Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN, ASKEP

DISLOKASI ELBOW
RUANG KEDOKTERAN MILITER
RSPAD KEPRESIDENAN GATOT SOEBROTO

Oleh
AYU GUSTINA LESTARI
1720170034

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM ASYAFI’IYAH
JAKARTA
2020
DISLOKASI
1. DEFINISI
1. Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur,
dkk. 2000).
2. Dislokasi adalah patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan
patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Buku Ajar Ilmu
Bedah, hal 1138).
3. Jadi, dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).

2. ETIOLOGI
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Trauma: jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi
- Cedera olahraga : olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola
dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain
ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari
pemain lain.
- Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga : Benturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
- Terjatuh : Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
2. Kongenital
Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha. Pada
keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik tungkai
yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri serta
kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya
kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan
pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan
dini memberikan hasil yang sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan pemasangan
bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini, tindakannya
akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.
3. Patologis
Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang. Dimana patologis:
terjadinya ‘tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital
penghubung tulang.

3. MANIFESTASI KLINIK
1. Deformitas pada persendiaan
Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
2. Gangguan gerakan
Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
3. Pembengkakan
Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.
4. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi
Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
5. Kekakuan.

4. PATOFISIOLOGI
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus terdorong kedepan,
merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-kadang bagian
posterolateral kaput hancur. Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke
bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ; lengan ini hampir
selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid). Dislokasi terjadi saat ligarnen
rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal
di dalam sendi. Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-
ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

5. KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau
osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan).
Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan
disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system
vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan
di sekitar sendi.
2. Dislokasi Kronik
3. Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada
shoulder joint dan patello femoral joint.
Berdasarkan tempat terjadinya :
1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
a. Menguap atau terlalu lebar.
b. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat
menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial
glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid
(dislokasi inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yg dapat menimbulkan
dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan
kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
4. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi
tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak
tangan atau punggung tangan.
5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.
6. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum
(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur
menembus acetabulum (dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella
a. Paling sering terjadi ke arah lateral.
b. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral
patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
c. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.

6. KOMPLIKASI
Komplikasi Dini
1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
2. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
3. Fraktur disloksi.
Komplikasi Lanjut
1. Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi
lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
2. Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid.
3. Kelemahan otot.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar-X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior
akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa
glenoid, kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi
serta Radiologi (CT Scan).

8. PENATALAKSANAAN
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan
mobilisasi, harus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
4. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
Menurut sumber lain, penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :
o Lakukan reposisi segera.
o Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi,
misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu,
siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya valium.
o Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.
o Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
o Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke
rongga sendi.
o Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan
dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi
dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran
sendi
o Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
Dislokasi Sendi Siku  Jatuh pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah
posterior. Reposisi dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam sling atau gips selama
tiga minggu untuk memberikan kesembuhan pada sumpai sendi
9. ASUHAN KEPERAWATAN
9.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang
pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat
proses penyembuhan.
d. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri, deformitas,
fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.

9.2 Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
e. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.

9.3 Intervensi Keperawatan


Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan. Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan rasa nyeri teratasi, dengan kriteria hasil :
a). Klien tampak tidak meringis lagi.
b). Klien tampak rileks.
1. Kaji skala nyeri.
2. Berikan posisi relaks pada pasien.
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
4. Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktifitas hiburan.
5. Kolaborasi pemberian analgesik.
Mengetahui intensitas nyeri.
Posisi relaksasi pada pasien dapat mengalihkan focus pikiran pasien pada nyeri.
Tehnik relaksasi dan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri.
Meningkatkan relaksasi pasien.
Analgesik mengurangi nyeri

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan gangguan mobilitas fisik klien teratasi,
dengan kriteria hasil :
a). Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).
b). Klien menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan,
dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
1. Kaji tingkat mobilisasi pasien.
2. Berikan latihan ROM.
3. Anjurkan penggunaan alat bantu jika diperlukan.
4. Monitor tonus otot.
5. Membantu pasien untuk imobilisasi baik dari perawat maupun keluarga.
Menunjukkan tingkat mobilisasi pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.
Memberikan latihan ROM kepada klien untuk mobilisasi.
Alat bantu memperingan mobilisasi pasien.
Agar mendapatkan data yang akurat.
Dapat membantu pasien untuk imobilisasi.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria hasil :
a).Klien menunjukkan peningkatan atau mempertahankan berat badan dengan nilai
laboratorium normal.
b). Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
c). Klien menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
3. Timbang berat badan setiap hari.
4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
5. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
6. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan
sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan
bila mukosa oral luka.
7. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
8. Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
9. Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi.
Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral.
Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan
dan nyeri berat.
Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan.
Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang
buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.


Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan pasien teratasi, dengan
kriteria hasil :
a). Klien tampak rileks.
b). Klien tidak tampak bertanya-tanya.
1. Kaji tingakat ansietas klien.
2. Bantu pasien mengungkapkan rasa cemas atau takutnya.
3. Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur yang akan dijalaninya.
4. Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien.
Mengetahui tingakat kecemasan pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.
Mengali pengetahuan dari pasien dan mengurangi kecemasan pasien.
Agar perawat mengetahui seberapa tingkat pengetahuan pasien dengan penyakitnya.
Agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan tidak cemas lagi.

5. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan gangguan body image teratasi.
1. Kaji konsep diri pasien.
2. Kembangkan BHSP dengan pasien.
3. Bantu pasien mengungkapkan masalahnya.
4. Bantu pasien mengatasi masalahnya.
Dapat mengetahui pasien.
Menjalin saling percaya pada pasien.
Menjadi tempat bertanya pasien untuk mengungkapkan masalahnya.
Mengetahui masalah pasien dan dapat memecahkannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius.


Jakarta
2. Cole, Warren H and Zollinger Robert M. Textbook of Surgery, Ninth Edition. New
York: Meredith Corporation.
3. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the
Musculoskeletal System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins.
4. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta:
PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).
5. Reksoprojo, S.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara. Jakarta
6. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit
Buku Kedoktern EGC. Jakarta
7. Appley A Graham & Salomon Louis, 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem, Edisi
ketujuh, cetakan pertama. Jakarta : Widya Medika.
8. Greene, Walter B, Netter’s Orthopaedics, North Carolina,
9. Weinsterin Stuart L, Turek’s Orthopaedics, Lippincot Wililiams & Wilkins.
10. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill,
Information Services Company.

Anda mungkin juga menyukai