teratasi sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak memenuhi semua
kriteria dan tujuan serta waktu yang telah ditetapkan.
3. Belum taratasi: pasien belum menunjukkan perilaku yang dituliskan dalam
tujuan, kriteria hasil dan waktu yang telah ditentukan.

E. Discharge Planing
Discharge planning merupakan bagian dari proses keperawatan dan fungsi
utama dari perawatan. Discharge planning harus dilaksanakan oleh perawat secara
terstruktur dimulai dari pengkajian saat pasien masuk ke rumah sakit sampai
pasien pulang (Potter & Perry, 2010). Beberapa hal yang perlu diberikan kepada
keluarga pasien Dispepsia antara lain:
1) Anjurkan untuk banyak minum air.
2) Hindari konsumsi minuman bersoda atau minuman ringan yang banyak
mengandung alcohol dapat meningkatkan asam lambung (HCL)
3) Anjurkan untuk mengurangi merokok
4) Anjurkan pasien untuk memanajemen stress
5) Anjurkan periks ke pelayanan Kesehatan jika perlu.
Daftar Pustaka

Amelia, K. (2018). Keperawatan Gawat darurat dan Bencana Sheehy.


Jakarta: ELSEVIER.
Carpenito, L.J.2009. Diagnosis keperawatan aplikasi pada praktik klinis.
Edisi 9.Jakarta : EGC
Davey, Patrick. 2005. Medicine At A Glance. Alih Bahasa: Rahmalia.
A,dkk.
Jakarta: Erlangga
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Kesehatan
Indonesia.
Jakarta: Depkes RI
IDAI. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jilid 2 cetakan pertama. Jakarta. Badan Penerbit IDAI
Ida, M. (2016). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pencernaan. Jakarta: Pustaka Baru Press.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2011.
Jakarta: Sekretaris Jenderal
Purnamasari, L. (2017). Faktor risiko, klasifikasi, dan terapi sindrom
dispepsia.
870.
Pamela, K. (2011). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran: EGC.
Pamela, K. (2011). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran: EGC.
Potter & Perry. 2010. Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and
Practice.
Edisi 7. Vol. 3. Jakarta : EGC
PPNI. 2016. Standar DiagnosaKeperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Sjamsuhidajat & de jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai