Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan

Osteoporosis

Disusun dalam rangka memenuhi tugas stase Keperawatan

Di susun oleh :

SRI WAHYUNI (14420202188)

PROGRAM STUDI PROFESI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
A. Pengertian
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya
tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos.
Osteoporosis merupakan kondisi tulang menjadi keropos, yang
memiliki sifat yang khas berupa berkurangnya massa tulang.
(Widyanti, Kusumatuty, & Arfiani, 2016).
Definisi osteoporosis menurut WHO adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan kelainan
mikroarsitektur jaringan tulang, dengan akibat meningkatnya
kerapuhan tulang dan resiko terjadinya fraktur tulang. Osteoporosis
merupakan suatu keadaan dimana tulang menjadi keropos, tanpa
merubah bentuk atau struktur luar tulang, namun daerah dalam tulang
menjadi berlubang – lubang sehingga mudah patah (Sjahriani &
Wulandari, 2018).
Di dunia, menurut WHO, terdapat sekitar 200 juta orang
menderita osteoporosis. Sementara di Amerika terdapat 20-25 juta
penduduk mengalami osteoporosis dengan 50 persen berusia 75-80
tahun. Menurut International Osteoporosis Foundation (IOF), satu dari
empat perempuan dengan rentang umur 50-80 tahun di Indonesia
rentan mengalami osteoporosis. Perbandingan terjadinya osteoporosis
antara perempuan dan lakilaki di Indonesia yaitu 4;1. Pada wanita
sendiri lebih sering terjadi pada wanita paska menopause.
Perhimpunan osteoporosis Indonesia tahun 2007 melaporkan penderita
osteoporosis pada penduduk di atas 5 tahun yaitu pada perempua 32,3
persen dan pada laki-laki 28,8 persen (Wicaksono & Maulana, 2020).
B. Etiologi
Osteopororsisi disebabkan oleh berbagai factor antara lain
(Syafira, Suroyo , & Utami , 2020) :
a. Faktor genetik
Faktor genetika juga memiliki konstribusi terhadapa massa
tulang. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah
tulang osteoporosis rata-rata memiliki masa tulang yang lebih
rendah daripada anak seusia mereka (kira-kira 3-7% lebih
rendah). Riwayat adanya osteoporosis dalam keluarga sangat
bermanfaat dalam menentukan faktor risiko seseorang
mengalami patah tulang
b. Faktor Usia
Seiring bertambahnya usia, daya serap kalsium akan menurun.
Diperkirakan selama hidup, wanita akan kehilangan massa tulang
30%-50%, sedangkan pria 20%-30%
c. Faktor merokok
Kerusakan tulang akibat rokok merupakan proses jangka
panjang, sehingga semakin muda usia seseorang pertama kali
merokok maka semakin besar mengalami osteoporosis di masa
tua. Saat usia anak-anak hingga usia 30 tahun merupakan masa
dimana tubuh menyimpan nutrisi untuk membangun kepadatan
tulang. Ketika individu merokok pada masa tersebut maka
kemampuan tubuh untuk menyimpan nutrisi akan berkurang
sehingga mereka yang merokok akan memiliki masa tulang yang
lebih rendmah saat dewasa.
d. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai
maksimal sesuai dengan pengaruh genetic yang bersangkutan.
C. Klasifikasi
Osteoporosis dibagi menjadi 3, yaitu;
1) Osteoporosis primer yang dibagi menjadi dua, osteoporosis primer
tipe 1 yaitu kehilangan massa tulang yang terjadi karena proses
penuaan yaitu akibat kekurangan estrogen pada wanita paska
menopause dan kekurangan testosteron yakni androgen pada pria.
Pada osteoporosis primer tipe 2 disebut osteoporosis senil yang
dapat terjadi pada pria dan wanita di atas usia 75 tahun.
2) Osteoporosis sekunder, disebabkan oleh adanya penyakit yang
mendasari dan pengaruh obat-obatan yang mengakibatkan adanya
penurunan densitas tulang yang parah. Terakhir, osteoporosis
idiopatik, tidak diketahui penyebabnya, biasa muncul pada
anakanak, remaja, dan dewasa muda (Info Datin, 2015).
D. Patofisiologi

Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan


meningkatkan massa tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Genetik,
nutrisi, gaya hidup (merokok, minum kopi), dan aktifitas fisik
mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai
segera setelah tercapai puncaknya massa tulang. Menghilangnya
estrogen pada saat menopause mengakibatkan percepatan resorbsi
tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin
D penting untuk absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang
normal. Diet mengandung kalsium dan vitamin D harus mencukupi
untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan
kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun
mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis.
E. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan : Tahap dini osteoporosis
biasanya tanpa indikasi dan gejala apapun. Seseorang tidak akan
menyadari bahwa mereka mengalami osteoporosis hingga mereka
jatuh, menabrak sesuatu, atau terpeleset dan mengalami patah tulang.
Akan tetapi, ada beberapa tanda yang harus diwaspadai, antara lain
seperti:
a) Nyeri dan memar yang terjadi setelah jatuh, dimana proses jatuh
tanpa terjadi banyak tekanan atau trauma.
b) Sakit punggung yang datang tiba-tiba pada tulang punggung yang
dirasakan walaupun hanya membungkuk untuk meraih sesuatu atau
tergelincir di dalam bak mandi
F. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan
mineral tulang adalah sebagai berikut (Humaryanto, 2017) :
1) Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA)
DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur
kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2%
mineral tulang yang hilang tiap tahun.
2) Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA),
mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan
tangan
Alat ini merupakan hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini, tetapi
tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang berisiko patah tulang
seperti tulang belakang atau pangkal paha.
3) Ultrasounds
Alat ultrasound pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan.
Jika hasilnya mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah
maka dianjurkan untuk tes menggunakan DEXA. Ultrasounds
menggunakan gelombang suara untuk mengukur kepadatan
mineral tulang, biasanya pada telapak kaki Frekuensi yang
digunakan pada QUS biasanya terletak antara 200 kHz dan 1,5
MHz.
4) Quantitative computed tomography (QTC)
suatu model dari CT-scan yang dapat mengukur kepadatan tulang
belakang. Salah satu model dari QTC disebut peripheral QCT
(pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang anggota badan
seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan
QCT jarang dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi
dengan dosis tinggi, dan kurang akurat dibandingkan dengan
DEXA, PDEXA, atau DPA.

A. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
1) Data umum pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, no.RM,
diagnosa medis, tanggal pengkajian, tanggal masuk RS, Dll..
2) Identitas penanggung jawab meliputi :
Nama, umur, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Selama pengumpulan riwayat kesehatan, perawat menanyakan
kepada pasien tentang tanda dan gejala yang dialami oleh pasien.
Setiap keluhan harus ditanyakan dengan detail kepada pasien
disamping itu diperlukan juga pengkajian mengenai keluhan yang
disarasakan meliputi lama timbulnya.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang, perawat mengkaji apakah gejala
terjadi pada waktu yang tertentu saja, seperti sebelum atau sesudah
makan, ataupun setelah mencerna makanan pedas dan pengiritasi
dan setelah mencerna obat tertentu atau setelah mengkonsumsi
alhohol.
3) Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengkaji riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit
sebelumnya, perawat harus mengkaji apakah gejala yang
berhubungan dengan ansietas, stress, alergi, makan atau minum
terlalu banyak, atau makan terlalu cepat. Selain itu perawat juga
harus mengkaji adakah riwayat penyakit lambung sebelumnya atau
pembedahan lambung
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dalam riwayat kesehatan keluarga perawat mengkaji riwayat
keluarga yang mengkonsumsi alkohol, mengidap gastritis, kelebihan
diet, serta diet sembarangan. Selain itu perawata juga mananyakan
tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga.
c. Pola hidup
1) Pola Persepsi
Kesehatan persepsi terhadap adanya arti kesehatan, penatalaksanaan
kesehatan serta pengatahuan tentang praktek kesehatan.
2) Pola nutrisi
Mengidentifikasi masukan nutrisi dalam tubuh, balance cairan serta
elektrolit. Pengkajian meliputi: nafsu makan, pola makan, diet,
kesulitan menelan, mual, muntah, kebutuhan jumlah zat gizi.
3) Pola eliminasi
Menjelaskan tentang pola fungsi ekskresi serta kandung kenih dan
kulit. Pengkajian yang dilakukan meliputi: kebiasaan deddekasi, ada
tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguria, disuri),
frekuensi defekasi dan miksi. Karakteristik urine dan feses, pola
input cairan, masalah bau badan.
4) Pola latihan-aktivitas
Menggambarkan tentang pola latihan, aktivitas, fumgsi pernapasan.
Pentingnya latihan atau gerak dalam keadaan sehat maupun sakit,
gerak tubuh dan kesehatan berhubungan dengan satu sama lain.
Kemampuan klien dalam menata dirinya sendiri apabila tingkat
kemampuannya: 19 0: mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu
orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung dalam
melakukan ADL, kekuatan otot dan ROM, riwayat penyakit jantung,
frekuensi, irama dan kedalaman napas, bunyi napas, riwayat penyakit
paru.
5) Pola kognitif perseptual
Menjelaskan tentang persepsi sendori dan kognitif. Pola ini meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan
kompensasinya terhadap tubuh. Dan pola kognitif memuat
kemampuan daya ingat klien terhadap peristiwa peristiwa yang telah
lama atau baru terjadi.
6) Pola istirahat dan tidur
Menggambarkan pola tidur serta istirahat pasien. Pengkajian yang
dilakukan pada pola ini meliputi: jam tidur siang dan malam pasien,
masalah selama tidur, insomnia atau mimpi uruk, penggunaan obat
serta mengaluh letih.
7) Pola konsep diri-persepsi diri
Menggambarkan sikap tentan diri sendiri serta persepsi terhadap
kemampuan diri sendiri dan kemampuan konsep diri yang meliputi:
gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri.
8) Pola peran dan hubungan
Menggambarkan serta mengatahui hubungan pasien serta peran
pasien terhadap anggota keluarga serta dengan masyarakat yang
berada dalam lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
9) Pola reproduksi atau seksual
Menggambarkan tentang kepuasan yang dirasakan atau masalah
yang dirasakan dengan seksualitas. Selain itu dilakukan juga
pengkajian yang meliputi: dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat
haid, pemeriksaan payudara sendiri, riwayat penyakit hubungan seks,
serta pemeriksaan genetalia.
10) Pola keyakinan dan nilai
Menggambarkan tentang pola nilai dan keyakinan yang dianut.
Menerangkan sikap serta keyakinan yang dianaut oleh klien dalam
melaksanakan agama atau kepercayaan yang dianut.
11) Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien
menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada
penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir tentang keluarga,
pekerjaan,dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak,
menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stress karena
keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi dan kesulitan koping
dengan sresor yang ada, kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat
gangguan oksigenasi jaringan,stress akibat kesakitan bernapas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan
lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya
keluhan insomnia atau tampak kebingungan.
d. Pemeriksaan fisik
B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang
belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : suaraa resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan
pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan
pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat
B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien
dapat mengeluh pusing dan gelisah
B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem
perkemihan
B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu
dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses
B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien
osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3
I. Diagnosa medis
1. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur, dan gangguan
muskuloskeletal
3. Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang
osteoporosis
4. Defisit perawatan diri berhungan dengan ansietas
5. Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitasi atau terjadinya ileus
(obstruksi usus)
6. Kurangnya penegtahuan berhubungan dengan penyakit osteopororsis
II. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
Kriteria Hasil :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
 Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi NIC :
Pain Management
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri\
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur, dan gangguan
muskuloskeletal
Kriteria Hasil :
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
 Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
 Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
Intervensi NIC :
Exercise therapy : ambulation
 Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
 Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
 Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
 Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
 Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
 Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
 Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan
3. Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang
osteoporosis
Kriteria Hasil :
 pasien terbebas dari trauma fisik
Environmental Management safety
Intervensi NIC :
 Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
 Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu
pasien
 Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
 Memasang side rail tempat tidur
 Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
 Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
 Membatasi pengunjung
 Memberikan penerangan yang cukup
 Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan dari kebisingan
 Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
4. Defisit perawatan diri berhungan dengan ansietas
Kriteria Hasil :
 Klien terbebas dari bau badan
 Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan
ADLs
 Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
Intervensi NIC :
Self Care assistane : ADLs
 Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
 Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
 Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
 Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
5. Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitasi atau terjadinya ileus
(obstruksi usus)
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari
 Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
 Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi
Intervensi NIC :
Constipation/ Impaction Management
 Monitor tanda dan gejala konstipasi
 Monior bising usus
 Monitor feses: frekuensi, konsistensi dan volume
 Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan peningkatan
bising usus
 Mitor tanda dan gejala ruptur usus/peritonitis
 Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien
 Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi
 Dukung intake cairan
 Kolaborasikan pemberian laksatif
6. Kurangnya penegtahuan berhubungan dengan penyakit osteopororsis
Kriteria Hasil :
 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi NIC :
Teaching : disease Process
 Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
 Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
 Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
 Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
 Hindari harapan yang kosong
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
Mind Mapping
tulang menjadi keropos, tanpa
merubah bentuk/struktur luar tulang,
Pengkajian namun daerah dalam tulang menjadi
Genetik
berlubang
Diagnosa Usia

Intervensi Merokok

Pemeriksaan Makanan/
diagnostik Penyebab hormon
Fraktur Definisi

Kifosis Komplikasi
Klasifikasi Osteo primer

Osteoporosis
Osteo sekunder

DEXA Pemeriksaan Manifestasi Genetik, nutrisi, Usia, gaya


penunjang klinik Patofisiologi hidup (merokok, minum
P- DEXA kopi), dan aktifitas fisik
mempengaruhi puncak
Ultrasound massa tulang pertumbuhan
Genetik
QTC Genetik osteoporosis
DAFTAR PUSTAKA
Humaryanto. (2017). DETEKSI DINI OSTEOPOROSIS PASCA MENOPAUSE.
JMJ.
Sjahriani, T., & Wulandari, P. I. (2018). HUBUNGAN ANTARA TINGKAT
PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN ASUPAN
KALSIUM PADA WANITA PREMENOPAUSE DI PUSKESMAS
CINANGKA BANTEN TAHUN 2017. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan
Kesehatan.
Syafira, I., Suroyo , R. B., & Utami , T. N. (2020). ANALISIS FAKTOR YANG
MEMENGARUHI OSTEOPOROSIS PADA IBU MENOPAUSE DI
PUSKESMAS STABAT KABUPATEN LANGKAT. Jurnal JUMANTIK.
Wicaksono, D. S., & Maulana, R. Y. (2020). MANFAAT EKSTRAK
DANDELION DALAM MENCEGAH OSTEOPOROSIS. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional.
Widyanti, L. R., Kusumatuty, I., & Arfiani, E. P. (2016). Hubungan Komposisi
Tubuh dengan Kepadatan Tulang Wanita Usia Subur di Kota Bandung.
Indonesian Journal of Human Nutrition.
Huda Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC NOC. Jogjakarta :
Mediaction.
Lukman, Ningsih Nurma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai