Anda di halaman 1dari 21

Laporan Pendahuluan

Osteoporosis
A. DEFINISI
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit
yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992
Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai
perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya
menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang
(Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka,
ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko
patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas
tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulang sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute of
Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang
ditandai oleh compromised bonestrength sehingga tulang mudah patah ( Sudoyo, 2009 ).
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
a. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena
dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.Osteoporosis
primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan,
sedangkan osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal
hal tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena
lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada
wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer.
b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang.
Osteoporisis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk
kelainan endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder,
terjadi penurunan densitas tulang yangcukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik
akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal
kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme,
varian status hipogonade, dan lain-lain.
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetic
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa
orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit
hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pada bangsa
Kaukasia. Jadi seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika),
relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik.
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons
terhadap kerja mekanik beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar
dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada
lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istirahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa
besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang
di samping faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik
yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misalnya kalsium) di atas
kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa
tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetic
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari
pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang
dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal
sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu
dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis)
sehubungan dengan lanjutnya usia,maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang
lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa
tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada
interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya
aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang
merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa
tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause.
Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri
menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan
mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif.
Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara
masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa
menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya
kurang serta ekskresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif,
sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa
tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi
kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi
absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah.
Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan
tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.Individu
dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan
ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala
timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau
lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus
berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang
sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
(osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya
terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun
dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca
menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan
oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal
kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan
(mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuhnya tulang.

C. PATOFISIOLOGI
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor
lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah
melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya
hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan
menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan
pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi
tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari
pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut
osteoporosis.
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang
berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses
pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila
proses resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan
massa tulang dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.Dalam massa pertumbuhan
tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang
disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang
atau penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara maksimal akan
dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang bagian korteks dan mungkin
keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan
mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan
tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita,
proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada
wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita
menopause massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita penurunan
massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini berbagai bagian tubuh
ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang
tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal, kolum femoris
serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya : tulang paha bagian tengah,
tibia dan panggul, mengalami proses tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang
sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen, sehingga
secara anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai apabila
massa tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan
sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Bagian-bagian
tubuh yang sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian
prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai sebab, akan
tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah osteoporosis oleh karena
bertambahnya usia.
D. MANIFESTASI KLINIS
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak mempunyai
keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang
seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang menyanggah
berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris).
Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal
ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra abnormal
(kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur
patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan korteks
serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi ketebalan
trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis
dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu
tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan
alkali fosfatase yang normal dalam serum.
Manifestasi osteoporosis :
1.Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata
2. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul mendadak
4. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian tubuh yang sering
fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra
5. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
6. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas atau karena
suatu pergerakan yang salah
7. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan, Hal ini terjadi oleh
karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada vertebra.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena
jatuh.Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.Selain itu, yang juga
sering terjadi karena adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya dengan pergelangan
tangan, yang disebut fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung
mengalami secara perlahan.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat
pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling
berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 baisanya tidak
menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm 3
ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata
b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
F. PENATALAKSANAAN
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan
lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap
hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium
(kalsium karbonat).
Pada menopause, terapi pergantian hormone (HRT=hormone replacemenet therapy) dengan
estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan
mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Wanita yang telah mengalami
pengangkatan ovarium atau telah menjalani menopause prematur dapat mengalami osteoporosis
pada usia yang cukup muda;penggantian hormon perlu dipikirkan pada pasien ini estrogen
menurunkan resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon dalam
jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen tidak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang
dengan pasti. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit pengingkatan insidensi kanker
payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien harus diperiksa payudaranya setiap bulan
dan diperiksa panggulnya termasuk masukan papanicolaou dan biopsi endometrial (bila ada
indikasi), sekali atau dua kali setahun.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk kalsitonin,
natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan
diberikan secara injeksi subkutan atau intra muscular. Efek samping ( mis gangguan
gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin) biasanya ringan dan kadang-kadang dialami.
Natrium fluoride memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang ; namun,kualitas
tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium etidronat, yang menghalangi resorpsi tulang
osteoklastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai terapi osteoporosis.
G. KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah.Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur.Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis
dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada
pergelangan tangan.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan
riwayat psikososial.
1.Anamnese
a)Identitas
a.Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat,
semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
b.Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b)Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi adanya:
a.       Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang
b.      Berat badan menurun
c.       Biasanya diatas 45 tahun
d.      Jenis kelamin sering pada wanita
e.       Pola latihan dan aktivitas

c)Pola aktivitas sehari-hari


Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu
luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat
membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu,
olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan
aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh
memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal.
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak
persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan
stamina menurun.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
b. B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.
Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
a) Kepala dan wajah : ada sianosis
b) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
c) Leher : Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan
halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
d. B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.
e. B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.

f. B6 ( Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering
menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan
berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality
dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis
8 dan lumbalis 3.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula
transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae
menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus kedalam
ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
b) CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 biasanya
tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra
dibawah 65 mg/cm3  ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot,
deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme otot,
deformitas tulang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkannyeri
berkurang.
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang
danistirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya
secara sederhana.

Intervensi Rasional
·         Pantau tingkat nyeri pada ·         Tulang dalam peningkatan jumlah
punggung, nyeri terlokalisasi atau trabekular, pembatasan gerak spinal.
menyebar pada abdomen atau pinggang.
Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri berat.
·         Ajarkan pada klien tentang ·         Alternatif lain untuk mengatasi
alternative lain untuk mengatasi dan nyeri, pengaturan posisi, kompres hangat
mengurangi rasa nyerinya. dan sebagainya.
·        Kaji obat-obatan untuk mengatasi ·         Keyakinan klien tidak dapat
nyeri : menoleransi obat yang adekuat atau tidak
-        Aspirin adekuat untuk mengatasi nyerinya.
-        Phenyl-butazone
-        Naproxen
-        Ibuprofen
-        Diclofenac
-        Piroxicam
-        Tenoxicam
-        Celecoxib
-        Lumiracoxib
·         Rencanakan pada klien tentang ·         Kelelahan dan keletihan dapat
periode istirahat adekuat dengan berbaring menurunkan minat untuk aktivitas sehari-
dalam posisi telentang selama kurang hari.
lebih 15 menit

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat


perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam,
diharapkanklien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampumelakukan
aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.
Intervensi Rasional
·         Kaji tingkat kemampuan klien yang ·         Dasar untuk memberikan alternative
masih ada. dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.
·         Rencanakan tentang pemberian ·         Latihan akan meningkatkan
program latihan : pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi
ü  Bantu klien jika diperlukan latihan darah
ü  Ajarkan klien tentang aktivitas hidup
sehari hari yang dapat dikerjakan
ü  Ajarkan pentingnya latihan.
·  Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan ·         Aktifitas hidup sehari-hari secara
melakukan aktivitas hidup sehari hari. mandiri
·  Peningkatan latihan fisik secara ·         Dengan latihan fisik :
adekuat :
ü Dorong latihan dan hindari tekanan pada ü  Masa otot lebih besar sehingga
tulang seperti berjalan memberikan perlindungan pada
ü  Instruksikan klien untuk latihan selama osteoporosis
kurang lebih 30menit dan selingi dengan ü  Program latihan merangsang
istirahat dengan berbaring selama 15 pembentukan tulang
menit ü  Gerakan menimbulkan kompresi vertical
ü  Hindari latihan fleksi, membungkuk dan fraktur vertebra.
tiba– tiba,dan penangkatan beban berat

