Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN DEWASA

SISTEM MUSKULOSKELETAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL: OSTEOPOROSIS

DISUSUN OLEH:

1. RAHAYU GUSTIANA (22.0603.0005)


2. ADILA AWANI F (22.0603.0047)
3. DIMAS ANGGORO P (22.0603.0048)
4. FIKRI DWI ANDRIYANTO (22.0603.0058)
5. RINI LISTYOWATI (22.0603.0060)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2023
A. KONSEP DASAR OSTEOPOROSIS
1. DEFINISI
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2016).
Osteoporosis adalah penyakit kesehatan masyarakat yang paling umum di
kalangan wanita. Osteoporosis juga merupakan penyakit penurunan kepadatan
mineral tulang yang mempengaruhi individu terhadap cedera, termasuk jatuh atau
luka ringan. Osteoporosis adalah kelainan tulang yang umum, terjadi akibat
ketidakseimbangan antar tulang resorpsi dan pembentukan tulang, dengan kerusakan
tulang melebihi pembentukan tulang. Resorpsi tulang inhibitor, misalnya bifosfonat,
telah dirancang untuk mengobati osteoporosis, sedangkan agen anabolik seperti
teriparatide merangsang pembentukan tulang dan mengoreksi perubahan karakteristik
pada trabekuler mikroarsitektur (Lowery, 2018).
Osteoporosis adalah penyakit tulang sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis
sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah (Sudoyo, 2016).
Osteoporosis termasuk dalam penyakit kronis yang memerlukan pengobatan
lanjutan sebagai prasyarat pada banyak pasien untuk mendapatkan manfaat
terapeutik, seperti halnya dengan kondisi kronis lainnya. Obat anti-osteoporosis perlu
disediakan secara teratur dan terjadwal. Menunda pemberian obat osteoporosis
dengan kategori tertentu dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak menyenangkan
bagi pasien, mulai dari kehilangan massa tulang hingga peningkatan perombakan
tulang dan risiko patah tulang (Lowery, 2018).
2. ETIOLOGI
1) Determinan Massa Tulang
1. Faktor Genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil.
Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang
lebih kuat/berat dari pada bangsa asia. Jadi seseorang yang mempunyai tulang
kuat (terutama kulit hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena
osteoporosis.
2. Faktor Mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik.
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban
akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat
akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
3. Faktor Makanan dan Hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang
berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.
2) Determinan Penurunan Massa Tulang
1. Faktor Genetik
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko
fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak
ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap
individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta
beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang
besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis)
sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama.
2. Faktor Mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalam proses penurunan
massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah
terbukti bahwa ada interaksi penting antara faktor mekanis dengan faktor
nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisik akan menurun dengan
bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya
usia.
3. Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa
fase menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak
baik, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang
mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik,
menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Hasil akhir
kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
4. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan
massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam
amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan
ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri,
tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor,
maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin.
Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja.
Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang
negative.
5. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena
menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal.
6. Rokok dan Kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
7. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium
rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang
jelas belum diketahui dengan pasti.
3. KLASIFIKASI
Menurut (Sunaryati, 2018), ada 2 macam osteoporosis, yaitu:
a. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer bisa terjadi pada tiap kelompok umur. Jenis osteoporosis ini
faktor pemicunya adalah merokok, aktivitas, pubertas tertunda, berat badan
rendah, alcohol, ras kulit putih/asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan asupan
kalsium rendah.
b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis ini dapat terjadi pada setiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi
akses kortiosklerosis, hipertirodisme, multiple mieloma, faktor genetik, dan obat-
obatan. Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis
yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit
osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormone
(terutama tiroid, paratiroid, barbiturate, dan adrenal) dan obat-obatan
(kartikosteroid, barbiturate, dan anti kejang) pemakaian alkohol yang berlebihan
dan merokok pun bisa memperburuk keadaan ini.
4. MANIFESTASI KLINIS
1) Patah tulang.
2) Punggung yang semakin membungkuk.
3) Penurunan tinggi badan.
4) Postur tubuh kelihatan memendek akibat dari deformitas vertebra thorakalis.
5) Nyeri punggung.
6) Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan
atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
7) Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur.
8) Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas.
9) Deformitas tulang, dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan
kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat
terjadi paraparesis.
5. PATOFISIOLOGI
Setelah menopause, kadar hormon estrogen semakin menipis dan kemudian tidak
diproduksi lagi. Akibatnya, osteoblas pun makin sedikit diproduksi. Terjadilah
ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan kerusakan tulang. Osteoklas
menjadi lebih dominan, kerusakan tulang tidak lagi bisa diimbangi dengan
pembentukan tulang. Untuk diketahui, osteoklas merusak tulang selama 3 minggu,
sedangkan pembentukan tulang membutuhkan waktu 3 bulan. Dengan demikian,
seiring bertambahnya usia, tulang-tulang semakin keropos (dimulai saat memasuki
menopause) dan mudah diserang penyakit osteoporosis.
Proses osteoporosis sendiri, di akibatkan faktor-faktor berikut yaitu: genetik, gaya
hidup, alcohol, penurunan produksi hormon akibatnya produksi osteoblas semakin
sedikit maka terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan kerusakan
tulang. Hal ini menyebabkan osteoklas menjadi lebih dominan dan tidak lagi bisa
diimbangi dengan kerusakan tulang mengakibatkan penurunan masa tulang. Apabila
kerusakan tulang sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk memperbaiki diri,
maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan
bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi. Setelah terjadi
kerusakan sendi maka tulang juga ikut berubah.
6. PATHWAY

7. KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trochanter,
dan fraktur colles pada pergelangan tangan.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologic
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran
radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah
trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang
memberikan gambaran picture-frame vertebra.
2. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai
densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai
BMD (Bone Mineral Density) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami
osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -
2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1) Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon
rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan
hanya untuk bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal
seperti distal radius dan kalkaneus.
2) Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa
sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda
guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal, sehingga dapat
dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai
struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
3) Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang
secara volimetrik.
3. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan
menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama
T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan
tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.

5. Biopsi tulang dan Histomorfometri


Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan
metabolisme tulang.
6. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula
transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus
vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus
ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
7. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan
mineral vertebra dibawah 65 mg/cm 3 ada pada hampir semua klien yang
mengalami fraktur.
8. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2) Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
ekstrogen merangsang pembentukkan Ct).
3) Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4) Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
9. PENATALAKSANAAN
1) Pengobatan:
a. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yang dapat meningkatkan
pembentukan tulang adalah Na-fluorida dan steroid anabolic.
b. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat menghambat resorbsi
tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat. Penatalaksanaan
keperawatan:
1) Membantu klien mengatasi nyeri.
2) Membantu klien dalam mobilitas.
3) Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4) Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.
2) Pencegahan:
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini
bertujuan:
1) Mencapai massa tulang dewasa proses konsolidasi yang optimal.
2) Mengatur makanan dan life style yang menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari:
1. Makanan tinggi protein
2. Minum alcohol
3. Merokok
4. Minum kopi
5. Minum antasida yang mengandung aluminium
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien (Istianah,
2017).
1) Pengumpulan Data
a. Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat.
b. Riwayat keperawatan
Adanya perasaan tidak nyaman, antara lain nyeri, kekakuan pada tangan atau
kaki dalam beberapa periode/waktu sebelum klien mengetahui dan merasakan
adanya perubahan sendi.
c. Pemeriksaan fisik
Inspeksi persendian untuk masing-masing sisi, amati adanya kemerahan,
pembengkakan, teraba hangat, dan perubahan bentuk (deformitas).
1. Lakukan pengukuran rentang gerak pasif pada sendi. Catat jika terjadi
keterbatasan gerak sendi, krepitasi dan jika terjadinyeri saat sendi
digerakkan.
2. Ukur kekuatan otot.
3. Kaji skala nyeri dan kapan nyeri terjadi.
d. Riwayat psikososial
Penderita mungkin merasa khawatir mengalami deformitas pada sendi-
sendinya. Ia juga merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada fungsi tubuh
dan perubahan pada kegiatan sehari-hari.
e. Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena pergerakkan, nyeri tekan, kekakuan sendi pada pagi hari.
Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas
istirahat, dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang
hebat.
f. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud jari tangan/kaki (misal: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
g. Integritas Ego
Faktor stres akut/kronis, misalnya finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
keputusasaan dan ketidakberdayaan. Ancaman konsep diri, citra diri,
perubahan bentuk badan.
h. Makanan/cairan
Ketidakmampuan untuk mengkonsumsi makanan/cairan yang adekuat. Dan
menganjurkan makanan yang mengandung vit K, E dan C.
i. Higiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara
mandiri. Ketergantungan pada orang lain.
j. Neurosensori
Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan,
pembengkakan sendi simetris.

k. Nyeri/Kenyamanan
Fase akut dari nyeri disertai/tidak disertai pembekakan jaringan lunak pada
sendi. Rasa nyeri akut dan kekakuan pada pagi hari.
l. Keamanan
Kulit mengilat, tegang. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah
tangga, kekeringan pada mata dan membran mukosa.
m. Interaksi sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain
2) Analisa Data
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir
dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan,
pengalaman, dan pengertian keperawatan. Dalam melakukan analisis data,
diperlukan kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut
dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera fisiologi (D.0077)
2) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang (D.0054)
3) Resiko cedera (D.0136)
4) Defisit Pengetahuan (D.0111)
3. INTERVENSI
1) Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera fisiologi (D.0077)

2) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang (D.0054)


Luaran: Mobilitas fisik meningkat (L.05042)
a. Pergerakan ekstremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Gerakan tidak terkoordinasi menurun
e. Gerakan terbatas menurun
f. Kelemahan fisik menurun

Intervensi Keperawatan: Dukungan ambulasi (I.06171)

a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya


b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
d. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
e. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu Seperti tongkat, dan kruk.
f. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
g. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
h. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
i. Anjurkan melakukan ambulasi dini
j. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan seperti berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, sesuai
toleransi.

3) Resiko cedera (D.0136)

Luaran: Tingkat cedera menurun (L.14136)

a. Toleransi aktivitas meningkat


b. Nafsu dan toleransi makanan meningkat
c. Kejadian cedera menurun
d. Luka lecet dan perdarahan menurun
e. Ekspresi wajah kesakitan menurun
f. Agitasi dan iratibilitas menurun
g. Gangguan mobilitas dan kognitif menurun
h. Tekanan darah, nadi, frekwensi nafas, dan denyut jantung membaik
i. Pola istirahat tidur membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Keselamatan Lingkungan


a) Identifikasi kebutuhan keselamatan
b) Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
c) Hilangkan bahaya keselamatan, jika memungkinkan
d) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
e) Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis. pegangan tangan)
f) Gunakan perangkat pelindung (mis. rel samping, pintu terkunci, pagar)
g) Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan
b. Pencegahan Cidera
a) Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera
b) Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas
bawah
c) Sediakan pencahayaan yang memadai
d) Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan rawat inap
e) Sediakan alas kaki antislip
f) Sediakan urinal atau urinal untuk eliminasi di dekat tempat tidur, jika
perlu
g) Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
h) Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
i) Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
j) Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk beberapa menit
sebelum berdiri

4) Defisit Pengetahuan (D.0111)

Luaran: tingkat pengetahuan membaik (L.12111)

a. Perilaku klien sesuai dengan yang di anjuran meningkat


b. Minat klien dalam belajar meningkat
c. Kemampuan klien menjelaskan pengetahuan tentang penyakitnya meningkat
d. Pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan penyakitnya meningkat
e. Perilaku sesuai dengan pengetahuannya meningkat
f. Pertanyaan tentang penyakitnya menurun
g. Persepsi keliru tentang penyakitnya menurun
h. Perilaku klien membaik

Intervensi Keperawatan: Edukasi kesehatan (l.12383)

a. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
d. Jelaskan klien tentang penyakitnya
e. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

4. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan tindakan yang sudah direncanakan dengan
tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal dalam rencana keperawatan.
Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independent), saling
ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/ketergantungan (dependent)
(Tartowo & Wartonah, 2015).
5. EVALUASI
Proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak dan perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, keluarga dan
tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan.
Untuk mempermudah mengevaluasi atau memantau perkembangan pasien digunakan
komponen SOAP adalah sebagai berikut:
S: Data subjektif, perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
O: Data objektif, data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
langsung kepada pasien dan yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
A: Analisa, merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi,
atau juga dapat dituliskan suatu masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan
status kesehatan pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan
objektif.
P: Planning, perencanaan keperawatan yang dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi
atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya. Tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan data tidak
memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA

MSD. 2019. Quick Facts about Osteoporosis. MSD Manual consumer Version

Sözen T et.al. 2017. An overview and management of osteoporosis. Eur J Rheumatol.


4(1):46-56. doi:10.5152/eurjrheum.2016.048.

Lana Bahrum. 2021. Causes and Risk Factor of Osteoporosis. Verywell Health.

National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease. Overview


Osteoporosis. https://www.bones.nih.gov/ health-info/ bone/ osteoporosis/overview

PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta

PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta

PPNI, 2019.  Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai