Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

I. KONSEP DASAR FRAKTUR

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung,
gaya

meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem


(Bruner " Sudarth, 2011).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 200$).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat " Jong, 2011).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah


terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh jenisnya, luasnya, dan
tipenya yang biasanya disebabkan oleh trauma / tenaga fisik.

B. KLASIFIKASI FRAKTUR
Jenis — jenis fraktur (Brunner dan Suddart, 2011)
1. Berdasarkan tempat (Fraktur
humerus, tibia, cla*icula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau

ketidakklomplitan fraktur+
a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran
b. fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari tengah
tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah
garis patah +
a. Fraktur Komunitif+ fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental+ fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple+ fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen +
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser)+ garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser)+ terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu+
1) Tingkat 0+ fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1+ fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2+ fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3+ cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (fraktur komplikata /kompleks) merupakan fraktur
dengan luka pada kulit, menbran mukosa sampai kepatahan tulang yang
dibagi menjadi 3 grade +
1) Grade 3 dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )
2) Grade 33 luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
3) Grade 333 luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak. 4ang ekstensif.

C. ETIOLOGI
Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang
mengalami +
1. Trauma langsung/ direct trauma
4aitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect
trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.

D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma
di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan *asodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor 5kstrinsik
6danya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2. Faktor 3ntrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
E. Pathway fraktur

Trauma,petologis/kelelahan

PK.
Hemora gi 7iscontinuitas tl, Fraktur Krisis situasi
Pk.
pembuluh darah terbuka/
Sindrome jaringan tertutup
komparte 8eposis/reduk
men si

Risiko
trauma/ce Terbuka Tertutup
dera
Risiko
tambahan
infeksi

Tekanan Fiksasi
sumsum Grkan Frag Tl, internal+ Keterbatas Fiks.
tulang odem,jar,otot plat.scrue an 5ktr
lebih mobilisasi nal
tinggi
dari tek
Tind.Pembedah Pk 3molisasi
an Syok, pk. penekan
kapiler
hemora an jar.
Kerusakan Risk Spasmegik
Globulin neuro infek Kerusak
lemak muskuler otot
si an Risk.
mobilit keru
as fisik saka
6liran n
pemb.drh inte
Risk
Defisit grita
kerusakan
perawatan s
neuromus
diri kulit
Pk.Embol kuler

Nyeri
Masuk ke akut
otak,
paru,ginjal

Risk
Hipoksi,takip Kerusakan
nea pertkrn
gas
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang
dijelaskan secara rinci sebagai berikut+
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas
normal. 5kstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah <pencitraan=
menggunakan sinar rontgen (>-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu 6P
atau P6 dan lateral. 7alam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan >-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
a. Bayangan jaringan lunak.
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
e. 3ndium 3maging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f. M83: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

H. STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung
24 — 4A jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler


Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,Bendosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
A jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel—sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast
dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada
tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. 3ni adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.

I. KOMPLIKASI
1. Umum
a. Shock
b. Kerusakan organ
c. Kerusakan saraf
d. Emboli lemak
2. Dini
a. Cedera arteri
b. Cedera kulit dan jaringan.
c. Cedera partement syndrom
3. Lanjut
a. Stiffnes (kaku sendi)
b. Degenerasi sendi
c. Penyembuhan tulang terganggu
d. Mal union
e. Non union
f. Delayed union
g. Cross union

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena
terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri
tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik
imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat
dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips
yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
3ndikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) 3mmobilisasi dan penyangga fraktur
2) 3stirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
C) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.


Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama.
Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi
kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya
sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga
arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode
pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur,
dan pada keadaan emergency
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
a) Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal
otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban D 5 kg.
b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan
luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
1) Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2) Memperbaiki " mencegah deformitas
3) 3mmobilisasi
4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5) Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :


1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar
reduksi dapat dipertahankan
3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada


pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut
fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat
yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju
tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang
yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan
agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-
fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup,
pelat, dan paku.
II. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN FRAKTUR
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:
a. Anamnesa
1) 3dentitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal M8S, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
DS ( Data Subjektif ) : Pasien mengeluh rasa nyeri pada bagian yang
mengalami fraktur ( femur , humerus , tibia , fibula , dll ) .
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
a) Provoking 3ncident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Euality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) 8egion : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
DO ( Data Objektif ) : Pasien tampak meringis kesakitan , pasien
tampak memegangi bagian yang mengalami fraktur , pasien tampak
menangis , pasien tampak lemas, dan lain-lain.
3) 8iwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. 3ni bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) 8iwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit pagetGs yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) 8iwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
C) 8iwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
H) 8iwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan
pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat
keperawatan yang perlu dikaji adalah:
a) Aktivitas istirahat
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian terkena
mungkin segera setelah fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder
dari pembengkakan jaringan nyeri.
b) Sirkulasi
Tanda : HT (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri /
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), Takikardia (respon
stress, hivopolemia)
c) Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan atau sensasi , spasme otot, kesemutan
Tanda : Deformitas lokal : agulasi abnormal, pemendekan, rotasi
krepitasi.
d) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera mungkin terlokalisasi
pada area jaringan / kerusakan tulang dapat berkurang pada
imobilisasi. Tak ada nyeri akibat kerusakan saraf spasme atau kram
otot (setelah imobilisasi)
e) Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
f) Penyuluhan
Gejala : Lingkungan tidak mendukung (menimbulkan cedera)
pengetahuan terbatas.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN FRAKTUR


a. 8isiko tinggi terhadap trauma / cedera tambahan berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang ( fraktur )
b. Nyeri akut berhubungan dengan refleksi spasme otot, gerakan fragmen
tulang yang patah, oedema jaringan, dan cedera pad jaringan lunak.
c. 8isiko terhadap disfungsi neuromuskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah akibat cedera vaskuler langsung, oedema berlebihan.
d. 8isiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran
darah , perubahan membran kapiler.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera atau trauma jaringan,
imobilisasi
f. 8isiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan kemampuan primer ,
sisi masuk organisme sekunder trauma jaringan
g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan
sekunder akibat fraktur.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpadannya terhadap
informasi
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan traksi
sekunder akibat fraktur.

3. Intervensi
a. 8isiko tinggi terhadap trauma / cedera tambahan berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang ( fraktur )
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
Kriteria evaluasi : menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan
stabilitas pada sisi fraktur, menunjukkan pembentukan kalus.
3ntervensi :
1) Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat
tidur ortopedik
8 : Agar pasien merasa lebih nyaman.

2) Pertahankan tirah baring sesuai indikasi


8 : Mencegah terjadinya pergeseran tulang yang semakin parah
3) Pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan
bantalan 8 : 3mobilisasi Pasien
4) Kaji integritas alat fiksasi eksternal.
8 : Untuk menjaga kestabilan kondisi pasien
b. Nyeri akut berhubungan dengan refleksi spasme otot, gerakan fragmen
tulang yang patah, oedema jaringan, dan cedera pada jaringan lunak.
Tujuan : Nyeri terkontrol
Kriteria evaluasi : Pasien rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas
istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan
aktivitas terapiutik sesuai indikasi.
Intervensi ;
1) Tinggikan ekstremitas yang terkena, pertahankan mobilitas bagian yang
sakit dengan tirah baring,gips, pemberat, traksi.
R : Menjaga imobilisasi pasien.
2) Perhatikan lokasi, karakteristik, intensitas dari kekuatan nyeri,
ketidaknyamanan, petunjuk nyeri non verbal.
R : Memantau perkembangan kondisi pasien.
3) Jelaskan prosedur sebelum memulai
R : Sebagai informed consent untuk mendapat persetujuan dari pasien.
4) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif dan pasif
R : Fase ini dilakukan jika sudah terjadi pembentukan kallus.
5) Lakukan kompres dingin 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan.
R : Mencegah rasa nyeri yang dialami oleh klien.
6) Beri alternatif tindakan kenyamanan seperti relaksasi dan distraksi.
R ; Membantu klien untuk mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan.
7) Delegatif pemberian obat analgetik sesuai indikasi.
R : Membantu mempercepat proses penyembuhan.

c. Risiko terhadap disfungsi neuromuskuler perifer berhubungan dengan


penurunan aliran darah akibat cedera vaskuler langsung, oedema berlebihan.
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan
Kriteria evaluasi : Nadi teraba, kulit hangat / kering,tanda-tanda vital stabil.
Intervensi :
1) Lepaskan perhiasan pada ekstremitas yang sakit
R : Agar tidak menghambat peredaran darah.
2) Kaji kwalitas nadi perifer, distal, aliran kapiler, warna kulit pada fraktur.
R : Untuk memantau kondisi perkembangan vaskuler klien.
3) Perhatikan perubahan fungsi motorik dan sensorik
R : Untuk memantau kondisi perkembangan vaskuler klien.
4) Observasi nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki.
R : Mencegah agar tidak terjadi eudema.

d. Risiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran


darah , perubahan membran kapiler.
Tujuan : Mempertahankan fungsi pernafasan , adekuat
Kriteria evaluasi ; Tidak ada dipsnea/ apnea, RR dan GDA dalam batas
normal
Intervensi :
1) Awasi frekwensi pernafasan
R : Untuk memantau adekuatnya nafas klien.
2) Auskultasi bunyi pernafasan
R : Untuk memantau suara nafas tambahan.
3) Bantu latihan nafas dalam dan batuk
R : Untuk mencegah terjadinya penumpukan secret .
4) Beri O2 bila diindikasikan
5) Observasi sputum
6) Awasi lab. Seperti GDA, Hb, Trombosit dan lain-lain

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera atau trauma jaringan,


imobilisasi
Tujuan : Mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi,
mempertahankan posisi fungsional
Kriteria evaluasi : Menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas.
Intervensi :
1) Bantu rentang gerak aktif , pasif
R : Membantu perkembangan tingkat gerak klien.
2) Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera
R : Untuk kajian status klien.
3) Bantu mobilisasi dengan alat bantu
R : Membantu mempercepat mobilisasi pasien.
4) Bantu perawatan diri
R : Untuk memberikan rasa nyaman pada pasien.
5) Bantu posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk / latihan
nafas dalam.
6) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dan rehabilitasi.
R : Memberikan rasa aman dan nyaman bagi klien.

f. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan kemampuan primer ,


sisi masuk organisme sekunder trauma jaringan
Tujuan : Menyatakan rasa ketidaknyamanan hilang
Kriteria Evaluasi : Menunjukkan adanya tanda-tanda penyembuhan luka
sesuai dengan waktu
Intervensi :
1) Kaji kulit apabila ada luka terbuka , benda asing, kemerahan, perdarahan
serta perubahan warna
R : Untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya infeksi.
2) Ubah posisi sesering mungkin
R : Mencegah terjadinya dekubitus pada klien.
3) Bersihkan kulit dengan menggunakan sabun dan air
R : Menjaga kelembaban terhadap kulit klien.
4) Masase kulit dan penonjolan tulang
R : Menjaga kulit agar tetap lembab.
5) Latakkan bantalan pelindung dibawah kaki dan dibawah tonjolan tulang.
R ; Mencegah terjadinya iritasi jika tidak menggunakan bantalan
pelindung.

g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan


sekunder akibat fraktur.
Tujuan : Agar tidak ada tanda-tanda yang mengubah diagnosa menjadi
aktual
Kriteria e*aluasi + 7apat mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas
drainase purulen/eritema serta demam
3nter*ensi +
1) 3nfeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi / robekan kontinuitas
8 + Mengetahui adanta iritasi atau robekan pada kulit.
2) Obser*asi luka, mengetahui adanya pembentukan bula , danya drainase
serta perubahan warna kulit.
8 + Mengetahui status perkembangan luka klien.
3) Obser*asi nyeri yang datang secara tiba-tiba serta keterbatasan gerakan
dengan edema lokal / eritema ekstremitas cedera
8 + Untuk memberikan rasa nyaman terhadap pasien.
4) Kaji tonus otot reflek tendon serta kemampuan untuk bicara.
8 +Untuk mengkaji alat gerak klien.
5) 7elegatif dalam pemberian antibiotika
8 + Mempercepat proses penyembuhan.

h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpadannya terhadap


informasi
Tujuan + 6gar pengetahuan bertambah dan adanya perubahan prilaku
Kriteria e*aluasi + 7apat menyatakan pemahaman tentang kondisi dan dapat
berperan aktif dalam proses pengobatan serta perawatan
3nter*ensi +
1) 3dentifikasi tentang adanya tempat pelayanan di masyarakat
8 + Untuk memberikan pelayanan yang optimal pada klien.
2) Kaji ulang tentang prognosis, patologi serta harapan masa mendatang
8 + Untuk mengetahui moti*asi yang dimiliki oleh klien.
3) Beri informasi yang penting dan benar kepada pasien tentang terapi
sesuai intruksi
8 + 6gar pasien mengerti tentang prosedur terapi yang diberikan,
4) Sarankan pada pasien untuk melanjutkan latihan yang aktif.
8 I Mempercepat mobilisasi pasien.
i. 7efisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan traksi
sekunder akibat fraktur.
Tujuan + 6gar pasien mampu melakukan pemenuhan kebutuhannya sehari-
hari secara mandiri
Kriteria e*aluasi + Pasein dapat berpartisipasi secara langsung baik fisik/
*erbal dalam melakukan akti*itas seperti makan, mandi.
3nter*ensi +
1) Kaji kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam melaksanakan setiap
akti*itas perawatannya.
8 + Untuk mengetahui sebagaimana kemampuan pasien dalam
melaksanakan perawatan diri / personal hygiene
2) Tingkatkan partisipasi pasien secara optimal
8 I Melatih pasien agar lebih mandiri,
3) Berikan pilihan serta penawaran yang lebih disukai selama akti*itas
perawatan diri.
8 + Memoti*asi pasien untuk melakukan perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Carpenito, LJ. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, #encana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2013. $ertolongan $ertama di #umah, di Tempat Kerja, atau di
$erjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classi(ication )NOC* Second +dition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid l edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2011. Nursing Interventions Classi(ication )NIC* Second
+dition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. $anduan Diagnosa Keperawatan NANDA /0012/006. Jakarta:
Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai