Anda di halaman 1dari 105

TUGAS KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOPOROSIS,


FRAKTUR, AMPUTASI, STROKE DAN ENCHEPALITIS

Disusun Oleh
Kelompok 5
Nama : Diana Tri Oktafiani (P1337420418011)
Kukuh Aprilianto C. P (P1337420418024)
Sintha Putri N (P1337420418035)
Hanawati (P1337420418049)
Sujartin (P1337420418061)
Yeni Rahma (P1337420418075)
Yusfi Abdurrahman W (P1337420418087)
Yufita Putri K. D (P1337420418101)
Tingkat : 2A
Dosen Pengampu : Suhardono, S.Kep, Ners. M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


D III KEPERAWATAN BLORA
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOPOROSIS

1. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata
yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang, sehingga tulang menjadi keropos
dan rapuh. “Osto” berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos. Tulang yang
mudah patah akibat Osteoporosis adalah tulang belakang, tulang paha, dan tulang
pergelangan tangan. Pada Osteoporosis terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih
besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total.
Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah
fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal.
2. Etiologi Osteoporosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
A. Determinan Massa Tulang
1) Faktor genetic
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil.
Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang
lebih kuat/berat dari pada bangsa Kaukasia. Jadi seseorang yang mempunyai
tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur
karena osteoporosis
2) Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya
beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya
hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau
tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istirahat di tempat tidur dalam waktu yang lama,
poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan
berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di samping faktor genetik.
3) Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang
berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.
B. Determinan penurunan Massa Tulang
1) Faktor genetic
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini
tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya
serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang
besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis)
sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama.

2) Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis
dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun
dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
3) Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada
wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting.
Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik
dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada
wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu
akibat masukan serta absorbsinya kurang serta ekskresi melalui urin yang
bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg
kalsium sehari.
4) Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara
tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang
negative.
5) Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan
dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
7) Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan.Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.

Beberapa penyebab osteoporosisyaitu:

a. Osteoporosis Postmenopouse
Osteoporosis postmenopouse terjadi karena kekurangan estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium
ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia
diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih
lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita
osteoporosis postmenopouse, pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih
mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
b. Osteoporosis senilis
Osteoporosis senilis terjadi karena kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan
hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa
keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada
usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita
seringkali menderita osteoporosis senilisdan postmenopausal.
c. Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh
keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan
oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan
adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan
hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan
merokok bisa memperburuk keadaan ini.
d. Osteoporosis juvenil idiopatik
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa yang
normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
3. Patofisiologi Osteoporosis
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya
estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan
resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse.
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang
dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama
bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan meningkat pada usia 11 – 24
tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalakan
puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan
pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan
mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan kalsium
kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal.

Bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat menyebabkan
osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron Cushing, hipertiriodisme
dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa tulang. Obat- obatan seperti
isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung alumunium, furosemid,
antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi penggunaan tubuh
dan metabolisme kalsium.

Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan


gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari
pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.
4. Pathway Keperawatan

5. Manifestasi Klinis Osteoporosis


Kepadatan tulang berkurang secara perlahan, sehingga pada awalnya
osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang
sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan
timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama terpengaruh
pada osteoporosis adalah radius distal, korpus vertebra terutama mengenai T8-L4, dan
kollum femoris.

Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun.Tulang belakang yang


rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri
timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari pungung yang akan
bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan
terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah
beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka
akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk), yang
menyebabkan terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit.

Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau
karena jatuh.Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Selain itu , yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Pada
penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan secara
perlahan.

6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain
itu, juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy
(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non
hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.
A. Terapi medis
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek
dari osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan
atau memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit.
B. Terapi hormone pada wanita
Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause.Lamanya
pemberian terapi hormone sulit ditentukan.Yang jelas jika ingin terhindar dari
osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan.Sebagian dokter menganjurkan
untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup semenjak menopause pada wanita
yang mengalami osteoporosis.Namun, sebagian juga berpendapat bahwa
penggunaan terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah penggunaan selama 5-10
tahun untuk menghindari kemungkinan terjadinya kanker. Terapi Hormon meliputi
: Hormone Replacement Theraphy (HRT), Kalsitonin, Testosterone.
C. Terapi non-hormonal
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling
baik untuk mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang
dapat ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis,
maka sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal. Terapi Hormonal
meliputi : Bisfosfonat, Etidronat, Alendronat.
D. Terapi alamiah
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis
tanpa menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan
gaya hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu
dengan berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol
dan menjaga pola makan yang baik.
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS OSTEOPOROSIS

Ny. S umur 58 tahun datang ke RSI Nurhidayah dengan keluhan ngilu yang sering
dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak beberapa
tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter
Ny. S dianjurkan untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S
menderita osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T-score -3. Klien mengalami
menopause sejak 6 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia
muda dan tidak menyukai makanan laut. Klien beranggapan bahwa keluhan yang
dirasakannya karena usianya yang bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui
bahwa klien tidak pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah
dirawat di RS. Pola aktifitas diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya
bekerja sebagai staf administrasi dan tidak suka olahraga karena tidak sempat. Pemeriksaan
TB 165 cm, BB 76 kg (BB sebelumnya 77 kg).

Hasil TTV klien:


TD : 130/90 mmHg
N :80x/menit
S: 36,50c
RR : 20x/mnt
1. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 58 tahun
Pekerjaan : pedagang
Pendidikan : SD
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Ds. Bogorejo,Kec.Japah,Kab.Blora
Tanggal masuk Rs : 23 juni 2015
No Register : 462611
Dx Medis : Osteoporosis

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Purnomo
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan Dengan Pasien : Suami Pasien

2. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat penyakit sekarang
Ny. S umur 58 tahun datang ke RSI Nurhidayah dengan keluhan ngilu yang
sering dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah
dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya.
Ketika memeriksakan diri ke dokter Ny. S dianjurkan untuk tes darah dan rongent
kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S menderita osteoporosis
Hasil TTV klien:
TD : 130/90 mmHg
N :80x/menit
S: 36,50c
RR : 20x/mnt
B. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak pernah mengalami
penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah dirawat di RS sebelumnya.
C. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat pentakit keluarga seperti yang
dialami pasien sekarang

3. Pengkajian Kebutuhan Dasar Klien


A. Aktifitas dan Latihan
Klien mengatakan tidak bisa mandi sendiri dan tidak bisa melakukan aktivitas
sendiri karena merasa ngilu. ADL dibantu oleh keluarga
B. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit : pasien sebelum sakit bisa tidur 8 jam pada malam hari dan 2 jam
pada siang hari.
Selama sakit : pasien hanya dapat tidur 5 jam pada malam hari dan 2 jam pada
siang hari
C. Kenyamanan dan Nyei
P : pasien mengatakan nyerinya bertambah ketika berjalan
Q : pasien mengatakan nyerinya terasa seperti ditusuk-tusuk.
R : kaki kanan bagian lutut
S : skala nyeri 8
T : pasien mengatakan nyerinya terus menerus
D. Nutrisi
Pada saat dikaji pasien mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu
makan. Pasien mengatakan tidak ada pantangan terhadap makanan tertentu pasien
makan di bantu oleh keluarganya.Jenis makanan yang di konsumsi adalah nasi,
ikan, dan sayur
E. Cairan , Elektrolit dan Asam Basa
Pasien mengatakan bisa minum atau mampu menghabiskan 4 gelas air minum
dan pasien tidak mengalami dehidrasi.
F. Oksigenasi
Pasien tidak menggunakan alat bantu bernapas. Pasien tidak mengeluh batuk.
G. Eliminasi Fekal/ Bowel
Klien mengatakan BABnya di bantu oleh keluarganya, saat dikaji oleh perawat
BAB klien padat dan berwarna coklat dan berbau kas.

H. Eliminasi Urine
Pasien mengatakan bisa berkemih 2-3x/hari, pasien tidak menggunakan
kateter, pasien bisa BAK dengan di bantu oleh keluarganya
I. Sensori, Persepsi dan Kognitif
Pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran, dan pasien tidak
mengalami gangguan penglihatan, penciuman,pengecapan maupun sensasi taktil.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis.
TD : 130/90 mmHg N :80x/menit S: 36,50c RR : 20x/mnt
b. Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak terdapat kemerahan
Matasimetris, konjungtiva anemis, hidung simetris tidak menggunakan pernapasan
cuping hidung,
c. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada peningkatan JVP, tidak ada nyeri
telan.
d. Dada
Bentuk dada simetris
Pulmo : Inspeksi : bentuk pengembangan paru simetris
Palpasi : premitus taktil kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
e. Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada mid clavicula SIC 5
Perkusi : pekak/redup
Auskultasi : tidak ada suara jantung tambahan
f. Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat kemerahan
Auskultasi : suara pristaltik usus 7x/ mnit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : timpani
g. Ekstremitas :
Atas :
ROM ka/ki : 5/5
Capilary refil : 2 detik
Akral : hangat
Bawah :
ROM ka/ki : 4/5
Capilary refil : 2 detik
Akral : hangat
5. Pemeriksaan Penunjang

 Foto polos sendi (roentgen) :


 Pemeriksaan cairan sendi : Dijumpai peningkatan kekentalan cairan sendi.
 Pemeriksaan BMD (Bone Mineral Density) : T- score - 3 ( Penyusutan massa
tulang)

Terapi Medis
Terapi cairan :
- Oksigen Canul 4
- Infus RL 20 tpm
- Ketorolac
- Ranitidin
- Ondon
6. Analisa Data

Tgl/JM DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM

DS : klien mengatakan ngilu pada lutut Agen cidera Biologis Nyeri akut
dan kaki kanan

P: klien mengatakan nyerinya


bertambah saat berjalan

Q: seperti ditusuk-tusuk

R : kaki kanan dan lutut

S:8

T : terus menerus

DO : klien tampak menahan nyeri dan


skalanya 8

DS : klien mengatakan sulit untuk Gangguan Hambatan imobilitas


beraktivitas dan klien muskuloskeletal Fisik
mengatakan selalu di bantu
untuk memenuhi ADLnya oleh
keluarganya

DO : klien tampak sulit untuk


beraktivitas dan selalu dibantu
oleh keluarganya dalam
memenuhi ADL

DS : klien mengatakan bahwa Faktor internal fisik Resiko cidera


klien sering merasa ngilu pada
bagian lutut dan kaki kanan

DO : terlihat klien memegang


bagian sendi kaki yang ngilu.

Hasil pemeriksaan BMD : T-


score -3

Diagnosa

1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot,
deformitas tulang.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan


skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan


ketidakseimbangan tubuh.

Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme otot,
deformitas tulang.

· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan

nyeri berkurang.

· Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan

istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara
sederhana.

Intervensi Rasional

 Pantau tingkat nyeri pada  Tulang dalam peningkatan jumlah


punggung, nyeri terlokalisasi atau trabekular, pembatasan gerak
menyebar pada abdomen atau spinal.
pinggang. Skala nyeri 7-9 yaitu
nyeri berat.
 Ajarkan pada klien tentang  Alternatif lain untuk mengatasi
alternative lain untuk mengatasi nyeri, pengaturan posisi, kompres
dan mengurangi rasa nyerinya. hangat dan sebagainya.

 Kaji obat-obatan untuk mengatasi  Keyakinan klien tidak dapat


nyeri : menoleransi obat yang adekuat atau
 Aspirin tidak adekuat untuk mengatasi
 Phenyl-butazone nyerinya.
 Naproxen
 Ibuprofen
 Diclofenac
 Piroxicam
 Tenoxicam
 Celecoxib
 Lumiracoxib
 Rencanakan pada klien tentang  Kelelahan dan keletihan dapat
periode istirahat adekuat dengan menurunkan minat untuk aktivitas
berbaring dalam posisi telentang sehari-hari.
selama kurang lebih 15 menit

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan


skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan

klien mampu melakukan mobilitas fisik.

· Kriteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu

melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri

Intervensi Rasional

 Kaji tingkat kemampuan klien  Dasar untuk memberikan


yang masih ada. alternative dan latihan gerak yang
sesuai dengan kemapuannya.

 Rencanakan tentang pemberian  Latihan akan meningkatkan


program latihan : pergerakan otot dan stimulasi
 Bantu klien jika diperlukan latihan sirkulasi darah
 Ajarkan klien tentang aktivitas
hidup sehari hari yang dapat
dikerjakan
 Ajarkan pentingnya latihan.

 Bantu kebutuhan untuk beradaptasi  Aktifitas hidup sehari-hari secara


dan melakukan aktivitas hidup mandiri
sehari hari.
 Peningkatan latihan fisik secara  Dengan latihan fisik :
adekuat :  Masa otot lebih besar sehingga
 Dorong latihan dan hindari memberikan perlindungan pada
tekanan pada tulang seperti osteoporosis
berjalan  Program latihan merangsang
 Instruksikan klien untuk latihan pembentukan tulang
selama kurang lebih 30menit dan  Gerakan menimbulkan kompresi
selingi dengan istirahat dengan vertical dan fraktur vertebra.
berbaring selama 15 menit
 Hindari latihan fleksi,
membungkuk tiba– tiba,dan
penangkatan beban berat

3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan


ketidakseimbangan tubuh.

· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera tidak terjadi

· Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat menghindari
aktivitas yang mengakibatkan fraktur

Intervensi Rasional

 Ciptakan lingkungan yang  Menciptakan lingkungan yang


nyaman : Tempatkan klien pada aman dan mengurangi risiko
tempat tidur rendah terjadinya kecelakaan.
 Amati lantai yang
membahayakan klien
 Berikan penerangan yang cukup
 Tempatkan klien pada ruangan
yang tertutup dan mudah untuk
diobservasi
 Ajarkan klien tentang
pentingnya menggunakan alat
pengaman di ruangan.
 Berikan dukungan ambulasi  Ambulasi yang dilakukan
sesuai dengan kebutuhan : tergesa-gesa dapat menyebabkan
Kaji kebutuhan untuk berjalan mudah jatuh.
 Konsultasi dengan ahli therapist
 Ajarkan klien untuk meminta
bantuan bila diperlukan
 Ajarkan klien untuk berjalan
dan keluar ruangan
 Bantu klien untuk melakukan  Penarikan yang terlalu keras
aktivitas hidup sehari-hari akan menyebabkan terjadinya
secara hati-hati. fraktur.

 Ajarkan pada klien untuk  Pergerakan yang cepat akan


berhenti secara perlahan, tidak lebih memudahkan terjadinya
naik tanggga, dan mengangkat fraktur kompresi vertebra pada
beban berat. klien osteoporosis.

 Observasi efek samping obat-  Obat-obatan seperti diuretic,


obatan yang digunakan fenotiazin dapat menyebabkan
pusing, megantuk, dan lemah
yang merupakan predisposisi
klien untuk jatuh
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AMPUTASI

1. Definisi
Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan ketidak
mampuan seseorang dalam derajat yang berfariasi (tergantung dari luas hilangnya alat
gerak, usia pasien, ketepatan oprasi dan menejemen paska operasi ) (Nurarif, 2015,
hal. 30).
Amputasi adalah pengankatan atau pemotongan sebagian anggota tubuh/ anggita
gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomilitis,
kanker. (Lukman, 2009, hal. 60).
Amputasi merupakan penghilangan ektremitas sebagian atau total. Amputasi dapat
menjadi akibat proses akut, seperti kejadia traumatik, atau kondisi kronik, seperti
penyakit vaskular perifer atau diabetes militus (Priscilla, 2017, hal. 1647)
Jadi amputasi adalah perlakuan berupa penghilangan seluruh atau sebagian
ekstermitas atau sesuatu yang menonjol yang mengakibatkan cacat menetap

2. Etiologi

Indikasi utama bedah amputasi bisa disebabkan oleh :


a. Iskemia, karena penyakit reskularisasi perife, biasa nya pada orangtua seperti pada
penyakit artherosklerosis dan diabetes mellitus.
b. Trauma, amputasi bisa diakibatkan karena kecelakaan dan thermal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelaian
kongenital.
Faktor predisposisi terjadinya amputasi yaitu :
- Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
- Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
- Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
- Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
- Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
- Deformitas organ.

3. Patofisiologi
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh
darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, amputasi harus dilakukan
karena dapat mengancam jiwa manusia.

Amputasi di lakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh
dengan metode :
1) Metode terbuka guilottone amputasi
Metode ini di lakukan pada klien dengan infeksi yang mengembang atau berat
di mana pemotongan di lakukan pada tinggkatyang samabentuknya benar benar
terbuka dan di pasang drainage agar luka bersih dan luka dapat di tutup setelah
infeksi.
2) Metode tertutup
Di lakukan dalam kondisi yang lebih mungkin pada metode ini kulit tepi
ditarik atau di buat skalfuntuk menutupi luka pada atas ujung tulang dan di jahit
pada daerah yang di amputansi.
4. Pathway

5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinik yang dapat di temukan pada pasien dengan post operasi amputasi
antara lain :
a. Nyeri akut
b. Keterbatasan fisik
c. Pantom snydrom e
d. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman
e. Adanya gangguan citra tubuh mudah marah , cepat tersinggung pasien cenderung
berdiam diri
Dampak masalah dalam sitem tubuh
a. Kecepatan metabolism
Jika seseorang dalam ke adaan imobilitas maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi sismatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
munurunkan kecepatan metabolisme basal.
b. Ketidak seimbangan cairan dan metabolic
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravascular ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan odema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang
akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk mengahambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis (Nurarif, 2015, hal. 31)

6. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan pasien dengan amputasi
yaitu
a. Tingkatan amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat
mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan
dua faktor : peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional misalnya
(sesuai kebutuhan protesis), status peredaran darah eksterimtas dievaluasi melalui
pemerikasaan fisik dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk
penyembuhan. Floemetri dopler penentuhan tekanan darah segmental dan tekanan
persial oksigen perkutan (pa02). Merupakan uji yang sangat berguna angiografi
dilakukan bila refaskulrisasi kemungkinan dapat dilakukan.
Tujuan pembedahan adalah memepertahankan sebanyak mungkin tujuan
ekstrmitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut
dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi
dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardovaskuler yang ditimbulkan akan
menigktkan dan mengunaka kursi roda ke prostesis maka pemantauan
kardivaskuler dan nutrisi yang kuat sangat penting sehingga batas fisiologis dan
kebutuhan dapat seimbang.
b. Penatalaksanaan sisa tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi
menghasilkan sisa tungkai puntung yang tidak nyeri tekan dan kuli yang sehat
untuk pengunaan prostesis, lansia mungkin mengalami
keterlambatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah
kesehatan lainnya.
Perawatan pasca amputasi yaitu :
1) Pasang balut steril tonjolan-tonjolan hilang dibalut tekan pemasangan perban
elastis harus hati-hati jangan sampai konstraksi putung di proksimlnya
sehingga distalnya iskemik.
2) Meningikan pungtung dengan mengangkat kaki jangan ditahn dengan bantal
sebab dapat menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan lutut.
3) Luka ditutup drain diangkat setelah 48-72 jam sedangkan putung tetap dibalut
tekan, angkta jahitan hari ke 10 sampai 11.
4) Amputasi bawah lutut tidak boleh mengantung dipinggir tempat tidur
atau berbaring atau duduk lama dengan fleksi lutut.
Amputasi diatas lutut jangan dipadang bantal diantara paha atau memberikan
abdukasi putung, mengatungnya waktu jalan dengan kruk untuk mencegah
kostruktur lutut dan paha.
TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian
A. Identitas Diri Klien

Nama : Tn. I

Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Mawar no.72 Kec. Jepon Kab. Blora

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal Masuk RS : 7 Agusustus 2017

Diagnosa Medis : Amputasi bawah lutut (BL)

B. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. O

Hubungan dengan Klien : Istri

Pekerjaan : Ibu rumah tangga


C. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama Saat Masuk RS
Klien masuk RS pada tanggal 7 Agustus 2017, klien mengatakan
bahwa ia memiliki luka yang tak kunjung sembuh pada kaki kanannya.
Klien juga mengatakan bahwa ia merasakan nyeri yang hebat pada lukanya.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat di lakukan pengkajian pada tanggal 7 Agustus 2017 klien
mengatakan bahwa nyeri pada kaki kanannya, nyeri bersifat hilang timbul
dengan rasa seperti tertusuk-tusuk dan terdapat nyeri tekan pada kaki kanan
klien, klien tampak meringis dan gelisah menahan nyeri tersebut. Selain itu
klien juga mengatakan bahwa ia merasa takut akan dilakukan operasi, klien
selalu bertanya-tanya kepada perawat ataupun dokter tentang penyakitnya,
klien nampak cemas dan ketakutan, klien juga mengatakan bingung dan
tidak tahu tentang penyakitnya. Klien juga mengatakan bahwa ia merasa
malu karena akan dilakukan amputasi, klien juga mengatakan bahwa ia
takut tidak bisa bekerja lagi, selain itu klien juga mengatakan bahwa ia
merasa sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain setelah dilakukan
amputasi nanti. Klien tampak sedih, klien tampak murung dan menarik diri.

Adapun hasil pemeriksaan TTV klien yaitu :

TD : 110/70mmHg S : 37.5°C

N : 76x/i RR : 20x/i

Sedangkan hasil dari pengkajian nyeri yaitu :

P : Adanya luka kronis yang telah terinfeksi

Q : Seperti tertusuk

R : Kaki kanan

S:7

T : Hilang timbul

Adapaun hasil pemeriksaan fisik dari kaki kanan klien yaitu :

Inspeksi : Terdapat luka terbuka yang telah terinfeksi yang ditandai


dengan adanya warna kemerahan dan edema disekitar luka
klien sehingga menyebabkan terjadinya ketidaksimetrisan
antara kaki kiri dan kanan klien.

Palpasi : Terdapat nyeri tekan dan terasa hangat di sekitar luka klien
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan pernah mengalami kecelakaan satu bulan yang lalu
yang menyebabkan kaki kanan klien luka parah, lalu klien dibawa ke
puskesmas untuk pertolongan pertama. Sejak saat itu kaki sebelah kanan
klien sering mengalami nyeri dan lukanya tak kunjung sembuh. Saat nyeri
klien hanya beli obat di apotek, minum jamu/herbal. Namun seiring
berjalannya waktu, rasa nyeri dan luka yang dialaminya semakin parah,
itulah mengapa pada 7 Agustus 2017 klien datang ke RS untuk berobat.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit yang sama dengan klien.

Genogram

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan
: Pasien
-------- : Tinggal satu rumah

D. Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-Tanda Vital

TD : 110/70mmHg S : 37.5°C

N : 76x/i RR : 20x/i

2) Pemeriksaan Kepala
Inspeksi :Bentuk bulat, rambut hitam sedikit ikal, kepala bersih tidak ada
ketombe namun sedikit berminyak.
Palpasi :Tidak ada massa, benjolan ataupun lesi
3) Pemeriksaan Mata
Inspeksi :Sklera an ikterik dan conjungtiva an anemis
4) Telinga
Inspeksi :Daun telinga dan liang telinga bersih
5) Hidung :Hidung simetris, membran mukosa lembab dan bersih, tidak
ada alergi
6) Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi :Mulut bersih, mukosa bibir lembab, lidah dan gigih bersih
7) Leher
Inspeksi : Normal tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
8) Thorax/Paru
Inspeksi :Bentuk normal, warna kulit sawo matang
Palpasi :Vocal remitus tidak teaba
Perkusi :Sonor
Auskultasi :Suara nafas vesikuler
9) Kardiovaskuler
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :Batas jantung kanan di RIC II LPSD dan batas jantung kiri di
RIC IV LMCS
Auskultasi :Bunyi jantung I dan II normal
10) Abdomen
Inspeksi :Perut normal dan tidak membuncit
Palpasi :Tidak ada massa ataupun nyeri tekan
Perkusi :Tympani (-)
Auskultasi :Bising usus 5x/i
11) Neuorologi
Tingkat kesadaran composmentis, GCS 15 (E:4, V:5, M:6)
12) Kulit :Warna kulit sawo matang, adanya lesi dan jaringan
parut pada kaki kanan klien, CRT 3 detik.
13) Ekstremitas :Adanya luka terbuka yang telah terinfeksi pada kaki
kanan klien yang ditandai dengan adanya edema dan warna kemerahan
disekitar luka.

E. Pola Nutrisi
1) TB : 160cm BB : 68kg Sakit : TB 160cm BB : 68kg
2) Frekuensi makan : 3xsehari Sakit : 3xsehari
3) Porsi makan : Normal Sakit :Normal
F. Pola Istirahat dan Tidur
1) Waktu tidur : 22.00wib Sakit : 22.00wib
2) Lama tidur : 6-7 jam/hari Sakit : 6-7 jam/hari
3) Kesulitan dalam tidur: Tidak ada Sakit : Saat nyeri pada kakinya
timbul

4) Pola Aktivitas dan Latihan

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4


Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulansi / ROM √

5) Informasi Penunjang
1. Diagnosa Medik : Amputasi bawah lutut (BL)
2. Therapy Pengobatan : Ranitidine (2x1), Ondansentron (2x1), Dexketoprofen
(2x1)
3. Pemeriksaan Diagonostik
Laboratorium :
- Hemoglobin 12.5gr/dl (14-18 gr/dl)
- Leukosit 12.900 mm3 (5.000-10.000 mm3)
- Trombosit 450.000 mm3(150-400.000 mm3)
- Hematokrit 48% (40-48%)

G. Analisa Data

Tanggal Data Fokus Etiologi Problem


7/7/2019 Ds : Proses infeksi Nyeri akut
 Klien mengatakan bahwa ia
merasakan nyeri pada kaki
kanannya
 Klien mengatakan nyeri seperti
tertusuk dengan frekuensi hilang
timbul
 Klien mengatakan terdapat nyeri
tekan pada kaki kanannya

Do :
 Klien tampak meringis
 Klien tampak gelisah

Adapun hasil pengkajian nyeri klien yaitu :


P : Adanya luka kronis yang telah
terinfeksi

Q : Seperti tertusuk

R : Kaki kanan

S:7

T : Hilang timbul

Sedangkan hasil pemeriksaan fisik dari


kaki kanan klien yaitu :

 Inspeksi : Terdapat luka


terbuka yang telah terinfeksi yang
ditandai dengan adanya warna
kemerahan dan edema disekitar
luka klien sehingga menyebabkan
terjadinya ketidaksimetrisan antara
kaki kiri dan kanan klien.
 Palpasi : Terdapat nyeri
tekan dan terasa hangat di sekitar
luka klien
Kurang
7/7/2019 Ds : Ansietas
pengetahuan
 Klien mengatakan bahwa ia merasa
terkait
takut untuk dilakukan operasi
prosedur
 Klien juga mengatakan bahwa ia
pembedahan
merasa cemas dengan penyakitnya
 Klien juga merasa bingung dan
tidak mengetahui tentang penyakit
yang dideritanya
Do :
 Klien tampak cemas
 Klien tampak bingung
 Klien selalu bertanya-tanya tentang
penyakitnya

7/7/2019 Ds : Kehilangan Gangguan


 Klien mengatakan bahwa ia malu bagian anggota citra tubuh
jika diamputasi tubuh
 Klien mengatakan bahwa ia takut
tidak bisa bekerja lagi
 Klien mengatakan bahwa ia merasa
sulit untuk bersosialisasi dengan
orang orang lain setelah diamputasi
Do :
 Klien tampak sedih
 Klien tampak murung
 Klien tampak menarik diri
TD : 110/70mmHg S :
37.5°C

N : 76x/i RR : 20x/i

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d proses infeksi
2) Ansietas b.d kurang pengetahuan terkait prosedur pembedahan
3) Gangguan citra tubuh b.d kehilangan anggota tubuh
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut  Pain level Pain Management
 Pain control comfort  Lakukan
level pengkajian nyeri
Kriteria Hasil : secara
 Mampu mengontrol komprehensif
nyeri  Observasi reaksi
 Mampu mengenali nonverbal dari
nyeri ketidaknyamanan
 Mampu menggunakan  Gunakan teknik
teknik non komunikasi
farmakologi untuk teraupetik
mengurangi nyeri  Evaluasi
 Melaporkan bahwa pengalaman nyeri
nyeri berkurang masa lampau
dengan menggunakan  Ajarkan teknik
manajemen nyeri relaksasi
 Menyatakan rasa  Kolaborasi dengan
nyaman setelah nyeri dokter dalam
berkurang pemberian therapy

Anxiety Reduction
2 Ansietas  Self control  Gunakan
 Anxiety level pendekatan yang
Kriteria Hasil : menenangkan
 Klien mampu  Jelaskan semua
mengidentifikasi dan prosedur dan apa
mengungkapkan yang dirasakan
gejala cemas selama prosedur
 Mengidentifikasi,  Identifikasi tingkat
mengungkapkan dan kecemasan
menunjukkan teknik  Dorong pasien
untuk mengontrol untuk
cemas mengungkapkan
 Vital sign dalam batas perasaaan,
normal ketakutan dan
persepsi
3. Gangguan citra  Body image Nutrion Management
tubuh  Self esteem  Kaji secara verbal
Kriteria Hasil : dan non verbal
 Body image positif respon klien
 Mampu terhadap tubuhnya
mengidentifikasi  Jelaskan tentang
kekuatan personal pengobatan,
 Tidak terjadi perawatan,
pengurangan berat kemajuan dan
badan yang berarti prognosis penyakit
 Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ENCEPHALITIS

1. Definisi
Encephalitis menurut Mansjoer dkk,(2000) adalah radang jaringan otak yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa. Sedangakan meurut Soedarmo
dkk,(2008) Encephalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat
di medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh japanese encephalitis virus
yang ditularkan oleh nyamuk.
Dari dua pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa encephalitis
adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus dan menularkan penyakit tersebut
melalui vektor nyamuk, sehingga akan tejadi gangguan di susunan syaraf pusat.

2. Etiologi
Berbagai macam organisme dapat menimbulkan Encephalitis, misalnya ozoa,
cacing, jamur, spirokaeta, dan virus. Penyebab yang tersering adalah virus. Infeksi
dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena
infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Encephalitis juga dapat diakibatkan oleh
invasi langsung cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan Encephalitis, meskipun gejala
klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui berbagai
macam Encephalitis virus.

1) Virus arbo (arthropod-borne) yang mencakup virus equine dan west niie
2) Enterovirus yang mencakup ECHO, COMCACHIE A dan B serta poliovirus
3) Paramyxovirus (mumps)
4) Herpes virus
5) Virus rabies

Menurut Soedarmo dkk,(2008) bahwa virus Encephalitis berkembang biak dari sel
hidup yaitu di dalam nukleus dan sitoplasma seperti babi, kuda, gigitan nyamuk,dan lain
lain.
3. Patofisiologi
Setelah nyamuk menggigit manusia yang rentan, virus menuju sistem getah
bening sekitar tempat gigitan nyamuk (kelenjar regional) dan berkembang biak,
kemudian masuk ke peredaran darah dan menimbulkan viremia pertama. Melalui
aliran darah virus menyebar ke organ tubuh seperti susunan syaraf pusat dan organ
eksterneural. Kemudian virus di lepaskan dan masuk ke dalam peredaran darah
menyebabkan virema kedua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi di jaringan
dan menimbulkan gejala penyakit sistemik.
Bagaimana cara virus masuk menembus sawar otak tidak diketahui dengan
pasti, namun diduga setelah terjadinya viremia virus menembus dan berkembng biak
pada endotel vaskular dengan cara endositosis, sehingga dapat menembus sawar darah
otak. Setelah mencapai susunan saraf pusat, virus berkembang biak di dalam sel
dengan cepat pada retikulum endoplasma yang kasar serta badan golgi dan setelah itu
menghancurkannya. Akibat infeksi virus tersebut maka permeabelitas sel neuron, glia
dan endotel meningkat, mengakibatkan cairan di luar sel masuk ke dalam sel dan
timbullah edema sistoksik. Adanya edema dan kerusakan susunan saraf pusat ini
memeberikan memberikan manifestasi klinis berupa encephalitis. Area otak yang
terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, hipokampus, dan krteks
selebra (Soedarmo dkk,2008).
4. Pathway

5. Manifestasi Klinis

Gejala klinisnya adalah :

a) Terjadi peningkatan tekanan intarakraniaum,berupa nyeri kepala, penurunan


kesadaran, dan muntah.
b) Terjadi demam akibat infeksi
c) Fotofobia (respon nyeri terhadap sinar) akibat iritasi saraf – saraf kranial
d) Encephalitis biasanya memperlihatkan gejala awal yang dramatis berupa delirium
dan penurunan progresif kesadaran. Dapat timbul kejang dan gerakan- gerakan
abnormal (Corwin, 2001).
6. Penatalaksanaan
A. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan cairan serebrospinal

Warna jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50- 2000 sel. Dimana sel
limfosit merupakan sel yang dominan, protein agak meningkat, sedangkan
glukosa dalam batas normal.

2) Pemeriksaan EEG

Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “Bilateral” dengan aktivitas


rendah.

3) Pemeriksaan virus

Ditemukan virus pada CNS. Didapatkan kenaikan titer antibodi yang


spesifik terhadap virus penyebab.

B. Pengobatan pada encephalitis dilakukan dalam 2 cara, yaitu:


1) Pengobatan penyebabnya adalah:

Diberikan apabila jenis virus diketahui.Herpes encephalitis: adenosine


arabinose 15mg/kgBB/hari selama 5 hari.

2) Pengobatan suportif adalah :

Sebagian besar pengobatan encephalitis adalah pengobatan non spesifik


yang bertujuan mempertahankan fungsi organ tubuh.

Pengobatannya antara lain:

- ABC ( Airway, Breathing, Circulation) harus dapat dipertahankan sebaik-


baiknya.
- Pemberian makanan secara adekuat baik secara interal maupun parenteral
dengan memperhatikan jumlah kalori, protein, keseimbangan cairan
elektrolit dan vitamin.
- Obat- obatan yang lain apabila diperlukan harus diberikan agar keadaan
umum penderita tidak bertambah jelek,Misalnya:

Hiperpireksia, diberikan: antipiretik paracetamol 10 mg/ kgBB/


X,kompres dingin. Kejang, diberikan: Diazepam 0,3- 0,5mg/kgBB/X
diikuti dengan oemberian, Fenitoin 2 mg/ kgBB/ X untuk rumatan. Edema
otak, diberikan: steroid: dexametasone 0,5 mg/ kgBB/ X dilanjutkan
dengan dosis 0,1 mg /kg BB/ X tiap 6 jam, Monitol dosis 1-2 gr/ kgBB
selama ± 15 menit diulangi 8- 12 jam apabila diperlukan.

C. Perawatannya, yaitu :
Mata: cegah adanya exposure keratitis dengan pemberian BWC atau
salep antibiotika. Cegah decubitus: dengan merubah posisi penderita tiap 2
jam. Penderita dengan gangguan menelan dan akumulasi sekret lakukan
postural drainage dan aspirasi mekanis ( Soedarmo dkk,2008 ).

TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian
A. Identitas Pasien

Nama : an . K

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat dan tgl lahir : Surabaya ,28-9-1997

Umur : 3th, 10 bulan

Anak ke : II

Nama Ayah : Tn. Lr

Nama Ibu : Ny. N

Pendidikan Ayah : SMP

Pendidikan Ibu : SD
Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Kedurus IV A/ 20

Tgl masuk : 7-7-20019

Diagnosa medis : Ensefalistis + gizi kurang

Sumber informasi : Ibu pasien

B. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. N
Jenis kelamin :perempuan
Alamat : Kedurus IV A/ 20
Hubungan dengan pasien : ibu

2. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat penyakit sekarang

Mulai tgl 29-06 panas badan meningkat,napsu makan menurun makan


mau kurang lebih 2 sendok, dibawah ke. Puskesmas tidak sembuh. Tgl 01-07.
keluar gabagan ,panas mulai tiurun .tgl 04-07kejang dibawah ke RS. sumber
kasih àMRS terus tgl 07-07 di rujuk MRS ke RS Dr soetomo,R Anak.

B. Keluhan Utama

Pasien mengalami kejang spastik selama kurang lebih 10 menit dan kurang
lebih 4x / jam

Upaya untuk mengatasi

Selama kejang spastik di RS mendapatkan terapi :

- O2 nasal prong 2 lpm

- Delantin 3x 25 mg per oral (sonde)

- K.P valiun
C. Riwayat kesehatan Dahulu
 Prenatal
 Natel : umur kehamilan 9 bulan lahir spontan BB lahir 3 kg, Pb 50 cm,
waktu lahir anak segera menangis, napas spontan
 Alergi : Menurut ibunya klien belum pernah alergi terhadap makanan
maupun minuman
 Tumbuh kembang
1) Anak mulai berjalan umur 1 th, duduk umur 8 bl, tengkurap
2) Umur 4 bl, 9 bl sudah ngoceh, 1 th mulai berbicara mama,
Papa, dada sebelum sakit
3) Imunisasi : siudah lengkap
Bcrl 1x, Dtp 3x, Polio 4x, Campak 1x, Hepatitis 2x belum
boster
4) Status Gizi
B.B sebelum sakit 15 kg
Saat ini BB 11,9 kg
Seharusnya BB : 2x 310+8= 15,8 kg
Jadi 11,9kg / 15,8 kg = 75,3 %= gizi kurang.
D. Riwayat Kesehatan keluarga.
1) Komposisi keluarga
Keluarga yang tinggal dalam rumah adalah ayah, ibu dan tiga orang
anaknya.Sebelum klien sakit kakaknya sakit dahulu.Riwayat penyakit
keturunan (kencing manis,Hipertensi,jantung, penyakit jiwa,tidak ada)
2) Lingkungan Rumah dan Komunitas
a. Keadaan rumar bersih tapi ukuran kecil ukuran 3x5 m dihuni 5 orang
lantai tekel biasa.
b. Kebiasaan mandi dengan air sumur, cuci baju, cuci piring, dll dengan
air sumur.
c. Sumber air minum dari PDAM mempunyai kamar mandi dan wc
sendiri.
d. Selokan sekitar rumah lancar, mengalir dengan baik. Rumah berdekatan
dengan tetangga.
3. Pengkajian dengan pendekatan pola
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Persepsi ibu tentang hidup sehat adalah keluarga tidak sulit

Dan menyangkut pemberian makanan yang bergizi 4 sehat

5 lima sempurna.

2) Pola nutrisi dan metabolisme


a. Pemenuhan nutrisi .
Saat ini anak tidak dapat menelan , tidak dapat makan / minum peroral .
karena terjadi paralysis
Pada nekvius vagus sehingga terjadi gangguan proses menelan .
 Makan dan minum per-sonde , yang terdiri dari:
 3x100 cc tem sonde .
 1x1cc juice buah .
 5x1cc susu dancow .
b. Status Gizi.
Yang berhubungan dengan ,keadaan tubuh .
 postur tubuh, kurus , anak dalam keadaan gizi

kurang : 75,3% dari BB normal, LLA13,5 cm

seharusnya 16 cm. BB 11,9 kg. Seharusnya 15,8 kg

 Ubun-ubun sudah menutup / tidak cekung mulai


umur 18 bulan.
 Turgok normal,mulutagak kering dan pecah-pecah
3) Pola eliminasi.
a) Kebiasaan defikasi terjadi gangguan frekuensi 1x sehari faeces
keras,warna kuning bau normal.

Upaya untuk mengatasi kesulitan untuk defikasi

Minum juices kotes 1x 100 cc /hari dan K. Microlac.


b) Kebiasaan mictic sehari-hari
Mengalami gangguan,anak sering ngompol
4) Pola tidur dan istirahat
a) lamanya tidur kurang lebih 10 jam/hari
b) Penggunaan obat tidur 3x25 mg delantin (0800-14 00- 20 00 ).
c) Suasana lingkungan rumah sakit cukup terang
d) Anak sering tidur karena mendapat obat penenang Delantin .
5) Pola aktivitas
Klien tidak dapat bergerak karena paralysis dan Kesadaran Sobmolen-
sopor.Upaya penggerakkan sendi dilakukan latihan secara bertahap mulai
dari ujung jari sampai. Kekuatan otot- otot
6) Pola hubungan dan peran Interaksi dengan orang lain
 Saat ini tidak dapat dilakukan dengan orang lain karena anak menderita
apasia
 Interaksi dengan keluarga orang tuanya sering melakukan komunikasi
satu arah dengan banyak bicara / ngomong sendiri, untuk
merangsang pendengaran anak.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi body image, self Estim, kekacauan identitas tidak dapat
dievaluasi karena belum dapat diajarkan salah atau benar mulai umur >4
tahun.
8) Pola sensori dan kognitif:
a) sensori
 Daya penciuman
 Daya rasa
 Daya raba
 Daya lihat
 Daya pendengaran
b) Kognitif

Tidak dapat dievaluasi karena anak afasia


9) Pola reprodoksi Seksual

Testis sudah turun tidak ada pemosis

10) Pola penanggulangan Stress


Pada anak K terjadi afasia anak tidak dapat menangis, hanya dapat
mengeluarkan air mata
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada anak K belum dapat dievaluasi karena baru dapat diajarkan
membedakan baik dan buruk setelah anak berumur > 4 tahun
4. Analisa Data

Kemungkinan Penyebab /
Pengelompokan Data Masalah
Pohon Masalah

Tgl 16/7/2019 Virus/Bakteri Resiko Kontraktur

Data subyektif Mengenai CNS

 Ibu klien mengatakan Kerusakan Susunan Saraf


anaknya sering spastik Pusat

Data Obyektif Kejang / spastik

 Anak sering
spastik ± 3-4 kali
 Kontraktur
dalam 3 jam
 Resiko Trauma
DS : - Paralisys Otot- otot Menelan Gangguan
Pemenuhan Nutrisi
Data Obyektif : Asupan Nutrisi per-oral
kurang
 Teropong Sonde
 Diet 3x100 cc tem Nutrisi kurang
sonde
 Susu Dancow
6x100cc

Data : Daya Tahan Terhadap Infeksi Resiko Ganguan


Integritas Kulit
DS : Ibu klien Mudah Infeksi
mengatakan
anaknya tidak bisa Gangguan Integritas
menggerakkan
seluruh tubuhnya

Data Obyektif :

 Tidak bisa
bergerak
 Klien sering
ngompol (kulit
sering basah )

5. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang timbul :

1. Ketidakefektipan bersihan jalan nafas b/d replek batuk tidak ada (paralysis)

2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d perubahan pola makan

3. Resiko kontraktur b/d kejang spastik berulang


6. Intervensi
1) Diagnosa keperawatan prioritas I
Ketidak efektifan bersihan jalan napas b/d replek batuk yang tidak Ada
Tujuan : Jalan napas bebas ( bersih / selam perawatan )
Kriteria Hasil
- Jalan nafas bebas ( bersih )
- Tidak ada suara napas tambahan
- Tidak ada ronchi kanan / kiri
- Tidak ada whezing kanan /kiri
- R.R antara 20-28 x / menit

Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan pada ibu dengan diberi penjelasan diharapka ibu


klien tentang penyebab ketidak klien mengerti dan mau membantu semua
efektifan yang akan diberikan tindakan yang diberikan.

2. berikan nebulezer 2x sehari mengencerkan riak mengencerkan riak


(pagi –sore)

3. Lakukan seetion setiap ada riak / sekrit atau ludah yang berada di mulut dan
sekrit di mulut dan tenggorokan tenggorokan hilang, jalan napas bebas.

4. Abservasi tanda-tanda kardinal Diteksi dini agar dapat dilakukan


dan tanda-tanda sumbutan jalan intervensi lanjutan.
napas setiap 3jam (0900-1200-
1510-1800-2100-2410-0310-
0600)
2) Diagnosa keperawatan prioritas I
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi (2 minggu)
Kriteria hasil :
- Berat badan naik,LLA bertambah
- Turgor baik
- Conjungtifa merah mudah
- Hb bertambah.

Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan pada keluarga Dengan diberi penjelasan keluarga


klien tentang penyebab gangguan diharapkan mengerti,dapat mendukung
pemenuhan nutrisi, pentingnya program perawatan yang diberikan
nutrisi bagi tubuh dan cara
mengatasinya

2. Berikan makan personde Dengan diberi makanan pen sonde


3x100cc tim sonde diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi
1x100cc juice buah
5x100cc susu dancow dengan
rincian :
 Jam 0800 tim sonde 100cc
 Jam 1000 juice buah 100cc
 Jam 12 tim sonde 100cc
 Jam 1500 susu dancow 100cc
 Jam 1800 tim sonde 100cc
 Jam 2000 susu dancow 100cc
 Jam 2300 susu dancow 100cc
 Jam 0200 susu dancow 100cc
 Jam 0600 susu dancow 100cc
3. Lakukan penimbangan berat badan Deteksi perubahan berat badan penurunan
setiap 3kali sekali atau kenaikan berat badan sehingga evaluasi
pemberian diit.

4. Observasi gejala kardinal setiap Deteksi dini bila ada kelainan dapat
3jam(09.00-12.00-15.00-18.00- dilakukan intervensi segera
21.00-24.00-03.00-06.00)

3) Diagnosa keperawatan prioritas III

Resiko terjadi kontuaktur b/d kejang spastik berulang

Tujuan :

Tidak terjadi kontruktur (2minggu)

Kriteria hasil :

- Tidak terjadi kotruktur

- Klien dapat menggerakkan anggota gerak

Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan pada ibu klien Dengan diberi penjelasan diharapkan


tentang penyebab terjadinya keluarga mengerti dan mau mambantu
spastikdan terjadinya kekakuan rencana tindakan yang akan diberikan
sendi

2. Lakukan latihan pasif secara Melatih melemaskan otot-otot, mencegah


bertahap mulai dari ujung jari secara kontraktur.
bertahap.

3. Lakukan perubahan posisi setiap Dengan melakukan perubahan posisi di


2jam harapkan melatih otot-otot.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE

1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002).

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata -mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000). Menurut Price & Wilson (2006)

pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi
akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari
beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan
sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah
oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan
aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak. Stroke diklasifikasikan menjadi
dua :

a. Stroke Non Hemoragik


Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai
dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri
kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke
non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik
(Wanhari, 2008).

b. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra
serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan
kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil
mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008)
2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat
kejadian yaitu:

a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak.
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibat dari
keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori,
bicara, atau sensasi.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006), tanda dan gejala
penyakit stroke :

a. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
b. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
c. Penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata.
d. Pusing dan pingsan.
e. Nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas.
f. Bicara tidak jelas (pelo).
g. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
h. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
i. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
j. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

4. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada
stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen
yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang
paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna. Adanya gangguan
peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat
mekanisme, yaitu :

a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran


darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan
otak. Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas
kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak
akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya
yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah
melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada
korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole.
Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa
ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif
segala perubahan tekanan darah arteri. Berkurangnya aliran darah serebral sampai
ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi
kerusakan jaringan secara permanen.

5. Pathway
a. Stroke Hemoragik
1) Definisi
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang
terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,
gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari,
2008).

2) Etiologi
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah
dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang
mempunyai bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena,
menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
e. Ruptur arteriol serebral , akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

3) Manefistasi Klinis
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
a) Daerah serebri media
(1) Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
(2) Hemianopsi homonim kontralateral
(3) Afasi bila mengenai hemisfer dominan
(4) Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
b) Daerah Karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
c) Daerah Serebri anterior
(1) Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
(2) Incontinentia urinae
(3) Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
d) Daerah Posterior
(1) Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa
mengenaidaerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh
Serebri media
(2) Nyeri talamik spontan
(3) Hemibalisme
(4) Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
e) Daerah vertebrobasiler
(1) Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang
otak
(2) Hemiplegi alternans atau tetraplegi
(3) Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)

b. Stroke Non Hemoragik


1) Definisi

Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu
stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).

2) Etiologi

1. Trombosis (Bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)


2. Embolisme cerebral (Bekuan darah atau material lain)
3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
3) Manifestasi klinis

Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu
muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu
antara lain bersifat:

a. Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa


jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut
Transient Ischemic Attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud
sama, memperberat atau malah menetap.
b. Sementara,namun lebih dari 24 jam Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini
disebut Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (Progresif) Hal ini desebabkan gangguan
aliran darah makin lama makin berat yang disebut Progressing Stroke atau
Stroke Inevolution
d. Sudah menetap/permanen
PATHWAYS STROKE

Trombosit

Anoreksia

Gangguan peredaran darah ke otak

Penebalan Pembesaran Edema


Pecahnya dinding serebri
dinding arteri sekelompok
arteri serebral pembuluh

Perubahan

Kematian sel

Kerusakan

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat
lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.

7. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20
ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena
dapat memperhebat edema serebri.
b. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
c. Jangan memberikan apapun melalui mulut.
d. Pemeriksaan EKG
e. Pemeriksaan rontgen toraks.
f. Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia darah
(glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial
Thromboplastin time)
g. Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
 Kadar alcohol
 Fungsi hepar
 Analisa gas darah
 Skrining toksikologi

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit
Stroke adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan,
b. obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
c. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
d. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
e. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
f. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
g. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
h. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.

TINJAUAN KASUS

1.PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 25 Juni 2009

Tanggal pengkajian : 06 Juli 2009

Nomor register : 6059678

Diagnosa Medis : Stroke Hemorragik

A. Identitas Klien
Nama : Tn. A

Jenis kelamin : Laki - laki

Usia : 56 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

Status perkawinan : Sudah Menikah

Suku bangsa : Jawa


Agama : Islam

Alamat : Grobogan

B. Penanggung jawab klien


Nama : Ny. M

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Alamat : Grobogan

Hubungan dengan klien : Istri

2.Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
E4 M5 V afasia

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien ditemukan oleh keluarga dalam kondisi tidak sadar dan muntah di tempat tidur.
Kemudian klien dibawa ke RSUD Purwodadi selama 1 hari. Karena tidak ada
perubahan, maka oleh keluarga klien dipindahkan ke RSUP Dr. Kariadi Semarang
dengan keluhan lemas separuh badan kanan, sulit diajak berkomunikasi, dan
mengalami penurunan kesadaran, GCS: E2 M5 V afasia. Sebelum dilakukan
pengkajian di Unit Stroke pada tanggal 06 Juli 2009 pada Tn. A telah dilakukan
tindakan di UGD yaitu diberikan infus RL 20 tpm, terapi oksigen tambahan 3L/menit,
pemeriksaan EKG ( hasilnya sinus takikardia), CT-scan, dan fotothoraks. Terapi
injeksi dan oral dilanjutkan di dalam ruang Unit Stroke.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga mengatakan klien belum pernah mengalami stroke sebelumnya, klien
mempunyai riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Klien tidak memiliki riwayat
DM, jantung dan asma.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit serupa seperti Tn. A
e. Genogram

Keterangan :

: Laki- laki

: Perempuan

Tn. A

56th “Stroke
Hemoragic”

: Klien

: Tinggal serumah

Tn. A adalah anak pertama dari empat bersaudara, mempunyai lima orang anak yang
ketiga anaknya yang terakhir masih tinggal serumah dengan Tn. A. Tidak mempunyai
riwayat penyakit menular maupun riwayat penyakit keturunan.

3.Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan Leher
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Bentuk Mesochepal, simetris Mesochepal, simetris Mesochepal, simetris

Penyebaran merata, Penyebaran merata, Penyebaran merata,


Rambut
ketebalan cukup, ketebalan cukup, ketebalan cukup,
warna hitam warna hitam warna hitam

Konjunctiva tidak Konjunctiva tidak Konjunctiva tidak


Mata
anemis, sclera tidak anemis, sclera tidak anemis, sclera tidak
ikterik, pupil ikterik, pupil ikterik, pupil
anisokor, diameter anisokor, diameter anisokor, diameter
pupil 3 mm pupil 3 mm pupil 2 mm

Telinga Bersih, simetris, tidak Bersih, simetris, tidak Bersih, simetris, tidak
terdapat seruman terdapat seruman terdapat seruman

Bersih, simetris, tidak Bersih, simetris, tidak Bersih, simetris, tidak


Hidung
ada napas cuping ada napas cuping ada napas cuping
hidung hidung hidung

Mulut Lidah tidak kotor, Lidah tidak kotor, Lidah tidak kotor,
mukosa lembab mukosa lembab mukosa lembab

Tidak ada Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran


Leher
pembesaran kelenjar kelenjar limfe dan kelenjar limfe dan
limfe dan tiroid tiroid tiroid

b. Jantung
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Inspeksi IC tidak tampak IC tidak tampak IC tidak tampak

Palpasi IC teraba di SIC V, 2 IC teraba di SIC V, 2 IC teraba di SIC V, 2


cm LMCS cm LMCS cm LMCS

Perkusi Pekak Pekak Pekak

BJ I/II murni, tidak BJ I/II murni, tidak BJ I/II murni, tidak


Auskultasi
ada gallops, tidak ada ada gallops, tidak ada ada gallops, tidak ada
mur-mur mur-mur mur-mur
c. Paru
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Simetris, tidak ada Simetris, tidak ada Simetris, tidak ada


Inspeksi retraksi dinding dada, retraksi dinding dada, retraksi dinding dada,
tidak ada penggunaan tidak ada penggunaan tidak ada penggunaan
otot bantu napas otot bantu napas otot bantu napas

Palpasi Stem fremitus Stem fremitus Stem fremitus

kanan = kiri kanan = kiri kanan = kiri

Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru paru paru

Suara dasar vesikuler, Suara dasar vesikuler, Suara dasar vesikuler,


Auskultasi
tidak ada suara tidak ada suara tidak ada suara
tambahan tambahan tambahan

d. Abdomen
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Inspeksi Datar, tidak ada jejas, Datar, tidak ada jejas, Datar, tidak ada jejas,
tidak ada asites tidak ada asites tidak ada asites

Auskultasi Bising usus, normal, Bising usus, normal, Bising usus, normal,
5x / menit 5x / menit 5x / menit

Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri tekan, Tidak ada nyeri tekan,
Palpasi
tekan, tidak ada tidak ada tidak ada
hepato/splenomegali hepato/splenomegali hepato/splenomegali.

Perkusi
Thympani Thympani Thympani
e. Ekstremitas
1. Ekstremitas Atas
Kanan Kiri

Tanggal Kesem Kesem Edem


Edema Baal Nyeri Baal Nyeri
utan utan a

Sulit Sulit Sulit Sulit Sulit Sulit


06 Juli 2009 - -
dinilai dinilai dinilai dinilai dinilai dinilai

Sulit Sulit Sulit Sulit Sulit Sulit


07 Juli 2009 - -
dinilai dinilai dinilai dinilai dinilai dinilai

09 Juli 2009 - - - - - - - -

Ket: (-); tidak ada, (+); ada

2. Ekstremitas Bawah
Kanan Kiri

Tanggal Kesem Kesem Edem


Edema Baal Nyeri Baal Nyeri
utan utan a

Sulit Sulit Sulit Sulit Sulit Sulit


06 Juli 2009 - -
dinilai dinilai dinilai dinilai dinilai dinilai

Sulit Sulit Sulit Sulit Sulit Sulit


07 Juli 2009 - -
dinilai dinilai dinilai dinilai dinilai dinilai

09 Juli 2009 - - - - - - - -

Ket: (-); tidak ada, (+); ada

Tanda-Tanda Vital
06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009
Tanggal

Tekanan Darah
130/90 140/90 140/90
(mmHg)
Frekuensi 85 85 85
Nadi
Irama Teratur Teratur Teratur
(kali/menit)
Regangan Teraba kuat Teraba kuat Teraba kuat

Frekuensi 20 20 20
Napas
Irama Teratur Teratur Teratur
(kali/menit)
Regangan Dangkal Dangkal Dangkal

Suhu (oC) 35 36,3 36

E. Sistem Persyarafan
1. Fungsi Serebral
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Tingkat
Somnolent Somnolent Somnolent
Kesadaran

GCS
Status E4 M5 V afasia E4 M5 V3 E4 M5 V3
Mental

Gaya Bicara
Tidak bersuara Pelan Pelan

Orientasi Waktu
Sulit dinilai Baik Baik

Orientasi Orang
Fungsi Sulit dinilai Baik Baik
Intelektual
Orientasi
Tempat Sulit dinilai Baik Baik
Spontan,
alamiah, masuk Sulit dinilai + +
akal

Daya Pikir Kesulitan


Sulit dinilai - -
Berpikir

Halusinasi
Sulit dinilai - -

Alamiah dan
Sulit dinilai - -
Datar

Pemarah
Sulit dinilai - -
Status
Emosional Cemas
Sulit dinilai - -

Apatis
Sulit dinilai - -

Ket: (-); tidak ada, (+); ada

2. Pemeriksaan Saraf Kranial


Nervus I (Olfactorius)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Bisa Bisa
Sensasi hidung membedakan bau membedakan bau
Sulit dinilai
kanan alcohol dan alcohol dan
balsem balsem
Bisa Bisa
membedakan bau membedakan bau
Sensasi hidung kiri Sulit dinilai
alcohol dan alcohol dan
balsem balsem

Nervus II (Optikus)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Mampu
Mampu
Ketajaman membaca
Sulit dinilai melihat
Penglihatan tulisan dg
tetesan infus
benar

Mampu Mampu
Lapang
melihat melihat
Mata Kanan Pandang Sulit dinilai
perawat yang perawat yang
datang datang

Mampu Mampu
Melihat Warna menyebutkan menyebutkan
Sulit dinilai
warna tertentu warna tertentu
dg benar dg benar

Mampu
Mampu
Ketajaman membaca
Sulit dinilai melihat
Penglihatan tulisan dg
tetesan infus
benar

Mata Kiri Mampu Mampu


Lapang
melihat melihat
Pandang Sulit dinilai
perawat yang perawat yang
datang datang

Melihat Warna Sulit dinilai Mampu Mampu


menyebutkan menyebutkan
warna tertentu warna tertentu
dg benar dg benar

Nervus III (Okulomotorius)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Pupil bulat, Pupil bulat, Pupil bulat,


Bentuk
isokor isokor isokor

Mata Besar
Diameter 3 mm Diameter 3 mm Diameter 2 mm
Kanan Pupil

Reflek
Reflek + Reflek + Reflek +
Cahaya

Pupil bulat, Pupil bulat, Pupil bulat,


Bentuk
isokor isokor isokor

Besar
Mata Kiri Diameter 2 mm Diameter 2 mm Diameter 2 mm
Pupil

Reflek
Reflek + Reflek + Reflek +
Cahaya

Nervus IV (Trochlearis)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Pergerakan
Mata
mata ke atas
Kanan Sulit dinilai Mampu Mampu
dan ke bawah

Mata Pergerakan
Kiri mata ke atas
dan ke bawah Sulit dinilai Mampu Mampu

Nervus V ( Trigeminus)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Membuka Mulut Mampu Mampu Mampu

Mengunyah Mampu Mampu Mampu

Menggigit Mampu Mampu Mampu

Reflek Kornea Baik Baik Baik

Sensasi pd wajah
dengan benda kasar, Baik Baik Baik
halus, tumpul, runcing

Nervus VI (Abducen)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Pergerakan
Mampu Mampu
mata lateral Sulit dinilai
Mata
Kanan
Melihat
Mampu Mampu
kembar Sulit dinilai

Mata Pergerakan
Mampu Mampu
Kiri mata lateral Sulit dinilai
Melihat
Mampu Mampu
kembar Sulit dinilai

Nervus VII (Fasialis)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Mengerut dahi
Tidak Mampu Tidak Mampu
Sulit dinilai

Tersenyum Sulit dinilai Tidak Mampu Tidak Mampu

Mengangkat alis Tidak Mampu Tidak Mampu


Sulit dinilai

Menutup mata
Mampu Mampu
Sulit dinilai

Rasa kecap 2/3


Baik Baik
anterior lidah Sulit dinilai

Nervus VIII (Vestibulochoclearis)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Suara
Sulit dinilai Mampu Mampu
Telinga bisikan

Kanan Detik
Sulit dinilai Mampu Mampu
arloji

Suara
Telinga Kiri Sulit dinilai Mampu Mampu
bisikan
Detik
Sulit dinilai Mampu Mampu
arloji

Nervus IX (Glossopharyngeus)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Reflek muntah Baik Baik


Baik

Merasakan pahit Baik Baik


Sulit dinilai

Nervus X (Vagus)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Menelan
Sulit dinilai Baik Baik

Bicara
Sulit dinilai Baik Baik

Nervus XI (Accesorius)

Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Mengangkat Kanan Sulit dinilai Tidak mampu Tidak mampu

bahu Kiri Sulit dinilai Mampu Mampu

Pergerakan Kanan Sulit dinilai Mampu Mampu

kepala Kiri Sulit dinilai Mampu Mampu


NervusXII (Hypoglasus)

Tanggal 06 Juli 2009 08 Juli 2009 09 Juli 2009

Menjulurkan lidah Sulit dinilai Mampu Mampu

Ke
Sulit dinilai Tidak mampu Tidak mampu
kanan
Menggerak-
kan lidah Ke kiri
Sulit dinilai Tidak mampu Tidak mampu

Tremor Tidak ada Tidak ada Tidak ada

3. Pemeriksaan Sistem Motorik


Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Ektremitas Kanan = 0 Kanan = 0 Kanan = 0

atas Kiri =5 Kiri =5 Kiri =5

Kekuatan otot Ekstremitas


Kanan = 0 Kanan = 0 Kanan = 0
bawah
Kiri =5 Kiri =5 Kiri =5

Tangan Sulit untuk Sulit untuk Sulit untuk


Keseimbangan kanan dinilai dinilai dinilai
dan
Sulit untuk
koordinasi Tangan kiri Baik Baik
dinilai

4. Pemeriksaan Refleks
Tanggal 06 Juli 2009 07 Juli 2009 09 Juli 2009

Refleks biseps
Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = +

Refleks triseps
Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = +

Refleks patella Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = +

Refleks achiles Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = + Ka = - / Ki = +

F. Sistem Integumen
Warna Mukosa Capilar refill
Tanggal Turgor Kelainan
kulit bibir time
Pigmentasi,
kulit
merata, Turgor kulit
Mukosa
06 Juli 2009 warna cukup > 2 detik Tidak ada
bibir lembab
coklat, elastis
tekstur
halus
Pigmentasi,
kulit
Turgor kulit
merata,
cukup Mukosa
07 Juli 2009 warna 2 detik Tidak ada
elastis bibir lembab
coklat,
tekstur
halus

Pigmentasi,
Mukosa
09 Juli 2009 kulit 2 detik Tidak ada
Turgor kulit
bibir lembab
merata, cukup
warna elastis
coklat,
tekstur
halus

G. Sistem Imunitas
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar thyroid.

Leukosit 17,10 (26/06/09)

H. Status Nutrisi
a. Antropometri
Sebelum masuk rumah sakit: (2 bulan yang lalu)
BB : Sulit dinilai TB : Sulit dinilai LILA : Sulit dinilai
Saat Dirawat:
BB : 65 kg TB : 165 cm LILA : 25 cm
IMT ( Indeks Massa Tubuh )

Nilai Kategori
<20 Underweight
20-25 BB normal
25-30 Overweight Nilai standar IMT

>30 Obesitas IMT = BB (kg)


TB (m) ²
65
=
1,652

= 23,8 kg/m2
Kesan: BB Normal
b. Biokimia
Hb : 16,10 gr % (26/06/09)
Albumin : gr / dl (26/06/09)
c. Penampilan fisik
Lemah, seperti orang bingung
Konjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
d. Diit
Diit Nasi Tim

I. Status Cairan
Tabel balance cairan dalam 24 jam
Balance
Tanggal Intake Output
Cairan
Infus RL 20 tpm Urine = 1000
=1500 IWL = 284
Minum = Feses = -
800 + 1516 cc
06 Juli 2009 Air dalam makanan =
500
Air hasil metabolisme =
-
Total input Total output = 1284
=2800
Infus =- Urine = 800
Minum = IWL = 284
1000 Feses = -
Air dalam makanan = + 416 cc
500
07 Juli 2009
Air hasil metabolisme =
-
Total input Total output = 1084
=1500

Infus = - Urine = 800


09 Juli 2009
Minum = IWL = 284
800 Feses = - + 216 cc
Air dalam makanan =
500
Air hasil metabolisme =
-

Total input = Total output = 1084


1300
J. Status Higienis
Tanggal Mandi Menggosok gigi Memotong Keramas
kuku
06 Juli 2009 Dibantu Dibantu - -
07 Juli 2009 Dibantu Dibantu - -
09 Juli 2009 Dibantu Dibantu Dibantu -

K. ADL

Tanggal Bathing Dressing Toileting Transfering Continance Feeding Indeks


KATZ
06 Juli Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu G
2009
07 Juli Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu G
2009
09 Juli Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu G
2009

Keterangan:

Indeks KATZ = G (tidak mandiri untuk semua aktivitas sehari-hari)

L. Status Eliminasi
Sebelum Masuk RS
BAB
Frekuensi Warna Konsistensi
1X Coklat Lembek

BAK
Frekuensi Jumlah Warna Nyeri
5-6x per hari 1500 cc Kuning jernih -

Selama di RS
BAB
Tanggal Frekuensi Warna Konsistensi
06 Juli 2009 - - -
07 Juli 2009 1X Coklat Lembek
09 Juli 2009 1X Coklat Lembek

BAK
Tanggal Frekuensi Jumlah Warna Nyeri
06 Juli 2009 3-4 x 1000 cc Kuning jernih Sulit dinilai
07 Juli 2009 3-4 x 800 cc Kuning jernih -
09 Juli 2009 3-4 x 800 cc Kuning jernih -

M. Status Mobilisasi
Skor Norton 13 (kemungkinan kecil terjadi)

- Kondisi fisik umum: baik (4)


- Kesadaran: somnolent (2)
- Aktivitas: tiduran (1)
- Mobilitas: sangat terbatas (2)
- Inkontinensia: tidak terjadi (4)
Kategori skor:

16-20: kecil sekali/tidak terjadi

12-15: kemungkinan kecil terjadi

<12: kemungkinan besar terjadi

N. Status Ekonomi Kesehatan


Semua biaya perawatan selama dirawat adalah tanggungan pribadi.

O. Tindakan Kolaborasi Kesehatan


Tanggal/Jam Tindakan kolaboasi Ahli

24 Juni 2009 CT Scan kepala tanpa kontras Radiologi

25 Juli 2009 Pemeriksaan EKG, Rontgen Thorax Radiologi

Pemeriksaan darah rutin


26 Juli 2009 Laboratorium

01 Juli 2009 CT Scan kepala tanpa kontras Radiologi

P. Hasil Pemeriksaan Penunjang Diagnostik


a. Hasil Laboratorium
26 Juni 2009 01 Juli 2009
Pemeriksaan Nilai Normal Satuan
Nilai Ket Nilai Ket
Hemoglobine 12,00 – 15,00 gr% 16,10

Hematokrit 35,00 – 47,0 % 50,5

Erytrosit 3,900 – 5,60 Juta/mmk 5,84

MCH 27,00 – 32,00 pg 27,60

MCV 76,00 – 96,00 fl 86,40


MCHC 29,00 – 36,00 gr/dl 31,90

Leukosit 4,00 – 11,00 Ribu/mmk 17,10

Trombosit 150,0 – 400,0 Ribu/mmk 196,0

RDW 11,60 – 14,80 % 13,40

MPV 4,00 – 11,00 fl 8,40

Protein total 6,4 – 8,7 gr/dl

Albumin 3,4 – 5,0 gr/dl

Globalin 2,30 – 3,50 gr/dl

Natrium 136 – 145 mmol/L 144

Kalium 3,5 – 5,1 mmol/L 3,6

Chlorida 98 – 107 mmol/L 110

Calcium 2,12 – 2,52 mmol/L 2,15

Kadar 180 – 350 mg/dl 430,70


Fibrinogen

Ureum 15 – 39 mg/dl 34 57

Creatinin 0,60 – 1,30 mg/dl 1,53 1,17

SGOT 15 – 37 U/l 19 28

SGPT 30 – 65 U/l 30 36

Asam Urat 2,60 – 7,20 mg/dl 6,80

Cholesterol 50 – 200 mg/dl 242

Trigliserida 30 – 150 mg/dl 164

HDL 35 – 65 mg/dl 40

LDL 62 – 130 mg/dl 164

Gula darah 80 – 109 mg/dl 124 113


Puasa

Gula darah PP 2 80 – 140 mg/dl 132 143


jam

b. Hasil Rontgen
Kesan: 24 / 06 / 09
 Konfigurasi jantung baik
 Pulmo tak tampak kelainan

c. Hasil EKG
Kesan: 25 / 06 / 09
Sinus Takikardia, LVH

d. Hasil CT-Scan
Kesan:
CT Scan kepala tanpa kontras (01 / 07 / 09)
 Masih tampak perdarahan pada pedunkules cerebri kiri, mesencephalon kiri
dan thalamus kiri tetapi densitas dan volumenya berkurang.
 Udem perifokal lebih luas.
 Efek massa masih tampak.
4.ANALISA DATA
Tgl No Data Fokus Problem Etiologi TTD

06’07’ 1 DS: - Perfusi Interupsi aliran


19 jaringan darah :
serebral tidak hemoragik
DO: efektif serebral

 GCS E4 M5 Vafasia
 Tingkat kesadaran
somnolent
 Kekuatan otot ekstremitas
superior ka=ki 0/5,
ekstremitas inferior ka=ki
0/5
 Hemiplegi ektremitas
dextra
 Capillary refill > 2dtk
 CT Scan kepala tanpa
kontras (01 / 07 / 09)
Kesan :
 Tampak perdarahan
pada pedunkules
cerebri kiri,
mesencephalon kiri
dan thalamus kiri tetapi
densitas dan
volumenya berkurang.
 Udem perifokal lebih
luas.
 Efek massa masih
tampak.
06’07’ 2 DS: - Kerusakan Kerusakan
19 mobilitas fisik neoromuskuler,
DO:
penurunan
 Penampilan umum lemah kekuatan otot
 Kekuatan otot ekstremitas
superior ka=ki 0/5,
ekstremitas inferior ka=ki
0/5
 Hemiplegi ektremitas
dextra
 Indeks KATZ = G (tidak
mandiri untuk semua
aktivitas sehari-hari)
 Reflek biseps ka=ki :+/++
 Refleks triseps ka=ki :+/++
 Refleks patela ka=ki :+/++
 Refleks asciles ka=ki
:+/++

06’07’ 3 DS: - Kerusakan Penurunan


19 komunikasi sirkulasi
verbal serebral, parese
DO: N VII

 Ketidakmampuan
berbicara dan
menyebutkan kata-kata
( afasia)

 Kontak mata tidak ada


 Parese nervus kranial VII
dekstra sentral dan XII
dekstra sentral
 CT Scan kepala tanpa
kontras (01 / 07 / 09)
Kesan :
 Tampak perdarahan
pada pedunkules
cerebri kiri,
mesencephalon kiri
dan thalamus kiri tetapi
densitas dan
volumenya berkurang.
 Udem perifokal lebih
luas.
 Efek massa masih
tampak.

III. PRIOROTAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan interupsi aliran darah :
hemoragik serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neoromuskuler, penurunan
kekuatan otot.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral,
parese N VII.
IV. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

No. Tanggal Tanggal


Diagnosa Keperawatan
Dx. Ditemukan Teratasi

1. Gangguan perfusi jaringan serebral


berhubungan dengan interupsi aliran darah:
hemoragi akibat perdarahan pada hiperdens 06 Juli 2009 -
pada ganglia basalis kiri sampai korona
radiata kiri.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan


dengan kelemahan neuromuskuler: paralisis
akibat perdarahan pada pedunkules cerebri 06 Juli 2009 -
kiri, mesencephalon kiri dan thalamus kiri

V. RENCANA KEPERAWATAN

Tgl/ No.
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi TTD
Jam Dx.

06’07’ 1 Setelah dilakukan tindakan Mandiri


09 keperawatan selama 3x7 jam
1. Monitor tekanan darah.
diharapkan perfusi jaringan
2. Letakkan kepala dengan posisi
serebral adekuat dengan kriteria
agak ditinggikan (30o) dan dalam
hasil:
posisi anatomis.
 Menunjukkan peningkatan 3. Tinggikan tangan dan kepala.
tingkat kesadaran menjadi 4. Pertahankan keadaan tirah
CM baring.
 Menunjukkan tekanan darah 5. Catat status neurologis.
dalam rentang normal (120 – Kolaborasi
140/60 – 90 mmHg)
6. Berikan O2 tambahan sesuai
 Tidak ada tanda-tanda indikasi.
peningkatan TIK

06’07’ 2 Setelah dilakukan tindakan Mandiri


19 keperawatan selama 3x7 jam
1. Kaji kemampuan
diharapkan kerusakan mobilitas
fungsional/luasnya kerusakan
fisik dapat diminimalkan,
awal dan dengan cara yang
dengan kriteria hasil:
teratur.
 Klien dapat duduk tanpa 2. Latih melakukan latihan rentang
bantuan. gerak aktif dan pasif pada semua
 Klien dapat makan dan ekstremitas.
minum secara mandiri. 3. Sokong ekstremitas dalam posisi
 Klien dapat melakukan ROM fungsionalnya, gunakan papan
aktif sesuai dengan kaki selama periode paralisi
kemampuannya. flaksid. Pertahankan posisi
kepala netral.
4. Tempatkan bantal dibawah
aksila untuk melakukan abduksi
pada tangan.
5. Posisikan lutut dan panggul
dalam posisi ekstensi.
6. Pertahankan kaki dalam posisi
normal.
7. Anjurkan pasien untuk
membantu pergerakan dan
latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit
untuk
menyokong/menggerakkan
daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
Kolaborasi

8. Konsultasikan dengan ahli


fisioterapi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

1. Definisi

Gambar 2.1Jenis-jenis fraktur


Sumber : dokterbedahtulang.com

Menurut Masjoer A, 2005 Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat
dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena
kecelakaan yang tidak terduga.
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuaijenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelzter and Bare, 2002).
Menurut mansjoer, 2000 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang
menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2001).
Jadi, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, yang dapat disebabkan oleh
trauma maupun penyakit atau patologis.

2. Etiologi
Menurut FKUI (2010), penyebab fraktur adalah trauma yang terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Trauma langsung; berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat
itu.
b. Trauma tidak langsung; bila mana titik tumpuh benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.

3. Klasifikasi

Gambar 2.2 Klasifikasi fraktur


Sumber : dokterbedahtulang.com

Menurut Helmi (2012), klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi


berdasarkan penyebab, jenis, klinis dan radiologi.
a. Klasifikasi berdasarkan penyebaab
1. Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang
besar.
2. Fraktur patologi
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelimnya akibat kelainan patologi didalam
tulang.

3. Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
b. Klasifikasi berdasarkan jenis fraktur
Klasifikasi jenis fraktur dapat dilihat pada Gambar 2. Berbagai jenis fraktur
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fraktur terbuka
2. Fraktur tertutup
3. Fraktur kompresi
4. Fraktur stress
5. Fraktur avulasi
6. Greenstick Fracture (Fraktur lentuk atau salah satu tulang patah sedang disisi
lainnya membengkok)
7. Fraktur transversal
8. Fraktur komunitif
9. Fraktur impaksi

4. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.3 Anatomy paha bagian depan


Sumber : www.changingshape.com
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan
otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan baiknya fungsi system musculoskeletal
sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang- tulang memberi
perlindungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan paru.
Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur tubuh
otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik. Tulang meyimpan
kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam
empat kategori: tulang panjang (missalfemur tulang kumat) tulang pendek (missal
tulang tarsalia), tulang pipih (sternum) dan tulang tak teratur (vertebra). Tulang
tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau spongius).Tulang tersusun atas
sel, matrik protein, deposit mineral. Sel – selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas,
osteosit dan osteocklas. Osteoblas berfungi dalam pembetukan tulang dengan
mensekresikan matriks tulang. Matrik merupakan kerangka dimana garam - garam
mineral anorganik di timbun. Ostiosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam
pemeliharahan fungsi tulang dan tarletak ostion. Ostioklas adalah sel multi nukliar yang
berperan dalam panghancuran, resorpsi dan remodeling tulang. Tulang diselimuti oleh
membran fibrus padat dinamakan periosteum mengandung saraf, pembuluh darah dan
limfatik. Endosteum adalah membrane faskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga – rongga dalam tulang kanselus. Sumsum tulang merupakan
jaringan faskuler dalam rongga sumsum tulang panjang dan dalam pipih. Sumsum
tulang merah yang terletak disternum, ilium, fertebra dan rusuk pada orang dewasa,
bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih.pembentukan tulang.
Tulang mulai terbentuk lama sebelum kelahiran. (Mansjoer. 2000 : 347)

5. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum,
pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi
pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal
medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya, menyerap
hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang
(osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium
dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk
menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang (Smelter & Bare, 2001).
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma.
Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis
dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang
saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Ke dalam
hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian juga tumbuh sel jaringan mesenkin yang
bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk
kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-
mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap
selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus
fibrosa berubah menjadi kalus tulang.

6. Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) antara lain:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
1. Rotasi pemendekan tulang
2. Penekanan tulang.
b. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur
c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi

7. Penatalaksanaan Medis
Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan stabilitas ujung
patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada fraktur femur adalah menjaga paha
tetap dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
Adapun prinsip penanganan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi :
a. Reduksi fraktur
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak
normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah
(reduksi tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah
(reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau
dipasang melalui fragmen tulang atau langsung kerongga sum sum tulang. Alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
b. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, atau fiksator eksterna. Implant
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna
untuk mengimobilisasi fraktur.
c. Fisioterapi dan mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan setelah
fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul betul
telah kembali normal.
d. Analgetik
Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri yang
timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang biasanya di
kenal dengan shock analgetik.

8. Komplikasi
Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :
a. Komplikasi segera (immediate)
Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok neurogenik,
kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.
b. Early Complication
Dapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome compartemen

c. Late Complication
Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi),
degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion).

9. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Doenges, Moorhouse & Geissler (1999) pemeriksaan diagnostik pada
pasien fraktur adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan sinar-X untuk membuktikan fraktur tulang.
b. Scan tulang untuk membuktikan adanya fraktur stress.
TINJAUAN KASUS

Tangggal masuk : 28 Maret 2015


Tanggal pengkajian : 29 Maret 2015
No. MR : 497541
Ruang : Ruang Penyakit Bedah
Diagnoda medik : CLOSE FRAKTUR TIBIA FIBULA SINISTRA
1. PENGKAJIAN
A. Identitas klien
Nama : Ny. N
Umur : 66 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Iraonogeba Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli.
Penanggung Jawab :
Nama : Ny.S
Umur : 50 Tahun
Jenis kelamin : perempuan
Hub.dgn klien : keponakan
B. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri.
C. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Klien dibawa ke IGD pada tanggal 28-des-2010 diantar oleh keluarga
dengan keluhan nyeri pada betis sebelah kiri dan tidak bisa digerakkan karena
patah setelah ditabrak sepeda motor.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 29-des-2010 klien tampak
lemah,kesadaran composmentis,tampak bengkak pada bagian kaki yang
patah,klien mengeluh nyeri pada kaki (betis) sebelah kiri karena patah dengan
skala nyeri :4. Dan nyeri bertambah jika kaki tersebut digerakan.keluarga klien
selalu membantu dalam memenuhi kebutuhannya.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Klien belum pernah mengalami patah tulang sebelumnya,klien juga tidak
mempunyai riwayat penyakit keturunan dan menular lainnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
keturunan ataupun menular lainnya.
D. Data psikologis
Klien tampak menerima keadaan sakit sekarang dan berharap bisa cepat sembuh.
E. Data sosial
Hubungan klien dengan keluarga baik,terlihat dari anak dan keluarganya yang lain
selalu menunggu nya.
F. Data spiritual
Klien beragama kristen protestan, klien dan keluarga selalu berdo'a supaya cepat
senbuh.
G. Kebiasaan sehari-hari

No. Kebiasaan Di Rumah Di Rumah Sakit

1.
Nutrisi

a.Makanan

3x sehari
 frekuensi
3x sehari
 jenis makanan
Nasi,lauk Nasi, lauk-pauk,
pauk,sayur sayur
b.Minuman

 frekuensi
6-7 gelas /hari
-jenis minuman
Air putih
6-7 gelas/hari

Air putih

Eliminasi
a.BAB
1x/hari
 frekuensi
Lembek
 konsistensi
Kuning
 warna
2.
b.BAK 1x/hari
4-5x/hari
 frekuensi Jernih Lembek
 warna kekuningan
Kuning
 bau Khas
 jumlah + 1300 cc/hari

Terpasang kateter

Istirahat tidur
6-7 jam/hari Jernih kekuningan

 lama tidur Tidak ada


Khas
 gangguan
tidur +1300cc/hari

2x/hari
2x/hari
Personal hygiene

 mandi
 gosok gigi Klien bisa 6-7 jam/hari
melakukan
aktivitas Tidak ada

Secara mandiri

Aktivitas
3.

Dilap 1x/hari

1x/hari

Klien selalu
dibantu oleh
4. keluarga dan
perawat dalam
melakukan
aktivitas

H. Pemeriksaan fisik

 keadaan umum :lemah


 kesadaran : compos mentis
 Tanda-tanda vital : TD : 150/90 mmHg P : 18x/Menit

N : 81x/Menit S : 36,5'c

1.Kepala

 inspeksi :simetris,distribusi rambut merata


 palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan

2.Mata

 inspeksi :simetris,tidak ada katarak,konjungtiva anemis,sclera an ikterik


 palpasi :tidak ada nyeri tekan
3.Hidung

 inspeksi :simetris,tidak ada pengeluaran,tidak ada pernafasan cuping


hidung
 palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan

4.Telinga

 inspeksi :simetris,tidak ada pengeluaran


 Palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan

5.Mulut

 inspeksi :simetris,mukosa bibir lembab,tidak ada sianosis


 Palpasi :tidak ada nyeri tekan

6.Leher

 inspeksi :simetris,tidak ada pembesaran vena jugularis


 Palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada pembengkakan

7.Dada

 inspeksi :simetris,pergerakan dinding dada baik


 palpasi :tidak ada nyeri tekan
 auskultasi :bunyi nafas vesikuler
 perkusi :bunyi rensonan

8.Abdomen

 inspeksi :simetris,tidak ada bekas operasi


 auskultasi :bunyi bising usus (+)
 perkusi :bunyi timpani
 palpasi :tidak ada nyeri tekan

9.Ekstremitas

 atas :pada ekstremitas atas,tangan bisa digerakkan dengan baik


 bawah :pada ekstremeritas bawah,kaki sebelah kiri(tibia-fibula) tidak bisa
digerakkan/fraktur, kondisi sekitar fraktur oedema, adanya luka

10.Genetalia

 inspeksi :simetris,terpasang kateter


 palpasi :tidak ada nyeri tekan

I. THERAPY

1.cairan RL 20 tts/menit

2.citicholine 3x1 (IV)

3.keterolac 3x1 (IV)

4.taxef 2x1 gr (14/st)

5.pronalges supp

6dexamethason 2x1 amp (IV)

7.rannitidin 2x1 amp (IV

2. ANALISA DATA
Nama : Ny.N No.MR: 4793

Umur : 66 Tahun Ruangan :Ruang Penyakit Bedah

Interprestasi
No Data Senjang Masalah
Data
Fraktur

DS :

 Klien mengatakan nyeri Diskontinuitas


pada betis sebelah kiri tulang
kerena patah

DO :
Gangguan
1  KLien tampak lemah rasa nyaman

 Skala nyeri 4 nyeri

 Tampak edema pada bagian


fraktur Pergeseran

 Nyeri bertambah jika pada fragmen tulang

bagian yang fraktur di


gerakkan

Nyeri
Fraktur
DS :
Gangguan
2 mobilitas
 Keluarga klien mengatakan
fisik
aktivitas klien selalu dibantu
oleh keluarga Diskontinuitas
tulang
DO :

 Klien tampak selalu di bantu


oleh keluarga dan perawat
dalam melakukan aktivitas
 Fraktur pada 1/3 tibia fibula
sinistra
Perubahan
jaringan sekitar

Pergeseran
fragmen tulang

Depormitas

Gangguan fungsi
Gangguan
mobilitas fisik

3. DIAGNOSA

Nama : Ny.N No.MR : 4793

Umur : 66 Tahun Ruangan :Ruang Penyakit Bedah

Tanggal Tanggal
No Diagnoasa Keparawatan Paraf Paraf
Dtemukan teratasi
Gangguan rasa nyaman nyeri
b.d terputusnya kontinuitas
1 29-3-2015
jaringan pada tulang /
fraktur
Gangguan mobilitas fisik b.d
2 29-3-2015
kelemahan

4. INTERVENSI

Nama : Ny.N No.MR : 4793

Umur : 66 Tahun Ruangan :Ruang Penyakit Bedah

No Tujuan dan Intervensi Paraf


Rasional
kriteria hasil Keperawatan
Setelah dilakukan  Pertahankan  Menghilangk
perawatan selama imobilisasi an nyeri dan
1 3x24 jam di bagian yang mencegah
harapkan sakit dengan kesalahan
gangguan rasa tirah baring, posisi tulang
nyaman nyeri gips / atau jaringan
dapat berkurang / pembidaian yang cedera
atau teratasi  Meningkatka
dengan criteria n aliran balik
hasil : vena,
menurunkan
 Klien
edema, dan
tidak
menuunkan
mengeluh
 Tinggikan nyeri
nyeri
dan dukung  Mempengaru
 Skala
eksremitas hi pilihan /
nyeri0
yang terkena pengawasan
kefektifan
intervensi
 Menurunkan
edema /
pembentukan
hematum,
 Evaluasi menurunkan
keluhan sensasi nyeri
nyeri,  Untuk
perhatikan menurunkan
lokasi, nyeri atau
karakteristik spasme otot
dan
intensitas
nyeri
 Lakukan
kompres
dingin 24-48
jam pertama
sesuai
keperluan

 Kolaborasi
pemberian
obat
analgetik

 Kaji derajat  Pasien


imobilitas mungkin
yang dibatasi oleh
Setelah dilakukan dihasilkan pandangan
perawatan selama oleh cedera diri / persepsi
3x24 jam diri tentang
diharapkan keterbatasan
gangguan fisik aktual,
mobilitas fisik memerlukan
dapat teratasi informasi
2 dengan kriteria  Berguna
hasil : untuk
mempertahan
 Klien
kan posisi
melakuka
fungsional
n aktivitas
eksremitas
secara
tangan / kaki,
mandiri
mencegah
kontraktur
 Beriakn  Mobilisasi
papan kaki, dini
bebat menurunkan
pergelangan komplikasi
tirah baring,
meningkatka
n

penyembuhan
dan normalisasi
fungsi organ

 Berikan /
bantu
 Hipertensi
mobilisasi
pertural
dengan kursi
adalah
roda, kruk,
masalah
tongkat,
umum
sesegera
menyertai
mungkin,
tirah baring
intruksikan
lama dan
keamanan
dapat
dalam
memerlukan
menggunaka
intervensi
n alat
khusus
mobilisasi
 Awasi TD
dengan
melakukan
aktivitas

Anda mungkin juga menyukai