Disusun Oleh
Kelompok 5
Nama : Diana Tri Oktafiani (P1337420418011)
Kukuh Aprilianto C. P (P1337420418024)
Sintha Putri N (P1337420418035)
Hanawati (P1337420418049)
Sujartin (P1337420418061)
Yeni Rahma (P1337420418075)
Yusfi Abdurrahman W (P1337420418087)
Yufita Putri K. D (P1337420418101)
Tingkat : 2A
Dosen Pengampu : Suhardono, S.Kep, Ners. M.Kes
1. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata
yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang, sehingga tulang menjadi keropos
dan rapuh. “Osto” berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos. Tulang yang
mudah patah akibat Osteoporosis adalah tulang belakang, tulang paha, dan tulang
pergelangan tangan. Pada Osteoporosis terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih
besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total.
Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah
fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal.
2. Etiologi Osteoporosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
A. Determinan Massa Tulang
1) Faktor genetic
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil.
Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang
lebih kuat/berat dari pada bangsa Kaukasia. Jadi seseorang yang mempunyai
tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur
karena osteoporosis
2) Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya
beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya
hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau
tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istirahat di tempat tidur dalam waktu yang lama,
poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan
berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di samping faktor genetik.
3) Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang
berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.
B. Determinan penurunan Massa Tulang
1) Faktor genetic
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini
tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya
serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang
besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis)
sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama.
2) Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis
dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun
dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
3) Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada
wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting.
Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik
dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada
wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu
akibat masukan serta absorbsinya kurang serta ekskresi melalui urin yang
bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg
kalsium sehari.
4) Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara
tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang
negative.
5) Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan
dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
7) Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan.Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
a. Osteoporosis Postmenopouse
Osteoporosis postmenopouse terjadi karena kekurangan estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium
ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia
diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih
lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita
osteoporosis postmenopouse, pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih
mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
b. Osteoporosis senilis
Osteoporosis senilis terjadi karena kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan
hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa
keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada
usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita
seringkali menderita osteoporosis senilisdan postmenopausal.
c. Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh
keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan
oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan
adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan
hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan
merokok bisa memperburuk keadaan ini.
d. Osteoporosis juvenil idiopatik
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa yang
normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
3. Patofisiologi Osteoporosis
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya
estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan
resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse.
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang
dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama
bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan meningkat pada usia 11 – 24
tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalakan
puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan
pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan
mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan kalsium
kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal.
Bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat menyebabkan
osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron Cushing, hipertiriodisme
dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa tulang. Obat- obatan seperti
isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung alumunium, furosemid,
antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi penggunaan tubuh
dan metabolisme kalsium.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau
karena jatuh.Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Selain itu , yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Pada
penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan secara
perlahan.
6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain
itu, juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy
(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non
hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.
A. Terapi medis
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek
dari osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan
atau memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit.
B. Terapi hormone pada wanita
Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause.Lamanya
pemberian terapi hormone sulit ditentukan.Yang jelas jika ingin terhindar dari
osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan.Sebagian dokter menganjurkan
untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup semenjak menopause pada wanita
yang mengalami osteoporosis.Namun, sebagian juga berpendapat bahwa
penggunaan terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah penggunaan selama 5-10
tahun untuk menghindari kemungkinan terjadinya kanker. Terapi Hormon meliputi
: Hormone Replacement Theraphy (HRT), Kalsitonin, Testosterone.
C. Terapi non-hormonal
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling
baik untuk mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang
dapat ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis,
maka sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal. Terapi Hormonal
meliputi : Bisfosfonat, Etidronat, Alendronat.
D. Terapi alamiah
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis
tanpa menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan
gaya hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu
dengan berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol
dan menjaga pola makan yang baik.
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS OSTEOPOROSIS
Ny. S umur 58 tahun datang ke RSI Nurhidayah dengan keluhan ngilu yang sering
dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak beberapa
tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter
Ny. S dianjurkan untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S
menderita osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T-score -3. Klien mengalami
menopause sejak 6 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia
muda dan tidak menyukai makanan laut. Klien beranggapan bahwa keluhan yang
dirasakannya karena usianya yang bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui
bahwa klien tidak pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah
dirawat di RS. Pola aktifitas diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya
bekerja sebagai staf administrasi dan tidak suka olahraga karena tidak sempat. Pemeriksaan
TB 165 cm, BB 76 kg (BB sebelumnya 77 kg).
2. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat penyakit sekarang
Ny. S umur 58 tahun datang ke RSI Nurhidayah dengan keluhan ngilu yang
sering dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah
dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya.
Ketika memeriksakan diri ke dokter Ny. S dianjurkan untuk tes darah dan rongent
kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S menderita osteoporosis
Hasil TTV klien:
TD : 130/90 mmHg
N :80x/menit
S: 36,50c
RR : 20x/mnt
B. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak pernah mengalami
penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah dirawat di RS sebelumnya.
C. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat pentakit keluarga seperti yang
dialami pasien sekarang
H. Eliminasi Urine
Pasien mengatakan bisa berkemih 2-3x/hari, pasien tidak menggunakan
kateter, pasien bisa BAK dengan di bantu oleh keluarganya
I. Sensori, Persepsi dan Kognitif
Pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran, dan pasien tidak
mengalami gangguan penglihatan, penciuman,pengecapan maupun sensasi taktil.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis.
TD : 130/90 mmHg N :80x/menit S: 36,50c RR : 20x/mnt
b. Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak terdapat kemerahan
Matasimetris, konjungtiva anemis, hidung simetris tidak menggunakan pernapasan
cuping hidung,
c. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada peningkatan JVP, tidak ada nyeri
telan.
d. Dada
Bentuk dada simetris
Pulmo : Inspeksi : bentuk pengembangan paru simetris
Palpasi : premitus taktil kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
e. Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada mid clavicula SIC 5
Perkusi : pekak/redup
Auskultasi : tidak ada suara jantung tambahan
f. Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat kemerahan
Auskultasi : suara pristaltik usus 7x/ mnit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : timpani
g. Ekstremitas :
Atas :
ROM ka/ki : 5/5
Capilary refil : 2 detik
Akral : hangat
Bawah :
ROM ka/ki : 4/5
Capilary refil : 2 detik
Akral : hangat
5. Pemeriksaan Penunjang
Terapi Medis
Terapi cairan :
- Oksigen Canul 4
- Infus RL 20 tpm
- Ketorolac
- Ranitidin
- Ondon
6. Analisa Data
DS : klien mengatakan ngilu pada lutut Agen cidera Biologis Nyeri akut
dan kaki kanan
Q: seperti ditusuk-tusuk
S:8
T : terus menerus
Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot,
deformitas tulang.
Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme otot,
deformitas tulang.
nyeri berkurang.
· Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan
istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara
sederhana.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera tidak terjadi
· Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat menghindari
aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi Rasional
1. Definisi
Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan ketidak
mampuan seseorang dalam derajat yang berfariasi (tergantung dari luas hilangnya alat
gerak, usia pasien, ketepatan oprasi dan menejemen paska operasi ) (Nurarif, 2015,
hal. 30).
Amputasi adalah pengankatan atau pemotongan sebagian anggota tubuh/ anggita
gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomilitis,
kanker. (Lukman, 2009, hal. 60).
Amputasi merupakan penghilangan ektremitas sebagian atau total. Amputasi dapat
menjadi akibat proses akut, seperti kejadia traumatik, atau kondisi kronik, seperti
penyakit vaskular perifer atau diabetes militus (Priscilla, 2017, hal. 1647)
Jadi amputasi adalah perlakuan berupa penghilangan seluruh atau sebagian
ekstermitas atau sesuatu yang menonjol yang mengakibatkan cacat menetap
2. Etiologi
3. Patofisiologi
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh
darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, amputasi harus dilakukan
karena dapat mengancam jiwa manusia.
Amputasi di lakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh
dengan metode :
1) Metode terbuka guilottone amputasi
Metode ini di lakukan pada klien dengan infeksi yang mengembang atau berat
di mana pemotongan di lakukan pada tinggkatyang samabentuknya benar benar
terbuka dan di pasang drainage agar luka bersih dan luka dapat di tutup setelah
infeksi.
2) Metode tertutup
Di lakukan dalam kondisi yang lebih mungkin pada metode ini kulit tepi
ditarik atau di buat skalfuntuk menutupi luka pada atas ujung tulang dan di jahit
pada daerah yang di amputansi.
4. Pathway
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik yang dapat di temukan pada pasien dengan post operasi amputasi
antara lain :
a. Nyeri akut
b. Keterbatasan fisik
c. Pantom snydrom e
d. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman
e. Adanya gangguan citra tubuh mudah marah , cepat tersinggung pasien cenderung
berdiam diri
Dampak masalah dalam sitem tubuh
a. Kecepatan metabolism
Jika seseorang dalam ke adaan imobilitas maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi sismatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
munurunkan kecepatan metabolisme basal.
b. Ketidak seimbangan cairan dan metabolic
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravascular ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan odema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang
akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk mengahambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis (Nurarif, 2015, hal. 31)
6. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan pasien dengan amputasi
yaitu
a. Tingkatan amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat
mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan
dua faktor : peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional misalnya
(sesuai kebutuhan protesis), status peredaran darah eksterimtas dievaluasi melalui
pemerikasaan fisik dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk
penyembuhan. Floemetri dopler penentuhan tekanan darah segmental dan tekanan
persial oksigen perkutan (pa02). Merupakan uji yang sangat berguna angiografi
dilakukan bila refaskulrisasi kemungkinan dapat dilakukan.
Tujuan pembedahan adalah memepertahankan sebanyak mungkin tujuan
ekstrmitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut
dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi
dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardovaskuler yang ditimbulkan akan
menigktkan dan mengunaka kursi roda ke prostesis maka pemantauan
kardivaskuler dan nutrisi yang kuat sangat penting sehingga batas fisiologis dan
kebutuhan dapat seimbang.
b. Penatalaksanaan sisa tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi
menghasilkan sisa tungkai puntung yang tidak nyeri tekan dan kuli yang sehat
untuk pengunaan prostesis, lansia mungkin mengalami
keterlambatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah
kesehatan lainnya.
Perawatan pasca amputasi yaitu :
1) Pasang balut steril tonjolan-tonjolan hilang dibalut tekan pemasangan perban
elastis harus hati-hati jangan sampai konstraksi putung di proksimlnya
sehingga distalnya iskemik.
2) Meningikan pungtung dengan mengangkat kaki jangan ditahn dengan bantal
sebab dapat menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan lutut.
3) Luka ditutup drain diangkat setelah 48-72 jam sedangkan putung tetap dibalut
tekan, angkta jahitan hari ke 10 sampai 11.
4) Amputasi bawah lutut tidak boleh mengantung dipinggir tempat tidur
atau berbaring atau duduk lama dengan fleksi lutut.
Amputasi diatas lutut jangan dipadang bantal diantara paha atau memberikan
abdukasi putung, mengatungnya waktu jalan dengan kruk untuk mencegah
kostruktur lutut dan paha.
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
A. Identitas Diri Klien
Nama : Tn. I
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama : Ny. O
TD : 110/70mmHg S : 37.5°C
N : 76x/i RR : 20x/i
Q : Seperti tertusuk
R : Kaki kanan
S:7
T : Hilang timbul
Palpasi : Terdapat nyeri tekan dan terasa hangat di sekitar luka klien
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan pernah mengalami kecelakaan satu bulan yang lalu
yang menyebabkan kaki kanan klien luka parah, lalu klien dibawa ke
puskesmas untuk pertolongan pertama. Sejak saat itu kaki sebelah kanan
klien sering mengalami nyeri dan lukanya tak kunjung sembuh. Saat nyeri
klien hanya beli obat di apotek, minum jamu/herbal. Namun seiring
berjalannya waktu, rasa nyeri dan luka yang dialaminya semakin parah,
itulah mengapa pada 7 Agustus 2017 klien datang ke RS untuk berobat.
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
-------- : Tinggal satu rumah
D. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-Tanda Vital
TD : 110/70mmHg S : 37.5°C
N : 76x/i RR : 20x/i
2) Pemeriksaan Kepala
Inspeksi :Bentuk bulat, rambut hitam sedikit ikal, kepala bersih tidak ada
ketombe namun sedikit berminyak.
Palpasi :Tidak ada massa, benjolan ataupun lesi
3) Pemeriksaan Mata
Inspeksi :Sklera an ikterik dan conjungtiva an anemis
4) Telinga
Inspeksi :Daun telinga dan liang telinga bersih
5) Hidung :Hidung simetris, membran mukosa lembab dan bersih, tidak
ada alergi
6) Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi :Mulut bersih, mukosa bibir lembab, lidah dan gigih bersih
7) Leher
Inspeksi : Normal tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
8) Thorax/Paru
Inspeksi :Bentuk normal, warna kulit sawo matang
Palpasi :Vocal remitus tidak teaba
Perkusi :Sonor
Auskultasi :Suara nafas vesikuler
9) Kardiovaskuler
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :Batas jantung kanan di RIC II LPSD dan batas jantung kiri di
RIC IV LMCS
Auskultasi :Bunyi jantung I dan II normal
10) Abdomen
Inspeksi :Perut normal dan tidak membuncit
Palpasi :Tidak ada massa ataupun nyeri tekan
Perkusi :Tympani (-)
Auskultasi :Bising usus 5x/i
11) Neuorologi
Tingkat kesadaran composmentis, GCS 15 (E:4, V:5, M:6)
12) Kulit :Warna kulit sawo matang, adanya lesi dan jaringan
parut pada kaki kanan klien, CRT 3 detik.
13) Ekstremitas :Adanya luka terbuka yang telah terinfeksi pada kaki
kanan klien yang ditandai dengan adanya edema dan warna kemerahan
disekitar luka.
E. Pola Nutrisi
1) TB : 160cm BB : 68kg Sakit : TB 160cm BB : 68kg
2) Frekuensi makan : 3xsehari Sakit : 3xsehari
3) Porsi makan : Normal Sakit :Normal
F. Pola Istirahat dan Tidur
1) Waktu tidur : 22.00wib Sakit : 22.00wib
2) Lama tidur : 6-7 jam/hari Sakit : 6-7 jam/hari
3) Kesulitan dalam tidur: Tidak ada Sakit : Saat nyeri pada kakinya
timbul
5) Informasi Penunjang
1. Diagnosa Medik : Amputasi bawah lutut (BL)
2. Therapy Pengobatan : Ranitidine (2x1), Ondansentron (2x1), Dexketoprofen
(2x1)
3. Pemeriksaan Diagonostik
Laboratorium :
- Hemoglobin 12.5gr/dl (14-18 gr/dl)
- Leukosit 12.900 mm3 (5.000-10.000 mm3)
- Trombosit 450.000 mm3(150-400.000 mm3)
- Hematokrit 48% (40-48%)
G. Analisa Data
Do :
Klien tampak meringis
Klien tampak gelisah
Q : Seperti tertusuk
R : Kaki kanan
S:7
T : Hilang timbul
N : 76x/i RR : 20x/i
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d proses infeksi
2) Ansietas b.d kurang pengetahuan terkait prosedur pembedahan
3) Gangguan citra tubuh b.d kehilangan anggota tubuh
3. Intervensi Keperawatan
Anxiety Reduction
2 Ansietas Self control Gunakan
Anxiety level pendekatan yang
Kriteria Hasil : menenangkan
Klien mampu Jelaskan semua
mengidentifikasi dan prosedur dan apa
mengungkapkan yang dirasakan
gejala cemas selama prosedur
Mengidentifikasi, Identifikasi tingkat
mengungkapkan dan kecemasan
menunjukkan teknik Dorong pasien
untuk mengontrol untuk
cemas mengungkapkan
Vital sign dalam batas perasaaan,
normal ketakutan dan
persepsi
3. Gangguan citra Body image Nutrion Management
tubuh Self esteem Kaji secara verbal
Kriteria Hasil : dan non verbal
Body image positif respon klien
Mampu terhadap tubuhnya
mengidentifikasi Jelaskan tentang
kekuatan personal pengobatan,
Tidak terjadi perawatan,
pengurangan berat kemajuan dan
badan yang berarti prognosis penyakit
Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ENCEPHALITIS
1. Definisi
Encephalitis menurut Mansjoer dkk,(2000) adalah radang jaringan otak yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa. Sedangakan meurut Soedarmo
dkk,(2008) Encephalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat
di medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh japanese encephalitis virus
yang ditularkan oleh nyamuk.
Dari dua pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa encephalitis
adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus dan menularkan penyakit tersebut
melalui vektor nyamuk, sehingga akan tejadi gangguan di susunan syaraf pusat.
2. Etiologi
Berbagai macam organisme dapat menimbulkan Encephalitis, misalnya ozoa,
cacing, jamur, spirokaeta, dan virus. Penyebab yang tersering adalah virus. Infeksi
dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena
infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Encephalitis juga dapat diakibatkan oleh
invasi langsung cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan Encephalitis, meskipun gejala
klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui berbagai
macam Encephalitis virus.
1) Virus arbo (arthropod-borne) yang mencakup virus equine dan west niie
2) Enterovirus yang mencakup ECHO, COMCACHIE A dan B serta poliovirus
3) Paramyxovirus (mumps)
4) Herpes virus
5) Virus rabies
Menurut Soedarmo dkk,(2008) bahwa virus Encephalitis berkembang biak dari sel
hidup yaitu di dalam nukleus dan sitoplasma seperti babi, kuda, gigitan nyamuk,dan lain
lain.
3. Patofisiologi
Setelah nyamuk menggigit manusia yang rentan, virus menuju sistem getah
bening sekitar tempat gigitan nyamuk (kelenjar regional) dan berkembang biak,
kemudian masuk ke peredaran darah dan menimbulkan viremia pertama. Melalui
aliran darah virus menyebar ke organ tubuh seperti susunan syaraf pusat dan organ
eksterneural. Kemudian virus di lepaskan dan masuk ke dalam peredaran darah
menyebabkan virema kedua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi di jaringan
dan menimbulkan gejala penyakit sistemik.
Bagaimana cara virus masuk menembus sawar otak tidak diketahui dengan
pasti, namun diduga setelah terjadinya viremia virus menembus dan berkembng biak
pada endotel vaskular dengan cara endositosis, sehingga dapat menembus sawar darah
otak. Setelah mencapai susunan saraf pusat, virus berkembang biak di dalam sel
dengan cepat pada retikulum endoplasma yang kasar serta badan golgi dan setelah itu
menghancurkannya. Akibat infeksi virus tersebut maka permeabelitas sel neuron, glia
dan endotel meningkat, mengakibatkan cairan di luar sel masuk ke dalam sel dan
timbullah edema sistoksik. Adanya edema dan kerusakan susunan saraf pusat ini
memeberikan memberikan manifestasi klinis berupa encephalitis. Area otak yang
terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, hipokampus, dan krteks
selebra (Soedarmo dkk,2008).
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Warna jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50- 2000 sel. Dimana sel
limfosit merupakan sel yang dominan, protein agak meningkat, sedangkan
glukosa dalam batas normal.
2) Pemeriksaan EEG
3) Pemeriksaan virus
C. Perawatannya, yaitu :
Mata: cegah adanya exposure keratitis dengan pemberian BWC atau
salep antibiotika. Cegah decubitus: dengan merubah posisi penderita tiap 2
jam. Penderita dengan gangguan menelan dan akumulasi sekret lakukan
postural drainage dan aspirasi mekanis ( Soedarmo dkk,2008 ).
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama : an . K
Anak ke : II
Pendidikan Ibu : SD
Agama : Islam
Alamat : Kedurus IV A/ 20
B. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. N
Jenis kelamin :perempuan
Alamat : Kedurus IV A/ 20
Hubungan dengan pasien : ibu
2. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat penyakit sekarang
B. Keluhan Utama
Pasien mengalami kejang spastik selama kurang lebih 10 menit dan kurang
lebih 4x / jam
- K.P valiun
C. Riwayat kesehatan Dahulu
Prenatal
Natel : umur kehamilan 9 bulan lahir spontan BB lahir 3 kg, Pb 50 cm,
waktu lahir anak segera menangis, napas spontan
Alergi : Menurut ibunya klien belum pernah alergi terhadap makanan
maupun minuman
Tumbuh kembang
1) Anak mulai berjalan umur 1 th, duduk umur 8 bl, tengkurap
2) Umur 4 bl, 9 bl sudah ngoceh, 1 th mulai berbicara mama,
Papa, dada sebelum sakit
3) Imunisasi : siudah lengkap
Bcrl 1x, Dtp 3x, Polio 4x, Campak 1x, Hepatitis 2x belum
boster
4) Status Gizi
B.B sebelum sakit 15 kg
Saat ini BB 11,9 kg
Seharusnya BB : 2x 310+8= 15,8 kg
Jadi 11,9kg / 15,8 kg = 75,3 %= gizi kurang.
D. Riwayat Kesehatan keluarga.
1) Komposisi keluarga
Keluarga yang tinggal dalam rumah adalah ayah, ibu dan tiga orang
anaknya.Sebelum klien sakit kakaknya sakit dahulu.Riwayat penyakit
keturunan (kencing manis,Hipertensi,jantung, penyakit jiwa,tidak ada)
2) Lingkungan Rumah dan Komunitas
a. Keadaan rumar bersih tapi ukuran kecil ukuran 3x5 m dihuni 5 orang
lantai tekel biasa.
b. Kebiasaan mandi dengan air sumur, cuci baju, cuci piring, dll dengan
air sumur.
c. Sumber air minum dari PDAM mempunyai kamar mandi dan wc
sendiri.
d. Selokan sekitar rumah lancar, mengalir dengan baik. Rumah berdekatan
dengan tetangga.
3. Pengkajian dengan pendekatan pola
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
5 lima sempurna.
Kemungkinan Penyebab /
Pengelompokan Data Masalah
Pohon Masalah
Anak sering
spastik ± 3-4 kali
Kontraktur
dalam 3 jam
Resiko Trauma
DS : - Paralisys Otot- otot Menelan Gangguan
Pemenuhan Nutrisi
Data Obyektif : Asupan Nutrisi per-oral
kurang
Teropong Sonde
Diet 3x100 cc tem Nutrisi kurang
sonde
Susu Dancow
6x100cc
Data Obyektif :
Tidak bisa
bergerak
Klien sering
ngompol (kulit
sering basah )
5. Diagnosa
1. Ketidakefektipan bersihan jalan nafas b/d replek batuk tidak ada (paralysis)
2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d perubahan pola makan
Intervensi Rasional
3. Lakukan seetion setiap ada riak / sekrit atau ludah yang berada di mulut dan
sekrit di mulut dan tenggorokan tenggorokan hilang, jalan napas bebas.
Intervensi Rasional
4. Observasi gejala kardinal setiap Deteksi dini bila ada kelainan dapat
3jam(09.00-12.00-15.00-18.00- dilakukan intervensi segera
21.00-24.00-03.00-06.00)
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata -mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000). Menurut Price & Wilson (2006)
pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi
akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari
beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan
sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah
oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan
aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak. Stroke diklasifikasikan menjadi
dua :
b. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra
serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan
kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil
mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008)
2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat
kejadian yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak.
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibat dari
keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori,
bicara, atau sensasi.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006), tanda dan gejala
penyakit stroke :
a. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
b. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
c. Penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata.
d. Pusing dan pingsan.
e. Nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas.
f. Bicara tidak jelas (pelo).
g. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
h. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
i. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
j. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
4. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada
stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen
yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang
paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna. Adanya gangguan
peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat
mekanisme, yaitu :
5. Pathway
a. Stroke Hemoragik
1) Definisi
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang
terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,
gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari,
2008).
2) Etiologi
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah
dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang
mempunyai bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena,
menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
e. Ruptur arteriol serebral , akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
3) Manefistasi Klinis
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
a) Daerah serebri media
(1) Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
(2) Hemianopsi homonim kontralateral
(3) Afasi bila mengenai hemisfer dominan
(4) Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
b) Daerah Karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
c) Daerah Serebri anterior
(1) Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
(2) Incontinentia urinae
(3) Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
d) Daerah Posterior
(1) Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa
mengenaidaerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh
Serebri media
(2) Nyeri talamik spontan
(3) Hemibalisme
(4) Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
e) Daerah vertebrobasiler
(1) Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang
otak
(2) Hemiplegi alternans atau tetraplegi
(3) Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu
stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
2) Etiologi
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu
muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu
antara lain bersifat:
Trombosit
Anoreksia
Perubahan
Kematian sel
Kerusakan
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat
lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
7. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20
ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena
dapat memperhebat edema serebri.
b. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
c. Jangan memberikan apapun melalui mulut.
d. Pemeriksaan EKG
e. Pemeriksaan rontgen toraks.
f. Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia darah
(glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial
Thromboplastin time)
g. Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
Kadar alcohol
Fungsi hepar
Analisa gas darah
Skrining toksikologi
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit
Stroke adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan,
b. obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
c. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
d. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
e. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
f. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
g. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
h. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
TINJAUAN KASUS
1.PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 25 Juni 2009
A. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Usia : 56 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Grobogan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Grobogan
2.Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
E4 M5 V afasia
Keterangan :
: Laki- laki
: Perempuan
Tn. A
56th “Stroke
Hemoragic”
: Klien
: Tinggal serumah
Tn. A adalah anak pertama dari empat bersaudara, mempunyai lima orang anak yang
ketiga anaknya yang terakhir masih tinggal serumah dengan Tn. A. Tidak mempunyai
riwayat penyakit menular maupun riwayat penyakit keturunan.
3.Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan Leher
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009
Telinga Bersih, simetris, tidak Bersih, simetris, tidak Bersih, simetris, tidak
terdapat seruman terdapat seruman terdapat seruman
Mulut Lidah tidak kotor, Lidah tidak kotor, Lidah tidak kotor,
mukosa lembab mukosa lembab mukosa lembab
b. Jantung
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009
Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru paru paru
d. Abdomen
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009
Inspeksi Datar, tidak ada jejas, Datar, tidak ada jejas, Datar, tidak ada jejas,
tidak ada asites tidak ada asites tidak ada asites
Auskultasi Bising usus, normal, Bising usus, normal, Bising usus, normal,
5x / menit 5x / menit 5x / menit
Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri tekan, Tidak ada nyeri tekan,
Palpasi
tekan, tidak ada tidak ada tidak ada
hepato/splenomegali hepato/splenomegali hepato/splenomegali.
Perkusi
Thympani Thympani Thympani
e. Ekstremitas
1. Ekstremitas Atas
Kanan Kiri
09 Juli 2009 - - - - - - - -
2. Ekstremitas Bawah
Kanan Kiri
09 Juli 2009 - - - - - - - -
Tanda-Tanda Vital
06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009
Tanggal
Tekanan Darah
130/90 140/90 140/90
(mmHg)
Frekuensi 85 85 85
Nadi
Irama Teratur Teratur Teratur
(kali/menit)
Regangan Teraba kuat Teraba kuat Teraba kuat
Frekuensi 20 20 20
Napas
Irama Teratur Teratur Teratur
(kali/menit)
Regangan Dangkal Dangkal Dangkal
E. Sistem Persyarafan
1. Fungsi Serebral
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009
Tingkat
Somnolent Somnolent Somnolent
Kesadaran
GCS
Status E4 M5 V afasia E4 M5 V3 E4 M5 V3
Mental
Gaya Bicara
Tidak bersuara Pelan Pelan
Orientasi Waktu
Sulit dinilai Baik Baik
Orientasi Orang
Fungsi Sulit dinilai Baik Baik
Intelektual
Orientasi
Tempat Sulit dinilai Baik Baik
Spontan,
alamiah, masuk Sulit dinilai + +
akal
Halusinasi
Sulit dinilai - -
Alamiah dan
Sulit dinilai - -
Datar
Pemarah
Sulit dinilai - -
Status
Emosional Cemas
Sulit dinilai - -
Apatis
Sulit dinilai - -
Bisa Bisa
Sensasi hidung membedakan bau membedakan bau
Sulit dinilai
kanan alcohol dan alcohol dan
balsem balsem
Bisa Bisa
membedakan bau membedakan bau
Sensasi hidung kiri Sulit dinilai
alcohol dan alcohol dan
balsem balsem
Nervus II (Optikus)
Mampu
Mampu
Ketajaman membaca
Sulit dinilai melihat
Penglihatan tulisan dg
tetesan infus
benar
Mampu Mampu
Lapang
melihat melihat
Mata Kanan Pandang Sulit dinilai
perawat yang perawat yang
datang datang
Mampu Mampu
Melihat Warna menyebutkan menyebutkan
Sulit dinilai
warna tertentu warna tertentu
dg benar dg benar
Mampu
Mampu
Ketajaman membaca
Sulit dinilai melihat
Penglihatan tulisan dg
tetesan infus
benar
Mata Besar
Diameter 3 mm Diameter 3 mm Diameter 2 mm
Kanan Pupil
Reflek
Reflek + Reflek + Reflek +
Cahaya
Besar
Mata Kiri Diameter 2 mm Diameter 2 mm Diameter 2 mm
Pupil
Reflek
Reflek + Reflek + Reflek +
Cahaya
Nervus IV (Trochlearis)
Pergerakan
Mata
mata ke atas
Kanan Sulit dinilai Mampu Mampu
dan ke bawah
Mata Pergerakan
Kiri mata ke atas
dan ke bawah Sulit dinilai Mampu Mampu
Nervus V ( Trigeminus)
Sensasi pd wajah
dengan benda kasar, Baik Baik Baik
halus, tumpul, runcing
Nervus VI (Abducen)
Pergerakan
Mampu Mampu
mata lateral Sulit dinilai
Mata
Kanan
Melihat
Mampu Mampu
kembar Sulit dinilai
Mata Pergerakan
Mampu Mampu
Kiri mata lateral Sulit dinilai
Melihat
Mampu Mampu
kembar Sulit dinilai
Mengerut dahi
Tidak Mampu Tidak Mampu
Sulit dinilai
Menutup mata
Mampu Mampu
Sulit dinilai
Suara
Sulit dinilai Mampu Mampu
Telinga bisikan
Kanan Detik
Sulit dinilai Mampu Mampu
arloji
Suara
Telinga Kiri Sulit dinilai Mampu Mampu
bisikan
Detik
Sulit dinilai Mampu Mampu
arloji
Nervus IX (Glossopharyngeus)
Nervus X (Vagus)
Menelan
Sulit dinilai Baik Baik
Bicara
Sulit dinilai Baik Baik
Nervus XI (Accesorius)
Ke
Sulit dinilai Tidak mampu Tidak mampu
kanan
Menggerak-
kan lidah Ke kiri
Sulit dinilai Tidak mampu Tidak mampu
4. Pemeriksaan Refleks
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009
Refleks biseps
Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = +
Refleks triseps
Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = +
Refleks patella Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = +
Refleks achiles Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = +
F. Sistem Integumen
Warna Mukosa Capilar refill
Tanggal Turgor Kelainan
kulit bibir time
Pigmentasi,
kulit
merata, Turgor kulit
Mukosa
06 Juli 2009 warna cukup > 2 detik Tidak ada
bibir lembab
coklat, elastis
tekstur
halus
Pigmentasi,
kulit
Turgor kulit
merata,
cukup Mukosa
07 Juli 2009 warna 2 detik Tidak ada
elastis bibir lembab
coklat,
tekstur
halus
Pigmentasi,
Mukosa
09 Juli 2009 kulit 2 detik Tidak ada
Turgor kulit
bibir lembab
merata, cukup
warna elastis
coklat,
tekstur
halus
G. Sistem Imunitas
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar thyroid.
H. Status Nutrisi
a. Antropometri
Sebelum masuk rumah sakit: (2 bulan yang lalu)
BB : Sulit dinilai TB : Sulit dinilai LILA : Sulit dinilai
Saat Dirawat:
BB : 65 kg TB : 165 cm LILA : 25 cm
IMT ( Indeks Massa Tubuh )
Nilai Kategori
<20 Underweight
20-25 BB normal
25-30 Overweight Nilai standar IMT
= 23,8 kg/m2
Kesan: BB Normal
b. Biokimia
Hb : 16,10 gr % (26/06/09)
Albumin : gr / dl (26/06/09)
c. Penampilan fisik
Lemah, seperti orang bingung
Konjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
d. Diit
Diit Nasi Tim
I. Status Cairan
Tabel balance cairan dalam 24 jam
Balance
Tanggal Intake Output
Cairan
Infus RL 20 tpm Urine = 1000
=1500 IWL = 284
Minum = Feses = -
800 + 1516 cc
06 Juli 2009 Air dalam makanan =
500
Air hasil metabolisme =
-
Total input Total output = 1284
=2800
Infus =- Urine = 800
Minum = IWL = 284
1000 Feses = -
Air dalam makanan = + 416 cc
500
07 Juli 2009
Air hasil metabolisme =
-
Total input Total output = 1084
=1500
K. ADL
Keterangan:
L. Status Eliminasi
Sebelum Masuk RS
BAB
Frekuensi Warna Konsistensi
1X Coklat Lembek
BAK
Frekuensi Jumlah Warna Nyeri
5-6x per hari 1500 cc Kuning jernih -
Selama di RS
BAB
Tanggal Frekuensi Warna Konsistensi
06 Juli 2009 - - -
07 Juli 2009 1X Coklat Lembek
09 Juli 2009 1X Coklat Lembek
BAK
Tanggal Frekuensi Jumlah Warna Nyeri
06 Juli 2009 3-4 x 1000 cc Kuning jernih Sulit dinilai
07 Juli 2009 3-4 x 800 cc Kuning jernih -
09 Juli 2009 3-4 x 800 cc Kuning jernih -
M. Status Mobilisasi
Skor Norton 13 (kemungkinan kecil terjadi)
Ureum 15 – 39 mg/dl 34 57
SGOT 15 – 37 U/l 19 28
SGPT 30 – 65 U/l 30 36
HDL 35 – 65 mg/dl 40
b. Hasil Rontgen
Kesan: 24 / 06 / 09
Konfigurasi jantung baik
Pulmo tak tampak kelainan
c. Hasil EKG
Kesan: 25 / 06 / 09
Sinus Takikardia, LVH
d. Hasil CT-Scan
Kesan:
CT Scan kepala tanpa kontras (01 / 07 / 09)
Masih tampak perdarahan pada pedunkules cerebri kiri, mesencephalon kiri
dan thalamus kiri tetapi densitas dan volumenya berkurang.
Udem perifokal lebih luas.
Efek massa masih tampak.
4.ANALISA DATA
Tgl No Data Fokus Problem Etiologi TTD
GCS E4 M5 Vafasia
Tingkat kesadaran
somnolent
Kekuatan otot ekstremitas
superior ka=ki 0/5,
ekstremitas inferior ka=ki
0/5
Hemiplegi ektremitas
dextra
Capillary refill > 2dtk
CT Scan kepala tanpa
kontras (01 / 07 / 09)
Kesan :
Tampak perdarahan
pada pedunkules
cerebri kiri,
mesencephalon kiri
dan thalamus kiri tetapi
densitas dan
volumenya berkurang.
Udem perifokal lebih
luas.
Efek massa masih
tampak.
06’07’ 2 DS: - Kerusakan Kerusakan
19 mobilitas fisik neoromuskuler,
DO:
penurunan
Penampilan umum lemah kekuatan otot
Kekuatan otot ekstremitas
superior ka=ki 0/5,
ekstremitas inferior ka=ki
0/5
Hemiplegi ektremitas
dextra
Indeks KATZ = G (tidak
mandiri untuk semua
aktivitas sehari-hari)
Reflek biseps ka=ki :+/++
Refleks triseps ka=ki :+/++
Refleks patela ka=ki :+/++
Refleks asciles ka=ki
:+/++
Ketidakmampuan
berbicara dan
menyebutkan kata-kata
( afasia)
V. RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/ No.
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi TTD
Jam Dx.
1. Definisi
Menurut Masjoer A, 2005 Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat
dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena
kecelakaan yang tidak terduga.
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuaijenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelzter and Bare, 2002).
Menurut mansjoer, 2000 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang
menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2001).
Jadi, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, yang dapat disebabkan oleh
trauma maupun penyakit atau patologis.
2. Etiologi
Menurut FKUI (2010), penyebab fraktur adalah trauma yang terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Trauma langsung; berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat
itu.
b. Trauma tidak langsung; bila mana titik tumpuh benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
3. Klasifikasi
3. Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
b. Klasifikasi berdasarkan jenis fraktur
Klasifikasi jenis fraktur dapat dilihat pada Gambar 2. Berbagai jenis fraktur
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fraktur terbuka
2. Fraktur tertutup
3. Fraktur kompresi
4. Fraktur stress
5. Fraktur avulasi
6. Greenstick Fracture (Fraktur lentuk atau salah satu tulang patah sedang disisi
lainnya membengkok)
7. Fraktur transversal
8. Fraktur komunitif
9. Fraktur impaksi
4. Anatomi Fisiologi
5. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum,
pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi
pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal
medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya, menyerap
hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang
(osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium
dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk
menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang (Smelter & Bare, 2001).
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma.
Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis
dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang
saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Ke dalam
hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian juga tumbuh sel jaringan mesenkin yang
bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk
kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-
mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap
selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus
fibrosa berubah menjadi kalus tulang.
6. Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) antara lain:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
1. Rotasi pemendekan tulang
2. Penekanan tulang.
b. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur
c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi
7. Penatalaksanaan Medis
Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan stabilitas ujung
patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada fraktur femur adalah menjaga paha
tetap dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
Adapun prinsip penanganan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi :
a. Reduksi fraktur
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak
normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah
(reduksi tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah
(reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau
dipasang melalui fragmen tulang atau langsung kerongga sum sum tulang. Alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
b. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, atau fiksator eksterna. Implant
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna
untuk mengimobilisasi fraktur.
c. Fisioterapi dan mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan setelah
fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul betul
telah kembali normal.
d. Analgetik
Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri yang
timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang biasanya di
kenal dengan shock analgetik.
8. Komplikasi
Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :
a. Komplikasi segera (immediate)
Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok neurogenik,
kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.
b. Early Complication
Dapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome compartemen
c. Late Complication
Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi),
degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion).
9. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Doenges, Moorhouse & Geissler (1999) pemeriksaan diagnostik pada
pasien fraktur adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan sinar-X untuk membuktikan fraktur tulang.
b. Scan tulang untuk membuktikan adanya fraktur stress.
TINJAUAN KASUS
1.
Nutrisi
a.Makanan
3x sehari
frekuensi
3x sehari
jenis makanan
Nasi,lauk Nasi, lauk-pauk,
pauk,sayur sayur
b.Minuman
frekuensi
6-7 gelas /hari
-jenis minuman
Air putih
6-7 gelas/hari
Air putih
Eliminasi
a.BAB
1x/hari
frekuensi
Lembek
konsistensi
Kuning
warna
2.
b.BAK 1x/hari
4-5x/hari
frekuensi Jernih Lembek
warna kekuningan
Kuning
bau Khas
jumlah + 1300 cc/hari
Terpasang kateter
Istirahat tidur
6-7 jam/hari Jernih kekuningan
2x/hari
2x/hari
Personal hygiene
mandi
gosok gigi Klien bisa 6-7 jam/hari
melakukan
aktivitas Tidak ada
Secara mandiri
Aktivitas
3.
Dilap 1x/hari
1x/hari
Klien selalu
dibantu oleh
4. keluarga dan
perawat dalam
melakukan
aktivitas
H. Pemeriksaan fisik
N : 81x/Menit S : 36,5'c
1.Kepala
2.Mata
4.Telinga
5.Mulut
6.Leher
7.Dada
8.Abdomen
9.Ekstremitas
10.Genetalia
I. THERAPY
1.cairan RL 20 tts/menit
5.pronalges supp
2. ANALISA DATA
Nama : Ny.N No.MR: 4793
Interprestasi
No Data Senjang Masalah
Data
Fraktur
DS :
DO :
Gangguan
1 KLien tampak lemah rasa nyaman
Nyeri
Fraktur
DS :
Gangguan
2 mobilitas
Keluarga klien mengatakan
fisik
aktivitas klien selalu dibantu
oleh keluarga Diskontinuitas
tulang
DO :
Pergeseran
fragmen tulang
Depormitas
Gangguan fungsi
Gangguan
mobilitas fisik
3. DIAGNOSA
Tanggal Tanggal
No Diagnoasa Keparawatan Paraf Paraf
Dtemukan teratasi
Gangguan rasa nyaman nyeri
b.d terputusnya kontinuitas
1 29-3-2015
jaringan pada tulang /
fraktur
Gangguan mobilitas fisik b.d
2 29-3-2015
kelemahan
4. INTERVENSI
Kolaborasi
pemberian
obat
analgetik
penyembuhan
dan normalisasi
fungsi organ
Berikan /
bantu
Hipertensi
mobilisasi
pertural
dengan kursi
adalah
roda, kruk,
masalah
tongkat,
umum
sesegera
menyertai
mungkin,
tirah baring
intruksikan
lama dan
keamanan
dapat
dalam
memerlukan
menggunaka
intervensi
n alat
khusus
mobilisasi
Awasi TD
dengan
melakukan
aktivitas