OLEH:
DANDI HARDIANTO
P00320017057
TAHUN 2020
i
HALAMAN PERSETUJUAN
DANDI HARDIANTO
P00320017057
Literature review ini telah diterima dan disetujui untuk dipertahankan di depan Tim Penguji
Pembimbing :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui:
Ketua Jurusan Keperawatan
ii
HALAMAN PENGESAHAN
DANDI HARDIANTO
P00320017057
Telah dipertahankan pada Seminar Hasil Karya Tulis Ilmiah di depan TIM Penguji
Pada Hari/Tanggal : 23 juni 2020
dan telah dinyatakan memenuhi syarat
Tim Penguji :
Mengetahui :
Ketua Jurusan Keperawatan
Indriono Hadi,S.Kep,Ns,M.Kes
NIP. 197003301995031001
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
NIM : P00320017057
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain
yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Kendari, 30 juni,2020
Yang Membuat
Pernyataan,
Dandi hardianto
iv
RIWAYAT HIDUP
I. INDENTITAS
1. Nama Lengkap : Dandi hardianto
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Lamokula, 30 november 1998
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Suku/ Kebangsaan : Tolaki
6. Alamat : Desa mata lamokula
7. No. Telp/ Hp : 085398831630
II. PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Negeri 2 moramo
2. Sekolah Menegah Pertama 21 konawe selatan
3. Sekolah Menengah Umum 5 konawe selatan
4. Poltekkes Kemenkes Kendari 2017-2020
v
MOTTO
PERSEMBAHAN
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan literature review ini yang berjudul “: Penerapan Latihan
Kateter Urine” Penulisan literature ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan pada Program Studi Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kendari. Karya Tulis Ilmiah ini terwujud atas bimbingan dan
pengarahan dari Reni Devianti, M.Kep.,Sp.,K.MB selaku pembimbing satu dan Nurfantri,
S.Kep.,Ns.,M.Sc selaku pembimbing dua serta bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Penulis pada kesempatan ini menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
2. Bapak Indriono Hadi S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketu Jurusan Keperawatan
banyak memberi saya masukan, wawasan, inspirasi, dan semangat serta membimbing saya
dengan sabar.
memberi saya masukan, wawasan, inspirasi, dan semangat serta membimbing saya dengan sabar.
vii
5. Ibu DR Lilin rosyanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku penguji satu, Ibu Dian
yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
7. Orang tua saya alm Djamil, Sinawati,dan kakak saya Hajar A.Mk yang telah
9. Teman saya Hendrico Wirabakti Wulolo dan Aril Serta yang teman-teman
yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Tugas Akhir ini membawa
Dandi hardianto
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP...................................................................................................................................v
MOTTO........................................................................................................................................................vi
KATA PENGHANTAR........................................................................................................................vii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ix
ABSTRAK....................................................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................3
A. Latar Belakang...............................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................................6
C. Tujuan................................................................................................................................................6
BAB II METODE PENELITIAN.......................................................................................................7
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................18
LAMPIRAN................................................................................................................................................20
ix
LITERATURE REVIEW: PENERAPAN LATIHAN KANDUNG KEMIH (BLEDDER
TRAINING) TERHADAP INKONTINENSIA URINE PADA PASIEN TERPASANG
KATETER URINE
Dandi Hardianto
Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Kendari, Indonesia
(E-mail: hardiantodandi2@gmail.com )
ABSTRAK
Latar belakang: Indikasi pemasangan kateter sementara diberikan pada penatalaksanaan
pada pasien yang akan mengalami resiko cidera medula spinalis, degerasi neuromuscular atau
kandung kemih yang tidak kompeten,pengambilan spesimen urin steril,pengkajian residu
setelah pengosongan kandung kemih serta memberikan rasa nyaman akibat distensi
kandung kemih. Menurunnya rangsangan berkemih terjadi akibat pemasangan
kateter dalam waktu yang lama sehingga dapat mengakibatkan kandung kemih tidak akan
terisi dan berkontraksi ,selain itu juga dapat mengakibatkan kandung kemih
akan kehilangan tonusnya.Tujuan: Ingin mengidentifikasi pengaruh bladder training
terhadap ikontinensia urine pada pasien terpasang katetrisasi urine. Metodologi: penelusuran
atrikel menggunakan medline, dan google search untuk menemukan atrikel berdasarkan
kriteria inklusi dan ekslusi kemudian di lakukan review. Hasil: responden yang imobilisasi
dan terpasang kateter dilakukan Bladder Training dengan nilai mean 10.0 dengan standar
deviasi 0,0005 yang dilakukan bladder training sedangkan untuk pasien yang tidak dilakukan
Bladder Training terdapat nilai mean 6,50 dengan standar deviasi 1,000. Berdasarkan Uji T
Independen diperoleh nilai P sebesar 0,0005 dengan nilai α sebesar 0,05 dapat disimpulkan
P< α maka H0 ditolak sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada pengaruh Evektifitas
Bladder Training Terhadap peningkatan fungsi berkemih pada pasien imobilisasi yang
terpasang kateter. Diskusi: Penggunaan metode Bladder Training merupakan metode non
farmakologi yang bermanfaat dalam mengurangi frekuensi terjadinya inkontinensia urin.
Latihan ini sangatlah efektif dan memiliki efek samping yang minimal dalam mengangani
masalah inkontinensia urin. Dengan Bladder Training diharapkan pola kebiasaan
disfungsional, memperbaiki kemampuan untuk menekan urgensi dapat di ubah dan secara
bertahap akan meningkatkan kapasitas kandung kemih dan memperpanjang interval
berkemih. Kesimpulan: Bladder Training terbukti dapat mengembalikan rangsangan,sensasi
serta dorongan adanya keinginan untuk berkemih pasca kateterisasi urine. Atau dengan artian
Bladder Training dapat mengembalikan pola kebiasaan berkemih dari inkontinensia menjadi
kontinen dalam berkemih.
1
ABSTRAK
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kateter urine adalah alat berbentuk selang tabung yang dimasukan kedalam
kandung kemih dengan maksud untuk mengeluarkan air kemih melalui uretra.
kedalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk membantu memenuhi
Kateterisasi urine dilakukan untuk membantu pasien yang tidak mampu berkemih
dilakukan pada pasien yang mengalami obstruksi pada saluran kemih. Adanya obstruksi
pada saluran kemih akan menimbulkan masalah yang kemungkinan muncul (Smeltzer &
Masalah yang biasa terjadi adalah resiko infeksi, trauma uretra, dan menurunnya
mengakibatkan kandung kemih tidak meregang dan berkontraksi secara teratur dan
kehilangan tonusnya. Apabila hal ini terjadi dan kateter dilepas, maka otot detrusor
mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran
dikeluhkan oleh pasien karena dianggap sesuatu yang biasa, malu atau tabu untuk
diceritakan pada orang lain maupun pada dokter, dianggap sesuatu yang wajar tidak
perlu diobati.
3
Inkontinensia urin bukanlah penyakit, melainkan merupakan gejala dari suatu penyakit
atau masalah kesehatan lain yang mendasarinya. (Purnomo, 2016)
Menuurut WHO diperkirakan lebih dari 200 juta orang mengalami gangguan
13 juta dengan 85% diantaranya adalah perempuam yang mengalami inkontinensia urine.
Prevalensi menurut The Asia Pasific Continence Board (APCB) tahun 2010 ada
sebanyak 20,9% - 35% dimana perempuan lebih banyak mengalami inkontinensia urine
Asia, angka kejadian inkontinensia urin adalah 21,6% (14,8% pada wanita dan
6,8% pada pria), pada usia lanjut pervalensi inkontinensia urin lebih tinggi dari pada usia
produktif. Inkontinensia urin dapat mengenai segala usia meskipun paling sering
dijumpai pada lansia, pervalensi inkontinensia urin lebih besar pada lansia wanita yaitu
38% dan pada pria 19%, inkontinensia urin dapat diobati.(hana, 2019)
tahun 2008 yang melibatan enam Rumah sakit pendidikan yaitu: Jakarta, Surabaya,
didapatkan hasil pervalensi inkontinensia urin dari 2.765 orang responden yaitu 13%,
dengan jumlah populasi usia lebih dari 60 tahun (geriatric) sebanyak 22,2% dan jumlah
populasi dewasa (usia 18-59 tahun) sebesar 12%, prevalensi inkontinensia urin
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya inkontinensia urine antara lain dengan
bladder training. Bladder training merupakan upaya mengembalikan pola buang air kecil
dengan menghambat atau merangsang keinginan buang air kecil. Melalui tindakan
4
bladder training diharapkan akan mencegah disfungsional, memperbaiki kemampuan
untuk menekan urgensi dapat diubah dan secara bertahap akan meningkatkan kapasitas
kandung kemih serta memperpanjang interval berkemih (Nurhasanah & Hamzah, 2017)
Bladder training (latihan kandung kemih) merupakan suatu latihan kandung kemih
yang dilakukan dengan tujuan untuk melatih dan mengembangkan tonus otot dan otot
spingter kandung kemih agar mampu bekerja maksimal. Bladder training (latihan
atau kombinasi keduanya atau yang disebut inkontinensia campuran. Pelatihan kandung
kemih yang mengharuskan klien menunda berkemih, melawan atau menghambat sensasi
urgensi dan berkemih sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan bukan sesuai
urinasi klien, menstabilkan kandung kemih dan menghilangkan urgensi (trisnandi, 2018)
malu dan tabuh untuk menceritakan masalah inkontinensia urine pasca kateterisasi,
yang terjadi setelah kateterasi yanga akan sembuh kembali dengan sendirinya. Oleh
karena itu penulis tertarik melakukan penelitian mengenai pengaruh bladder training
Bladder Training sebelum pelepasan kateter urine pada pasien yang sedang terpasang
kateter urine, maka penulis tertarik untu menggalih lebih dalam mengenai Bladder
Training dalam penyembuhan inkontinenensia. Tujuan dari study litetrature ini untuk
5
mengetahui pengaruh bladder training pada pasien terpasang kateter urine terhadap
inkontinensia urine.
B. Rumusan masaalah
C. TUJUAN
6
BAB II
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, Sumber data berupa artikel atau
jurnal yang relevan dengan topik penilitian. Penulusuran dilakukan dengan menggunakan
database Google Search dan Google schoolar. Jurnal yang di review berjumlah 4 jurnal
dalam 5 tahun terakhir yang di akses fulltext dalam bentuk format pdf. Penulusuran jurnal
pada studi literatur ini dengan menggunakan kata kunci :latihan baldder training. Artikel
yang ditemukan kemudian di identifikasi dengan cermat untuk melihat apakah artikel
Jurnal yang direview merupakan hasil seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan
Eksklusi yang telaah, kemudian artikel yang terpilih dan sudah sesuai, di analisis lalu
dijadikan literatur dalam penulisan literatur review, dan diharapkan ditemukan sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan intervensi keperawatan dirumah
sakit.
B. Desain Penelitian
Design penelitian yang di gunakan adalah desain penelitian literature review .Tipe
study yang di review adalah semua jenis penelitian yang menggunakan terapi Bladder
untuk di review terbatas pada pasien yang sedang terpasang kateter urine.
Training untuk penyembuhan inkontinensia urine pasca kateterisasi. Populasi dan sampel
7
yang di review adalah pasien yang terpasang kateter urine yang di berikan perlakuan terapi
kunci yang telah di susun sebelumnya. Setelah di lakukan penelusuran artikel berdasarkan
kriteria inklusi dan ekslusi di dapatkan 4 artikel, 4 artikel tesebut kemudian di baca dan di
analisis. Di bawah ini merupakan 4 artikel yang telah di ekstraksi menggunakan table.
C. Kriteria inklusi
Artikel yang masuk dalam kriteria inklusi adalah artikel yang membahas tentang
intervensi bladder training pada pasien yang terpasang kateter urine, kemudian di analisis,
diekstraksi dan disintesis kemudian di tentukan evidancenya. Dari hasil ekstraksi dan analisis
di harapkan akan di temukan sebuah kesimpulan yang dapat di jadikan sebuah dasar atau
acuan di dalam melakukan intervensi keperawatan Bladder Training di rumah sakita maupun
8
Di bawah ini merupakan intisari yang di ambil dari penelitian yang meliputi: judul
penelitian, nama peneliti, tahun publikasi, jumlah sampel yang di ambil dari kelompok
intervensi maupun kelompok control, alat yang di gunakan selama penenitian, hasil dan
kesimpulan penelitian. Intisari yang telah di ambil kemudian di ubah dalam bentuk tabel agar
10
dari kelompok
kontrol.
11
BAB III
Berdasarkan hasil pencarian literatur dari 463.000 artikel yang didapatkan, terdapat
mengidentifikasi penerapan latihan bladder training pasa pasien yang terpasang kateter
urine. Artikel pertama pengambilan data dilakukan di Rumah Sakit RSUPN dr. Cipto
bandung, artikel ke-empat pengambilan data dilakukan di RSUD Raden Mattaher ambi.
responden yang imobilisasi dan terpasang kateter, selanjutnya pada pasien dilakukan
Bladder Training. Pada pasien yang mendapatkan terapi bladder training, nilai mean
10.0 dengan standar deviasi 0,0005, sedangkan untuk pasien yang tidak dilakukan
Bladder Training terdapat nilai mean 6,50 dengan standar deviasi 1,000. Berdasarkan Uji
T Independen diperoleh nilai P sebesar 0,0005 dengan nilai α sebesar 0,05 dapat
disimpulkan P< α maka H0 ditolak sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada
menunjukkan bahwa, bladder training yang di lakukan setiap hari lebih lebih efektif
pasien yang hanya melakukan bladder training 1 hari sebelum pelepasan kateter urine.
12
Artikel ke-tiga menunjukkan Terdapat pengaruh intervensi Bladder Training baik
kejadian inkontinensia urine pada pasien postoperasi BPH di RSUD Soreang. Tidak
terdapat perbedaan pengaruh secara signifikan antara intervensi Bladder Training baik
dengan delay urination maupun dengan scheduled urination terhadap penurunan kejadian
Pada artikel ke-empat di daptkan hasil menunjukkan bahwa adanya perbedaan pola
berkemih dengan kelompok treatment dan kelompok kontrol. Ada perbedaan yang
signifikan lama waktu pada kelompok treatment dan kelompok kontrol dan didukung
juga oleh rata – rata dari post – test kelompok treatment yeng lebih cepat dari kelompok
kontrol. Penelitian.
memungkinkan kandung kemih terisi urine dan otot detrusor berkontraksi sedangkan
pelepasan klem memungkinkan kandung kemih untuk mengosongkan isinya Latihan ini
dilakukan 6-7 kali per hari sampai pasien dapat menunda untuk berkemih.
Psoses latihan bladder training harus berdasarkan kondisi dan persetujuan antara
perawat dan pasien, akan tetapi berdasarkaan berdasarkan dengan ke-empat jurnal yang
di review semakin sering di lakukan bladder training dalam sehari makan hasilnya akan
13
BAB IV
PEMBAHASAN
Penetapan kriteria yang ketat pada metode sangat mempengaruhi jumlah artikel
yang didapat. Penentuan artikel yang diambil awalnya dengan cara memasukan semua
kata yang terdapat dalam literature review kemudian di lakukan pencarian menggunakan
google scholar. Setelah dilihat bahwa jumlah artikel yang didapatkan terlalu banyak
kriteria pengambilan artikel selanjutnya di spesifikan dengan kata kuci tiap variabel yang
telah di pilih. Setelah itu di spesifikan dalam 5 tahun terakhir hasil artikel yang
didapatkan dari pencarian dan di analisa mana saja yang memenuhi kriteria inklusi dan
dapat di jadikan sebagai artikel yang akan di gunakan dengan mengacu pada artikel yang
terkait dengan intervensi latihan bledder training pada pasien terpasang kateter urine
Setelah menurunkan kriteria berupa metode penelitian, akhirnya artikel yang didapatkan
berjumlah 4 artikel.
kateterisasi urine, baik dengan metode scheduled urination maupun delay urination yang
di lakukan setiap hari sebanyak 6-7 kali latihan dalam sehari sebelum pelepasan kateter
urine. Dalam menerapkan intervensi bladder training terlebih dahulu pasien di berikan
perawat dan pasien pemasangan kateter menyebabkan kandung kemih tidak dapa
merasakan adanya sensasi berkemih dan sfingter tidak dapat menutup dengan baik, tonus
(Purnomo, 2016).
14
Terdapat lima klasifikasi inkontinensia urine menurut (NANDA 2015-2020).
urine reflex, inkontinensia urine stress, dan inkontinensia urine dorongan. Berdasarkan
dari pengertianya inkontinensia urine yang sering terjadi setelah pelepasan kateter
inkontinensia dorongan mengeluh tidak dapat menahan kencing segera setelah timbul
sensasi ingin kencing disebabkan oleh otot detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi
saat kapasitas kandung kemih belum terpenuhi. Frekuensi miksi menjadi lebih sering
sangatlah efektif dan memiliki efek samping yang minimal dalam menangani masalah
memperbaiki kemampuan untuk menekan urgensi dapat di ubah dan secara bertahap
Terdapat tiga metode bledder training yang umum di lakukan yaitu: Kegel exercises
(Latihan otot dasar panggul) Merupakan latihan yang dilakukan dengan cara
Merupakan latihan dengan cara menunda interval waktu untuk berkemih dalam waktu
yang sudah di tentukan. Scheduled bathroom trips (jadwal berkemih) Merupakan latihan
dengan cara membuat jadwal berkemih dengan waktu penjadwalan yang sudah di
tentukan seperti, bangun pagi, dua jam pada siang dan sore hari dan sebelum tidur
15
Artikel mengenai intervensi Bladder Training masih terbatas di temukan, akan
tetapi evidence yang di temukan dalam artikel sudah cukup kuat, karena artikel yang di
tampilkan dalam literature review ini merupaka artikel yang sudah terpublikasikan
dengan resmi, serta telah di lakukan peer review sebelum di publikasikan. Dalam
16
BAB V
Hasil literature review ini menunjukkan bahwa intervensi Bledder Training terbukti
dapat mengembalikan rangsangan, sensasi, serta dorongan adanya keinginan untuk berkemih
pasca kateterisasi urine. Bladder Training dapat mengembalikan pola kebiasaan berkemih
Dengan demikian intervensi Bladder Training dapat di terapkan pada pasien yang
Apabila telah di temukan evidence nya dengan kualitas penelitian yang lebih baik,
maka literature review ini dapat di perbarui sebagai sebuah pedoman dalam memberikan
17
DAFTAR PUSTAKA
Andriani. (2017). Pengaruh bladder training terhadap pencegahan inkontinensia urin pada
pasien post operasi di ruang bedah rsud leuwiliang bogor tahun 2017. 1–13, Di akses
dari (Repository.upnvj.ac.id), di unduh pada tanggal 13 februari 2020
Depi noprita. (2018). Efektivitas bladder training terhadap peningkatan fungsi berkemih pada
pasien imobilisasi yang terpasang kateter di ruang rawat rsupn dr. Ciptomangunkusumo
jakarta. Efektivitas bladder training terhadap peningkatan fungsi berkemih pada pasien
imobilisasi yang terpasang kateter di ruang rawat rsupn dr. Ciptomangunkusumo jakart
a,1 8.,Di akses dari (perpus.fikumj.ac. id), di unduh pada tanggal 12 februari 2020 .
Kasiati & rosmawati. (2016). modul bahan ajar cetak keperawatan: kebutuhan dasar
manusiaI.
Lestari, E. A., Rino, M., Si, P., & Stikba, K. (2017). Efektifitas inisiasi bladder training
terhadap inkontinensia urien pada pasien stroke non hemoragik rsud raden mattaher
jambi e mail : rino.malvino20@yahoo.com. 6(2), 29–33,Di akses dari (stikba.ac.id), di
unduh pada tanggal 12 februari 2020.
Nursalam. (2017) Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. edisi 4.Jakarta: Salemba Medika.
Purnomo. (2016). Efektivitas delay urination dengan keagle exercise terhadap respon
18
berkemih pasca kateterisasi urine di rsud ambarawa. 1-
11, di akses dari (ejournal.stikestelogorejo.ac.id) di unduh pada anggal 13 februari
2020.
Shabrini, L. A., Ismonah, & Arif, S. (2015). Efektifitas bladder training sejak dini dan
sebelum pelepasan kateter urin terhadap terjadinya inkontinensia urine pada pasien
paska operasi di smc rs telogorejo. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 1–7, di
akses dari (Stikba.ac.id), di unduh pada tanggal 12 februari 2020.
Smeltzer, S.C., &Bare, B.B. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1.
Jakarta : EGC.
19
LAMPIRAN
Depi Noprita
ABSTRAK
Pasien yang imobilisasi yang lama lebih dari 3 dilakukan pemasangan kateter untuk
mengalirkan urine yang berada dalam kandung kemih agar urine dapat keluar dengan
lancer. Pasca pemasangan kateter dapat mengalami kesulitan berkemih akibat dari
kandung kemih kehilangan kekuatan dan kapasitasnnya menurun, otot destrusor
kandung kemih tidak dapat berkontraksi sehingga terjadi gangguan proses berkemih.
Untuk itu perlu dilakukan Bladder Training tujuannya adalah meningkatkan kapasitas
kandung kemih serta mengurangi frekuensi, urgency, nokturi dengan cara latihan
terstruktur mengajarkan kepada pasien untuk mengabaikan bila ada rangsangan
berkemih sehingga interval berkemih menjadi panjang dan normal.Penelitian ini untuk
mengetahui efektivitas Bladder Training terhadap fungsi berkemih pada pasien
imobilisasi yang terpasang kateter di ruang rawat RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo
Jakarta. Penelitian ini adalah Deskriptif kuantitatif menggunakan Quasi Eksperimental
dengan rancangan Nonequivalent control group design rancangan one group . Sampel
penelitian ini pasien yang imobilisasi dan terpasang kateter lebih dari 3 hari di ruang
rawat dati tanggal 1 Januari 2018 sampai 1 Februari 2018 di RSUPN Dr.
Ciptomangunkusumo Jakarta sebanyak 8 responden. Uji T Independent untuk
mengetahui efektivitas Bladder Training kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Hasil menunjukkan nilai P ( 0,0005) < α ( 0,05) maka H0 ditolak berarti ada pengaruh
Bladder Training terhadap fungsi berkemih. Untuk mengurangi gangguan pada saluran
kemih pada pasien yang terpasang kateter lebih dari 3 hari sebaiknnya dilakukan
Bladder Training.
Kata Kunci : Bladder Training, terpasang kateter, Imobilisasi
20
PENDAHULUAN Berdasarkan data menurut
WHO, 2013 yaitu 50 %
patah tulang paha bagian atas
yang menimbulkan kecatatan seumur kedalam kandung kemih. Kateter
hidup menyebabkan angka kematian akan menjadi saluran aliran urine
mencapai 30% pada tahun pertama kontinu pada klien yang tidak mampu
akibat Imobilisasi. Menurut data di mengendalikan miksi atau pada klien
ruang rawat bedah RSUPN Dr. penderita obstruksi. Dengan kateter
Ciptomangunkusumo Jakarta terdapat perawat juga dapat mengukur
pasien yang mengalami Imobilisasi keluaran urine pada klien dengan
sebanyak 15 orang dari jumlah pasien gangguan hemodinamika selain itu
yang dirawat. Kateterisasi kandung kemih juga
Dampak dari Imobilisasi ada mempunyai risiko ISK ( Infeksi
perubahan dari sistem tubuh yaitu Saluran Kemih ), sumbatan, trauma
sistem metabolisme adalah gangguan uretra.
nafsu makan, terjadi penurunan European Association of Urology
peristaltik usus, pada sistem Nurses, 2012, Infeksi saluran kemih (
pernafasan terjadi pneumonia dan ISK ) biasa sering terjadi ketika
atelektasis, pada mikroorganisme mengontaminasi
kardiovaskuler terjadi hipotensi saluran kemih yang biasanya steril
orthostatik, pada muskuloskelatal melalui lubang uretra. ISK sering
yang terjadi adalah atropi pada otot, terjadi pada wanita dibandingkan pria
pada sistem integument dampak yang karena uretra perempuan lebih
ditumbulkan adalah peningkatan pada pendek. Individu yang mengalami
tekanan bagian tubuh sehingga ISK mungkin mengeluhkan urgensi,
meningkatkan terjadinnya dekubitus. sering berkemih, disuria, menggigil,
Pada perubahan pola eliminasi urine ketidaknyamanan abdomen dan nyeri
yang terjadi penghambatan pinggang, urine mungkin tampak
pengeluaran urine dalam kandung keruh akibat adanya mikroorganisme
kemih, terjadi statis urin yang dapat atau nanah. Diperoleh dengan bahwa
menimbulkan batu dalam kandung kolonisasi bakteri dengan kateterisasi
kemih. tidak dapat dihindari dengan beberapa
laporan memperkirakan risiko berada
di wilayah 5% per hari dengan risiko
Adapun tujuan dilakukannya
imobilisasi pada pasien yaitu untuk kolonisasi hampir 100% pada
pengobatan, pemberian terapi, kateterisasi 7 sampai 10 hari.
mengurangi nyeri, paralisis. Untuk Kejadian bakteriuria diperkirakan
mengatasi gangguan yang terjadi sekitar 3% sampai 10% lebih tinggi
pada setiap hari
sistem perkemihan dilakukan setelah penmasangan kateter.
pemasangan kateter. Menurut Potter (European Association of Urology
Perry 2013, Kateterisasi kandung Nurses, 2012 ). Namun pemasangan
kemih adalah tindakan memasukkan kateter ini memberikan dampak pada
selang lateks atau plastik melalui pasien yaitu infeksi saluran kemih,
uretra menopause, pembedahan urogenital,
penyakit kronis dan penggunaan
berbagai obat. Gejala ruang
dekubitus,
21
Untuk mengurangi risiko
infaksi kulit serta saluran kemih dan efek pemasangan kateter
pembatasan aktifitas merupakan diperlukan Bladder training.
penyebab dari inkontinensia Menurut Donna dkk, 2012
urine( Brunner & suddarth, 2012 ) Bladder Training adalah
pelatihan kandung kemih adalah
program pendidikan untuk pasien Dari hasil survai pendahuluan
yang dimulai dengan penjelasan wawancara dan tanya jawab terhadap
menyeluruh tentang masalah 5 orang perawat di ruang rawat
inkontinensia urin. Pasien belajar RSUPN
mengendalikan kandung kemih. Agar Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta
program berhasil, ia harus waspada tanggal 25 Oktober 2017 ditemukan
dan mampu menahan keinginan pasien dengan Imobilisasi yang
untuk buang air kecil. terpasang kateter tidak dilakukan
Bladder Training, yang dilakukan
Beberapa penelitian yang terkait bladder training adalah pada kasus
dengan bladder training adalah pasien yang sudah tua. Standar
penelitian yang dilakukan oleh Etri Oprasional Prosedur ( SOP ) yang ada
( 2016 ) dengan judul “Hubungan di ruangan masih dalam revisi.
lama pemasangan kateter dengan Setelah dikaji tingkat pemahaman
kejadian inkontinensia urine ditinjau perawat berbeda- beda terkait dengan
dari jenis kelamin di bangsal bedah tindakan Bladder training Dari hasil
RSUP Dr.M Djamil Padang” observasi kepada 4 orang pasien
diperoleh nilai p = 0,008 ( <0,05 ) Imobilisasi yang terpasang kateter
yang menunjukkan pada pasien yang terdapat gangguan dalam proses
terpasang kateter terdapat hubungan berkemih setelah dilakukan pelepasan
antara lama pemasangan kateter kateter. sehingga
dengan kejadian inkontinensia urine. peneliti merasa tertarik untuk
Menurut Dwi Wiyono ( 2016 ) dalam mengambil judul terkait dengan
penelitianya dengan judul Bladder Training
“Efektifitas bladder training
terhadap retensi urine pada pasien
post operasi BPH di ruangan mawar METODOLOGI PENELITIAN
RSUD DR Soehadi Prijonegoro
Penelitian ini merupakan penelitian
Sragen” diperoleh nilai p Value
0,020 < 0.05 yang artinya Bladder kuantitatif dengan desain Quasi
Training terbukti efektif dalam Experimental (Eksperimen Semu)
menurunkan risiko kejadian retensi Penelitian Quasi Experimental adalah
urine pada pasien post operasi BPH menghubungkan sebab akibat dengan
cara melibatkan kelompok kontrol
disamping kelompok eksperimental,
Nursalam, 2017. Desain penelitian ini
adalah Quasi Eksperimental, dengan
rancangan penelitian Nonequivalent
Control Group Design desain ini
22 hamper sama dengan pretest-posttest
control group design.
Berdasarkan hasil perhitungan
didapat total sampling sejumlah 8
orang yang akan dibagi menjadi dua
kelompok
diteliti. Penelitian ini
yaitu kelompok intervensi (dilakukan dilakukan 1 Januari 2018
Bladder Training ) 4 orang dan yang sampai dengan tanggal 1
kelompok kontrol ( tidak dilakukan februari 2018 diruang Rawat
Bladder Training ) 4 orang yang Inap Lantai 4 Gedung A
memenuhi kriteria inklusi yaitu Zona A dan Zona B
karakteristik umum penelitian dari di RSUPN Dr.
popupasi target yang terjangkau akan Ciptomangunkusumo Jakarta.
Rancangan one group penelitian ini (intervensi & tidak intervensi)
kelompok intervensi diberikan O1: Kelompok intervensi
Bladder Training sedangkan pada (dilakukan
kelompok kontrol tidak diberikan Bladder Training)
Bladder X : Perlakuan Bladder Training
Training. Setelah itu peneliti O2:Kelompok tidak dilakuakn
melakukan observasi dengan intervensi
menggunakan lembar observasi yang
berisi tentang warna urine, jumlah O3:kelompok hanya diberikan motivasi
urine, endapan dalam urine, dan nyeri
pada saat berkemih . Penelitian ini
menghubungkan Efektivitas Bladder
Training terhadap perubahan fungsi HASIL
berkemih pada pasien dengan fraktur
yang terpasang kateter di Ruang Karakteritik Responden berdasarkan
Rawat RSUPN Dr. usia, jenis kelamin, pendidikan :
Ciptomangunkusumo Jakarta. Variabel Persentase
Rancangan penelitiannya adalah (%)
sebagai berikut menurut Sugiono,
2015 yaitu :
Usia
25
20-24 75
Rancangan penelitian
O1 X O3 Total 100,0
( Dilakukan intervensi)
R Jenis
O2 O3 Kelamin
( Tidak dilakukan intervensi) 37,5
Perempuan 62,5
R : Responden, dibagi 2 kelompok
100,0
Total
23 12,5
50
37,5
100,0
Total
24
nilai mean 6,50 dengan standar
bahwa Bladder Training memberikan deviasi 1,000. Berdasarkan Uji
dampak yang berbeda pada jenis T Independen diperoleh nilai P
kelamin laki-laki. Pada struktur otot sebesar 0,0005 dengan nilai α
destrusor dan spingter tersusun oleh sebesar 0,05 dapat disimpulkan
sebagian otot polos kandung kemih P< α maka H0 ditolak
sehingga bila berkontraksi akan sehingga peneliti dapat
mengakibatkan pengosongan kandung menyimpulkan bahwa ada
kemih. Spingter uretra pada laki-laki pengaruh Evektifitas Bladder
terletak pada bagaian distal prostat Training terhadap peningkatan
sehingga pada laki-laki lebih lama fungsi berkemih pada pasien
merasakan rangsangan berkemih imobilisasi yang terpasang
dibandingkan dengan perempuan kateter. Bladder training
( Black, 2014). adalah
Karakteristik menurut pendidikan
terakhir yang paling banyak adalah
SMA sebanyak 40rang (50%).Peneliti
menyimpulkan bahwa tidak ada 25
perbedaan tingkat pendidikan terhadap
fungsi berkemih. Hal ini menunjukan
bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan
dengan gangguan fungsi berkemih,
Supriyono, Mamat (2008)
Pada table 5.2 berdasarkan hasil
penelitian terhadap 8 responden yang
imobilisasi dan terpasang kateter
dilakukan bladder training dengan nilai
mean 10.0 dengan standar deviasi
0,0005 yang dilakukan bladder training
sedangkan untuk pasien yang tidak
dilakukan bladder training terdapat
akan kehilangan tonusnya (atonia) atau
program yang terstruktur melibatkan intervensi, kekuatan dan kapasitas kandung kemih
pendidikan dan perilaku dan membangun menurun. Apabila atonia terjadidan
kembali kontrol kandung kemih pada orang kateter dilepas otot destrusor mungkin
dewasa (Potter Perry, 2013). tidak dapat berkontraksi sehingga
terjadi gangguan dalam proses
Tujuan Bladder training adalah untuk
berkemih, untuk itu perlu dilakukan
meningkatkan kapasitas kandung
Bladder Training sebelum melepas
kemih fungsional serta untuk mengurangi
kateter urine (Donna, 2012) Pada
frekuensi, urgency, nokturi
penelitian sebelumnya yang
serta meningkatkan kualitas
dikemukanakan oleh Etri Yanti, 2016
hidup(Lewis, 2013). Ketika mempersiapkan
adalah semakin lama kateter terpasang
pelepasan kateter yang sudah terpasang dalam
maka bisa menyebabkan hilangnya atau
waktu lama latihan kandung kemih atau bladder
berkurangnya rangsangan untuk buang
training harus dimulai dahulu untuk
air kecil, selain itu dengan lamannya
mengembangkan kandung kemih. Ketika kateter
terpasang kateter maka stabilitas
terpasang kandung kemih tidak akan terisi dan
kandung kemih juga akan berkurang
berkontraksi pada akhirnya kandung kemih
karena kandung kemih selalu kosong.
Black M Joyce dan Jane
KESIMPULAN Hokanson H. (2014).
Keperawatan Medikal
Distribusi frekuensi data demografi
Bedah, Manajemen
umur antara 40-65 tahun adalah
Klinis untuk hasil yang
sebanyak 6 orang ( 75 % ), Jenis diharapkan. Edisi 8 buku
Kelamin yang paling banyak adalah 2. Jakarta : Salemaba
jenis kelamin laki – laki sebanyak 5
Medika
orang ( 62,5%), Pendidikan yang paling
banyak adalah pendidikan SMA dengan
Caroline BR dan Mary K.
jumlah 4 orang ( 50 % )
(2012). Buku ajar
Adannya hubungan bladder training keperawatan dasar edisi
dengan kemampuan berkemih pada 10. Jakarta : EGC
klien dengan Imobilisasi dengan hasil
nilai P value 0,0005 nilai P < 0.05 (α)
DAFTAR PUSTAKA
A Aziz dkk. ( 2014 ). Pengantar
26
Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi ke
2. Buku 1 & 2. Jakarta : Salemba
Medika
Black M Joyce dan Jane Hokanson H.
(2014). Keperawatan Medikal
Bedah, Manajemen Klinis untuk
hasil yang diharapkan. Edisi 8
buku 1. Jakarta : Salemaba
Medika
Chan Lewis. (2013). Multidisciplinary
care of Urinary Incontinence.
Londen : Springer
Sutanto. (2016) Analisis Data Pada Bidang Kesehatan. Jakarta : Raja Grafindopersada
27
EFEKTIFITAS BLADDER TRAINING SEJAK DINI DAN
SEBELUM PELEPASAN KATETER URIN TERHADAP
TERJADINYA INKONTINENSIA URINE
PADA PASIEN PASKA OPERASI DI SMC RS
TELOGOREJO
ABST AK
Pasien yang dilakukan kateter urine pada paska operasi dapat mengalami kesulitan untuk
berkemih baik terjadi inkontinensia ataupun retensi urine. Tujuan bladder training adalah
untuk memperpanjang interval antara urinasi klien, menstabilkan kandung kemih dan
menghilangkan urgensi. Umumnya bladder training dilakukan dengan cara kateter diklem
selama dua jam dan dilepas setelah satu jam dan bladder training tersebut dilakukan
sebelum kateter urin dilepas. Penelitian ini mengukur tingkat efektivitas bladder training
sejak dini dan sebelum pelepasan kateter urin terhadap terjadinya inkontinensia urine.
Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan rancangan post test only control
group design. Sampel penelitian ini adalah pasien paska operasi yang terpasang
kateter urine di SMC RS. Telogorejo sebanyak 30 responden. Berdasarkan hasil uji beda
dengan Mann Whitney pada table diatas dapat dilihat nilai p= 0.004, karena nilai p≤ 0.05,
maka terdapat perbedaan yang antara bladder training sejak dini dengan bladder training
sebelum pelepasan. Dapat dilihat juga pada perbandingan nilai rerata, pada nilai rerata
bladder training sejak dini 10.93 dengan bladder training sebelum pelepasan 20.07 terbukti
bahwa latihan bladder training sejak dini lebih baik daripada dengan bladder training
sebelum pelepasan. Saran dalam penelitian ini diharapkan agar rumah sakit dapat
memasukkan tindakan bladder training kedalam Standar Operasional Prosedur untuk
mencegah terjadinya inkontinensia urine pada pasien paska operasi.
28
ABSTRCT
The patients who were conducted urine catheter post surgery can experience trouble in
micturition. It occurs both urine incontinence and retention. The purpose of bladder
training is lengthened the interval between the clients’ interval and urinate, stabilize the
bladder and relieve urgency. In general, bladder training is conducted by clamming the
catheter for two hours and releasing it after an hour and bladder training will be done
before urine catheter is released. The research measures the effectiveness of early bladder
training and before urine catheter is released towards urine incontinence. This research is
quasi experiment with design research posttest only control group design. The research
samples are post surgery patients
with urine catheter in SMC Telogorejo Hospital. They are 30 respondents. Based on the test
result it is different from Mann Whitney on the table above, we can see value p = 0.004,
because value p <0.05, so that there is a difference between early bladder training from
bladder training before relieving. It can be seen also the comparison the average value, on
the early bladder training average value 10.93 with bladder training before relieving
proved that practice in early bladder training is better than before relieving. Suggestion in
this paper is hospitals are expected to include the bladder training action into Standard
Operational Procedure to prevent urine incontinence on post surgery patients.
29
PENDAHULUAN Pembedahan atau operasi adalah semua
tindakan pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka atau itu juga dapat mengakibatkan kandung kemih
menampilkan bagian tubuh yang akan akan kehilangan tonusnya. Otot detrusor tidak
ditangani. Tindakan pembedahan atau operasi dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat
dapat menimbulkan berbagai keluhan dan mengontrol pengeluaran urinnya, atau
gejala. Keluhan dan gejala yang sering adalah inkontinensia urine (Smelzter & Bare,2013,
nyeri. Tindakan operasi menyebabkan hlm.1390).
terjadinya perubahan kontinuitas jaringan
tubuh. Sehingga untuk menjaga homeostasis, Pada tahun 2010Asia Pacific Continence
tubuh melakukan mekanisme yang bertujuan Advisory Board (APCAB) menyatakan
sebagai pemulihan pada jaringan tubuh yang prevalensi inkontinensia urine pada wanita
mengalami perlukaan. Pada proses pemulihan Asia sekitar 14,6%. Prevalensi inkontinensia
inilah terjadi reaksi kimia dalam tubuh urine bervariasi di setiap negara yang
sehingga nyeri dirasakan oleh pasien. Oleh disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
karena itu, setiap pembedahan diperlukan perbedaan definisi, populasi, sampel
upaya untuk menghilangkan nyeri (Jong, 2010, penelitian, dan metodologi penelitian. Di
hlm.314). Anestesi dalam tindakan bedah Indonesia prevalensi angka kejadian
banyak macamnya salah satunya adalah inkontinensia urine belum dapat terdeteksi
anestesi spinal dan anestesi umum. Menurut secara pasti dikarenakan banyak orang yang
Potter & Perry (2010, hlm.378) dampak dari menganggap inkontinensia urine merupakan
prosedur bedah yang dilakukan anestesi
hal yang wajar. Meski tidak berbahaya, namun
mempengaruhi pengeluaran urine dan kemih
gangguan ini sangat mengganggu dan
itu sendiri.
membuat malu, sehingga menimbulkan rasa
rendah diri atau depresi pada penderitanya.
Anestesi dapat mempengaruhi kesadaran Salah satu usaha yang dilakukan untuk
pasien termasuk tentang kebutuhan berkemih mengatasi keadaan ini adalah dengan
sehingga berdampak pada pengeluaran urine,
melakukan program latihan kandung kemih
oleh karena itu selama prosedur pembedahan
atau bladder training(Smelzter & Bare,2013,
pasien dilakukan kateterisasi urine (Potter &
hlm.1390).
Perry, 2010, hlm 378). Kateterisasi urine
adalah pemasangan kateter melalui uretra ke
kandung
kemih. Tindakan pemasangan kateter Bladder training adalah latihan kandung kemih
dilakukan pada pasien dengan indikasi yaitu: yang bertujuan untuk mengembangkan tonus
untuk menentukan jumlah urin sisa dalam otot dan otot spingter kandung kemih agar
kandung kemih setelah pasien buang air kecil, bertujuan maksimal. Bladder training biasanya
untuk memintas suatu obstruksi yang digunakan untuk stress inkontinensia, desakan
menyumbat aliran urin, untuk menghasilkan inkontinensia atau kombinasi keduanya atau
drainase pascaoperatif pada kandung kemih, yang disebut inkontinensia campuran.
daerah vagina atau prostat, atau menyediakan Pelatihan kandung kemih yang mengharuskan
cara-cara untuk memantau pengeluaran urin klien menunda berkemih, melawan atau
setiap jam pada pasien yang sakit berat menghambat sensasi urgensi dan berkemih
(Smelzter & Bare,2013, hlm. 1388). sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan
bukan sesuai dengan desakan untuk berkemih.
Tindakan pemasangan kateter dilakukan Tujuan bladder training adalah untuk
membantu pasien yang tidak mampu memperpanjang interval antara urinasi klien,
mengontrol perkemihan atau pasien yang menstabilkan kandung kemih dan
mengalami obstruksi pada saluran kemih. menghilangkan urgensi (Suharyanto, 2008,
Namun tindakan ini bisa menimbulkan hlm.203).
masalah lain seperti infeksi, trauma pada
uretra, dan Umumnya bladder training dilakukan dengan
menurunnya rangsangan berkemih. cara kateter diklem selama dua jam dan dilepas
Menurunnya rangsangan berkemih terjadi setelah satu jam dan bladder training tersebut
akibat pemasangan kateter dalam waktu yang dilakukan sebelum kateter urin dilepas.
lama sehingga dapat mengakibatkan kandung Fenomena tersebut berakibat pasien yang
kemih tidak akan terisi dan berkontraksi selain dilakukan katerter urine dapat mengalami
kesulitan untuk berkemih baik terjadi
30 inkontinensia ataupun retensi urine, walaupun
pada saat dilakukan bladder training pasien Beberapa penelitian yang terkait dengan bladder
merasakan keinginnan untuk berkemih. training adalah penelitian yang dilakukan oleh Betti
(2009) dengan judul "Efektifitas bladder training
secara dini pada pasien yang terpasang douwer kateter urin paska operasi di SMC
kateter terhadap kejadian inkontinensia urine RS.
di ruang Umar dan ruang Khotijah RS Telogorejo sebanyak 36 orang.
Roemani Semarang" diperoleh nilai p > 0,05
yang menunjukkan tidak ada pengaruh Sampel merupakan bagian populasi yang
pelaksanaan bladder training secara dini pada diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik
pasien yang terpasang dower kateter terhadap yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2009,
kejadian inkontinensia urine . Sedangkan hlm.68). Sampel pada penelitian ini
penelitian yang dilakukan Wulan (2013) menggunakan sampel jenuh. Menurut Sarmanu
dengan judul "Pengaruh pemberian bladder (2009, dalam Nasir, 2011, hlm.228-229)
training sebelum pelepasan dikatakan jenuh apabila jumlah sampelnya
dower kateter terhadap terjadinya lebih dari setengah populasi. Penelitian ini
inkontinensia urine pada pasien di IRNA C menggunakan cara observasi dan wawancara.
Sanglah Denpasar didapatkan nilai p 0,04 atau Peneliti ikut terlibat pada kelompok yang
nilai p <0,05 dapat disimpulkan ada pengaruh diobservasi dan berhubungan dengan subyek
pemberian bladder training sebelum pelepasan secara khusus terhadap kegiatan yang
dower kateter terhadap terjadinya berhubungan dengan masalah penelitian.
inkontinensia pada pasien IRNA C Sanglah
Denpasar”. Pada penelitian ini dilakukan analisis univariat
yaitu umur jenis kelamin, pekerjaan. Hasil
analisis berupa data numerik dimna
Melihat perbedaan pada dua penelitian berdistribusi tidak normal disajikan dalam
tersebut, maka peneliti tertarik untuk melihat bentuk median, nilai minimum dan nilai
efektifitas bladder training sejak dini dan maksimum. Selain itu data kategorik disajikan
sebelum pelepasan kateter urin terhadap dalam bentuk distribusi frekuensi berupa
terjadinya inkontinensia urine pada pasien jumlah (frekuensi) dan persentase (%) yang
paska operasi di SMC RS Telogorejo. terdiri dari jenis kelamin dan tingkat
inkontinensi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian quasi Analisis bivariat yaitu analisis yang dilakukan
eksperimen dengan rancangan post test only untuk melihat perbedaan antara bladder
control group design yaitu satu kelompok training terhadap inkontinensia pada kelompok
adalah kelompok perlakuan sedangkan kontrol dan perlakuan. Sebelum dilakukan uji
kelompok lain adalah kelompok kontrol statistik pada variabel bebas dan variabel
sebagai pembanding. Peneliti melakukan terikat dilakukan uji kenormalan data dengan
penilaian dengan cara membandingkan data menggunakan uji Shapiro-Wilkkarena jumlah
post test antara kelompok perlakuan dan responden sebanya 30 orang, dan didapatkan p
kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan
value = 0.000, karena p value< 0.05 maka
dilakukan bladder training sejak dipasang
menunjukkan data berdistribusi tidak normal.
kateter sampai dengan dilepas kateter. Pada
kelompok kontrol dilakukan bladder training Setelah dilakukan transformasi data didapatkan
sebelum pelepasan. p value = 0.000 karena p value < 0.05 maka
data berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu
Populasi adalah wilayah generalisasi yang dilakukan uji Mann Whitney perbedaan antara
terdiri atas responden yang mempunyai bladder training sejak dini dan bladder
kuantitas dan karakteristik tertentu yang training sebelum pelepasan. Berdasarkan hasil
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan uji beda dengan Mann Whitney pada table
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, diatas dapat dilihat nilai p= 0.004, karena nilai
2004, dalam Hidayat, 2009, hlm.68). Populasi p ≤ 0.05, maka terdapat perbedaan yang antara
penelitian ini adalah pasien yang terpasang bladder training sejak dini dengan bladder
training sebelum pelepasan, maka Ha diterima
dan Ho ditolak. Dengan demikian dapat
disimpilkan bahwa bladder training sejak dini
lebih efektif untuk mencegah inkontinensia
pada pasien yang terpasang kateter urin paska
operasi di SMC RS Telogorejo.
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENELITIAN
Pada analisis univariat disajikan
frekuensi responden berdasarkan:
A. ANALISA UNIVARIAT Respon F (%)
1. Jenis kelamin
Responden berdasarkan jenis Bladder training
kelamin sejak
Tabel 1 dipasang
Distribusi frekuensi responden kateter
berdasarkan jenis kelamindi
SMC RS Telogorejo 1. Spontan 1 46.7
Semarang
(n = 30) 2. Saat 1 3.3
batuk,tertaw
Jenis Kelamin F (%) a,bersin
Tabel 4
Hasil uji Mann Whitney perbedaan antara
bladder training sejak dini dan bladder
training sebelum pelepasan (n = 30)
Perlakua Z.scor
n N ( ± SD) p. e
val 20.07±0.62
ue BD 15 6
- sebelum
BD 1 10.93±0.6 0.00 3.3 pelepasan
sejak 5 26 4 50
dini
32
Berdasarkan hasil uji beda dengan Mann menunjukkan bahwa jenis kelamin
Whitneypada table diatas dapat dilihat berpengaruh dengan keluhan berkemih.
nilai p= 0.004, karena nilai p≤ 0.05, maka
terdapat perbedaan yang antara bladder
training sejak dini dengan bladder
training sebelum pelepasan. Dapat dilihat
juga pada perbandingan nilai rerata, pada
nilai rerata bladder training sejak dini
10.93 dengan bladder training sebelum
pelepasan 20.07 terbukti bahwa latihan
bladder training sejak dini lebih baik
daripada dengan bladder training sebelum
pelepasan.
PEMBAHASAN
1. Jenis kelamin
Hasil penelitian didapatkan responden
dengan jenis kelamin laki laki 18
responden (60%) dan 12 responden
(40%). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa bladder training memberikan
dampak yang berbeda pada jenis kelamin
laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin
merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kemampuan berkemih hal
tersebut terjadi karena adanya perbedaan
struktur anatomi sistem perkemihan antara
laki-laki dan perempuan pada struktural
otot destrusor kandung kemih (Nursalam,
2006, hlm.148).
Metodologi
Penelitian Kebidanan DIII, DIV,
S1,
S2. Yogyakarta: Nuha Medika
35
BLADDER TRAINING BERPENGARUH TERHADAP
PENURUNAN KEJADIAN INKONTINENSIA URINE PADA PASIEN
POST OPERASI BPH DI RUANG RAWAT INAP RSUD
SOREANG
Teti Nurhasanah, Ali
Hamzah
Poltekkes Kemenkes
Bandung
Email:
alihamzahbandung@yahoo.co.id
ABSTRACT
The incidence of benign prostate hyperplasia (BPH) in Indonesia is quite high, which is
about 24-30% of urological cases treated in several central public hospitals. While the
incidence of BPH in general hospital Soreang in 2014 shows a fairly high incidence rate
(12.5 %) and the second number of the top ten surgery cases after fibro adenoma mamma.
Open prostatectomy is an invasive treatment to help miction of the BPH patients and it can
cause side effects especially urinary incontinence. According to the result of preliminary
study indicated that 80 % patients who control to Soreang general hospital after open
prostatectomy surgery have urinary incontinence. One kind of nursing interventions that
can be given to overcome urinary incontinence is by doing bladder training. This study
aims to determine the effect of bladder training with use of delay urination and scheduled
urination technique to decrease the incidence of urinary incontinence in post operative
BPH patients. The research used quasi experiment, with used pre and post test approach in
two intervention groups without using control group to 60 samples who obtained by
accidental sampling, so the total number of each group is 30 BPH patiens. The results
showed that bladder training with both delay urination and scheduled urination techniques
had a significant effect on decreasing incidence of urinary incontinence in postoperative
BPH patients, but there was no significant difference in the results of the two bladde r
training techniques on decreasing incidence of urinary incontinence. Related to this result,
to prevent urinary incontinence of the post operative BPH patients is suggested to the nurse
to apply bladder training with delay urination and scheduled urination techniques and in
its application need to considered the age and physical condition of the patient.
36
ABSTRAK
Insidensi benigna prostat hiperplasia (BPH) di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 24-
30% dari kasus urologi yang dirawat di beberapa rumah sakit umum pusat. Sedangkan
angka kejadian BPH di RSUD Soreang pada tahun 2014 menunjukkan angka kejadian
yang cukup tinggi ( 12,5 %) dan menduduki urutan kedua setelah kasus Fibroma adenoma
mammae ( FAM). Pembedahan dengan cara open prostatektomy merupakan tindakan
invasif untuk membantu proses pengeluaran urine pasen BPH dan dapat menimbulkan efek
samping terutama inkontinensia urine. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa 80 %
pasen yang kontrol ke poli bedah RSUD Soreang mengalami inkontinensia urine setelah
dilakukan open prostatectomy. Salah satu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
untuk mengatasi inkontinensia urine adalah dengan melakukan bladder training.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bladder training dengan metode delay
urination dan scheduled urination terhadap kejadian inkontinensia urine pada pasien post
operasi BPH. Jenis
penelitian menggunakan quasi eksperimen, dengan pendekatan pre and post test pada dua
kelompok intervensi tanpa menggunakan kelompok kontrol dengan jumlah sampel sebanyak
60 pasien post operasi BPH yang diperoleh dengan accidental sampling dengan jumlah
masing-masing kelompok 30 orang pasen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bladder
training baik dengan teknik delay urination maupun scheduled urination sama-sama
memiliki pengaruh signifikan terhadap penurunan kejadian inkontinensia urine pada
pasien post operasi BPH, tetapi tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan dari kedua
teknik bladder training tersebut terhadap penurunan kejadian inkontinensia urine. Terkait
dengan hasil penelitian ini untuk menghindari terjadinya inkontinesia urie pada pasen post
operasi BPH disarankan kepada perawat agar menerapkan bladder training dengan teknik
delay urination dan scheduled urination dan dalam penerapannya perlu
mempertimbangkan usia dan kondisi fisik pasen.
Kata Kunci : Benigna Prostat Hiperplasia, delay urination, scheduled urination,
inkontinensia urin
37
PENDAHULUAN
Benigna prostat hiperplasia (BPH)
merupakan pembesaran kelenjar prostat kesulitan buang air kencing pada pasien
yang memanjang ke atas kedalam BPH yaitu dengan pembedahan. Menurut
kandung kemih dan menyumbat aliran Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah
urine dengan menutupi orifisium uretra yang dapat dilakukan meliputi :
akibatnya terjadi dilatasi ureter prostatektomi terbuka dan pembedahan
(hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) endourologi. Pembedahan prostatektomi
secara bertahap (Smeltzer dan Bare, terbuka merupakan tindakan yang paling
2002), yang menyebabkan gangguan tua yang masih dikerjakan pada saat ini,
fungsi buang air kecil. Proses ini biasanya paling invasif dan paling efisien sebagai
dimulai pada usia sekitar 35 tahun dan terapi BPH tetapi dapat menimbulkan efek
mulai progresif sejalan dengan samping bagi pasien yaitu terjadinya
bertambahnya usia pria (Soenarjo, 2005). inkontinensia urine akibat dari insufisiensi
Akibatnya maka akan terjadi obstruksi sfingter uretra dan disfungsi kandung
saluran kemih, karena urine tidak mampu kemih. Data menunjukkan 56 % dari 52
melewati prostat sehingga menimbulkan pasien post operasi BPH mengalami
retensio urine, pembentukan batu pada inkontinensia urine setelah 3 bulan akibat
kandung kemih dan apabila tidak segera disfungsi kandung kemih (Purnomo,
diobati dapat mengakibatkan gagal ginjal 2008). Menurut Campbell-Walsh (2012)
(Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).
kemungkinan disfungsi kandung kemih
Penatalaksanaan medik yang sering naik 5,3 % setiap tahun dan pada pasien
dilakukan untuk mengatasi masalah yang lebih dari usia 70 tahun memiliki
resiko dua kali kemungkinan inkontinensia
urine pasca
operasi.
38
Salah satu intervensi nonfarmakologis memungkinkan kandung kemih untuk
keperawatan yang bersifat independent dan mengosongkan isinya Latihan ini
dapat dilakukan untuk mencegah dilakukan 6-7 kali per hari sampai pasien
terjadinya inkontinensia urine antara lain dapat menunda untuk berkemih.
dengan bladder training. Bladder training Sedangkan Scheduled urination adalah
merupakan upaya mengembalikan pola pembiasaan berkemih sesuai dengan
buang air kecil dengan menghambat atau jadwal yang telah dibuat oleh perawat 6-7
merangsang keinginan buang air kecil. kali perhari, jadwal tersebut harus diikuti
Melalui tindakan bladder training dengan ketat oleh pasien, sehingga pasien
diharapkan akan mencegah disfungsional, berhasil belajar kembali mengenal dan
memperbaiki kemampuan untuk menekan mengadakan respon yang sesuai terhadap
urgensi dapat diubah dan secara bertahap keinginan untuk berkemih (Smeltzer,
akan meningkatkan kapasitas kandung 2002).
kemih serta memperpanjang interval Menurut Indrajaya dalam Purnomo (2008)
berkemih ((Kozier, Erb, Berman and insidensi BPH di Indonesia cukup tinggi,
Snyder, Alih Bahasa: Esty Wahyuningsih, yaitu sekitar 24-30% kasus urologi yang
dkk. (2011). Sri Wulandari (2012) dirawat di beberapa rumah sakit umum
menyatakan bahwa terdapat pengaruh dari pusat. Insidensi BPH di Rumah Sakit Cipto
latihan bladder training terhadap Mangunkusumo dalam kurun waktu 1994–
penurunan inkontinensia pada pasen lanjut 1997 ada 462 kasus, sedangkan di Rumah
usia di Panti Wredha Dharma Bhakti, Sakit Hasan Sadikin Bandung dalam kurun
Surakarta. waktu 1976–1985 ada 1.185 kasus.
Selanjutnya di R.S. Dr Soetomo Surabaya
dalam rentang 10 tahun terakhir (1993-
Metode bladder training diantaranya
2002) tercatat 1.948 kasus dan di R.S.
adalah delay urination dan scheduled
Sumber Waras ada 602 kasus pada rentang
urination. Delay urination adalah latihan
waktu yang sama. Data terbaru mengenai
menahan/menunda untuk berkemih. Pada
angka kejadian BPH di beberapa Rumah
pasien yang masih terpasang kateter, delay
Sakit di Indonesia sampai saat ini belum
urination dilakukan dengan mengklem
didapatkan secara pasti. Sedangkan data
atau mengikat aliran urine ke urine bag.
rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah
Tindakan ini memungkinkan kandung
Soreang pada tahun 2014 menunjukkan
kemih terisi urine dan otot detrusor
angka kejadian operasi BPH
berkontraksi sedangkan pelepasan klem
39
berjumlah 160 orang pasen dan menempati urination kepada pasen post operasi open
urutan kedua terbanyak setelah operasi prostatectomy yang dirawat di RSUD
Fibroma Adenoma Mamae (FAM). Semua Soreang. Sebanyak 60 orang responden
pasien BPH tersebut setelah dioperasi telah berpartisipasi dalam penelitian ini
dipasang kateter dan mengalami yang didapatkan dengan teknik accidental
inkontinensia urine. sampling. Jumlah sampel tersebut
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan
pengaruh bladder training dengan metode dengan menggunakan rumus uji hipotesis
delay urination dan scheduled urination beda rata-rata 2 kelompok berpasangan
serta perbedaan dari kedua metoda tersebut (Sudigdo, 2008), kemudian untuk masing-
terhadap kejadian inkontinensia urine pada masing kelompok ditetapkan secara
pasien post operasi BPH. Penelitian ini proporsional yaitu masing-masing 30
berbeda dengan penelitian yang telah orang dan untuk mencegah bias dari
dilakukan sebelumnya yaitu ingin lebih intervensi yang diberikan, kedua kelompok
fokus mengidentifikasi perbedaan tersebut dipisahkan oleh ruangan yang
keefektipan dari 2 jenis metoda bladder berbeda. Kelompok pasen yang diberikan
training tersebut terhadap penurunan perlakuan dengan metode delay urination
kejadian inkontinesia urine, sehingga adalah pasien post operasi BPH yang
hasilnya diharapkan dapat diaplikasikan dirawat di ruang Mawar dan diberi
oleh perawat pada saat merawat pasen post perlakuan berupa latihan menunda
operasi BPH agar resiko terjadinya berkemih dengan cara mengikat/mengklem
inkontinesia urine dapat dicegah/dihindari dan melepaskan kembali slang folley
sehingga kualitas layanan asuhan cateter nya sebanyak 7 kali per hari dari
keperawatan meningkat. pagi sampai dengan sore hari setelah
proses irigasi urine selesai (urine sudah
METODE berwarna jernih) sampai pasen dapat
Penelitian ini menggunakan quasi merasakan dan menunda keinginan
eksperimen dengan desain pre and post berkemih. Sedangkan untuk kelompok
test pada dua kelompok intervensi, yaitu 1
kelompok dilakukan intervensi bladder yang dilakukan metode scheduled
training dengan metode delay urination urination adalah pasien yang dirawat di
dan kelompok pasien yang lain dilakukan ruang Flamboyan, diberikan perlakuan
bladder training dengan metode scheduled berupa pembiasaan berkemih sesuai
dengan jadwal yang telah dibuat oleh
40
perawat sebanyak 7 kali perhari, jadwal 1) Melakukan persamaan persepsi dan
tersebut harus diikuti dengan ketat oleh melatih perawat yang akan membantu
pasien sampai pasen dapat mengenal dan dalam pelaksanaan penelitian terkait
mengadakan respon yang sesuai terhadap dengan langkah-langkah dalam SOP dari
keinginan untuk berkemih. kedua intervensi.
Instrumen yang digunakan dalam 2) Melakukan inform consent kepada
penelitian ini ada 2 yaitu : responden dan keluarga, dilanjutkan
a. Instruksi latihan delay urination dan dengan pengambilan data pre test.
scheduled urination yang diberikan 3) Melakukan intervensi sesuai dengan
kepada pasien post operasi BPH. SOP yang telah dibuat, yaitu:
Instrumen dibuat oleh peneliti dengan a) Pada pasien post operasi BPH yang
merujuk pada buku Toto Suharyanto dirawat di ruang Mawar dilakukan latihan
(2008) karena sampai saat ini di RSUD delay urination pada hari ke 3-6 pasien
Soreang belum ada atau belum dibuat post operasi BPH atas persetujuan Dokter.
SOP tentang Bladder Training. Latihan dilakukan sebanyak 7 kali perhari
b. Kuesioner tentang kejadian dimulai dari kemampuan menahan buang
Inkontinensia urine, dengan air kecil selama 1 jam pada hari ketiga post
menggunakan pertanyaan tertutup yang operasi selanjutnya dilanjutkan dengan
berisi sejumlah pertanyaan dan pilihan menahan buang air kecil 2 jam dan
jawaban nya “ya” atau “tidak”. seterusnya ditingkatkan lebih lama
Pertanyaan yang ditanyakan tentang kemampuan menahan buang air
bisa tidaknya pasien merasakan dan kecilnya pada hari-hari berikutnya.
menahan keinginan buang air kecil b) Sedangkan untuk pasien post operasi
setelah pasien tersebut menjalani latihan BPH yang dirawat di ruang
Bladder Training dengan delay Flamboyan dilakukan latihan
urination atau scheduled urination. scheduled urination pada hari ke 3 – 6
Pengumpulan data atas persetujuan Dokter. Latihan
dilakukan
dimulai pada bangun tidur pagi
setelah mendapatkan izin
(ethical
kemudian dilakukan jadwal berkemih
2-3 jam sepanjang siang sampai sore
clearance) dari tim kaji etik RSUD
hari, serta setiap 4 jam sekali pada
Soreang dan dilakukan selama 2 bulan
yaitu bulan April s.d Mei tahun 2015,
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
41
Jumlah 60 100
Berdasarkan Pekerjaan:
· Karyawan swasta 28 46,7
· PNS 11 18,3
· Pensiunan / Tidak bekerja 21 35,0
Jumlah 60 100
Berdasarkan Pendidikan:
· Dasar (SD dan SMP) 21 35,0
· Menengah (SLTA) 25 41,7
· Perguruan tinggi 14 23,3
Jumlah 60 100
bekerja, serta hampir sebagian diantaranya
Tabel 1 memberikan gambaran
(41,7%) berpendidikan menengah (SLTA)
karakteristik pasien yaitu sebagian besar
pasien (55,0%) berusia lebih dari 56 tahun,
yang hampir sebagian nya (46,7%)
mempunyai pekerjaan sebagai karyawan
swasta dan kebanyakan (35,0%) tidak
pasien post operasi BPH sebelum
diikuti oleh berpendidikan dasar (35,0%)
dilakukan delay urination maupun
dan hanya sebagian kecil (23,3 %) yang
scheduled urination, seluruh pasien
berpendidikan tinggi.
Hasil penelitian menunjukan
gambaran kondisi inkontinensia urine pada
42
mengalami inkontinensia urine. bladder training terhadap pasen yang
Inkontinensia urine merupakan komplikasi terpasang kateter urin.
umum pada pasien post operasi BPH,
terutama operasi prostatektomi terbuka
akibat dari insufisiensi sfingter uretra dan
disfungsi kandung kemih. Setelah
dilakukan latihan delay urination pada
pasien yang dirawat di ruang Mawar
diketahui hampir sebagian pasien sudah
mengalami perbaikan dengan tidak lagi
mengalami inkontinensia urine, sedangkan
pada pasien yang dilakukan latihan
scheduled urination diketahui setengah
dari jumlah pasien sudah mengalami
perbaikan dan tidak lagi mengalami
inkontinensia urine.
Hasil ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Reza Pamungkas, Nurhayati dan Musiana
(2013) yang menyatakan bahwa bladder
training berpengaruh terhadap interval
berkemih Lansia yang mengalami
inkontinensia urine di UPTD PSLU Tresna
Werdha Bakti Yuswa Provinsi Lampung
(p = 0.000). Wulan (2013) dalam Lucky
Angelia Shabrini, Ismonah, dan Syamsul
Arif (2015) mengemukakan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan dari
Latihan delay urination yang Arif (2015) yang menyatakan bahwa
diterapkan pada pasien post operasi usia/umur merupakan salah satu faktor
hasilnya menunjukkan lebih sedikit yang yang mempengaruhi keberhasilan dari
berhasil dibandingkan dengan pasien yang intervensi bladder training terhadap
diberikan intervensi scheduled urination. kecepatan waktu berkemih. Selain faktor
Perbaikan dengan latihan delay urination usia tingkat pendidikan juga mempengaruhi
lebih lambat/lebih sulit hal tersebut daya tangkap pasien untuk menerima
disebabkan oleh faktor usia dimana instruksi SOP delay urination dari perawat
sebagian besar pasien berusia lebih dari 55 dimana hampir sebagian
tahun. Proses pengembalian spingter uretra pasien berpendidikan SMA dan
akan lebih lambat dibandingkan berpendidikan dasar (SD dan SMP)
pengembalian otot dibawah usia kurang sehingga latihan/intervensi tidak maksimal
dari 55 tahun. Hasil penelitian ini sesuai meskipun sudah diberi tahu berulang-ulang
temuan Bayhakki (2008) dalam Lucky dan sudah dibekali dengan SOP.
Angelia Shabrini, Ismonah, dan Syamsul
43
2) Gambaran Kondisi Inkontinensia Urine sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
Delay Urination dan Scheduled Urination
Tabel 2 . Gambaran Kondisi Inkontinensia Urine sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi delay urination dan sesudah scheduled urination
Kondisi fungsi saluran perkemihan pasen
Jenis Intervensi
Inkontinensia Tidak Inkontinensia
Bladder Training
Tabel 3 merupakan hasil test Z score -3,317 dan p-value sebesar 0,001
wilcoxon signed rank yang menunjukkan sedangkan dengan intervensi scheduled
bahwa kedua intervensi yaitu delay urination menghasilkan Z score -3,873 dan
urination dan scheduled urination masing- p-value = 0,000. Hal ini menunjukkan
masing secara signifikan berpengaruh bahwa kedua jenis metoda bladder training
dapat menurunkan kejadian inkontinensia ini dapat menurunkan kejadian inkontinesia
pada pasien post operasi BPH. Intervensi urine pada pasen post open
dengan delay urination menghasilkan nilai prostatectomy di rumah sakit.
45
4) Perbedaan antara intevensi delay urination dengan scheduled urination terhadap penurunan
kejadian inkontinensia urine pada pasien post operasi BPH di RSUD Soreang
Tabel 4. Hasil Test Mann-Whitney U Perbedaan antara Delay Urination dengan
Sched uled urination
Jumlah 60
Berdasarkan hasil analisa test Mann dalam memilih dan menentukan intervensi
Whitney U pada tabel 4 di atas dapat delay urination atau scheduled urination
diketahui bahwa nilai Mean Rank yang akan dilakukan pada pasien, perawat
intervensi dengan delay urination adalah perlu mempertimbangkan usia dan
32,50 sedangkan dengan intervensi pada pasien post operasi open
scheduled urination adalah 28,50 dengan prostatectomy dan hasil ini konsisten atau
nilai Z score sebesar -1,033 dan p-value = sejalan dengan hasil analisa wilcoxon
0,301 (p value ≥ 0.05). Hal ini signed rank pada tabel 3.
menunjukkan bahwa tidak terdapat Hasil uji statistik dengan
perbedaan pengaruh antara intervensi menggunakan test Mann Whitney U
delay urination dengan scheduled menunjukkan bahwa antara
delay
urination terhadap penurunan kejadian
urination dengan scheduled urination
inkontinensia urine pada pasien post
tidak terdapat perbedaan antara
operasi BPH di RSUD Soreang. Tidak delay
adanya perbedaan pengaruh dari kedua
urination dengan scheduled urination (p =
metode tersebut menunjukkan bahwa kedua
0.301) terhadap penurunan kejadian
jenis metode bladder training sama-sama
inkontinensia urine. Hasil ini menunjukkan
dapat digunakan dan baik untuk
bahwa meskipun secara statistik tidak
diimplementasikan sebagai upaya
terdapat perbedaan antara intervensi
mencegah terjadinya inkontinensia urine
dengan delay urination dengan scheduled
sedikit dibandingkan kelompok dengan
urination tetapi apabila dilihat secara klinis
intervensi scheduled urination . Hal ini
diantara keduanya terdapat perbedaan yaitu
menunjukkan bahwa kedua latihan tersebut
jumlah pasien yang mengalami perbaikkan
dapat diterapkan dan dilakukan pada pasien
pada kelompok dengan intervensi delay
post operasi BPH agar tidak mengalami
urination lebih kemampuan pasien dalam
inkontinensia urine. Hanya
hal memahami petunjuk SOP yang
diberikan oleh perawat.
46
Pada pasien yang usianya lebih tua delay urination maupun dengan scheduled
dan kemampuan memahami petunjuk SOP urination terhadap penurunan kejadian
kurang (pendidikan rendah) sebaiknya inkontinensia urine pada pasien post
menggunakan metode scheduled urination, operasi BPH di RSUD Soreang.
karena pasien tinggal mengikuti jadwal Merujuk pada hasil dan simpulan
yang sudah ditentukan dan bisa dibantu penelitian, terdapat beberapa rekomendasi
oleh keluarga. Sedangkan bagi pasien yang yang perlu disampaikan, yaitu:
lebih muda dan relatif bisa memahami
1. Bagi Komite Keperawatan
instruksi dapat digunakan metode delay
Rumah Sakit Umum Daerah Soreang
urination.
diharapkan untuk membuat SOP bladder
Melalui latihan delay urination dan
training khususnya dengan metode delay
scheduled urination, memberikan dampak
urination dan scheduled urination,
positif bagi pasien post operasi BPH di
kemudian mengeluarkan kebijakan agar
Ruang Rawat Inap RSUD Soreang,
kedua metode bladder training tersebut
sehingga dapat mengembalikan fungsi
dapat diaplikasikan/diterapkan kepada
kandung kemih yang mengalami gangguan
pasien post operasi BPH dan mengevaluasi
dan merupakan upaya mengembalikan pola
pelaksanaan nya.
buang air kecil dengan menghambat atau
2. Bagi perawat yang bekerja
merangsang keinginan buang air kecil,
di ruang rawat inap bedah RSUD Soreang
sehingga dengan dilakukannya
disarankanuntuk mengaplikasikan
latihan tersebut dapat menekan terjadinya
intervensi bladder training dengan metode
inkontinensia urine.
delay urination atau scheduled urination
SIMPULAN kepada pasen post operasi BPH sebagai
intervensi nonfarmakologis untuk
1. Terdapat pengaruh
mencegah terjadinya inkontinensia urine.
intervensi bladder training baik dengan
Penerapannya perlu mempertimbangkan
metoda delay urination maupun scheduled
faktor usia dan kemampuan pasien dalam
urination terhadap penurunan kejadian
menerima informasi/instruksi dari perawat.
inkontinensia urine pada pasien post
Bagi pasien yang masih muda dan bisa
operasi BPH di RSUD Soreang.
memahami instruksi dalam SOP sebaiknya
2. Tidak terdapat perbedaan
menggunakan metode delay urination
pengaruh secara signifikan antara
sedangkan bagi pasien yang kurang
intervensi bladder training baik dengan
47
ABSTRACT
50
PENDAHULUAN Stroke adalah suatu
cedera mendadak dan berat
pada pembuluh-pembuluh darah
otak. Cedera dapat disebabkan oleh merupakan negara dengan jumlah
sumbatan pembekuan darah, penderita stroke terbesar di Asia. Ini
penyempitan pembuluh darah, pecahnya sangat memprihatinkan mengigat Insan
pembuluh darah. Disebabkan Pasca Stroke (IPS) biasanya merasa
kurangnya pasokan darah yang rendah diri, emosinya tidak terkontrol
memadai, stroke mungkin menampakkan dan selalu ingin diperhatikan
gejala atau mungkin juga tidak (Feigin, (Supriadi.A, 2007).
2006). Berdasarkan Survei Kesehatan
Di Indonesia, stroke menyerang Rumah Tangga tahun 2007 dan Survei
35,8% pasien usila dan 12,9% pada usia Kesehatan Masyarakat (Surkesmas) 2001
lebih muda, jumlah total penderita stoke penyakit utama penyebab kematian
di Indonesia diperkirakan adalah Angka kejadian stroke, menurut
500.000/tahun, 250.000 orang data dasar 63,52 per 100.000 penduduk
meninggal dunia, dan sisanya cacat. pada kelompok usila. Setiap hari ada dua
Angka kematian pada pria dan wanita orang Indonesia mengalami serangan
relatif sama bahkan saat ini Indonesia stoke, penyakit stroke menyerang bukan
hanya kelompok usila, melainkan juga
kelompok usia lebih muda dalam jumlah
kasus penderita 2,5%. Menurut survei
stroke merupakan pembunuh nomor satu
51
METODE PENELITIAN
di RS Pemerintah diseluruh penjuru Penelitian ini
Indonesia (Depkes.RI, 2009). merupakan
penelitian ekperimen dengan
menggunakan Pre eksperiment One
group pretest-postest,). Dimana dalam
pasien tidak mengidap penyakit yang
penelitian ini tidak dilakukan pre - test
depat mengindikasiken pasien tersebut
sebelum responden diberikan perlakuan
memiliki cairan urin yang berlebih, serta
(Treatment).
pasien mengkonsumsi air mineral
Penelitian ini terdapat pretest dan sebanyak yang diperlukan oleh pasien
postest. mendapat perlakuan rutin dari tersebut.
peneliti berupa inisiasi bladder training Inkontenensia urine adalah
satu hari sebelum kateter dilepas. ketidakmampuan menahan air kencing.
Pengambilan data dilakukan pada kedua Merupakan suatu gejala kelainan
kelompok (Notoatmodjo, 2010). berkemih yang sangat mengganggu dan
Kelompok perlakuan dalam seluruh proses berkemih ini merupakan
penelitian ini mendapatkan perlakuan aktifitas neurologi yang sangat kompleks
(pretest) berupa inisiasi bladder training dan cepat di atur oleh otak (kulit otak
yang dilakukan sejak pasien melewati
dan di bawah kulit otak) bila terjadi
fase akut, sedangkan mendapat
gangguan kontrol dari otak akibat
perlakuan inisiasi bladder training yang
penyakit – penyakit saraf tertentu maka
biasa dilakukan perawat, yaitu sejak satu
hari sebelum kateter dilepas. Setelah akan mengakibatkan inkontinensia.
Pengeluaran kemih di atur oleh otot-otot
inisiasi bladder training selesai
yang di sebut sfingter (terletak di dasar
dilakukan dan kateter urin dilepas,
kandung kencing dan dinding saluran
responden pada kelompok treatment dan
kencing). Didalam keadaan normal
kontrolakan dievaluasi residu urin
sfingter akan menghalangi pengeluaran
didalam kandung kemihnya
urine dengan menutup kandung kemih
(Notoatmodjo, 2010).
dan salurannya (Handayani 2012)
Stroke adalah suatu cedera
HASIL DAN PEMBAHASAN mendadak dan berat pada pembulu -
pembuluh darah otak. Cedera dapat
Diketahui bahwa hasil post – disebabkan oleh sumbatan pembekuan
test, terdapat jumlah urinnya sebanyak darah, penyempitan pembuluh darah,
200ml yang terdapat pada pasien (Tn.R, sumbatan dan penyempitan atau
Ny.S,dan Tn.K) hasil ini mengalami pecahnya pembuluh darah. Disebabkan
penurunan setelah dilakukann bladder kurangnya pasokan darah yang
training yang mana pasiennya dilakukan memadai, stroke mungkin menampakkan
1 hari seelum pasien pulang dan pasien gejala atau mungkin juga tidak (Stroke
bisa mengatur sfingter urinnya dan tanpa gejala disebut silent stroke)
pasien juga bisa merasakan untuk (Feigin, 2006).
berkemih secara normal dan tidak lagi Inisiasi berasal dari kata inhiate,
menggunakan alat bantu kateter. Dan yang berarti memulai suatu
terdapat jumlah urin terendah yaitu 40ml kegiatan,sebuah pertanyaan yang
yang mana pasien tersebut adalah (Ny.S, menjadi tanda masuk/permulaan sebagai
Tn.R,dan Ny.K). hal ini dikarenakan permulaan suatu tindakan yang benar
pasien tidak lagi menggunakan infus dan sesuai dengan prinsip.
Bladder training adalah salah
satu upaya untuk mengendalikan fungsi
52 kandung kemih yang mengalami
gangguan keadaan normal atau ke fungsi
optimal neurogenik. Bladder training
merupakan salah satu terapi yang efektif
diantara terapi nonfarmakologis.
pengeluaran air kemih.
(AHCPR,dalam Potter dan
Perry, 2005) terapi ini bertujuan
Tujuan dari bladder training
memperpanjang interval
adalah untuk melatih kandung kemih dan
berkemih yang normal dengan
mengembalikan pola normal perkemihan
berbagai teknik distraksi atau
dengan menghambat atau menstimulasi
teknik relaksasi sehingga
frekuensi berkemih dapat berkurang
hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam
sekali. Melalui latihan, klien diharapkan
dan kelompok kontrol (Wahyu. H.
dapat menahan sensasi berkemih. 2011).
Yang mana klien stroke yang Adapun perbedaan antara
mengalami masalah dalam hal penelitian sebelumnya dengan penelitain
perkemihan dan klien stroke dengan yang dilakukan oleh peneliti sekarang,
kesulitan memulai atau menghentikan yaitu penelitian terdahulu menggunakan
aliran urin serta klien stroke dengan
Dampak Baldder Training Menggunakan
pemasangan kateter yang relatif lama
Modifikasi Cara Kozier Pada Pasien
dan juga klien stroke dengan
Pasca Bedah Ortopedi Yang Terpasang
inkontinensia urin.
Kateter Urin Di Ruang Rawat Bedah
Adapun Penelitian terdahulu
RSCM Jakarta dan Hasil penelitian ini
dilakukan oleh Bayhakki (2007)
“Dampak Baldder Training menunjukkan bahwa adanya perbedaan
Menggunakan Modifikasi Cara Kozier pola berkemih dengan kelompok
Pada Pasien Pasca Bedah Ortopedi Yang treatment dan kelompok kontrol. Ada
Terpasang Kateter Urin Di Ruang Rawat perbedaan yang signifikan lama waktu
Bedah RSCM Jakarta“. Hasil penelitian pada kelompok treatment dan kelompok
ini menunjukkan bahwa adanya kontrol dan didukung juga oleh rata –
perbedaan pola berkemih dengan rata dari post – test kelompok treatment
kelompok treatment dan kelompok yeng lebih cepat dari kelompok kontrol.
kontrol dan ada perbedaan yang
signifikan lama waktu pada kelompok Penelitian yang dilakukan oleh
treatment dan kelompok kontrol dan peneliti sekarang yaitu pada Pengaruh
didukung juga oleh rata - rata dari post Inisiasi Bladder Training Terhadap
– test kelompok treatment yeng lebih inkontinensia Urine Pada pasien Pria
cepat dari kelompok kontrol. Stroke Non – Hemoragik Yang
Dalam jurnal yang Terpasang Kateter Di Ruang Neurologi
mengungkapkan penelitian mengenai RSUD Raden Mattaher Jambi. Yang
“The influence Of Bladder Training menggunakan metode Pre – eksperiment
Inititation On Residual Urine In The dengan bentuk two – group pretest –
postest desain Uji ststistik yang
Stroke Patients With Urine Catheter”.
digunakan adalah uji T dependent.
Penelitian ini menggunakan metode
Quasy eksperimental studi post - test Sample diambil dengan tehnik
dengan desain kelompok pembanding. “Proposive Sampling” dan dengan
Dengan jumlah pasien 14 pasien stroke sample 20 orang. Adanya perbedaan
sebagai responden yang cocok dengan yang signifikan jumlah pengeluaran urin
kriteria inklusi yang terbagi dua dan lama waktu, hasil pre – test 12820ml
kelompok, yaitu kelompok treatment dan post – test 2075ml,
Perlunya peran perawat dalam
pengontrolan sfingter pada pasien pasca
stroke Non – Hemoragik yang telah
53 melewati fase akut, serta mengenai
dampak bladder training dalam
pemasangan kateter dan support dari
keluarga maupun petugas kesehatan
untuk menghadapi masalah yang terjadi.
Dan untuk RSUD Raden Mattaher Jambi
agar dapat menjadikan SOP Bladder
Training ini bisa menjadi baku
pelaksanaan teknik inisiasi bladder
training ini di ruangan baik itu di
SIMPULAN
ruangan Neurologi, interne, ICU, dan
Bedah, serta pada pasien – pasien yang Berdasarkan hasil dari
terpasang kateter. penelitian ini dapat ditarik
kesimpulan, bahwa tehnik Inisiasi
Bladder Training Terhadap Residu 54
Urine Pada Pasien Pria Stroke Non –
Hemoragik Yang Terpasang Kateter
Diruang Neurologi
RSUD Raden Mattaher Jambi.
Berpengaruh baik bagi kesehatan pasien
stroke, namun tehnik ini juga dapat
dilakukan bagi pasien yang menderita
penyakit lainnya. Terutama yang
memiliki ganguan pola perkemihan yang
terpasang kateter. Adapun Haluaran
residu urin sebelum/sesudah Inisiasi
bladder Training ini dapat menjadi lebih
baik dalam pelaksanaannya di ruangan.
Maka dari itu perlunya pelaksanaan
teknik bladder training ini bisa di
terapkan untuk ruangan.
SARAN