3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan


ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cederatidak
terjadi
Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien
dapatmenghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi Rasional
· Ciptakan lingkungan yang nyaman : · Menciptakan lingkungan yang aman dan
ü  Tempatkan klien pada tempat tidur mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
rendah
ü  Amati lantai yang membahayakan klien
ü  Berikan penerangan yang cukup
ü  Tempatkan klien pada ruangan yang
tertutup dan mudah untuk diobservasi
üAjarkan klien tentang pentingnya
menggunakan alat pengaman di ruangan.
· Berikan dukungan ambulasi sesuai · Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa
dengan kebutuhan : dapat menyebabkan mudah jatuh.
ü  Kaji kebutuhan untuk berjalan
ü  Konsultasi dengan ahli therapist
ü  Ajarkan klien untuk meminta bantuan
bila diperlukan
ü  Ajarkan klien untuk berjalan dan keluar
ruangan
·  Bantu klien untuk melakukan aktivitas · Penarikan yang terlalu keras akan
hidup sehari-hari secara hati-hati. menyebabkan terjadinya fraktur.
·  Ajarkan pada klien untuk berhenti · Pergerakan yang cepat akan lebih
secara perlahan, tidak naik tanggga, dan memudahkan terjadinya fraktur kompresi
mengangkat beban berat. vertebra pada klien osteoporosis.
·  Ajarkan pentingnya diet untuk · Diet kalsium dibutuhkan untuk
mencegah osteoporosis : mempertahankan kalsium serum,
ü  Rujuk klien pada ahli gizi mencegah bertambahnya kehilangan
ü  Ajarkan diet yang mengandung banyak tulang. Kelebihan kafein akan
kalsium meningkatkan kalsium dalam urine.
ü  Ajarkan klien untuk mengurangi atau Alcohol akan meningkatkan asidosis yang
berhenti menggunakan rokok atau kopi meningkatkan resorpsi tulang

· Ajarkan tentang efek rokok terhadap · Rokok dapat meningkatkan terjadinya


pemulihan tulang asidosis
· Observasi efek samping obat-obatan ·  Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin
yang digunakan dapat menyebabkan pusing, megantuk, dan
lemah yang merupakan predisposisi klien
untuk jatuh

4. Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang


berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam
diharapkanklien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi.
Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya,
mampumenyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang.
Intervensi Rasional
· Kaji ulang proses penyakit dan harapan · Memberikan dasar pengetahuan dimana
yang akan datang klien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi.
·  Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor · Informasi yang diberikan akan membuat
yang mempengaruhi terjadinya klien lebih memahami tentang penyakitnya
osteoporosis
·  Berikan pendidikan kepada klien ·Suplemen kalsium ssering mengakibatkan
mengenai efek samping penggunaan obat nyeri lambung dan distensi abdomen maka
klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium
bersama makanan untuk mengurangi
terjadinya efek samping tersebut dan
memperhatikan asupan cairan yang
memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal
 
Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. Nyeri berhubungan dengan ·  Memantau tingkat nyeri S : Klien mengatakan
dampak sekunder dari fraktur pada punggung, nyeri nyeri berkurang
vertebra, spasme otot, terlokalisasi atau menyebar O :Dapat melakukan
deformitas tulang. pada abdomen atau pinggang. perawatan secara
Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri mandiri dan
berat. penanganannya
·  Mengajarkan pada klien secara sederhana.
tentang alternative lain untuk A : Masalah teratasi
mengatasi dan mengurangi sebagian
rasa nyerinya. P : Intervensi
· Mengkaji obat-obatan untuk dilanjutkan :
mengatasi nyeri. · Pantau tingkat nyeri
-  Aspirin pada punggung, nyeri
-  Phenyl-butazone terlokalisasi atau
-  Naproxen menyebar pada
-  Ibuprofen abdomen atau
-  Diclofenac pinggang. Skala nyeri
-  Piroxicam 7-9 yaitu nyeri berat.
-  Tenoxicam · Ajarkan pada klien
-  Celecoxib tentang alternative
- Lumiracoxib lain untuk mengatasi
· Merencanakan pada klien dan mengurangi rasa
tentang periode istirahat nyerinya.
adekuat dengan berbaring ·         Kaji obat-
dalam posisi telentang selama obatan untuk
kurang lebih 15 menit mengatasi nyeri.
- Aspirin
- Phenyl-butazone
- Naproxen
- Ibuprofen
- Diclofenac
- Piroxicam
- Tenoxicam
-Celecoxib
- Lumiracoxib
· Rencanakan pada
klien tentang periode
istirahat adekuat
dengan berbaring
dalam posisi
telentang selama
kurang lebih 15 menit
2.      Hambatan mobilitas fisik ·  Mengkaji tingkat S : Klien mengatakan
berhubungan dengan disfungsi kemampuan klien yang masih sudah bisa
sekunder akibat perubahan ada. beraktivitas kembali
skeletal (kifosis), nyeri ·  Merencanakan tentang O : Dapat
sekunder atau fraktur baru. pemberian program latihan : beraktivitas secara
ü Membantu klien jika mandiri
diperlukan latihan A : Masalah teratasi
ü Mengajarkan klien tentang P : Intervensi
aktivitas hidup sehari hari dihentikan
yang dapat dikerjakan
ü Mengajarkan pentingnya
latihan.
· Membantu kebutuhan untuk
beradaptasi dan melakukan
aktivitas hidup sehari hari.
·  Meningkatan latihan fisik
secara adekuat :
ü Mendorong latihan dan
hindari tekanan pada tulang
seperti berjalan
ü  Menginstruksikan klien
untuk latihan selama kurang
lebih 30menit dan selingi
dengan istirahat dengan
berbaring selama 15 menit
ü Menghindari latihan fleksi,
membungkuk tiba– tiba,dan
penangkatan beban berat
3.      Risiko cedera · Menciptakan lingkungan S : Klien mengatakan
berhubungan dengan dampak yang nyaman : sudah bisa
sekunder perubahan skeletal ü Menempatkan klien pada beraktivitas
dan ketidakseimbangan tubuh tempat tidur rendah O : Dapat
ü Mengamati lantai yang menghindari aktivitas
membahayakan klien yang mengakibatkan
ü  Memberikan penerangan fraktur
yang cukup A : Masalah teratasi
üMenempatkan klien pada P : Intervensi
ruangan yang tertutup dan dihentikan
mudah untuk diobservasi
ü Mengajarkan klien tentang
pentingnya menggunakan alat
pengaman di ruangan.
· Memberikan dukungan
ambulasi sesuai dengan
kebutuhan :
ü Mengkaji kebutuhan untuk
berjalan
ü Mengkonsultasi dengan ahli
therapist
ü Mengajarkan klien untuk
meminta bantuan bila
diperlukan
ü Mengajarkan klien untuk
berjalan dan keluar ruangan
· Membantu klien untuk
melakukan aktivitas hidup
sehari-hari secara hati-hati.
· Mengajarkan pada klien
untuk berhenti secara
perlahan, tidak naik tanggga,
dan mengangkat beban berat.
· Mengajarkan pentingnya
diet untuk mencegah
osteoporosis :
ü  Merujuk klien pada ahli
gizi
ü Mengajarkan diet yang
mengandung banyak kalsium
ü Mengajarkan klien untuk
mengurangi atau berhenti
menggunakan rokok atau kopi
·  Mengajarkan tentang efek
rokok terhadap pemulihan
tulang
·  Mengobservasi efek
samping obat-obatan yang
digunakan
4.      Kurangnya pengetahuan ·   Mengkaji ulang proses S : Klien mengatakan
mengenai proses osteoporosis penyakit dan harapan yang sudah memahami
dan program terapi yang akan datang tentang penyakit
berhubungan dengan kurang ·  Mengajarkan pada klien osteoporosis dan
informasi, salah persepsi. tentang faktor-faktor yang program terapi
mempengaruhi terjadinya O : Pengetahuan
osteoporosis klien jadi bertambah
· Memberikan pendidikan A : Masalah teratasi
kepada klien mengenai efek P : Intervensi
samping penggunaan obat dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,
Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5.Jakarta : Internal
Publishing
Junaidi, I, 2007.Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua : Penerbit PT
Bhuana Ilmu Populer
Suryati, A, Nuraini, S. 2006.Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.2. Jakarta
Anonim, 2013/05.  www.debyrahmad.blogspot.com 

Anda mungkin juga menyukai