Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) lansia adalah seseoramg
yang telah masuk usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya kelompok
yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Ageng
Process penuaan. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Rahman (2019)
Peningkatan jumlah lansia berarti bertambahnya masalah kesehatan
karena terjadinya perubahan-perubahan muskuloskeletal dan fisiologi pada
lansia. Diantara berbagai masalah kesehatan pada lansia salah satunya adalah
nyeri punggung akibat fase menoupose dan lnasia mengalami kekeroposan
tulang yang dikenal sebagai osteoporosis. Jumlah lansia lansia semakin
meningkat pada tahun 2020 jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
akan melebihi jumlah anak yang berusia dibawah lima tahun lansia yang berada
di negara berkembang. Banyak penyakit degenerative yang dimulai sejak usia
pertengahan yang menyebabkan produktivitas lansia menurun menjadi kurang
berkualitas. Syadiyah (2018)
Masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian serius pada lanjut usia
adalah osteoporosis. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
berkurangnnya massa tulang yang mengakibatkan menurunnya kekuatan tulang
dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga menyebabkan tulang mudah
patah. Osteoporosis merupakan masalah kesehatan kronis yang berkembang dan
dapat mengakibatkan kematian dan kualitas hidu Menurut World Health
Organization (WHO) osteoporosis menjadi suatu permasalahan global karena
plevensinya semakin meningkat, dicatat angka kejadian osteoporosis diseluruh
dunia mencapai angka 1,7 juta orang dan diperkirakan angka ini meningkat
hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun 2035 dan 71% kejadian ini akan

1
terdapat di negara-negara berkembang. Jumlah penderita osteoporosis di
Indonesia jauh lebih besar dari data Depkes, yang mematokkan angka 19,7%
dari seluruh jumlah penduduk atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita
osteoporosis. Prevalensi wanita yang menderita osteoporosis di Indonesia pada
golongan umur 60-65 tahun yaitu 24% sedang pada pria usia 60-70 tahun
sebesar 62% yang merupakan golongan lanjut usia. Suarni (2019)

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan gangguan sistem
muskoluskeletal diagnosa medis osteoporosis

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan gambaran kepada mahasiswa Poltekes TNI AU, tenaga
kesehatan, dan masyarakat tentang penyakit osteoporosis dan asuhan
keperawatan secara menyeluruh tentang penyakit osteoporosis.
2. Tujuan khusus
Memberikan gambaran kepada mahasiswa tingkat II-A Keperawatan
agar mampu memahami asuhan keperawatan osteoporosis pada lansia
dengan baik.

D. Manfaat
Kasus ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mahasiswa, masyarakat
dan tenaga kesehatan terutama pada pemberian asuhan keperawatan pada lansia
dengan diagnosa medis osteoporosis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.
Tandra (2016).
Osteoporosis adalah penyakit kesehatan masyarakat yang paling umum
di kalangan wanita. Osteoporosis juga merupakan penyakit penurunan kepadatan
mineral tulang yang mempengaruhi individu terhadap cedera, termasuk jatuh
atau luka ringan. Osteoporosis adalah kelainan tulang yang umum, terjadi akibat
ketidakseimbangan antar tulang resorpsi dan pembentukan tulang, dengan
kerusakan tulang melebihi pembentukan tulang. Resorpsi tulang inhibitor,
misalnya bifosfonat, telah dirancang untuk mengobati osteoporosis, sedangkan
agen anabolik seperti teriparatide merangsang pembentukan tulang dan
mengoreksi perubahan karakteristik pada trabekuler mikroarsitektur (Lowery,
2018).
Osteoporosis termasuk dalam penyakit kronis yang memerlukan
pengobatan lanjutan sebagai prasyarat pada banyak pasien untuk mendapatkan
manfaat terapeutik, seperti halnya dengan kondisi kronis lainnya. Obat anti-
osteoporosis perlu disediakan secara teratur dan terjadwal. Menunda pemberian
obat osteoporosis dengan kategori tertentu dapat menimbulkan konsekuensi
yang tidak menyenangkan bagi pasien, mulai dari kehilangan massa tulang
hingga peningkatan perombakan tulang dan risiko patah tulang (Lowery, 2018).

3
B. Etiologi
Menurut Lowery (2018) Penyebab penyakit ini belum diketahui, namun ada
beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit ini yaitu:
1. Determinan Massa Tulang
a) Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan
yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pada bangsa Asia.
Jadi seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam
Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b) Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping
faktor genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang
dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa
tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja
mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot
besar dan juga massa tulang yang besar.
c) Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai
maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
2. Determinan penurunan massa tulang
a) Faktor genetik
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah
mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang
besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai
sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan
normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar
badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian
terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan

4
dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai
tulang kecil pada usia yang sama.
b) Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Pada
umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia;
dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa
tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c) Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada
masa fase menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan
absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan
keseimbangan kalsium positif. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan
kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d) Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan
mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat
melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.

e) Esterogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnyakonservasi kalsium di ginjal.
f) Rokok dan kopi

5
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Kafein dalam rokok dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g) Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium rendah.
C. Patofisiologi
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya
tidak mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur.
Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan
gejala pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang
mendapat tekanan (tulang vertebrata dan kolumna femoris). Korpus vertebrata
menunjukkan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal
ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebrata
abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan
predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan),
yang sering terjadi pada pasien lanjut usia.
Tanda dan gejala osteoporosis yang dikeluhkan biasanya pada masing-
masing orang berbeda bisa berubah seiring waktu. Biasanya gejala osteoporosis
tidak langsung muncul semua, dan terkadang di sebagian orang itu tidak terdapat
tanda dan gejala. Tanda dan gelaja yang sering terjadi seperti nyeri punggung,
kehilangan tinggi badan, retak atau patah tulang, dan kelainan spinal (kifosis)
(Afni, 2019). Timbulnya nyeri osteoporosis membuat penderita sering kali takut
untuk bergerak sehingga menggangu aktivitas sehari-hari. Nyeri yang dirasakan
penderita osteoporosis sudah cukup membuat pasien sulit beraktivitas dalam
menjalani hidupnya sehari-hari sehingga dapat menggangu kenyamanan lansia
(lahemma,2019).
Masa total tulang yang terkenan mengalami penurunan dan
menunjukkan penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis
sulit ditegakkan karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu

6
“normal” yang berbeda. Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis
maupun histologis jika osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang,
seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukkan
adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium, fosfat, dan alkali
fosfatase yang normal dalam serum.
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor
genetik dan faktor lingkungan.
a) Faktor genetik meliputi :
Usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.
b) Faktor lingkungan
Merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas,
anoreksia nervosa, dan pemakaian obat-obatan.
Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap
kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin,
tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi
lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak
dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan assa tulang
total yang disebut osteoporosis.

7
D. Tanda gejala
Osteoporosis biasanya berkaitan dengan lokasi patah tulang. Kemampuan
fisiologis tubuh orang lanjut usia sudah menurun sehingga mereka mudah
mengalami kecelakaan, misalnya tergelincie dikamar mandi dan terjatuh ketika

8
menyebrang jalan. Oleh karena itu, kaum usia lanjut penderita osteoporosis,
terutama kaum perempuan, mudah menderita patah tulang meskipun oleh trauma
ringan atau bahkan oleh trauma yang biasanya tidak berbahaya.
(Hermayudi,2017)
1. Patah Tulang Belakang
Patah tulang yang bersifat tunggal atau multipel dan terutama terjadi
pada tulang belakang T7 ke bawah sampai lumbal. Bagian depan tulang
belakang umumnya berbentuk baji. Tulang belakang juga dapat
mengalami kelainan bentuk seperti “fish tail vertebarae” akibat
pelekukan kedalam kedua sisi vertebra, serta kifosis yang memberikan
postur khas“Doweger’s hump”. Gejala klinis berupa nyeri punggung
mendadak yang berlangsung antara 2-3 minggu dan berkurang setelah 3-
4 bulan. Nyeri dapat menghilang atau menetap menjadi nyeri punggung
menahun akibay adanya jepitan saraf atau regangan otot serta ligamen
yang berlebihan.
2. Patah Kolumna Femoris
Patah tulang akibat kerapuhan kolumna femoris ini meneyebabkan
penderitanya mengalami gangguan berjalan disertai rasa nyeri terus-
menerus.
Pergelangan Tangan merupakan patah tulang tersering pada osteoporosis.
Satu sampai dua orang dari 100 perempuan akan mengalami patah tulang
pergelangan tangan setelah usia 70 tahun. Patah tulang biasanya timbul
akibat penderita secara refleks menahan tubuh dengan tangan sewaktu
jatuh. Nyeri dapat berlangsung selama 1-2 bulan. Penyembuhan tulang
memerlukan waktu minimal 3 bulan dan kekuatan pergelangan tangan
akan pulih setelah 6 bulan
E. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Ode,2018) ada bererapa tahap dalam pemeriksaan penunjang,
antaranya adalah:
1. Pemeriksaan radiologik

9
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan
tampakpadatulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-
frame vertebra.
2. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk
menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita
osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada
dibawah -2,5 .
3. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan
menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu
pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta
kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai
arsitektur trabekula.
5. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan
metabolisme tulang.
6. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat
korpusvertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Lemahnya
korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
7. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi followup. Mineral
vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur

10
vetebraatau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3
ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang
nyata.
b) Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat)
danCt (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c) Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
d) Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.

11
Uraian kasus

Ny.A berumur 60 tahun dirawat di RS dr.Salamun dengan keluhan nyeri pada


sendi punggung dan kaki yang sering dirasakannya sejak 4 bulan yang lalu, klien
mengatakan nyeri seperti ditusuk tusuk dengan skala nyeri 7 (0-10), nyeri sering
dirasakan dan bertambah saat klien sedang beraktivitas, aktivitas klien sering terganggu
hingga aktivitas sering dibantu oleh keluarganya. Dokter menganjurkan untuk tes darah
dan rontgen. Hasil rontgen menunjukan bahwa ny.a menderita osteoporosis diperkuat
lagi dengan hasil BMD T score-3. Klien sudah menopause sejak 9 tahun yang lalu.
Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia muda dan tidak menyukai
makanan laut. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien mempunyai
riwayat penyakit rheudmatoid dan klien mengkonsumsi obat dari puskesmas namun
tidak kunjung sembuh. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan TD: 130/90
mmHg, N: 88x/m, R: 22x/m, S: 36,5 C, BB: 65kg, TB: 160cm dan klien tampak
meringis kesakitan.

A. Pengkajian
a) Identitas klien
Nama : Ny. A
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
b) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri
c) Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang ke rs dengan keluhan nyeri, nyeri bertambah saat klien
beraktivitas, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dibagian sendi punggung
dan kaki dengan skala nyeri 7 (0-10), nyeri dirasakan sudah 4 bulan yang lalu
dan dirasakan saat sedang beraktivitas
d) Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan mempunyai penyakit rhematoid dan mengkonsumsi obat
dari puskesmas, klien tidak mempunyai penyakit keturunan atau menular.
e) Data psikologis

12
Klien menerima dengan penyakit dan keadaannya saat ini
f) Data sosial
Hubungan klien dan keluarga baik, dan terlihat banyak yang berkunjung
g) Data spiritual
Klien beragama islam dan selalu berdoa agar segera sembuh dari penyakit yang
dideritanya
h) Pola aktivitas sehari-hari

No Pola aktivitas Dirumah Di rs


1. Nutrisi
a. Makan
Frekuensi 3/hari 3/hari

Jenis Nasi + lauk pauk Nasi + lauk pauk

Porsi 1 porsi habis 1 porsi habis

Keluhan Tidak ada Tidak ada

b. Minum
Jumlah 7-8 gelas/ hari 7-8 gelas/ hari

Jenis Air putih Air putih + susu

Keluhan Tidak ada Tidak ada

2. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1x/hari 1x/hari

Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Bau Khas feses Khas feses

Konsistensi Lunak Lunak

Keluhan Tidak ada Tidak ada

b. BAK 5-6 x/hari

Frekuensi 5-6 x/hari Kuning jernih

Warna Kuning jernih 600-800 cc/hari

Jumlah 600-800 cc/hari Tidak ada

Keluhan Tidak ada

13
3. Istirahat tidur
a. Tidur siang
Lamanya 2jam/hari 2-3 jam/hari

keluhan Tidak ada Tidak ada

b. Tidur malam
Lamanya 7-8 jam/hari 8 jam/hari

Keluhan Tidak ada Tidak ada

4. Aktivitas Aktivitas dibantu Klien bedrest, jika


keluarga, jika ke toilet dibantu
berjalan dengan keluarga dengan
langkah kecil berjalan dengan
langkah kecil

Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum
Kesadaran: Composmentis
2) Tanda-tanda vital
TD : 130/90 mmHg
N : 88x/m
R : 22x/m
S : 36,5 C
3) Antropometri
TB : 160cm
BB : 65kg

4) Sistem pernapasan
Tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak terdapat penggunaan otot napas
bantuan, bentuk dada simetris, respirasi 22x/menit, suara paru vesikuler tidak
ada suara nafas tambahan
5) Sistem pencernaan

14
Warna kulit merata, bising usus 10x/menit, tidak ada nyeri tekan
6) Sistem kardiovaskuler
Suara jantung lupdup, tekanan darah 130/90, nadi 88x/m, tidak ada gangguan
7) Sistem muskuloskeletal
Pasien tampak penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan, pasien nampak
bungkuk saat berjalan dan tidak dapat berdiri terlalu lama, tampak keterbatasan
rentang gerak, tonus otot terdapat kelemahan dan kekakuan
Kekuatan otot: 4 4
2 2

B. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. Ds: Seiring bertambah usia Nyeri kronis
- Klien mengeluh tulang semakin keropos
nyeri, nyeri setelah memasuki
bertambah saat menopouse
klien beraktivitas,
nyeri dirasakan
seperti ditusuk- Osteoporosis

tusuk dibagian
sendi punggung
Genetik, gaya hidup,
dan kaki dengan
alkohol, penurunan
skala nyeri 7 (0-
produksi hormon
10), nyeri
dirasakan sudah 4
bulan yang lalu
Penurunan masa tulang
dan dirasakan saat
sedang
Kemudian struktural
beraktivitas
jaringan

15
DO:
- Klien tampak
meringis kesakitan Kerapuhan tulang

Nyeri kronis

2. Ds: Penurunan masa tulang Gangguan mobilitas


Klien mengatakan fisik
nyeri bertambah saat Osteoporosis
beraktivitas
Do: Kiposis
- Klien berjalan (gibbus/bungkuk)
dengan langkah
kecil Perubahan bentuk tubuh

- Aktivitas dibantu
keluarga
Gangguan mobilitas fisik
- Klien bungkuk
- Terdapat
keterbatasan saat
bergerak
- Kekuatan otot:
44
22
3. Ds: Osteoporosis Resiko cidera
Klien mengatakan
nyeri bertambah saat
beraktivitas Kiposis

Do:
- Klien berjalan
Perubahan bentuk tubuh
dengan langkah
kecil

16
- Aktivitas dibantu
keluarga Keseimbangan tubung
- Klien bungkuk menurun
- Terdapat
keterbatasan saat
bergerak Resiko cidera

- Kekuatan otot:
44
22

C. Masalah keperawatan
1. Nyeri akut
2. Gangguan mobiltas fisik
3. Resiko cidera

D. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis
2. Gangguan mobiltas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor

17
18
Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


keperawatan kriteria hasil
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui skala
berhubungan dengan selama 3x24 jam 2. Identifikasi faktor yang nyeri
kondisi diharapkan masalah teratasi memperberat dan 2. Untuk mengetahui apa
muskuloskeletal kronis dengan kriteria hasil: menambah nyeri factor yang
(D.0078) a) Keluhan nyeri 3. Fasilitas istirahat tidur memperberat dan
menurun 4. Ajarkan teknik non memperingan nyeri
b) Meringis kesakitan farmakologis untuk 3. Untuk mengurangi rasa
menurun mengurangi nyeri sakit yang dirasakan
c) Kemampuan 5. Kolaborasi pemberian pasien
menuntaskan analgetik 4. Untuk mengontrol rasa
aktivitas meningkat nyeri yang dirasakan
5. Untuk membantu proses
penyembuhan pasien
atau mengurangi nyeri
2. Gangguan mobiltas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi adanya nyeri 1. Untuk mengetahui
fisik berhubungan selama 3x24 jam adanya nyeri atau

19
dengan gangguan diharapkan masalah teratasi atau keluhan fisik lainnya keluhan pada pasien
muskuloskeletal dengan kriteria hasil: 2. Fasilitasi aktivitas 2. Untuk memfasilitasi
(D.0054) a) Nyeri menurun mobilisasi dengan alat fisik pasien
b) Pergerakan bantu (mis. Pagar tempat 3. Agar mengurangi
ektremitas tidur) terjadinya kekuatan otot
meningkat 3. Libatkan keluarga pasien dan melatih kemandirian
c) Rentang gerak ROM dalam meningkatkan klien dan keluarga
meningkat gerakan (ROM) 4. Agar pasien dapat
4. Anjurkan mobilisasi berpindah posisi secara
sederhana sederhana

3. Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lingkungan 1. Untuk mengetahui agar
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 yang berpotensi tidak terjadi cidera pada
perubahan fungsi jam diharapkan masalah menyebabkan cidera pasien
psikomotor tertasi dengan kriteria hasil: 2. Sediakan pencahayaan 2. Membantu pasien dalam
(D.0136) a) yang memadai penglihatan
3. Posisikan tempat tidur 3. Agar pasien tetap berada
diposisi terendah saat pada posisi dengan baik
digunakan untuk mencegah
4. Gunakan pengaman

20
tempat tidur terjadinya cidera
5. Diskusikan dengan 4. Agar pasien merasa
keluarga mengenai alat aman dan mencegah
bantu terjadi resiko jatuh
6. Anjurkan berganti posisi 5. Untuk membantu pasien
secara perlahan dan duduk dalam mobilisasi
beberapa menit sebelum 6. Untuk menghindari
berdiri resiko jatuh (Cidera)

Implementasi

21
Tanggal dan Diagnosa ke Implementasi Hasil paraf
jam
17-Maret-2023 Dx1 1. Mengidentifikasi skala nyeri 1. Skala nyeri 7, nyeri seperti
2. Mengidentifikasi faktor yang ditusuk tusuk
memperberat dan menambah TTV=
nyeri TD : 130/90 mmHg
3. Memfasilitasi istirahat tidur N : 88x/m
4. Mengajarkan teknik non R : 22x/m
farmakologis untuk S : 36,5 C
mengurangi nyeri 2. Nyeri bertambah saat klien
5. Mengidentifikasi adanya nyeri beraktivitas
atau keluhan fisik lainnya 3. Keluarga mampu saat
6. Memfasilitasi aktivitas perawat mengajarkan
mobilisasi dengan alat bantu untuk memperhatikan
(mis. Pagar tempat tidur) lingkungan (tempat tidur
7. Melibatkan keluarga pasien terbebas dari barang-
dalam meningkatkan gerakan barang yang menyebabkan
(ROM) gangguan tidur)
8. Anjurkan mobilisasi sederhana 4. Pasien melakukan tehnik

22
9. Kolaborasi pemberian relaksasi nafas dalam
analgetik untuk mengurangi nyeri
10. Mengidentifikasi lingkungan 5. Nyeri hanya pada bagian
yang berpotensi menyebabkan sendi punggung dan kaki
cidera 6. Perawat memasang Side
11. Sediakan pencahayaan yang rails (pagar pengaman)
memadai 7. Pasien sedikit demi sedikit
bisa melakukan
pergerakan ROM aktif dan
pasif dengan dibantu
keluarga
8. Perawat menganjurkan
pasien untuk menggeralan
tubuhnya secara
perlahan/melatih
pergerakan tubuh (makan
dengan posisi duduk,
mengubah posisi tidur atau
miring kanan miring kiri).

23
9. Bisomonat tablet 300mg
10. Perawat mengidentifikasi
lingkungan yang
berpotensi menyebabkan
cidera, jika pasien ingin
bab/bak dianjurkan
dibantu oleh keluarga
11. Diberikan pencahayaan
yang memadai

18-Maret-2023 Dx2 1. Mengidentifikasi skala nyeri 1. Skala nyeri 5, nyeri


2. Mengidentifikasi adanya nyeri berkurang
atau keluhan fisik lainnya TTV=
3. Mengidentifikasi faktor yang TD : 125/80 mmHg
memperberat dan menambah N : 85x/m
nyeri R : 22x/m
4. Melibatkan keluarga pasien S : 36,5 C
dalam meningkatkan gerakan 2. Nyeri hanya pada bagian
(ROM) sendi punggung dan kaki

24
5. Anjurkan mobilisasi sederhana 3. Nyeri bertambah saat
6. Kolaborasi pemberian melakukan aktivitas
analgetik 4. Pergerakan ektremitas
7. Posisikan tempat tidur diposisi meningkat, rentang gerak
terendah saat digunakan ROM meningkat
8. Gunakan pengaman tempat 5. Pergerakan meningkat dari
tidur sebelumnya
9. Diskusikan dengan keluarga 6. Bisomonat tablet 300mg
mengenai alat bantu 7. Tempat tidur diposisikan
10. Anjurkan berganti posisi pada posisi terendah
secara perlahan dan duduk 8. Pengaman tempat tidur
beberapa menit sebelum berdiri digunakan
9. Perawat menjelaskan
kepada keluarga pasien
mengenai alat bantu untuk
pasien melakukan aktivitas
10. Pasien menuruti saat
perawat menganjurkan
untuk berganti posisi

25
secara perlahan dan duduk
beberapa menit sebelum
berdiri.

19-Maret-2023 Dx3 1. Mengidentifikasi skala nyeri 1. Skala nyeri 3, nyeri


2. Mengidentifikasi adanya nyeri berkurang
atau keluhan fisik lainnya TTV=
3. Kolaborasi pemberian TD : 120/80 mmHg
analgetik N : 80x/m
R : 20x/m
S : 36,5 C
2. Nyeri hanya pada bagian
sendi punggung dan kaki,
sedikit demi sedikit sudah
bisa melakukan aktivitas
atau mobilisasi
3. Bisomonat tablet 300mg

26
27
Evaluasi

Tanggal Diagnosa Evaluasi


17-Maret-2023 Dx 1 S : Pasien mengatakan nyeri bertambah saat
beraktivitas, nyeri seperti ditusuk-tusuk,
nyeri pada sendi punggung dan kaki
O : - Skala nyeri 7
- TTV =
TD : 130/90 mmHg
N : 88x/m
R : 22x/m
S : 36,5 C

- Sudah bisa mempraktikan cara mengurangi


nyeri secara nonfarmakologis
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Dx 2 S : Pasien mengatakan nyeri hanya pada
bagian sendi punggung dan kaki
O : Skala nyeri 7, sudah bisa sedikit demi
sedikit melakukan pergerakan ROM
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Dx 3 S:-
O : Pasien melakukan aktivitas dibantu oleh
keluarga, perawat memberikan pencahayaan
yang memadai
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

18-Maret-2023 Dx1 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang,


nyeri dirasakan saat beraktivitas, nyeri

28
hanya pada bagian sendi punggung dan kaki,
nyeri seperti ditusuk-tusuk
O : - Skala nyeri 5
- TTV =
TD : 125/80 mmHg
N : 85x/m
R : 22x/m
S : 36,5 C

A : Masalah teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan
Dx2 S:-
O: Aktivitas dibantu keluarga, nyeri
menurun, pergerakan ekstermitas
meningkat, rentang gerak ROM meningkat,
pergerakan meningkat dari sebelumnya
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Dx3 S:-
O : Aktivitas dibantu keluarga, tempat tidur
diposisikan pada posisi terendah, pengaman
tempat tidur digunakan, pasien berganti
posisi secara perlahan dan duduk beberapa
menit sebelum berdiri
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

19-Maret-2022 Dx1 S : Pasien mengatakan nyeri sudah sangat


menurun
O : - Skala nyeri 3, sedikit demi sedikit
sudah bisa melakukan aktivitas atau

29
mobilisasi
- TTV =
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/m
R : 20x/m
S : 36,5 C

A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

DAFTAR PUSTAKA

Andri, Juli.,dkk. 2020. Tingkat pengetahuan terhadap penanganan penyakit


Osteoporosis pada lansia.

30
Depkes RI, 2017, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta
www.depkes.go.id

Istianah, Umi, 2017, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal, Yogyakarta, Pustaka Baru Press.

McInnes B dan Schett G, 2013 Dec. The Pathogenesis of Osteoporosis, N Engl


J Med.; 365: 2205-2219.

Sekar, 2014, Pengertian Osteoporosis, diakses pada Februari 2023,


http://repository.unismus.ac.id/2259/3/BAB%211.pdf

Suarjana, I Nyoman, 2016, Osteoporosis, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit ed


V,Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, Idrus, et al. Interna Publishing.
Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
e d 1, Jakarta, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
ed 1, Jakarta. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan ed 1, Jakarta, Dewan

Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. World Health


Organization (WHO). 2016. Osteoporosis, diakses pada Januari 2021,
http://eprints.ums.ac.id/81699/3/BAB%21.pdf

31

Anda mungkin juga menyukai