Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DISLOKASI

A. Konsep Dislokasi
1. Pengertian
Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk
persendian terhadap tulang lain. (Sjamsuhidajat, 2011). Dislokasi sendi adalah
menggambarkan individu yang mengalami atau beresiko tinggi untuk mengalami
perubahan posisi tulang dari posisinya pada sendi. (Carpenito, 2000). Dislokasi adalah
deviasi hubungan normal antara rawan yang satu dengan rawan yang lainnya sudah tidak
menyinggung satu dengan lainnya. (Price & Wilson, 2006).
2. Klasifikasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyababnya (Brunner & Suddart, 2002) adalah:
a. Dislokasi congenital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering
terlihat pada pinggul.
b. Dislokasi spontan atau patologik, akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar
sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang
c. Dislokasi traumatic, kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang
dewasa.
Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi :
1. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi
2. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi

1
pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang
patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
3. Etiologi
a. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada
tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
b. Trauma kecelakaan
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
4. Patofisiologi
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan exercise
sebelum olahraga memungkinkan terjadinya dislokasi, dimana cedera olahraga
menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat
merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompresi jaringan
tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid
teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal. Keadaan tersebut dikatakan
sebagai dislokasi.
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian dalam melakukan
suatu tindakan atau saat berkendara tidak menggunakan helm dan sabuk pengaman
memungkinkan terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya
terjadinya kompres jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek
kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal
yang menyebabkan dislokasi.
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri akut
b. Perubahan kontur sendi
c. Perubahan panjang ekstremitas
d. Kehilangan mobilitas normal
2
e. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. Komplikasi
a. Komplikasi dini
 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
 Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
 Fraktur dislokasi
b. Komplikasi lanjut
 Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
 Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek
atau
 Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
 Kelemahan otot
7. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk
membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan
adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna
putih.
b. CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer,
sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3
dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak
berada pada tempatnya.
c. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi
radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh
gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-

3
Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk
sendi.

4
8. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Farmakologi (ISO Indonesia 2011-2012)
Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
a) Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala, nyeri
pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis: sesudah
makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.
b) Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang,
kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah
melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah,
agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg
tiap 6 jam.
b. Pembedahan
1) Operasi orthopedi
Operasi orthopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan pada
pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-kondisi
arthritis yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui
bedah invasif minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang
sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat
ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis
pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan :
 Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang
patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang
patah.
 Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plat, paku dan pin logam.
 Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog)
untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti
tulang yang berpenyakit.
 Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
 Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat yang
5
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang
besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
 Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
 Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau
sintetis.
 Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendidengan logam atau sintetis.
c. Non medis
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
2) RICE :
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi/ pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
3) Pencegahan
a) Cedera akibat olahraga
 Gunakan peralatan yang diperlukan seperti sepatu untuk lari
 Latihan atau exercise
 Conditioning
b) Trauma
kecelakaan
 Kurangi kecepatan
 Memakai alat pelindung diri seperti helm, sabuk pengaman
 Patuhi peraturan lalu lintas

6
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Dislokasi
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan untuk mengumpulkan data
pasien dengan menggunakan tehnik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang tetapi pada pasien dislokasi difokuskan pada :
a. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi adalah psien mengeluhkan adanya nyeri. Kaji
penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan nyeri meningkat dan saat kapan nyeri
dirasakan menurun.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi dislokasi, pergerakan
terbatas, pasien melaporkan penyebab terjadinya cedera.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang
pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan
menghambat proses penyembuhan.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi
2) Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi
3) Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi
4) Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi
e. Kaji 14 kebutuhan dasar Henderson. Untuk dislokasi dapat difokuskan kebutuhan
dasar manusia yang terganggu adalah:
1) Rasa nyaman (nyeri) : pasien dengan dislokasi biasanya mengeluhkan nyeri pada
bagian dislokasi yang dapat mengganggu kenyamanan klien. Pengkajian skala
nyeri dengan PQRST
2) Gerak dan aktivitas: pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak berada pada
tempatnya semula harus diimobilisasi. Klien dengan dislokasi pada ekstremitas
dapat mengganggu gerak dan aktivitas klien.
3) Makan minum: pasien yang mengalami dislokasi terutama pada rahang sehingga
klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Efeknya bagi tubuh yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4) Rasa aman(ansietas): klien dengan dislokasi tentunya mengalami gangguan rasa
aman atau cemas(ansietas) dengan kondisinya.
f. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan rontgen untuk melihat lokasi dari dislokasi.
2) Pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk melihat ukuran dan lokasi tumor dengan
gambar 3 dimensi.
3) Pemeriksaan MRI untuk pemeriksaan persendian dengan menggunakan
gelombang magnet dan gelombang frekuensi radio sehingga didapatkan gambar
yang lebih detail.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera (fisik)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal
c. Risiko Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal

3. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSKATA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.Made Karyasa. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Jual. (2000). Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta:
EGC

Jong, De dan Sjamsuhidajat. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Price, Wilson. (2006). Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi I Cetakan III (Revisi). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi I Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi I Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai