Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejadian fraktur di indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahunnya dengan
jumlah penduduk 238 juta jiwa, merupakan terbesar di Asia Tenggara
(wrongdiagnosis, 2011). Kejadian fraktur di indonesia dilaporkan Depkes RI
(2007) menunjukan bahwa sekitar delapan juta orang mengalami fraktur
dengan jenis fraktur yang berbeda. Insiden fraktur di indonesia 5,5% dengan
rentang setiap profensi antara 2,2-9% (Depkes, 2007).
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas,
seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang
dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan
subjekyif dimana seseorang memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal
maupun non verbal. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk
beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur dikenal
dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999). Pada
beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi
bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal
antara kedua permukaan sendi secara lengkap (Jeffrey M.Spivak et al., 1999).

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur
1.2.2 Tujuan Umum
a) Dapat menjelaskan definisi fraktur
b) Dapat mengetahui etiologi dari fraktur
c) Dapat memahami klasifikasi fraktur
d) Dapat menjelaskan patofisiologi fraktur
e) Dapat mengetahui menifestasi klinis dari fraktur
f) Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang pada fraktur
g) Dapat memahami apasaja komplikasi yang disebebkan oleh fraktur

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Fraktur


Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998).
Fraktur dikenal dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang (Sylvia A. Price, 1999).
Pada beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan
dislokasi terjadi bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan
hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara lengkap
(Jeffrey M.Spivak et al., 1999).

2.2 Etiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan dan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan membengkok,
memutar dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998).
Trauma muskulo yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut.
1) Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasa nya bersifat kominutif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2) Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak
langsung. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan

3
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh.
Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang
dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupatekanan berputar
yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik; tekanan membengkok
yang menyebabkan fraktur transversal; tekanan sepanjang aksis tulang yang
dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi;
kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu
akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z; fraktur karena remuk;
trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian
tulang.

2.3 Klasifikasi Fraktur


Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa
keadaan berikut.
2.3.1 Klasifikasi etiologis
1) Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang
dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma
tersebut sehingga menjadi patah.
2) Fraktur patologis. Terjadi karena adanya kelainan/penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan)
dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
3) Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat tertentu.

4
Gambar 2.1 gambaran skematis secara klinis dari fraktur

2.3.2 Klasifikasi klinis


1) Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from
without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R. Gustino), yaitu:
Derajat I :
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat II :
- Leserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
Derajat III

5
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
3) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya
mal-union, de-layed union,non-union, dan infeksi tulang.

Gambar 2.2 gambaran skematis secara klinis dari fraktur tertutup dan
terbuka

2.3.3 Klasifikasi radiologis


1) Lokalisasi/letak fraktur: diafisis, metafisis, intra-artikular, dan fraktur
dengan dislokasi
2) Konfigurasi/sudut patah dari fraktur
a) Fraktur transfersal: fraktur yang garis patahannya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur akan stabil biasanya dikontrol
dengan bidai gips.
b) Fraktur oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
c) Fraktur spiral: fraktur ini khas pada cidera main ski ketika ujung ski
terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang patah.
Fraktu ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
d) Fraktur kominutif: terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya lebih
dari dua fragmen tulang.

6
e) Fraktur segmental: dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah. Keadaan
ini mungkin memerlukan pengobatan melalui pembedahan.
f) Fraktur impaksi atau fraktur kompresi: ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan
dua vertebra lainnya.
3) Ekstensi
Fraktur total, fraktur tidak total (fracture crack), fraktur burcle atau torus,
fraktur garis rambut, fraktur greenstick (fraktur tidak sempurna dan
sering terjadi pada anak-anak)
4) Fraktur avulsi. Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi
tendot ataupun ligamen.
5) Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan
sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna.

Gambar 2.3 konfigurasi/sudut patah dari fraktur

7
2.4 Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perub jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Tek sumsum tulang lebih


Pergeseran fragmen tulang Spame otot
tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tek kapiler Melepaskan ketekolamin

Ggn fungsi ekstremitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dengan trombosit

Laserasi kulit Edema


emboli

Penekanan pembuluh
Menyumbat pembuluh
darah
darah

Putus vena/arteri Kerusakan integritas kulit


Resiko infeksi Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

pendarahan Kehilangan volume cairan Resiko syok (hipovolemik)

8
2.5 Manifestasi klinis
1) Tidak dapt menggunakan anggota gerak
2) Nyeri pembengkakan
3) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh
di kamar mandi pada orangtua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan kerja, trauma olahraga)
4) Gangguan fungsio anggota gerak
5) Deformitas
6) Kelainan gerak
7) Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
Lokalisasi Waktu penyembuhan
Falang/metacarpal/metatarsal/costa 3-6 Minggu
Distal radius 6 Minggu
Diafisis ulna dan radius 12 Minggu
Humerus 10-12 Minggu
Klavikula 6 Minggu
Panggul 10-12 Minggu
Femur 12-16 Minggu
Kondilus femur/tibia 8-10 Minggu
Tibia/fibula 12-16 Minggu
Vertebra 12 Minggu
Sumber: pengantar ilmu bedah ortopedi hal:371

2.6 Pemeriksaan penunjang


1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang: memperlihatkan faraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler

9
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap
peradangan
5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal

2.7 Penatalaksanaan
1) Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untik mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-
fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau
fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang
belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur yang
sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologis.
2) Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis.
a) Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang
lainnya.
b) Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi internal/ORIF
(Open Reducion Internal Fixation) atau fiksasi eksternal/OREF (Open
Reducion eksternal Fixation).
3) Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, grakan, perkiraan
waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.

10
2.8 Faktor penyembuhan fraktur
Menurut Chairudin Rasjad (1999) fakto-faktor yang menentukan lamanya
penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut.
a. Usia penderita. Waktu penyembuhan anak-anak lebih cepat daripada
orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis
pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada
bayi sangat aktiv. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin
berkurang.
b. Lokasi dan konfigurasi fraktur
c. Pergeseran awal fraktur
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen
e. Reduksi dan imobilisasi
f. Waktu imobilisasi
g. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal
i. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan
dalam penyembuhan fraktur.
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak

2.9 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT (Capillary refill Time) menurun,
sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada
ekstremitas disebabkan darurat splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah pada
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau karena tekanan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.

11
c) Fat embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serus pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal
tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi,
takipnea dan demam.
d) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus frakur
terbuka, tetapi dapat juga karena menggunakan bahan lain dalam
pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.
e) Nekrosis avaskular terjadi karena aliran darah rusak atau terganggu
sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
f) Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun.
2) Komplikasi Lama
a) Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah
fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
b) Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-5 bulan dan
tidak dapat konsolidasi sehingga terdapat pseudoartosis (sendi palsu).
Pseudoartosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi
bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoartosis.
Beberapa jenis non-union terjadi menurut keadaan ujung-ujung
fragmen tulang sebagai berikut.
hipert
c) Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
pemendekan, atau union secara menyilang misal nya pada fraktur

12
tibia-fibula. Etiologi Mal-unionadalah fraktur tanpa pengobatan,
pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak
baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal
pengobatan, osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya
trauma.

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a) Biodata
Nama :
Umur : kebanyakan terjadi pada usia muda akibat
kecelakaan dan usia tua akibat jatuh ( misalnya di
kamar mandi)
Jenis kelamin : bisa untuk semua jenis kelamin
Status mariental :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan : pekerjaan yang membawa beban berat. Dengan
resiko kecelakaan tinggi.
Suku bangsa :
Alamat :
No. Medrec :
No. Rawat :
Dx. Medis : fraktur
Tgl. Masuk :
Tgl. Pengkajian :

Penanggung jawab
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Hubungan dengan pt :

14
b) Keluhan utama :
Nyeri pada daerah yang terjadi trauma akibat kecelakaan
c) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien datang dengan keluhan akibat kecelakaan atau trauma lain.
d) Riwayat kesehatan masa lalu :
Pengkajian yang perlu di tanyakan, meliputi riwayat hipertensi, diabetes
melitus, dan penyakit jantung, apakah pernah mengalami fraktur sebelumnya,
pengobatan pada saat sakit.
e) Riwayat kesehatan keluarga :
Faktor genetik tidak termasuk pada timbulnya penyakit fraktur kecuali klien
yang menderita diabetes pada keluarga akan menyebabkan komplikasi.
f) Pemeriksaan fisik :
1) Tanda-tanda vital
a. Keadaan umum : compos mentis
b. Kesadaran : *kualitatif : CM s/d Coma, *kuantitatif: GCS
c. Tekanan darah : normalnya tekanan darah 120/80
d. Nadi : nadi normalnya 60-100x/mnt (biasanya nadi meningkat)
e. Suhu : suhu normalnya 36−37,5o C
f. RR : pernafasan normalnya 16-24x/mnt (tergantung jenis frakturnya
apabila klien trauma panggul terjadi sesak nafas, karena adanya
perubahan pada sistem pernafasan di sertai banyaknya perdarahan dan
syok, klien trauma panggul berat biasanya akan mengalami ARDS
atau gagal nafas akut)
2) Antropometri
BB= kg
TB= cm

3) Pemeriksaan sistematika/persistem
A) Sistem pernafasan
Pada pemeriksaan sistem pernapasan, di dapatkan bahwa klien fraktur
tidak mengalami kelainan pernafasan kecuali jika klien trauma

15
panggul terjadi sesak nafas, karena adanya perubahan pada sistem
pernafasan di sertai banyaknya perdarahan dan syok, klien trauma
panggul berat biasanya akan mengalami ARDS atau gagal nafas akut.
B) Sistem kardiovaskuler
- Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak terdapat kelenjar getah bening,
tidak terdapat distensi vena jugularis, tidak terdapat clubbing finger.
- Palpasi : CRT<2 detik, biasanya nadi meningkat
- Perkusi : bunyi ICS 1-6 sebelah kiri pekak
- Auskultasi : S1 dan S2 tidak terdapat suara tambahan
- Apabila pada klien fraktur cidera panggul sedang dan berat hasil
pemeriksaan
C) Sistem pencernaan
- Inspeksi : mukosa bibir ananemis, tidak terdapat stomatitis, turgor
kulit abdomen elastis, bentuk abdomen simetris
- Auskultasi: bunyi bising usus normal 8-12x/menit
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen, tidak
terdapat asites
- Perkusi: Bunyi perkusi abdomen timpani
D) Sistem persyarafan
Nervus I (olfaktorius) : klien dapat mencium bau-bauan
Nervus II (optikus) : klien dapat melihat pada jarak 2m
Nervus III (okula motorius) : klien dapat menggerakan bola
mata kesamping atas
Nervus IV (traklearis) : klien dapat menggerakkan bola
mata ke atas dan kebawah normal
Nervus V (trigeminus) : pada kornea mata mengkibatkan
kurang/ hilangnya reflek kedip
Nervus VI (abdusen) : klien dapat menggerakkan bola
mata ke samping

16
Nervus VII (facialis) : klien dapat membedakan rasa
manis dan asin
Nervus VIII (akustikus) : pendengaran klien baik saat
ditanya oleh pengkaji
Nervus IX (glosofaringeus) : klien dapat menelan dengan baik
Nervus X (vagus) : klien dapat membuka mulutnya
dengan baik
Nervus XI (spinal accesory) : klien lemah mengangkat bahu
kanan dan kiri (jika terjadi pada
fraktur klavikula)
Nervus XII (hipoglesal) :pergerakan klien lemah dan tidak
bebas
E) Sistem penglihatan
Bentuk mata simetris,warna sklera putih, tidak adanya kelainan pada
mata, kurangnya reflek mengedipkan mata, tidak dapat merapatkan
mata (lagophthalmos).
F) Sistem pendengaran
Bentuk telinga simetris, tidak adanya nyeri tekan, tidak terdapat
serumen, fungsi pendengaran baik
G) Sistem perkemihan
Tidak adanya nyeri tekan
H) Sistem muskuloskeletal
Kerusakan fungsi motorikkekuatan otot yang terjadi trauma dapat
menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) jika
tidak langsung di tangani dengan baik.
I) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran getah bening, dan tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
J) Sistem integumen
Biasanya pada fraktur terbuka terdapat luka, perdarahan

17
 Pola kebiasaan sehari-hari
No Pola Sebelum sakit Saat sakit
1. Makan dan minum
Frekuensi 3x/hari 3x/hari
Alergi Tidak ada Tidak ada
Makanan yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada
Alat bantu makan Tidak ada Tidak ada
2. Istirahat dan tidur
Siang  2 jam  2-3 jam
Malam  7 jam  7-8 jam
3. Personal higiene
 Mandi
frekuensi 2x/hari 1x/hari

 Oral higiene
2x/hari Tidak pernah
frekuaensi
 Cuci rambut
3x/minggu Tidak pernah
Frekuensi
4. Eliminasi
 BAK
Frekuensi  3-5x/hari  3-5x/hari

Warna Kuning jernih Kuning jernih

Penggunaan alat bantu Tidak menggunakan Menggunakan

 BAB kateter

Frekuensi  1-2x/hari
kuning Tidak tentu
Warna
padat Kuning
Konsistensi
Padat
5. Pola aktivitas Terbaring

18
A. Data Psikologis
1. Status emosi
Klien mampu mengontrol emosinya, jika marah klien memilih untuk diam
2. Kecemasan klien
Tingkat kecemasan klien sedang
3. Konsep diri
a. Citra tubuh : klien menyukai bagian bentuk tubuhnya yaitu mata
b. Identitas diri : klien merasa senang menjalani profesinya
c. Peran : peran klien di dalam keluarganya ( mis: ayah , ibu, anak)
d. Ideal diri : klien berharap penyakit di deritanya bisa cepat sembuh
e. Harga diri:
B. Data Sosial
1. Pola komunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan jelas
2. Pola interaksi
Pasien berinteraksi dengan keluarga dan perawat dengan baik dan jelas
C. Data Psikospiritual
Kaji apakah ada dampak yang timbul pada klien, seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan melakukan aktivitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
D. Data penunjang
1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
a) Tomografi
b) Mielografi
c) Artrografi
2) Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler

19
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6) Elektromiograf: terdapat kerusakan kondusif saraf akibat fraktur
7) Atroskopi: di dapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
8) Indium imaging: pada pemeriksaan ini adanya di dapatkan infeksi pada
tulang
9) MRI: Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

E. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1. DS: Fraktur Nyeri
pasien mengatakan nyeri
DO: Diskontinuitas tulang
Pasien terlihat meringis
dengan skala nyeri 0 – 10 Pergeseran fragmen tulang

Nyeri akut
2. DS: Kerusakan fragmen tulang Ketidakefektifan
Pasien mengatakan
Tekanan sumsum tulang lebih perfusi jaringan perifer
pusing.
DO: tinggi dari kapiler
Tekanan darah pasien
rendah <100 mmHg Melepaskan ketekolamin

Metabolisme asam lemak

Bergabung dengan trombosit


emboli

Menyumbat pembuluh darah

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

3. DS: Diskontinuitas tulang Kerusakan integritas


Pasien mengatakan
Perubahan jaringan sekitar kulit
cemas karna terdapat
luka pada kulitnya yang Laserasi kulit
tidak normal.

20
DO: Kerusakan integritas kulit
Terdapat luka di kulit Resiko infeksi
yang di akibatkan oleh
fraktur terbuka.

DS: Fraktur Hambatan mobilisasi


Pasien mengatakan kaku
fisik neuromuscular,
atau sulit menggerakan
tubuhnya. Hambatan mobilisasi fisik nyeri, terapi restriktif
DO:
(imobilisasi)
Pasien tidak dapat
melakukan aktivitas
sehari – hari

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Diagnosa pre op
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang
edema, cedera jaringan lunak pemasangan traksi.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan
b. Diagnosa post op
1) Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
2) Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


a. Rencana keperawatan pre
NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut b.d agen injuri  Pain level - Lakukan pengkajian nyeri
fisik, spasme otot, gerakan  Pain control secara komprehensif
fragmen tulang edema,  Comfort level termasuk lokasi,
cedera jaringan lunak Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
pemasangan traksi. - Pasien mampu frekuensi, kualitas dan faktor

mengontrol nyeri presipitasi


- Observasi reaksi nonverbal

21
- Melaporkan bahwa dari ketidaknyamanan
nyeri berkurang dengan - Gunakan komunikasi
menggunakan terapeutik untuk mengetahui
manajemen nyeri pengalaman nyeri pasien
- Ajarkan tekhnik relaksasi
kepada pasien
- Kolaborasi pemberian
analgetik untuk mengurangi
nyeri
2. Ketidakefektifan perfusi  Circulation status - Monitor adanya daerah
jaringan perifer b.d suplai  Tissue perfucion: tertentu yang hanya peka
darah jaringan cerebral terhadap
Kriteria hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang di - Batasi gerakan pada kepala,
tandai dengan : leher dan punggung
 Tekanan systole dan
diastole dalam rentang
yang di harapkan
 Tidak ada ortostatik
hipertensi
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang di tandai dengan :
 Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukan perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi.

22
- Menunjukan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter

b. Rencana keperawatan post


NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Kerusakan integritas kulit  Tissue integrity : - Jaga kebersihan kulit agar tetap
b.d fraktur terbuka, skin and mucous kering dan bersih
pemasangan traksi (pen,  Membranes
kawat, sekrup)  Hemodyalis akses - Anjurkan pasien menggunakan
Kriteria hasil : pakaian yang longgar
- Integritas kulit yang
baik bisa - Monitor aktivitas dan mobilisasi

dipertahankan pasien
(sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, - Ganti balutan, bersihkan area

pigmentasi) tidak sekitar jahitan atau staples ,


ada luka/lesi menggunakan lidi kecil

- Menunjukan
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cidera
ulang
2. Hambatan mobilisasi fisik  Joint movement: - Monitoring vital sign
b.d kerusakan rangka active sebelum/sesudah latihan dan
neuromuscular, nyeri,  Mobility Level lihat respon pasien saat latihan

23
terapi restriktif  Self care: ADL - Kaji kemampuan pasien dalam
(imobilisasi)  Transfer performance mobilisasi
Kriteria hasil: - Dampingi dan bantu pasien saat
- Pasien meningkat mobilisasi dan bantu penuhi
dalam aktivitas fisik kebutuhan
- Mengerti tujuan dari - Berikan alat bantu jika klien
peningkatan memerlukan
mobilisasi
- Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dalam
kemampuaan
berpindah

3.4 IMPLEMENTASI
No Tanggal/waktu Implementasi Paraf
.
1. - melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
- mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- mengajarkan Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
- memberian analgetik untuk mengurangi nyeri sesuai resep
dokter
2. - memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul

24
- membatasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
3. - menjaga kebersihan kulit agar tetap kering dan bersih
- menganjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
- memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- mengganti balutan, bersihkan area sekitar jahitan atau
staples , menggunakan lidi kecil
- memonitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
- mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan
- memberikan alat bantu jika klien memerlukan

3.5 EVALUASI
No Tanggal/waktu Evaluasi Paraf
.
1. S : pasien mengatakan nyeri berkurang
O: skala nyeri 0-10
A: nyeri akut belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
- Kolaborasi pemberian analgetik
2. S: pasien mengatakan masih pusing
O: tekatan darah <100 mmHg
A: ketidakefektifan perfusi jaringan belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
3. S: Pasien mengatakan cemas karna terdapat luka pada
kulitnya yang tidak normal.
O: luka fraktur terbuka
A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

25
- Mengganti balutan setiap hari

4. S: Pasien mengatakan kaku atau sulit menggerakan


tubuhnya.
O: klien sulit melakukan aktivitas
A: Hambatan mobilisasi fisik
P: intervensi dilanjutkan
- mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setiap perawat/Ners perlu mengetahui tindakan medis yang biasanya
dilakukan oleh tim medis agar dapat melakukan asukan keperawatan yang
tepat bagi klien setelah ditagani oleh tim medis. Tim medis yang menangani
keadaan klinis klien yang mengalami fraktur memerlukan penilaian
penatalaksanaan yang sesuai, yaitu dengan mempertimbangkan faktor usia,
jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan keadaan sosial ekonomi klien
secara individual. Ada beberapa penatalaksanaan, yaitu penatalaksanaan
fraktur tertutup, fraktur terbuka, dislokasi dan amputasi.

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat harus berhati-hati dalam menangani asuhan
keperawatan pada klien fraktur, agar menjauhi resiko terjadinya komplikasi
pada klien.

27
DAFTAR PUSTAKA

Mutaqqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletaljilid 2. Jakarta: EGC
Nuratif,Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta:
Mediaction

28

Anda mungkin juga menyukai