Anda di halaman 1dari 19

Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Osteoporosis

Oleh Kelompok 1: 1. Ester Tambunan 2. Fergiliana Jenatu 3. Imelda Selestina Raben 4. Irawati Hutagalung 5. Irene Chllaudiia Janggat 6. Kristina Sutami Nurasih 7. Lusiana Wati Fernandez 8. Ruth Luvita Monica 9. Sara Indah Lestari 10. Septi Tri Jayanti 11. Trini Puji Lestari 12. Verawati Silalahi 13. Virginia Jaqline Priska (2010-11-007) (2010-11-008) (2010-11-011) (2010-11-012) (2010-11-013) (2010-11-015) (2010-11-0) (2010-11-034) (2010-11-035) (2010-11-036) (2010-11-040) (2010-11-042) (2010-11-043)

Program S1 Keperawatan A Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus 2012/2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmatNya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik. Dalam makalah ini termuat informasi informasi mengenai osteoporosis atau yang lazim dikenal sebagai pengeroposan tulang. Kami berterima kasi kepada semua pihak yang telah terlibat dalam proses pembuatan makalah ini dengan berbagai cara. Kami juga mohon maaf atas segala kekurangan yang tersaji dalam makalah ini, ataupun segala tindakan kami yang menimbulkan kesalahpahaman sewaktu proses pembuatan makalah ini. Semoga apa yang kami sajikan boleh bermanfaat bagi anda semua.

Jakarta, Maret 2012 Penulis

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor penentu utama dari massa tulang dan risiko patah tulang. Osteoporosis dapat terjadi pada semua usia, namun hal ini lebih banyak terjadi pada orang lanjut usia. Kita semua akan kehilangan kepadatan tulang seiring dengan usia kita, namun beberapa dari kita kehilangan lebih banyak ataupun lebih cepat. Tidak benar jika setiap lansia akan mengalami osteoporosis namun osteoporosis memang lebih sering terjadi pada lansia. Umumnya ras campuran Afrika Amerika memiliki massa tulang tertinggi, sedangkan ras kulit putih, khususnya dari Eropa utara, memiliki massa tulang terendah. 2. Tujuan Penulisan a. Definisi Osteoporosis b. Etiologi c. Patofisiologi d. Klasifikasi Osteoporosis e. Tanda dan gejala f. Komplikasi g. Penatalaksanaan h. Pemeriksaan penunjang i. Asuhan keperawatan

BAB II PEMBAHASAN KASUS : Seorang pria berusia70 tahun mengeluh sakit pada punggung bila berdiri agak lama dan ketika membungkuk sejak satu minggu yang lalu. Pasien riwayat jatuh di kamar mandi 6 bulan yang lalu. Pasien berobat ke rumah sakit dan dilakukan pemeriksaan fisik dan radiologi. Pasien tampak kurus dan konjungtiva tampak anemis. Dari hasil pengkajian didapatkan pasien tidak suka minum susu. Dari hasil pemerikaan fisik ditemukan bahwa postur tubuh pasien tampak agak condong ke depan. Dari hasil labolatorium diperoleh hasil Hb 10 mg/dl, Ht 37%, leukosit 9.100, trombosit 155.000 u/L. pada pemeriksaan urin terdapat kalsium. Pasien juga dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang ( bone density test) dengan hasil -3. Rencana medic akan dilakukan foto rontgen tulang belakang.

Hasil Diskusi : 1. Menurut anda gangguan apa yang dialami klien? Berikan alasannya! Osteoporosis karena BDT < -2.5 (kepadatan tulang). Osteoporosis karena urine terdapat kalsium dan jarang minum susu. Osteoporosis karena postur tubuh pasien agak condong ke depan.

2. Apa definisi dari Osteoporosis? Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan massa tulang dan penurunan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan patah. Osteoporosis adalah gangguan metabolism tulang sehingga massa tulang berkurang. Proses pengeroposan yang abnormal pada tulang yang bisa idiopatik atau sekunder akibat keadaan lain. Osteoporosis didefinisikan sebagai kelainan tulang sistemik yang dicirikan sebagai penurunan kekuatan tulang yang berisko fraktur.

Pembahasan : Osteoporosis merupakan suatu keadaan dimana tulang menjadi keropos, tanpa merubah bentuk atau struktur luar tulang, namun daerah dalam tulang menjadi berlubanglubang sehingga mudah patah. Menurut WHO (1994), osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang serta risiko terjadinya patah tulang.

3. Apa penyebab dan factor risiko kondisi yang dialami oleh klien? Usia : kalsitosin yang menghambnat reabsorrbsi tulang dan merangsang pembentukan tulanmg mengalami penurunan dan esterogen yang menghambat pemecahan tulang juga berkirang. Tidak suka minum susu jadinya intake kalsium dalam tubuh berkurang. Kurang olahraga Osteoporosis tipe II karena penurunan jumlah tulang yang terbentuk selama siklus remodeling. Krnpenurunan jumlah osteoblas dalam kaitannya dengan jumlah osteoblas yang dibutuhkan. Ada tipe I karena post menopause. Tipe II karena umur. Usia meningkat , paratiroid meningkat, paratiroid meningkat, osteoklas meningkat, jd terjadi pengeroposan. Pada pria kadar esterogen sedikit. Jd ga terlalu signifikan. Adrenal gonad menurun

Pembahasan : Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut: a. Determinan Massa Tulang 1. Faktor genetik Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai

tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis 2. Faktor mekanis Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik 3. Faktor makanan dan hormon Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya. b. Determinan Penurunan Massa Tulang 1. Faktor genetik Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar

badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama. 2. Faktor mekanis Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia. 3. Kalsium Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanitawanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari. 4. Protein Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka

fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif. 5. Estrogen Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal. 6. Rokok dan kopi Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja. 7. Alkohol Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .

4. Termasuk ke dalam kategori apa kondisi klien dalam kasus tersebut? Osteoporosis primer

Pembahasan : Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder, penjelasannya adalah : a. Osteoporosis Primer Osteoporosis yang penyebabnya tidak berkaitan dengan penyakit lain, berhubungan dengan berkurangnya dan atau terhentinya produksi hormon (wanita), disamping bertambahnya usia.

Osteoporosis primer terbagi dalam : i. Osteoporosis tipe 1 Disebut juga osteoporosis idiopatik (post-menopausal osteoporosis), bisa terjadi pada dewasa muda dan usia tua, baik pria maupun wanita. Osteoporosis tipe 1 berkaitan dengan perubahan hormon setelah monepause. Pada osteoporosis tipe ini terjadi penipisan bagian keras tulang paling luar (korteks) dan perluasan tongga tulang (trabikula). ii. Osteoporosis tipe 2 Disebut juga senile osteoporosis (involutional osteoporosis), banyak terjadi di atas usia 70 tahun. b. Osteoporosis Sekunder Osteoporosis sekunder disebabkan berbagai penyakit tulang (kronik rheumatoid arthritis, tbc spondilitid, osteomalaica, dan lain-lain), pengobatan menggunakan kortikosteroid untuk waktu yang lama, astronot tanpa gaya berat, paralise otot, tidak bergerak untuk periode yang lama, hipertiroid, dan lain-lain.

5. Jelaskan mekanisme terjadinya tanda dan gejala yang dialami oleh klien! Sakit pada punggung Kurus Konjungtiva tampak anemis. Hasil lab di dapat bahwa Hb klien ada dibawah rentang normal yaitu 10 mg/dl krn menurunnya produksi sel darah merah pd tulang. Postur tubuh tampak agak condong ke depan. Itu krn melemah dan kollapsnya korpus vertebra . tinggi seseorang akan berkurang dan individu menjadi bungkuk. Pembahasan : Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah : a. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12) b. Nyeri timbul mendadak c. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang d. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur

e. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas f. Deformitas vertebra thorakalis : Penurunan tinggi badan

6. Pemeriksaan dan laboratorium dan diagnostic apalagi yang perlu dilakukan? Kalsium serum BMR : menurut WHO kadar mineral 1 -> normal ; 1.0 2.5 -> osteoporosis 2.5 fraktur -> osteoporosis parah Scan tulang = menunjukan demineralisasi tulang. Dinyatakan osteoporosis apabila hasil 25% - 40% X ray = menyingkirkan kemumngkinan dx lain seperti osteomalasia dan keganasan. Absorbsiometri foton-tungal = memantau massa tulang pada pergelangan tangan NAA = memperkirakan fatal kadar kalsium tubuh dan mengukur massa tulang local. Absorbsiometri energy-rontgen ganda atau dexa dan pemindaian computer memberikan informasi pada massa tulang spinal dan panggul. Sonodensitometri = menilai densitas tulang verifier dan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya risiko radiasi. Pembahasan : Pemeriksaan non-invasif yaitu ; a. Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dan massa tulang. b. Pemeriksaan absorpsiometri c. Pemeriksaan komputer tomografi (CT) d. Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka. e. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers osteocalein (GIA protein).

7. Penatalaksanaan medis apa yang diperlukan oleh klien? Farmakologis : terapi kalsitonin : menekan kehilangan tulang berikan secara sc atau im. Terapi natrium florida = memperbaiki aktivitas osteoblastik dan pembentukan tulang. Terapi etidronat = menghalangi reabsorbsi tulang osteoklastik. Diet seimbang yg adekluat dg pemberian kalsium dan vit. D Latihan untuk membantu meningkatkan massa tulang, meningkatjkan massa otot koordinasi d keseimbangan. Pembahasan : a. Nutrisi Meningkatkan kalsium seperti susu skim, yoghurt, keju, ikan sarden dan bayam. Kalsium ini menghambat kerapuhan tulang. b. Suplemen kalsium Suplemen kalsium 1000mg/hari untuk pre-menopause dan post-menopause (pada wanita) yang mengkonsumsi esterogen sedangkan 1500mg/hari pada wanita yang menopause yang tidak mengkonsumsi suplemen esterogen. c. Latihan Untuk membantu membangun massa tulang, meningkatkan massa otot, koordinasi dan keseimbangan. Latihan ini dilakukan dengan cara berjalan, mendaki, tenis dan menari. Berjalan selama 30 menit selama 1 minggu sangat direkomendasikan. d. Terapi medik 1. Suplemen esterogen untuk membantu mengganti esterogen, esterogen dipercaya untuk menghambat aktivitas osteoplast, kalsitonin-calcimas (untuk menghambat reabsorbsi tulang). 2. Osteoklastik Bysphosponates untuk menghambat osteoklas dan meningkatkan kepadatan tulang.

8. Komplikasi apa yang bisa terjadi? Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet. Fraktur pada lutut, pelvis dan spinal.

9. Buatlah patofisiologi dari penyakit diatas? Semua bagian tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia, begitu pula dengan rangka tubuh. Mulai dari lahir hingga mencapai usia dewasa, atau kira-kira 30 tahun, jaringan tulang yang dibuat lebih banyak dari pada yang hilang, namun setelah 30 tahun situasi terbalik, jaringan tulang yang hilang lebih banyak dari pada yang di buat. Kekuatan tulang berasal dari dua sumber yaitu bagian luar yang padat (korteks) yang beratnya 80% dari massa tulang dan bagian dalam yang halus seperti spons yang disebut trabekular (20%) dari massa tulang dan jaringan dasar tulang mengandung sel-sel tulang (osteosit) yang terdiri dari osteoklas (penghancur) dan osteoblas (pembentuk). Osteoporosis menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah tulang yang diperlukan sebagai kekuatan penyanggah mekanik. Berkurangnya masa tulang, dan demikian pula dengan massa otot sesungguhnya berkaitan dengan proses menua. Hanya apabila berkurangnya (hilangnya) jaringan tulang cukup luas sampai menimbulkan gejala maka disebut osteoporosis. Penyebab osteoporosis adalah usia tua, kurang aktivitas pada waktu yang lama, faktor genetik dan kurangnya hormon esterogen. Usia tua merupakan salah satu penyebabnya. Akibat dari usia tua yakni menurunnya osteoblast. Karena menurunnya protein dari tulang sebagai stimulator osteoblast, akibatnya menurunkan kapasitas sel tulang. Selain itu, kurangnya aktivitas dalam jangka waktu yang lama juga dapat meningkatkan hilangnya jumlah tulang karena hilangnya sumber mekanik yang penting untuk merangsang pembentukan tulang secara normal. Kehilangan fungsi tulang terlihat immobilisasi dan paralisis pada ekstermitas. Aktivitas sangat penting, karena mempengaruhi kepadatan tulang. Sedangkan penyebab dari genetik yakni adanya pewarisan pada reseptor molekul vitamin D, kurangnya kalsium, meningkatnya hormon paratiroid, maka dapat menurunkan kadar vitamin D. Penyebab lain, kurangnya hormon esterogen juga dapat mengakibatkan osteoporosis. Karena esterogen sangat berperan penting, sebagai tenaga pengganti saat monepause untuk melindungi diri dari proses hilangnya sel-sel tulang. Berkurangnya jumlah esterogen, mengakibatkan meningkatnya sekresi IL-1, IL-6 dan TNF oleh sel darah putih dan sel sumsum tulang. Semuanya berpotensi sebagai stimulator dari aktivitas osteoklast.

10. Pengkajian apa yang perlu dilengkapi? a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan Faktor genetik Penyakit kronik Merokok / riwayat konsumsi alkohol Riwayat jatuh Usia

b. Pola Nutrisi Penurunan berat badan Kebiasaan minum susu Makan makanan tinggi kalsium

c. Pola eliminasi Konstipasi karena immobilitas

d. Pola aktivitas dan latihan Deformitas pada spinal (kyposis)

e. Pola tidur dan istirahat Gangguan tidur karena adanya nyeri

f. Pola persepsi kognitif Nyeri punggung

g. Pola konsep diri dan persepsi diri Ungkapan ketidakberdayaan karena keadaan. Rasa khawatir dirinya tidak mampu beraktivitas seperti sebelumnya.

h. Pola hubungan-peran Kecemasan akan tidak mampu beraktivitas seperti biasa. Merasa tidak berdaya

i. Pola seksual dan reproduksi Merasa khawatir tidak dapat memenuhi kewajiban terhadap pasangan.

j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres Ekspresi wajah sedih Tidak bergairah Merasa terasing dirumah sakit.

k. Pola nilai dan kepercayaan Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa Pemeriksaan fisik : Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat nyeri tekan atau nyeri pergerakan. Periksa mobilitas pasien Amati posisi pasien yang tampak membungkuk

11. Diagnose keperawatan apa yang dapat ditemukan pada klien? Buatlah prioritas diagnose keperawatan! a) Nyeri berhubungan dengan fraktur pada tulang belakang dan spasme otot b) Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi c) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot d) Inefektif regimen terapeutik berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

12. Buatlah HYD dan intervensi keperawatan sesuai dengan kasus! a. DP 1 : Nyeri berhubungan dengan fraktur pada tulang belakang dan spasme otot HYD : nyeri klien berkurang yang ditandai dengan klien mengatakan nyeri tekan berkurang pada lokasi fraktur. Wajah klien tampak rileks. INTERVENSI : i. Kaji karakteristik nyeri klien (lokasi, frekuensi) R/: Mengetahui tingkat, sifat nyeri klien. ii. Anjurkan klien untuk beristirahat di tempat tidur dengan posisi terlentang atau miring kiri. R/: Mengurangi nyeri pada tulang belakang. iii. Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam. R/: Mengurangi nyeri klien. iv. Berikan massage pada punggung klien. R/: Relaksasi otot untuk mengurangi nyeri v. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

R/: Mengurangi nyeri klien. b. DP II : Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi HYD : Klien dapat BAB tanpa ada keluhan yang menyertai, yang ditandai dengan frekuensi BAB kembali seperti kebiasaan klien. Karakteristik feses lunak. INTERVENSI : i. Kaji adanya keluhan saat BAB. R/: Mengetahui penyebab konstipasi ii. Kaji kapan klien terakhir BAB. R/: Mengetahui frekuensi BAB klien iii. Kaji karakteristik, warna dan jumlah feses. R/: Mengetahui adanya konstipasi iv. Kaji bising usus. R/: Mengetahui adanya peristaltik usus v. Berikan posisi mika-miki bila tidak ada kontraindikasi. R/: Meningkatkan peristaltik usus vi. Anjurkan klien minum air putih kurang lebih 100cc/hari R/: Untuk melancarkan BAB vii. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi serat. R/: Melancarkan BAB dan mengurangi konstipasi viii. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian laxativ. R/: Mengurangi konstipasi dan membantu melunakkan feses agar mudah untuk dikeluarkan. c. DP III : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot. HYD : Klien mampu melakukan mobilisasi mandiri secara bertahap, yang ditandai dengan klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. INTERVENSI : i. Kaji tingkat mobilisasi klien. R/: Mengetahui sejauh mana klien dapat melakukan mobilisasi ii. Bantu klien melakukan aktivitasnya sehari-hari. R/: Membantu memenuhi kebutuhan klien iii. Dekatkan barang-barang klien.

R/: Agar mudah dijangkau oleh klien iv. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk mobilisasi. R/: Membantu meningkatkan mobilisasi v. Support klien untuk dapat memenuhi kebutuhannya secara bertahap. R/: Melatih tomus otot d. DP IV : Inefektif terapeutik berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi. HYD : Pasien dapat mengulang kembali apa yang telah dijelaskan oleh perawat. INTERVENSI : i. Kaji tingkat pengetahuan klien. R/: Mengetahui tingkat pengetahuan klien mengenai penyakitnya ii. Beri informasi pada klien mengenai faktor yang mempengaruhi osteoporosis, tindakan untuk menghentikan atau memperlambat proses dan upaya untuk mengurangi gejala. R/: Memberikan pengetahuan kepada klien iii. Beri penjelasan kepada klien mengenai pentingnya diet, konsumsi suplemen kalsium vitamin D dan aktivitas fisik untuk membantu mempertahankan massa tulang dan meminimalkan pengeroposan tulang. R/: Agar pasien dapat mengetahui pentingnya terapi tersebut untuk meminimalkan penyakutnya iv. Beri penjelasan tentang pentingnya terapi mobilisasi. R/: Memberikan pengetahuan kepada klien v. Beri penjelasan mengenai pentingnya minum obat secara teratur. R/: Agar klien dapat menjalankan terapinya dengan baik.

13. Buatlah discharge planning untuk klien! a. Anjurkan asupan kalsium yang adekuat (susu dengan kadar kalsium tinggi). b. Anjurkan asupan vitamin D yang adekuat, tinggi protein dan rendah lemak. c. Anjurkan latihan fisik yang teratur (olahraga teratur seperti: jalan kaki, berenang, senam aerobik). d. Hindari rokok dan minuman alkohol.

e. Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada klien yang sudah pasti terkena osteoporosis. f. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan klien terjatuh misalnya lantai yang licin dan obat anti hipertensi yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik.

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Tulang sangatlah penting kita jaga mulai dari usia dini agar kekuatan tulang pun maksimal karena tulang merupakan penyokong tubuh kita dan secara alamiah tulang manusia akan mengalami penurunan massa tulang, namun dapat dicegah ataupun diperlambat dengan cara menjaga gaya hidup yang benar dengan melakukan aktivitas fisik dengan teratur, konsumsi makanan yang mengandung kalsium tinggi. 2. Saran Saran dari kelompok kami adalah : a. Olahraga teratur b. Konsumsi makanan tinggi kalsium c. Konsumsi suplemen vitamin D tambahan d. Rajin untuk meminum susu. e. Jaga body mekanik saat berjalan dan bekerja.

DAFTAR PUSTAKA Black, M.J & Hawkl, J.H. (2005). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcome. Seventh edition. USA: Elsevier Inc Carpenito, L. J. (2001). Diagnosa Keperawatan Aplikasi untuk Praktik Klinik. Edisi 8. Lippincott William & Willins. Christensen, B. L & Kockrow, E. O. (2006). Foundation and Adult Health Nursing. Fifth edition. USA: Elsevier Inc. Smeltzer, S. & Bare, B. (2004). Brunner & Suddarths textbook of medical surgical nursing. 10th edition. Lippincott & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai