Disusun Oleh :
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
dislokasi?
C. TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep penyakit dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan dislokasi
D. TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu memahami definisi/pengertian Dislokasi
2. Mahasiswa mampu memahami Anatomi-fisiologi Dislokasi
3. Mahasiswa mampu membuat Patoflowdiagram Dislokasi
4. Mahasiswa mampu memahami etiologi, faktor penunjang, faktor
pencetus Dislokasi
5. Mahasiswa mampu mengidentifikasi Tanda dan gejala Dislokasi
6. Mahasiswa mampu mengidentifikasi Pemeriksaan diagnostik pada
dislokasi
7. Mahasiswa mampu memahami Penatalaksanaan pada dislokasi
8. Mahasiswa mampu memahami komplikasi Dislokasi
9. Mahasiswa mampu memahami Discharge planning spesifik Dislokasi
10. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan
Dislokasi
11. Mahasiswa mampu memahami implementasi pasien dengan dislokasi
sesuai jurnal dan penelitian terbaru
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Dislokasi
1. Definisi/pengertian
Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang
yang membentuk persendian terhadap tulang lain.[ CITATION Sja11 \l 1033 ]
Dislokasi sendi adalah pergeseran tulang dan sendi. [ CITATION Car12 \l
1033 ]
Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang
yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis. [ CITATION
Suz13 \l 1033 ]
Dislokasi sendi adalah fragmen fraktur saling terpisah dan
menimbulkan deformitas.[ CITATION Kow11 \l 1033 ]
Jadi dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulangdari
kesatuan sendi. Dislokasi terjadi bila sendi menjadi tidak sejajar.
Dislokasi dapat bterjadi di semua sendi tetapi seringkali mengenai bahu,
jari tangan dan jari kaki, lutut, dan pergelangan kaki. Dicurigai dislokasi
jika bagian tersebut secara menyeluruh mengalami deformitas
(bandingkan dengan sisi yang lainnya ).
Dislokasi merupakan masalah pada tulang berupa bergesernya tulang
dari sendi atau posisi yang semestinya. Dislokasi dapat terjadi pada sendi
manapun, tetapi yang tersering mengalaminya adalah sendi bahu, jari,
siku, lutut, dan panggul. Sendi yang pernah mengalami dislokasi memiliki
faktor risiko lebih besar untuk mengalami dislokasi berulang. Terkadang
sulit menentukan apakah telah terjadi kesleo atau fraktur. Biasanya
individu akan mengalami nyeri ketika bergerak atau mengangkat beban
berat setelah mengalami fraktur. Jangan meminta individu untuk berdiri
atau berjalan pada bagian yang diduga mengalami fraktur untuk
memeriksa nyeri, melakukan hal tersebut cenderung akan memperburuk
cedera.
2. Klasifikasi Dislokasi
a. Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya[ CITATION Bru02 \l
1033 ] adalah:
1) Dislokasi Congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering
terlihat pada pinggul.
2) Dislokasi Spontan atau Patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sendi , misalnya tumor,
infeksi, atau Osteoporosis tulang, ini disebabkan oleh kekuatan
tulang berkurang.
3) Dislokasi Traumatik
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stres berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedem (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena
traumayang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari
jaringan disekelilingnya dan mungkin juga merusak struktur
sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular, dan kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.
b. Dislokasi sendi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi 2),
yaitu:
1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip, disertai nyeri
akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Berulang
Jika trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut
dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan
patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan
patah tulang/ fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma atau
kontraksi otot dan tarikan.
c. Dislokasi menurut tempat tempat terjadinya:
1) Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi, karena:
a) menguap terlalu lebar
b) terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka,
akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
2) Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di
anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior(
dislokasi posterior), dan di bawah glenoid( dislokasi
inferior).
3) Dislokasi sendi siku
Merupakan mekanisme cideranya biasanya jatuh pada tangan
yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah
posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan
kerusakan sambungan tonjolan- tonjolan tulang siku.
4) Dislokasi sendi jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong
dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi
jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau
punggung tangan.
5) Dislokasi sendi metacarpophalangeal
Hiperkstensi-ekstensipersendian.
6) Dislokasi panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di
posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior
acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus
acetabulum (dislokasi sentra).
7) Dislokasi patella
a) Paling sering terjadi ke arah lateral
b) Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan kearah
medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan
lutut pelahan- lahan
c) Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan
stabilisasi secara bedah.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
3. Anatomi-fisiologi[ CITATION Ard17 \l 1033 ]
a. Sistem Otot (Muscular System).
1) Otot (Musculus)
Definisi Otot adalah sebuah jaringan yang terbentuk dari
sekumpulan sel-sel yang berfungsi sebagai alat gerak. Jaringan
otot sekitar 40% dari berat tubuh. Otot melakukan semua
gerakan tubuh. Otot mempunyai sel-sel yang tipis dan panjang
yang mengubah energi yang tersimpan dalam lemak dan gula
darah (glukosa) menjadi gerakan dan panas.
2) Mekanisme Kerja Otot
Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan
tapah-tahap berikut:
a) Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf
motorik sampai ke ujungnya pada serabut otot.
b) Di setiap ujung, saraf menyekresi substansi
neurotransmitter, yaitu asetilkolin, dalam jumlah sedikit.
c) Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran
serabut otot untuk membuka banyak kanal “bergerbang
asetilkolin” melalui molekul-molekul protein yang
terapung pada membran.
d) Terbukanya kanal bergerbang asetilkolin memungkinkan
sejumlah besar ion natrium untuk berdifusi ke bagian
dalam membran serabut otot. Peristiwa ini menimbulkan
suatu potensial aksi pada membran.
e) Potensial aksi berjalan di sepanjang membran serabut
otot dengan cara yang sama seperti potensial aksi berjalan
di sepanjang membran serabut saraf.
f) Potensial aksi menimbulkan depolarisasi membran otot,
dan banyak aliran listrik potensial aksi mengalir
melaluipusat serabut otot. Di sini, potensial aksi
menyebabkan reticulum sarkoplasma melepaskan
sejumlah besar ion kalsium, yang telah tersimpan di
dalam reticulum ini.
g) Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara
filamen aktin dan myosin, yang menyebabkan kedua
filamen tersebut bergeser satu sama lain untuk
menghasilkan proses kontraksi.
h) Setelah kurang dari 1 detik, ion kalsium dipompa kembali
ke dalam reticulum sarkoplasma oleh pompa membrane
Ca++, dan ion-ion ini tetap disimpan dalam
reticulumsampai potansial aksi otot yang baru datang
lagi; pengeluaran ion kalsium dari
myofibrilmenyebabkan kontraksi otot terhenti.
3) Otot Ekstremitas Bagian Bawah
Otot ekstremitas bagian bawah atau otot anggota gerak bawah
adalah salah satu golongan otot tubuh yang terletak pada
anggota gerak bawah. Otot ini dibagi menjadi otot tungkai
atas dan otot tungkai bawah. Otot tungkai atas (otot pada
paha) dan otot tungkai bawah (otot tulang kering, otot tulang
betis, otot telapak kaki, otot jari kaki gabungan yang terletak
di punggung kaki, dan otot penepsi terletak di sebelah
punggung kaki).
4) Tendon
Merupakan tali fibrosa jaringan ikat yang bersambungan
dengan serabut otot dan melekatkan otot ke tulang atau
tulang rawan.
5) Ligamen
Pita jaringan ikat yang menghubungkan tulang atau tulang
rawan, berfungsi untuk menyokong dan memperkuat sendi.
b. Skeletal
1) Tulang/rangka
Skeletal disebut juga sistem rangka yang tersusun atas
tulang-tulang. Tubuh memiliki 206 tulang yang membentuk
rangka. Fungsi sistem skeletal antara lain memproteksi
organ-organ internal dari trauma mekanik, membentuk
kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan
otot-otot yang melekat pada tulang, melindungi sumsum
tulang merah yang merupakan salah satu jaringan
pembentuk darah, dan tempat penyimpanan bagi mineral
seperti kalsium dari dalam darah.
2) Sendi
Tempat penyatuan atau sambungan antara dua bagian atau
objek yang berbeda, dalam hal ini persambungan antara 2
buah tulang.
4. Patoflowdiagram
Trauma
Trauma Joint
Dislocation
Deformitas Tulang
2) Pembedahan
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang
mengkhususkan pada pengendalian medis dan bedah para pasien
yang memiliki kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi
persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif
minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan
yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi
Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and
Fixation).Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortopedi
dan indikasinya yang lazim dilakukan :
a) Reduksi Terbuka : melakukan reduksi dan membuat
kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu
dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.
b) Fiksasi Interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi
dengan skrup, plat, paku dan pin logam.
c) Graft Tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog
maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk
menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.
d) Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
e) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan
artroskop(suatu alat yang memungkinkan ahli bedah
mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau
melalui pembedahan sendi terbuka.
f) Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g) Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan
bahan logam atau sintetis.
h) Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan
artikuler dalam sendidengan logam atau sintetis.
b. Non Medis
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
2) RICE
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
9. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
1) Cedera Saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil
yang mati rasa pada otot tesebut.
2) Cedera Pembuluh Darah : Arteri aksilla dapat rusak.
3) Fraktur Dislokasi
b. Komplikasi Lanjut
1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang
berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang
secara otomatis membatasi abduksi.
2) Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
10. Discharge planning pada Dislokasi
a. Penyuluhan pasien untuk pencegahan dan /atau cidera berulang
1) Ketika berlari, perhatikan jalan untuk mengetahui adanya
hambatan atau permukaan yang tidak teratur, pinggiran jalan,
dan sebagainya
2) Paki alas kaki yang tepat, dalam kondisi baik, dan pas dengan
kaki
3) Hindari olah raga atletikdan aktivitas yang tidak sesuai dengan
kondisi anda
4) Gunakan brace penyokong pergelangan kaki jika rentan terhadap
nyeri pergelangan kaki, puntiran, atau jika kesleo sebelumnya
telah terjadi
b. Penyuluhan pasien kruk, tongkat empat kaki, atau walker dapat
direkomendasikan
1) Alat bantu digerakkan ke depan bersama bagian yang cedera
2) Ketika menggunakan kruk, jangan menyangga beban di aksila
karena kemungkinan terjadi kerusakan saraf (pleksus saraf
brachial)
3) Berhati-hati untuk mencegah cidera berulang dengan membatasi
pergerakan dan regangan pada jaringan lunak
4) Berhati-hati ketika pemasangan kembali untuk menghindari
konstriksi atau area bergesekan
5) Jika penggunaan alat bantu menimbulkan nyeri,kendurkan dan
lepaskan brase atau bebat dan kembali ke klinik untuk evaluasi
ulang
c. Penyuluhan pasien ketika gips telah dipasang
1) Jangan meletakan benda dibawah gips untuk menggaruk bagian
yang gatal, karena tindakan tersebut dapat merusak kulit dan
meningkatkan resiko infeksi
2) Meniupkan udara dingin dibawah gips untuk mengani gatal
3) Jangan meletakan gips yang lembab pada permukaan yang keras
atau berujung tajam karena akan membentuk cekungan
4) Observasi terjadinya iritasi kulit disekitar pinggir gips secara
teratur dan jaga agar kulit tetap kering
5) Jangan menggunakan pengering rambut untuk mengeringkan
gips, boleh menggunakan ipas angin
6) Segera laporkan jika terdapat nyeri, sensasi terbakar, kebas,
kesemutan, kedinginan atau diskolorasi yang tidak mereda pada
ekstremitas yang dipasang gips.
4. Implementasi
a. Close Reduksi [ CITATION Bas16 \l 1033 ]
Pada pasien dengan dislokasi digiti, sesudah terkonfirmasi oleh
pemeriksaan radiologis, tentunya jari yang mengalami dislokasi harus
kita kembalikan ke posisi yang normal dengan cara close reduksi
dengan bius lokal dengan menggunakan lidokain 2% didalam spuit 3
cc dengan jarum no 24. Adapun teknik bius lokal untuk jari ada
beberapa macam diantaranya
1) Wrist Block
2) Metacarpal Block
3) Digital Block
Kita dapat menggunakan salah satu dari ketiga jenis bius lokal
diatas ataupun mengkombinasikannya. Setelah pasien dibius lokal,
biasanya bius dengan menggunakan blockmembutuhkan waktu
sekitar 10-15 menit untuk mulai bekerja, kita dapat mulai melakukan
close reduction pada jari yang terdislokasi yaitu dengan cara kita
fiksasi bagian proksimal jari dan kita lakukan traksi longitudinal
gentle pada bagian distal jari sampai terdengar bunyi klik. Setelah itu
kita perlu melakukan tes stabilitas pada jari yang sudah di reduksi,
disini kita melakukan test stabilitas pada tendon Fleksor Digitorum
Superficialis dan Fleksor Digitorum Profundus pasien. Sesudah
dilakukan test dan hasilnya stabil, lakukan pemeriksaan radiologi
ulang untuk mengkonfirmasi secara radiologis apakah reduksi kita
berhasil atau tidak. Sebelum pasien pulang kita lakukan pemasangan
splint pada jari yang sudah di reduksi dan kita berikan obat
pengurang nyeri dan penghilang bengkak. Pasien lalu dijadwalkan
kontrol poli orthopaedi tiap 2 minggu sekali selama 3 kali sampai
minggu ke 6 setelah kejadian untuk memantau perkembangan jari
pasien.
b. Terapi Massage pada cedera olahraga[ CITATION Muh18 \l 1033 ]
Terapi tradisional tidak semua memberikan dampak negatif,
adapun terapi tradisional yang sudah diakui secara medis dan sudah
terbukti kebermanfaatannya serta bisa diterima secara ilmiah salah
satunya yaitu sport massage dan masasse terapi cedera olahraga yang
dikembangkan di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Yogyakarta. Dalam penanganan cedera olahraga untuk
memaksimalkan penyembuhan cedera, terapi masasse dapat
dikombinasikan dengan terapi latihan kekuatan. Terapi latihan
kekuatan ditujukan untuk membantu proses pemulihan fungsi gerak,
stabilitas sendi, elastisitas otot, dan kekuatan otot agar pulih
mendekati kondisi seperti sebelum sakit.
Secara fisiologi penanganan terapi masase bermanfaat untuk
menurunkan inflamasi dan meningkatkan ROM. Terapi masase
dengan terapi latihan efektif dalam menurunkan rasa nyeri pada otot
gastrocnemius.
Secara keseluruhan dalam penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1) Perlakuan terapi masase dengan terapi latihan efektif dalam
menangani pemulihan cedera pergelangan kaki pada pesilat
UKM Pencak Silat UNY.
2) Perlakuan terapi masase dengan terapi latihan efektif dalam
menangani pemulihan cedera otot gastrocnemius pada pesilat
UKM Pencak Silat UNY
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
1. Nama : Ny. F
Usia : 50 tahun
RM : 544012
Diagnosa Medis : Fraktur Dislokasio metatarsal 2-5 pedis dextra
2. Hasil radiologi
Ankle AP + Lateral (2/3/20) = Foto pedis dextra AP – lateral tampak
dislokasi tarso metatarsal digiti II, III curiga fraktur pada os cuneifrome
Intermedial dan lateral.
3. Riwayat penyakit sekarang :
1/3/20 pasien saat bangun tidur jatuh karena terburu – buru akan ke kamar
mandi, posisi kanan tertimpa badan, kaki terdengar bunyi “krek”
4. Keluhan saat ini :
Data subjektif :“Nyeri skala 3 seperti tertimpa beban, nyeri saat berjalan.
Merasa bingung dan khawatir tentang kondisinya”
Data Objektif : Pasien tampak kurang rileks. TD : 150/90, HR : 101x/menit,
suhu : 37, RR : 22x/menit
5. Tindakan Medis :
Pinning metatarsal 2-5 tanggal 3/3/20
6. Pengkajian Muskuloskeletal
a. Data biografis dan demografis
Usia : 50 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
b. Riwayat penyakit keturunan
Tidak dikaji
c. Riwayat diit (nutrisi)
Pasien tidak diet khusus, BB pasien : 65kg, TB 152cm, pasien
cenderung obesitas
j. Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien belum pernah operasi tulang sebelumnya
k. Riwayat operasi
Pasien belum pernah operasi sebelumnya
l. Alergi
Pasien tidak ada alergi
m. Riwayat sosial
Pasien tidak ada pantangan khusus, pasien beragama muslim
n. Keluhan utama
1) Nyeri skala 3-4
2) Lokasi pada jari kaki kanan menyebar sampai telapak kaki terasa
kebas, lama nyeri kurang lebih 20-30 menit, tambah nyeri jika
digerakkan. Pasien langsung membawa ke RS setelah terjatuh
3) Kaku sendi
Tampak bengkak pada jari 2-3 kaki kanan, ada krepitasi
o. Perubahan sensori
Rasa kebas pada punggung kaki, telapak kaki. Pasien mengalami
keterbatasan gerak pada kaki kanan terutama di punggung kaki
kanan, pasien bisa berjalan meski terbatas. Tidak bisa menggerakkan
jari kaki.
p. Pemeriksan fisik
1) Kekuatan otot 5/5 5/5
2) Keterbatasan gerak pada kaki kanan terutama jari – jari kaki dan
punggung kaki
B. Diagnosa Keperawatan
(Pre Operasi)
No Data Analisa Data Diagnosa Keperawatan
1 Data subjektif : DS : Nyeri akut b.d agen pencedera
- “Nyeri skala 3 seperti - “Nyeri skala 3 seperti tertimpa beban, nyeri fisik (cidera trumatis )
tertimpa beban, nyeri saat berjalan.”
saat berjalan.” - “Lokasi pada jari kaki kanan menyebar
- “Lokasi pada jari kaki sampai telapak kaki terasa kebas, lama nyeri
kanan menyebar sampai kurang lebih 20-30 menit, tambah nyeri jika
telapak kaki terasa digerakkan”
kebas, lama nyeri DO :
kurang lebih 20-30 - Pasien tampak kurang rileks.
menit, tambah nyeri jika - TD : 150/90
digerakkan” - HR: 101x/menit
- “Pasien khawatir tentang - suhu : 37
kondisinya” - RR : 22x/menit
Data Objektif: - Ankle AP + Lateral (2/3/20) = Foto pedis
- Pasien tampak kurang dextra AP – lateral tampak dislokasi tarso
rileks. metatarsal digiti II, III curiga fraktur pada os
- TD : 150/90 cuneifrome Intermedial dan lateral.
- HR: 101x/menit - Tampak bengkak pada jari 2-3 kaki kanan,
- suhu : 37 ada krepitasi
- RR : 22x/menit
- Ankle AP + Lateral
DS : Gangguan mobilitas fisik
(2/3/20) = Foto pedis
“tambah nyeri jika digerakkan” berhubungan dengan gangguan
dextra AP – lateral
DO: muskuloskeletal
tampak dislokasi tarso
- Ankle AP + Lateral (2/3/20) = Foto pedis
metatarsal digiti II, III
dextra AP – lateral tampak dislokasi tarso
curiga fraktur pada os
metatarsal digiti II, III curiga fraktur pada os
cuneifrome Intermedial
cuneifrome Intermedial dan lateral.
dan lateral.
- Tampak bengkak pada jari 2-3 kaki kanan,
- Tampak bengkak pada
ada krepitasi
jari 2-3 kaki kanan, ada
- Rasa kebas pada punggung kaki, telapak
krepitasi
kaki. Pasien mengalami keterbatasan gerak
- Rasa kebas pada
pada kaki kanan terutama di punggung kaki
punggung kaki, telapak
kanan, pasien bisa berjalan meski terbatas.
kaki. Pasien mengalami
Tidak bisa menggerakkan jari kaki
keterbatasan gerak pada
kaki kanan terutama di
punggung kaki kanan, DS : Ansietas/Kecemasan
pasien bisa berjalan “Pasien khawatir tentang kondisinya” berhubungan dengan kebutuhan
meski terbatas. Tidak DO : tidak terpenuhi
bisa menggerakkan jari - Pasien tampak kurang rileks.
kaki - TD : 150/90
- HR: 101x/menit
- suhu : 37
- RR : 22x/menit
Pada tanggal 3/03/20 pasien langsung dilakukan tindakan operasi pinning. Setelah itu pasien dilakukan kajian post operasi dan
didapatkan data :
Data Subjektif :
“Nyeri setelah operasi skala 2-3”
(berkurang dibandingkan dengan pre operasi karena sudah mendapat tindakan operasi dan obat pengurang nyeri, namun
diagnose nyeri dan gangguan mobilitas fisik masih diangkat karena masih ada keluhan nyeri)
Dignosa tambahannya adalah resiko infeksi karena selain ada tindakan pinning pasien juga ada fraktur sehingga ada tindakan
platting. Ada tindakan infasif yang membuat kami mengangkat diagnose keperawatan resiko infeksi post operasi
Diagnosa tambahan :
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif di dukung dengan data pasien post operasi pinning dan platting.
C. Rencana Keperawatan
2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya
dengan gangguan muskuloskeletal b. Identifikasi tolerasi fisik melakukan ambulasi
dibuktikan dengan kekuatan otot c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
menurun, rentang gerak (ROM ) memulai ambulasi
menurun. d. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Tujuan : setelah dilakukan intervensi e. Fasilitas aktivitas ambulasi dengan alat bantu (misal
keperawatan selama 3 hari, maka tongkat, kruk)
mobilitas fisik meningkat dengan f. Fasilitas melakukan mobilitas fisik, jika perlu
kriteria hasil : g. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
a. Pergerakan ekstremitas meningkatkan ambulasi
meningkat h. Jelaskan tujuan dan prosedur ambuasi
b. Kekuatan otot meningkat i. Anjurkan melakukan ambulasi dini
c. Rentang gerak (ROM ) meningkat j. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
3 Kecemasan berhubungan dengan a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (kondisi,
kebutuhan tidak terpenuhi dibuktikan waktu, stresor)
dengan pasien merasa khawatir dengan b. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
akibat dari kondisi yang dihadapi, c. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
merasa bingung, sulit berkonsentrasi, d. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
tampak gelisah, tampak tegang, sulit kepercayaan
tidur e. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi f. Pahami situasi yang membuat cemas
keperawatan selama 1 hari, maka g. Dengarkan dengan penuh perhatian
tingkat ansietas menurun dengan h. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
kriteria hasil : i. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
a. konsentrasi membaik, dialami
b. kebingungan menurun, j. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
perilaku tegang menurun pengobatan, dan prognosis
k. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu
l. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan presepsi
m. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
n. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
o. Latih tehnik relaksasi
p. Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu