Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Teori

DISLOKASI

Dosen Pembimbing : Ahmad Nur Khoiri, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Oleh : Fredy Anggoro Tri

Prayogo NIM. 2012040002

Program Studi Profesi Ners


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pemkab Jombang
Tahun Ajaran 2020/2021
Laporan Pendahuluan Dengan Dislokasi

A. Definisi

Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi

berhubungan secara anatomis atau tulang lepas dari sendi. Keluarnya atau
terpisahnya kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu

kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Dislokasi sendi atau

Luksasio tergesernya permukaan tulang yang membentuk persendian terhadap

tulang lain (Zuriati, 2019).

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.

Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau

terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya yaitu

mangkuk sendi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi

bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi

itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah

mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,

sendi itu akan gampang dislokasi lagi (Damayanti et al., 2019).

B. Etiologi

Menurut (Risnanto, 2014) Dislokasi dapat disebabkan oleh :

1. Cedera olah raga

Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya: terperosok akibat bermain
ski, senam, volly. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja

menangkap bola dari pemain lain.


2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga

Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan


dislokasi.

3. Terjatuh

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.

4. Patologis: terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan


kompenen vital penghubung tulang.

C. Patofisiologi

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus terdorong

kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-

kadang

bagian posterolateral kaput hancur. Mesti jarang prosesus akromium dapat


mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan
mengarah; lengan ini

hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dibawah karakoid). Dislokasi terjadi saat

ligamen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari

posisinya yang normal didalam sendi, karena terpeleset dari tempatnya maka

mengalami macet, selain itu juga mengalami nyeri .Sebuah sendi yang pernah

mengalami dislokasi ligamen-ligamennya menjadi kendor, akibatnya sendi itu

akan mudah mengalami dislokasi lagi (Suratun dkk, 2008).

D. Klasifikasi

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Dislokasi Congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.


2. Dislokasi Patologik :Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.

misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan

tulang yang berkurang.

3. Dislokasi Traumatic : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf

rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat

oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat

sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin

juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan

terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :

• Dislokasi Akut : Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai
nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.

• Dislokasi Kronik

• Dislokasi Berulang

Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang

berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.

Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi

biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh

berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau

kontraksi otot dan tarikan.

E. Manifestasi Klinis

Menurut (Zuriati, 2019) manifestasi klinis dari dislokasi dapat berupa :

1. Deformasi Pada Persendian, jika sebuah tulang diraba secara sering akan
terdapat celah.
2. Gangguan Gerakan, otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang
tersebut.

3. Pembengkaan, pembengkan ini bisa parah pada kasus trauma dan dapat
menutupi deformitas.

4. Nyeri, sendi bahu,sendi siku,metakarpal palangeal dan sendi pangkal paha


servikal.

5. Kekakuan

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dislokasi sendi sebagai berikut :

1. Medis
a. Farmakologi
Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik

• Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala, nyeri
pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis: sesudah
makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.

• Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang,


kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah
melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah, agranulositosis,
aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam.

b. Pembedahan

• Operasi ortopedi

Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan pada


pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-kondisi arthritis
yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah
invasif minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering
dilakukan meliputi:
Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.
Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat,
paku dan pin logam.
Artroplasti:memperbaikimasalahsendidenganartroskop(suatualatyang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau
melalui pembedahan sendi terbuka.

2. Non medis

a. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan


anastesi jika dislokasi berat.

b. Dengan RICE (rest, ice, compression, eleνation)

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Sinar-X

Dengan cara pemeriksaan Sinar‐X (pemeriksaan X-Ray) pada bagian

Anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput

humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap

terhadap mangkuk sendi.

2. CT Scan

CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan

komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat

gambaran secara 3 dimensi. Pada pasien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi

dimana sendi tidak berada pada tempatnya.

3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan

frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat

diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti

halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari

mangkuk sendi.

H. Komplikasi

1. Dini

• Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat

mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang

mati

rasa pada otot tesebut.


• Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.

• Fraktur disloksi

2. Komplikasi lanjut

• Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan

kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.

Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi


abduksi.

• Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul

terlepas dari bagian depan leher glenoid.

• Kelemahan otot
I. Pathway
AS[HAN KEPETAYATAN TEOTI

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, No.Register,

tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Pada pasien dislokasi adalah psien mengeluhkan adanya nyeri. Kaji

penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan nyeri meningkat dan saat kapan

nyeri dirasakan menurun.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi

yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini

bisa berupa kronologi terjadinya penyakit. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri

pada bagian yang terjadi dislokasi, pergerakan terbatas, pasien melaporkan

penyebab terjadinya cedera.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta

penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah

keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.

e. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri,

deformitas, fungsiolesa. Data yang dapat ditemukan saat pengkajian pemeriksaan

fisik:

1. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami


dislokasi.
2. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami
dislokasi.
3. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.
4. Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi.

f. Kaji Kebutuhan Dasar Dari Klien

Untuk dislokasi dapat difokuskan kebutuhan dasar manusia yang terganggu


adalah:

a. Rasa Nyaman (Nyeri): Pasien dengan dislokasi biasanya mengeluhkan


nyeri pada bagian dislokasi yang dapat mengganggu kenyamanan klien.
b. Gerak Dan Aktivitas: Pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak berada
pada tempatnya semula harus diimobilisasi. Klien dengan dislokasi pada
ekstremitas dapat mengganggu gerak dan aktivitas klien.
c. Makan Minum: Pasien yang mengalami dislokasi terutama pada rahang
sehingga klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Efeknya

bagi tubuh yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.


d. Rasa Aman (Ansietas): Klien dengan dislokasi tentunya mengalami
gangguan rasa aman atau cemas(ansietas) dengan kondisinya.

2. Diagnosa Keperawatan menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
mengeluh nyeri, bersikap protektif, gelisah.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan
nyeri saat bergerak, sendi kaku, ROM menurun.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan
merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak
gelisah.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
dibuktikan dengan tidak mampu mandi, mengenakan pakaian dank e toiet
secara mandiri.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil Keperwatan
Nyeri akut b.d Tujuan : Nyeri berkurang 1. Kaji skala nyeri. 1. Untuk mengetahui
agen pencedera atau hilang.
2. Berikan posisi intensitas nyeri.
Kriteria Hasil:
fisik d.d mengeluh - Klien tidak meringis rileks pada pasien. 2. Posisi relaksasi
nyeri, bersikap lagi.
3. Ajarkan teknik pada pasien
- Klien tampak rileks.
dapat
protektif, gelisah. relaksasi distraksi. mengalihkan
4. Berikan fokus pikiran
lingkungan yang pasien pada nyeri.
nyaman, dan 3. Tehnik relaksasi
aktifitas hiburan. dan distraksi dapat
5. Kolaborasi mengurangi rasa
pemberian nyeri.
analgetik 4. Meningkatkan
relaksasi pasien.
5. Analgetik
mengurangi nyeri.
Gangguan Tujuan : Mobilitas fisik 1. Tingkat kaji 1. Menunjukkan
mobilitas fisik b.d teratasi. mobilitas pasien. tingkat mobilisasi

nyeri d.d nyeri Kriteria Hasil: 2. Berikan latihan pasien dan


saat bergerak, 1. Klien melaporkan ROM. menentukan
sendi kaku, ROM peningkatan toleransi 3. Anjurkan intervensi
menurun. aktivitas (termasuk penggunaan alat selanjutnya.
aktivitas sehari-hari). bantu jika 2. Memberikan
2. Klien menunjukkan diperlukan. latihan ROM
penurunan tanda 4. Monitor tonus kepada klien
intolerasi fisiologis, otot. untuk mobilisasi.
misalnya nadi, 5. Membantu pasien 3. Alat bantu
pernapasan, dan untuk imobilisasi memperingan
tekanan darah masih baik dari perawat mobilisasi pasien.
dalam rentang normal. maupun keluarga. 4. Untuk
mendapatakan
data yang
akurat.
5. Dapat membantu
pasien untuk
Ansietas b.d Tujuan: Setelah diberikan 1. Kaji tingkat
imobilisasi.
kurang terpapar tindakan keperawatan ansietas klien. 1. Mengetahui
informasi d.d diharapkan pasien tidak 2. Bantu pasien tingakat
merasa khawatir cemas. mengungkapkan kecemasan pasien
dengan akibat Kriteria Hasil : rasa cemas atau dan menentukan
dari kondisi yang 1. Klien tampak rileks. takutnya. intervensi
dihadapi, tampak 2. Klien tidak tampak 3. Kaji pengetahuan selanjutnya.
gelisah. bertanya-tanya. pasien tentang 2. Mengali
prosedur yang pengetahuan dari
akan dijalaninya. pasien dan
4. Berikan informasi mengurangi
yang benar kecemasan pasien.
tentang prosedur 3. Agar perawat
yang akan dijalani mengetahui
pasien. seberapa tingkat
pengetahuan
pasien dengan
penyakitnya.
4. Agar pasien
mengerti tentang
penyakitnya dan
tidak cemas lagi.
Defisit perawatan Tujuan : klien mampu 1. Monitor tingkat 1. Menentukan
diri b.d melakukan aktivitas kebersihan tubuh. aktivitas yang
gangguan perwatan diri secara 2. Dampingi klien mampu dilakukan
muskuloskeletal mandiri dalam melakukan oleh klien.
d.d tidak Kriteria Hasil: perawatan diri. 2. Mengetahui
mampu mandi, 1. Kemampuan 3. Bantu jika klien kemampuan klien
mengenakan mempertahankan tidak mampu dalam melakukan
pakaian dank e kebersihan diri melakukan perawatan diri.
toiet secara meningkat. perawatan diri 3. Membantu
mandiri. 2. Mampu ke toilet secara mandiri. kebutuhan klien
secara mandiri. 4. Jelaskan manfaat dalam perwatan
menjaga kebersihan diri.
kebersihan diri. 4. Klien mengetahui
pentingnya
menjaga
kebersihan diri.
Referensi :

Damayanti, D., Munir, M. A., Tata, H., Program, M. P., Humanities, H., &
Surgery, T. (2019). Open Dislocation Proxymal Interphalanx Digiti V
Manus Dextra. l(2), 118‐121.

Risnanto, I. U. dan. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah:


Sistem Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deeppublish.

Suratun, Heryati, Santa Manurung, E. R. (2008). Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Zuriati, S. M. dan. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda NIC & NOC.
Padang: Pustaka Galeri Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai