Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH PRAKTEK RUMAH SAKIT

OSTEOPOROSIS

DI SUSUN OLEH :

1. DINO SUHARNO - 1620313295


2. DITA RANI PUPITASARI - 1620313296

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016
OSTEOPOROSIS
A. DEFINISI
Osteoporosis berasal dari kata osteo (tulang) dan porous (keropos), yang
disebut juga pengeroposan tulang yaitu tulang menjadi tipis, rapuh, dan
keropos, serta mudah patah. Tulang keropos jarang menimbulkan keluhan dan
pada umumnya pasien baru konsultasi ke dokter setelah terjadi patah tulang.
Oleh karena itu, tulang keropos dianggap sebagai si pembunuh diam-diam.
Tulang yang keropos terlihat berlubang-lubang seperti karet spons. Wanita
yang telah keropos tulangnya mudah diamati dari sikap berdiri yang tidak
bisa tegap lagi.
Osteoporosis dicirikan oleh rendahnya massa tulang dan rendahnya
kualitas jaringan tulang menyebabkan fragilitas tulang dan peningkatan resiko
patah. WHO mengklasifikasikan massa tulang berdasarkan skor T. Skor T
adalah jumlah standar deviasi dari rata-rata kerapatan massa tulang BMD
(bone mass density) untuk populasi normal muda. Massa tulang normal
adalah mereka dengan skor T lebih besar dari 1, osteopenia 1 sampai 2,5
dan osteoporosis kurang dari 2,5 (Dipiro et al, 2008).

B. EPIDEMIOLOGI

Gambar 1. Prevalensi osteoporosis pada wanita dan laki-laki di Indonesia


(Sumber: Tirtarahardja et al, 2006)
Salah satu studi tentang tingkatan kerapatan mineral tulang (BMD) dan
prevalensi osteoporosis (T-skor < -2.5) di Indonesia pada tahun 2006
menunjukkan hasil bahwa prevalensi osteoporosis pada wanita berumur 50-
80 tahun sebanyak 23% dan antara umur 70-80 tahun sebanyak 53%.
Prevalensi osteoporosis juga terjadi peningkatan pada laki-laki, dimana
kerapatan mineral tulang menurun sebanyak 10-20% pada umur 20-39 tahun
dan umur 70-79 tahun. Meskipun demikian faktor risiko laki-laki mengalami
osteoporosis adalah 4 kali lebih rendah daripada wanita (Tirtarahardja et al,
2006).

C. ETIOLOGI

1. Faktor genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan


tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain
kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai
struktur tulang lebih kuat/berat dari pada bangsa Kaukasia. Jadi seseorang
yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun
terhadap fraktur karena osteoporosis.

2. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor

genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan

berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.

Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik. Beban

mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa

tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh

becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya

terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot

maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di

tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan
luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa

besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk

meningkatkan massa tulang di samping faktor genetik.


3. Faktor makanan dan hormon

Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup

(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai

dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang

berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa

pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi

kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan

kemampuan genetiknya.Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan

lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang

yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai

sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan

normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar

badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi

proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan

lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang

lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia

yang sama.

4. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses

penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun

demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis

dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan

menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan

fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan

bertambahnya usia.

5. Kalsium

Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses

penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama

pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat

penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan

kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan

keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan

kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan

kalsium positif. Dari keadaan ini jelas bahwa pada wanita masa

menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan

keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa

menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan

serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil

akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah


pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium

sehari.

6. Protein

Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi

penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan

ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan

meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan

secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut

mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi

kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah

pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang

mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk

terjadi keseimbangan kalsium yang negative.

Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan

terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh

karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga

menurunnya konservasi kalsium di ginjal.

7. Rokok dan kopi

Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan

mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan

kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan


massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak

ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.

8. Alkohol

Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering

ditemukan.Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan

masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang

meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .

9. Kepadatan Tulang Rendah


Kepadatan mineral tulang (BMD) adalah prediktor utama dari risiko
patah tulang. BMD rendah dapat terjadi sebagai akibat dari kegagalan
untuk mencapai puncak massa tulang normal dan atau tulang keropos.
Tulang keropos terjadi ketika resorpsi tulang melebihi pembentukan
tulang, terjadi ketika jumlah resorpsi tulang tinggi jauh melampaui
kemampuan osteoblas untuk membentuk tulang yang baru (Dipiro et al,
2008).
Wanita dan pria mulai kehilangan sejumlah kecil massa tulang mulai
di dekade ketiga dan keempat kehidupan sebagai konsekuensi dari sedikit
penurunan asupan dalam pembentukan tulang. Selama premenopause dan
hingga 5 sampai 7 tahun setelah menopause, wanita dapat mengalami
tingkat percepatan kehilangan tulang karena penurunan sirkulasi estrogen
dan peningkatan resorpsi tulang. Tingkat dan durasi kerugian dapat
sangat bervariasi, dari 3% sampai 5% dari kepadatan tulang hilang per
tahun, dan dapat berbeda. Adanya penambahan usia mengakibatkan
kehilangan massa tulang pada sekitar 0,5% sampai 1% per tahun sebagai
akibat dari tingkat percepatan remodeling tulang (Dipiro et al, 2008).
Faktor utama yang mempengaruhi kehilangan tulang adalah status
hormonal, olahraga, penuaan, nutrisi, gaya hidup, kondisi penyakit, obat,
dan beberapa pengaruh genetik. Faktor risiko nonhormonal sama antara
perempuan dan laki-laki (Dipiro et al, 2008).
10. Gangguan Kualitas Tulang
Selain BMD, kekuatan tulang sangat dipengaruhi oleh kualitas sifat
material tulang dan strukturnya. Misalnya, pergantian tulang yang
dipercepat tidak hanya dapat mengakibatkan tulang keropos, tetapi juga
dapat merusak kualitas tulang dan integritas struktural tulang dengan
peningkatan umur. Penilaian kualitas tulang ini penting karena perubahan
dalam efek kekuatan tulang mengakibatkan perubahan kualitas tulang itu
sendiri (Dipiro et al, 2008).
11. Jatuh
Meskipun sampai dengan 50% dari patah tulang belakang dapat
terjadi secara spontan dengan minimal atau tanpa trauma. Pada tahun
2003, lebih dari 1,8 juta manula dirawat di gawat darurat, dan lebih dari
400.000 dirawat di rumah sakit untuk cedera karena jatuh. Risiko cedera
karena jatuh akan meningkat dengan usia lanjut terutama sebagai akibat
dari keseimbangan, gaya berjalan, dan masalah mobilitas, kekuatan otot
berkurang, gangguan kognisi, beberapa kondisi medis (misalnya, stroke,
demensia Alzheimer, penyakit Parkinson), dan polifarmasi. Obat
psikoaktif seperti benzodiazepin, antidepresan, antipsikotik, hipnotik
sedatif, dan narkotika merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan resiko jatuh. Kemampuan untuk beradaptasi dengan jatuh
juga menurun dengan penuaan. Usia yang lebih tua lebih terjadi patah
tulang pinggul atau panggul karena mereka cenderung jatuh ke belakang
atau ke samping, daripada ke depan (Dipiro et al, 2008).

D. PATOFISIOLOGI
Kerangka manusia terdiri dari tulang kortikal dan trabekuler. Tulang
kortikal yang padat dan kompak bertanggung jawab pada sebagian besar
kekuatan tulang. Ini adalah jenis tulang yang paling umum dan menyusun
sekitar 80% dari kerangka. Ini umumnya ditemukan pada permukaan tulang
panjang dan datar. Tulang trabekuler atau kanselus memiliki tampilan seperti
busa dan umumnya ditemukan di sepanjang permukaan dalam tulang panjang
dan seluruh tulang belakang, panggul, dan tulang rusuk. Dalam keadaan
normal, kerangka mengalami proses remodeling tulang yang dinamis.
Jaringan tulang merespon terhadap stres dan cedera melalui penggantian terus
menerus dan perbaikan. Proses ini diselesaikan oleh unit multiseluler dasar,
yang meliputi osteoblas dan osteoklas. Osteoklas terlibat dengan resorpsi atau
pemecahan tulang dan terus menciptakan rongga mikroskopis dalam jaringan
tulang. Osteoblas terlibat dalam pembentukan tulang dan mineral tulang baru
dalam rongga tulang yang terus diciptakan oleh osteoklas (Burns et al, 2008).
Saat puncak massa tulang tercapai antara usia 25 dan 35, pembentukan
tulang melebihi resorpsi tulang untuk peningkatan secara massa tulang
keseluruhan. Bagian tulang trabekuler lebih rentan terhadap remodeling
tulang karena lebih besar luas permukaannya. Dalam osteoporosis,
ketidakseimbangan remodeling tulang terjadi. Secara umum, aktivitas
osteoklastik yang ditingkatkan, mengakibatkan hilangnya tulang secara
keseluruhan. Namun, penurunan aktivitas osteoblastik dan berkurangnya
pembentukan tulang juga dapat terjadi pada beberapa jenis osteoporosis.
remodeling tulang dipercepat selama menopause, dan sekitar 15% dari tulang
hilang selama 5 tahun pertama setelah menopause. Setelah awal penurunan,
keropos tulang terus terjadi tetapi pada tingkat yang lebih lambat hingga 1%
per tahun. Hilangnya tulang yang dihasilkan dan perubahan kualitas tulang
mempengaruhi pasien untuk patah tulang rapuh (Burns et al, 2008).
Secara klinis, osteoporosis dikategorikan menjadi postmenopause, terkait
usia, atau sekunder. Osteoporosis postmenopauseterutama mempengaruhi
tulang trabekuler dalam suatu dekade mengikuti terjadinya menopause, patah
tulang terjadi terutama pada lengan vertebral dan distal beberapa tahun
setelah puncak BMD tercapai, biasanya di pertengahan sampai akhir 30-an,
keropos tulang dimulai secara perlahan. Efek kumulatif seiring berjalannya
waktu dapat menerjemahkan ke dalam osteoporosis terkait usia yang
mempengaruhi baik kortikal dan tulang trabekular dan menyebabkan tulang
belakang, pinggul, dan patah tulang pergelangan tangan. Osteoporosis
sekunder disebabkan oleh penyakit atau pengobatan dan menimpa tipe tulang
keduanya (Dipiro et al, 2008).
1. Osteoporosis pascamenopause
Hilangnya kekuatan tulang selama perimenopause dan postmenopause
merupakan akibat dari peningkatan resorpsi terutama sebagai akibat dari
hilangnya produksi hormon ovarium, khususnya estrogen. Defisiensi
estrogen meningkatkan proliferasi, diferensiasi, dan aktivasi osteoklas
baru dan memperpanjang kelangsungan hidup osteoklas dewasa. Jumlah
perbaikan meningkat dan terdapat lubang-lubang yang lebih karena
resorpsi dan tidak cukup diisi oleh fungsi osteoblastik normal. Nilai
signifikandensity tulang hilang dan struktur tulang berubah. Trabecular
bone adalah yang paling rentan menyebabkan patah tulang belakang dan
pergelangan tangan (Dipiro et al, 2008).
2. Osteoporosis pada pria
Pria memiliki risiko lebih rendah untuk terkena osteoporosis dan patah
tulang osteoporosis karena ukuran tulang yang lebih besar, puncak massa
tulang yang lebih besar, dan lebih sedikit terjatuh. Pria juga tidak
menjalani masa percepatan resorpsi tulang yang mirip dengan
menopause. Namun, pria memiliki tingkat kematian lebih tinggi setelah
patah tulang.
Etiologi osteoporosis laki-laki cenderung multifaktorial dengan penyebab
sekunder dan penuaan menjadi faktor yang paling umum. Pada pria muda
dan usia menengah, penyebab sekunder tulang keropos biasanya bisa
diidentifikasi, dengan hipogonadisme yang paling umum. Osteoporosis
idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) dapat terjadi dan mungkin
merupakan hasil dari faktor genetik yang belum ditentukan (Dipiro et al,
2008).
3. Osteoporosis karena penuaan
Usia memiliki hubungan erat dengan osteoporosis yang terjadi manula
terutama akibat kurangnya hormon, kalsium, dan vitamin D yang
mengarah ke tingkat turnover tulang dipercepat dalam kombinasi dengan
pembentukan osteoblas tulang yang berkurang. Risiko patah tulang
pinggul meningkat secara dramatis pada manula sebagai konsekuensi
dari kerugian kumulatif tulang kortikal dan trabekuler dan peningkatan
risiko karena terjatuh (Dipiro et al, 2008).
4. Penyebab osteoporosis sekunder
Beberapa penyebab osteoporosis sekunder ditemukan di lebih dari
setengah dari wanita premenopause dan perimenopause, sekitar sepertiga
dari wanita menopause, dan lebih dari dua pertiga dari pria. Dua
penyebab umum osteoporosis sekunder adalah kekurangan vitamin D dan
terapi glukokortikoid. Obat potensial yang dapat menginduksi kehilangan
tulang pada wanita premenepouse adalah medroxyprogesteron asetat,
injeksi progestin kerja panjang (Dipiro et al, 2008).

Gambar 2. Mikrograf antara tulang osteoporosis (Kanan) dan tulang normal (kiri)
(Sumber: CLINICIANS GUIDE TO PREVENTION AND TREATMENT OF
OSTEOPOROSIS, 2014)

E. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko untuk osteoporosis diantaranya:
1) Rendahnya kerapatan mineral tulang
2) Sejarah trauma patah yang rendah saat dewasa
3) Sedang merokok
4) Rendahnya berat tubuh atau indeks massa tubuh
5) Umur
6) Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas/hari
7) Terapi glukokortikoid sistemik
8) Jenis kelamin perempuan
9) Osteoporosis sekunder (terutama rematoid artritis)
10) Rendahnya asupan kalsium
11) Rendahnya aktivitas fisik
12) Kesehatan yang buruk
13) Kurangnya paparan sinar matahari
14) Sering jatuh
15) Defisiensi estrogen sebelum umur 45 tahun
(Dipiro et al, 2008)
F. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Di Ubah

a. Faktor Mekanis Atau Usia Lanjut

Faktor mekanis merupakan faktor yang terpenting dalarn proses

penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun

demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis

dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun

dengan bertambahnya usia, dan karena massa tulang merupakan fungsi beban

mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya

usia.

b. Jenis Kelamin

Osreoporosis tiga kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria,

perbedaan ini disebabkan oleh faktor hormonal dan rangka tulang yang lebih

kecil.

c. Faktor Genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan

tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain

kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur

tulang lebih kuat dan berat dari pada bangsa kulit putih. Jadi seseorang yang

mempunyai tulang kuat biasanya jarang terserang osteoporosis.

d. Riwayat Keluarga Atau Keturunan


Riwayat keluarga juga mempengaruhi penyakit osteoporosis, pada

keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak yang

dilahirkannya cenderung mempunyai penyakit yang sama.

e. Bentuk Tubuh

Kerangka tubuh dan skoliosis vertebra yang lemah juga dapat

menyebabkan penyakit osteoporesis. Keadaan ini terutama terjadi pada

wanita antara usia 50-60 tahun dengan identitas tulang yang rendah dan di

atas usia 70 tahun dengan keadaan tubuh yng tidak ideal.

2. Faktor Resiko Yang Dapat Di Ubah

a. Kalsium

Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses

penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya uisia, terutama

pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat

penting, wanita-wanita pada masa pascamenopause, dengan masukan

kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan

keseimbangan kalsiumnya menjadi berkurang maka kemungkinan terjadinya

osteoporosis ada, pada wanita dalam masa menopause keseimbangan

kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang dan

ekskresi melalui urin yang bertambah dapat menyebabkan kekurangan atau

kehilangan estrogen serta pergeseran keseimbangan kalsium sejumlah 25 mg

per sehari pada masa menopause.

b. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi

penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan

ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan

meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara

tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut

mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium

melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium

melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan

akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium

yang negatif.

c. Estrogen

Berkurangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya

gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena

menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya

konservasi kalsium di ginjal.

d. Rokok Dan Kopi

Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan

mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan

kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan

massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak

ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.


e. Alkohol

Alkohol merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan

pengguna alkohol mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah,

disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas

belum diketahui dengan pasti tentang pengguna alkohol.

f. Gaya hidup.

Aktifitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga

berat badan merupakan stimulus penting bagi resorpsi tulang. Beban fisik

yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang.

G. MANIFESTASI KLINIS OSTEOPOROSIS

Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat

fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:


Nyeri timbul mendadak
Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena

melakukan aktivitas

Deformitas vertebra thorakalis Penurunan tinggi badan. Penyebab

penurunan tinggi badan ialah fraktur tulang belakang yang umunya tanpa

keluhan, tapi tubuh semakin pendek. Jika terdapat penurunan tinggi badan

sebanyak 2 cm dalam 3 tahun terakhir, hal ini menandakan frakur tulang

belakang yang baru. Semakin tua umur seseorang yang terserang osteoporosis

maka semakin pendek postur tubuhnya.


H. GEJALA, TANDA SERTA DIAGNOSIS
Gejala osteoporosis yaitu:
1) Rasa sakit
2) Imobilitas
3) Depresi, ketakutan dan rasa rendah diri karena keterbatasan fisik dan
cacat
4) Patah tulang belakang adalah asimtomatik
Tanda-tanda osteoporosis yaitu:
1) Pemendekan tinggi badan (> 1,5 inchi), kifosis atau lordosis
2) Patah tulang belakang, pinggul, pergelangan tangan atau lengan
3) Kepadatan tulang rendah pada pengukuran radiografi
(Dipiro et al, 2008)

Osteoporosis didiagnosa dengan pengukuran BMD atau adanya fraktur


trauma rendah (Dipiro et al, 2008).
Karena kekuatan tulang tidak dapat diukur secara langsung penilaian
kepadatan mineral tulang yang digunakan, yang merupakan 70% dari
kekuatan tulang. Kepadatan mineral tulang yang rendah telah dikaitkan
dengan peningkatan risiko patah tulang. X-ray sangat berguna hanya dalam
mengidentifikasi pasien yang di duga patah tulang dan tidak
direkomendasikan untuk diagnosis osteoporosis (Burns et al, 2008).
Untuk mendiagnosa osteoporosis pada pasien diperlukan:
1) Sejarah trauma patah tulang, penurunan tinggi badan, peningkatan kifosis
dan spin
2) Penyakit kronik yang dapat meningkatkan risiko faktor osteoporosis
termasuk kelainan endokrin, penyakit ginjal, defisiensi vitamin D, dll.
3) Sejarah mengkonsumsi obat (kortikosteroid, antiepilepsi, siklosporine,
litium, dll).
4) Nutrisi, termasuk asupan kalsium
5) Gaya hidup (merokok, alkohol dan aktivitas fisik seperti olahraga).
(Setyohadi et al, 2012)
Kepadatan tulang menggunakan metode X-ray absorpsitiometri (DXA)
adalah pengujian standar dan banyak digunakan untuk mengukur kepadatan
mineral tulang (BMD). Teknik ini dapat digunakan untuk mengukur aksial,
periferal dan total kepadatan tulang badan. Hasil dari pengujian BMD
menggunakan metode DXA adalah kepadatan tulang (gram/cm 2), T-skor dan
Z-skor. T-skor adalah angka deviasi standar dimana pasien BMD berbeda
dari dari rata-rata BMD pada subyek orang normal di jenis kelamin yang
sama. Z-skor adalah angka deviasi standar dimana pasien BMD berbeda dari
dari rata-rata BMD pada subyek orang normal di umur yang sama.WHO
mengklasifikasikan BMD berdasarkan T-skor (Tabel 1.)
Klasifikasi T-skor
Normal T-skor -1
Osteopenia T-skor antara -1 sampai -2.4
Osteoporosis T-skor -2.5
Osteoporosis parah T-skor -2.5 dengan tulang rapuh
(Setyohadi et al, 2012)

I. TUJUAN TERAPI
Tujuan utama osteoporosis adalah pencegahan. Mengoptimalkan
pertumbuhan skeletal (kerangka) dan massa puncak tulang pada anak-anak,
dewasa, dan dewasa awal mengurangi insiden osteoporosis. Ketika massa
tulang rendah atau perkembangan osteoporosis, tujuannya adalah
menstabilkan atau meningkatkan massa tulang dan kekuatan dan mencegah
patah. Pada pasien yang sudah mengalami osteoporosis, mengurangi rasa
sakit dan kelainan bentuk, meningkatkan kapasitas fungsi, meningkatkan
kualitas hidup dan mengurangi kejadian jatuh dan patah adalah tujuan utama
(Dipiro et al, 2014).

J. TERAPI FARMAKOLOGI DAN NON FARMAKOLOGI


1. Terapi Farmakologi
Algoritma terapi untuk osteoporosis pada wanita dan pria dapat
dilihat pada gambar 3.Mekanisme kerja obat diantaranya:
a) Bifosfonat (Alendronat, Ibandronat, Risedronat, Asam zaledronik)
Mekanisme kerja: Menghambat reabsorpsi tulang dengan cara
kerjanya pada osteoklas atau prekursor osteoklas, menurunkan
tingkat reabsorpsi tulang, secara tidak langsung meningkatkan
kepadatan mineral tulang (DIH, 2009)
b) (Receptor Activator of Nuclear factor kB) RANK ligand inhibitor
(Denosumab)
Suatu antibodi monoklonal yang dapat mengurangi pergantian
tulang dan meningkatkan BMD pada semua lokasi tulang. Mediator-
mediator yang berperan penting dalam proses osteoporosis salah
satunya adalah RANK-L, yang dimana akan berikatan dengan
RANK yang akan mengaktifkan sistim osteoklasgenesis. Dengan
dihambatnya ikatan antara RANK-L dan RANK maka proses
osteoklasgenesis dapat dihambat dan mengurangi faktor risiko
osteoporosis.
Pernah trauma patah tulang (tulang belakang atau pinggul)
Laki-laki 70 tahun
WanitaYapostmenepouse <Tidak
65 thn atau laki-laki 50
Tes BMD periferal yang tidak normal
Bukti radiografi untuk massa tulang rendah
Kondisi medis atau obat yang diketahui dapat me

Normal BMD
T-skor -1
Gambar 3. Skema algoritma Terapi Farmakologi Osteoporosis Pada Osteoporosis
Wanita dan Pria atau
(Sumber: Dipiro
risiko Edisi tinggi
fraktur 9)
Evaluasi untuk penyebab sekunder T-skor <-2.5 pada leher femoralis, pinggul, atau tulang belak
Gaya hidup yang sehat
Diet kalsium 1000-1200 mg/hari
Vitamin D800-1000 unit/hari Gaya hidup sehat Massa tula
Terapi obat Diet kalsium 1000-1200
T-skor -1.1 sampai mg/hari
-2.4 pada leher femora
Terapi lini pertama: Alendronate, risedronate,
Vitamin asam zoledronic
D 800-1000 atau denosumab< 3% ata
unit/hari
Terapi alternatif: ibandronate, raloxifen atau teriparatid
Terapi terakhir: kalsitonin intranasal Dilakukan evaluasi kembali BMD dengan DXA saat
Dilakukan monitoring dengan penguian Central BMD. Evaluasi kembali BMD 1-2 tahun

Gaya hidup sehat


Diet kalsium 1000-1200 mg/hari
Vitamin D 800-1000 unit/hari
Terapi obat untuk mencegah kehilan
Dilakukan evaluasi kembali BMD 2
c) Selective estrogen receptor modulator (SERM) (Raloxifen,
Bazedoxifen)
Mekanisme kerja: Mencegah kehilangan tulang dan berpotensi
memblok beberapa efek estrogen pada jaringan payudara dan rahim.
Raloxifen mengurangi reabsorpsi tulang, meningkatkan kepadatan
mineral tulang dan menurunkan insidensi fraktur (DIH, 2009).
d) Kalsitonin
Mekanisme kerja: Antagonis efek hormon paratiroid,
menghambat reabsorpsi tulang. Meningkatkan ekskresi di ginjal dari
kalsium, fosfat, natrium, magnesium dan kalium dengan
menurunkan reabsorpsi di tubular (DIH, 2009).
e) Rekombinan Hormon Paratiroid Manusia (Teriparatid)
Mekanisme kerja: Aktivitas farmakologi teriparatide sama
dengan aktivitas fisiologi dari hormon paratiroid, menstimulasi
fungsi osteoblas, meningkatkan absorpsi kalsium di gastrointestinal,
meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubular ginjal. Pengobatan
dengan teriparatid meningkatkan kepadatan mineral tulang, massa
tulang dan kekuatan (DIH, 2009).
f) Terapi Estrogen
Terapi estrogen diindikasikan oleh FDA untuk pencegahan
osteoporosis pada wanita yang memiliki risiko signifikan dan jika
pengobatan osteoporosis yang lain tidak dapat digunakan.
Mekanisme kerja: Estrogen eksogen yang memberikan efek seperti
estrogen endogen (Dipiro et al, 2014).
g) Terapi testosteron
Meskipun FDA tidak mengindikasikan untuk osteoporosis, guidline
osteoporosis untuk pria merekomendasikan testosteron sendiri untuk
pria dengan konsentrasi <200 ng/dL (6.9 nmol/L) jika risiko fraktur
rendah dan kombinasi dengan obat osteoporosis jika risiko fraktur
tinggi (Dipiro et al, 2014)
Mekanisme kerja: Testosteron dikonversi menjadi estradiol, yang
menurunkan resorpsi tulang pada wanita dan pria

2. Terapi Nonfarmakologi
Tujuan utama dari terapi non farmakologi untuk osteoporosis adalah
nutrisi yang benar, perubahan asupan alkohol, tidak merokok, olahraga
dan mencegah jatuh.
a) Diet
Secara keseluruhan, diet seimbang nutrisi dan mineral penting
bagi kesehatan tulang. Selain itu, membatasi asupan garam, kafein,
dan alkohol (Dipiro et al, 2014)
b) Kalsium
Data jelas menunjukkan bahwa asupan kalsium yang cukup
diperlukan untuk pengembangan massa tulang selama pertumbuhan
dan pemeliharaan sepanjang hidup. Asupan kalsium yang cukup
merupakan komponen penting dari semua strategi pencegahan dan
pengobatan osteoporosis. Beberapa sumber makanan dapat diserap
dengan baik tetapi memiliki kadar kalsium yang rendah (misalnya,
brokoli), atau mengandung asam oksalat (misalnya, bayam) atau
asam fitat (misalnya, dedak gandum) (Dipiro et al, 2014).
c) Vitamin D
Tiga sumber utama vitamin D adalah sinar matahari (vitamin
D3), diet dan suplemen. Vitamin D3berasal dari minyak ikan, telur
(Dipiro et al, 2014).
d) Nutrisi dan mineral lain
Vitamin K merupakan kofaktor untuk karboksilasi (aktivasi) dari
protein, seperti osteocalcin, yang terlibat dalam pembentukan tulang.
Kekurangan vitamin K dapat berkontribusi pada hilangnya tulang
dan peningkatan risiko untuk patah tulang (Dipiro et al, 2014).

e) Alkohol
Konsumsi alkohol berhubungan dengan peningkatan risiko
untuk osteoporosis dan fraktur. Alkohol meningkatkan reabsorpsi
tulang dan menurunkan formasi tulang. Konsumsi alkohol harus
dikurangi 1 gelas/hari untuk wanita dan 2 gelas/hari untuk laki-laki
(Dipiro et al, 2014).
f) Kafein
Konsumsi kafein berhubungan dengan peningkatan ekskresi
kalsium, peningkatan kehilangan tulang, dan meningkatkan risiko
untuk fraktur. Idealnnya konsumsi kafein harus dibatasi 2 penyajian
atau kurang seharinya (Dipiro et al, 2014).
g) Berhenti merokok
Konseling pasien dari segala usia tentang penghentian merokok
dapat membantu untuk mengoptimalkan massa tulang,
meminimalkan kehilangan tulang, dan akhirnya mengurangi risiko
patah tulang (Dipiro et al, 2014).
h) Latihan fisik
Aktivitas fisik atau olahraga merupakan pendekatan
farmakologis yang penting untuk mencegah patah tulang
osteoporosis. Latihan dapat mengurangi risiko jatuh dan patah tulang
dengan meningkatkan kekuatan otot, koordinasi, keseimbangan, dan
mobilitas. Aktivitas fisik sangat penting, dimana kurang olahraga
selama pertumbuhan dapat menyebabkan suboptimal tegang,
penurunan stimulasi deposisi tulang, dan massa tulang berkurang
puncak selanjutnya. Semua pasien yang sehat dan bugar harus
didorong untuk melakukan aktivitas moderat (seperti berjalan,
jogging, golf, menaikin tangga) (Dipiro et al, 2014).
i) Berhati-hati agar tidak jatuh
Risiko jatuh meningkat dengan bertambahnya umur sebagai
hasil dari masalah dari keseimbangan, cara berjalan dan mobilitas,
penglihatan buruk, menurunnya kekuatan tulang dan polifarmasi
(Dipiro et al, 2014).
Rekomendasi lain termasuk menggunakan pelindung pinggul.
Pelindung pinggul eksternal adalah pakaian khusus yang dirancang
untuk daerah sekitarnya pinggul (Dipiro et al, 2014).
KASUS 2. Osteoporosis

Capaian Pembelajaran khusus:

1. Mampu mengidentifikasi faktor resiko perkembangan osteoporrosis


2. Mampu merekomendasikan terapi nonfarmakologi yang sesuai untuk
pencegahan dan terapi osteoporosis
3. Mampu merekomendasikan jumlah dan bentuk sediaan yang tepat suplemen
kalsium untuk pencegahan dan terapi osteoporosis
4. Mampu merancang regimen terapi farmakologi untuk pasien osteoporosis,
termasuk wanita postmenopause
5. Mampu memberikan edukasi yang tepat tentang osteoporosis dan terapinya.

Ny. BJ berusia 75 tahun dengan riwayat hipertensi, hiperlipidemia, COPD,


hipotiroid dan osteoporosis. Ia datang ke klinik untuk kontrol hipertensi dan
osteoporosisnya. Pada saat kontrol sebelumnya ia mendapatkan suplemen
kalsium, dan mengeluh sembelit dan kembung setelah menkonsumsi suplemen
tersebut.

Riwayat penyakit:
Hipertensi, pertama didiagnosa usia 50 tahun.
Infark miokardial 12 tahun yll.
Hiperlipidemia selama 13 tahun, pasien memodifikasi diet dan menggunakan
kolestiramin selama beberapa tahun terakhir.
Hipotiroidisme selama 27 tahun, diterapi dengan levothyroxine.
Osteoporosis didiagnose dengan scan DXA 2 tahun yll.
COPD didiagnosis beberapa tahun yang lalu. Ada riwayat eksaserbasi hingga
membutuhkan prednison, terjadi eksaserbasi terakhir 6 bulan yll. Saat ini stabil
dengan inhaler kombinasi.
Kanker payudara dengan masektomi pada payudara kiri dan terapi radiasi pada
usia 40 tahun.
Menopaus pada usia 39.
Carotid endarterectomy kanan 2 tahun yang lalu.
GERD.

Riwayat keluarga:
Ada riwayat penyakit jantung koroner dari keluarga pihak ayah. Ayah meninggal
pada usia 60 tahun karena masalah jantung. Ada riwayat stroke dan vascular
disorders dari keluarga pihak ibu. Ibu mengalami menopause pada usia 40 tahun.

Riwayat sosial:
Janda, G2P3, merokok 2,5 pak per hari, berhenti merokok setelah mengalami
infark miokardial, tidak minum alkohol.

Review of System:
Sakit kepala ringan dan baru saja mengalami nyeri punggung, diterapi dengan
asetaminofen.
Vagina kering. Tinggi badannya turun 5 cm sejak ia berusia 35 tahun. Ia tidak
mengalami nafas pendek atau nyeri dada.

Riwayat pengobatan:
Ramipril 10 mg po 2.d.d selama 2 tahun
Tiotropium 18 mcg inhalasi 1.d.d. selama 9 bulan
Advair 250/50 1 puff 2.d.d. selama 9 bulan
Albuterol MDI 2 puffs tiap 6 jam PRN
Synthroid 100 mcg po 1.d.d. selama 20 tahun
Atenolol 50 mg po 1.d.d. selama 10 tahun
Aspirin 81 mg po 1.d.d. selama 12 tahun
Omeprazole 20 mg po 1.d.d. selama 1 tahun
Lipitor 10 mg po 1.d.d. selama 3 bulan
Os-Cal 500 po t.i.d. selama 3 bulan

Tidak ada riwayat alergi

Pengujian fisik:
Tanda vital: Tekanan darah 150/94, Pulse 64, Respiratory Rate 17, suhu 37C; BB
53,5 kg, tinggi 158 cm.

Uji laboratorium:
Na 141 mEq/L TSH 3.492 mIU/L
K 4.2 mEq/L AST 32 IU/L
Cl 104 mEq/L ALT 27 IU/L
CO 25 mEq/L SCr 1.0 mg/dL
BUN 17 mg/dL Glu 98 mg/dL

Profil lipid puasa sekarang: Profil lipid 3 bulan yll:


T. chol 177 mg/dL T. chol 250 mg/dL

Trig 215 mg/dL Trig 265 mg/dL


HDL 32 mg/dL HDL 30 mg/dL
LDL 102 mg/dL LDL 167 mg/dL
AST 20 IU/L
ALT 17 IU/L
Lainnya:
DXA scan lumbar spine L24 saat ini (T score: 3,2);
Panggul kanan (T score: 3,1)
X-ray pada tulang belakang saat ini menunjukkan adanya fraktur baru di L3.

FORM DATA BASE PASIEN


UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT

Identitas Pasien
Nama : Ny. BJ No Rek Medik :-
Tempt/tgl lahir : 75 Tahun Dokter yg merawat
:-
Alamat :-
Ras :-
Pekerjaan :-
Sosial : Seorang Janda, G2P3, merokok 2,5 pak per hari, berhenti
merokok setelah mengalami infark miokardial, tidak minum alkohol.

Riwayat masuk RS:


Beberapa kali masuk rumah sakit untuk kasus penyakit yang berbeda

Riwayat penyakit terdahulu:


1. Hipertensi, pertama didiagnosa usia 50 tahun.
2. Infark miokardial 12 tahun yll.
3. Hiperlipidemia selama 13 tahun, pasien memodifikasi diet dan menggunakan
kolestiramin selama beberapa tahun terakhir.
4. Hipotiroidisme selama 27 tahun, diterapi dengan levothyroxine.
5. Osteoporosis didiagnose dengan scan DXA 2 tahun yll.
6. COPD didiagnosis beberapa tahun yang lalu. Ada riwayat eksaserbasi hingga
membutuhkan prednison, terjadi eksaserbasi terakhir 6 bulan yll. Saat ini stabil
dengan inhaler kombinasi.
7. Kanker payudara dengan masektomi pada payudara kiri dan terapi radiasi pada usia
40 tahun.
8. Menopaus pada usia 39.
9. Carotid endarterectomy kanan 2 tahun yang lalu.
10. GERD.
Riwayat Sosial

Kegiatan
Pola makan/diet
- Vegetarian Ya / tidak

Merokok Ya / tidak 2.5 pak/hari (sudah berhenti)

Meminum Alkohol Ya/ tidak

Meminum Obat herbal Ya/ tidak

Riwayat Alergi : Tidak ada riwayat alergi

Keluhan / Tanda Umum

Tanggal Subyektif Obyektif


Mengeluh sembelit Tx: Suplemen kalsium
dan kembung
setelah
menkonsumsi Review of System:
Sakit kepala ringan dan baru saja mengalami nyeri
suplemen
punggung, diterapi dengan asetaminofen.
Vagina kering. Tinggi badannya turun 5 cm sejak ia
berusia 35 tahun. Ia tidak mengalami nafas pendek atau
nyeri dada.

Pengujian fisik:
Tanda vital: Tekanan darah 150/94, Pulse 64, Respiratory
Rate 17, suhu 37C; BB 53,5 kg, tinggi 158 cm.

Uji laboratorium:
Na 141 mEq/L TSH 3.492 mIU/L
K 4.2 mEq/L AST 32 IU/L
Cl 104 mEq/L ALT 27 IU/L
CO 25 mEq/L SCr 1.0 mg/dL
BUN 17 mg/dL Glu 98 mg/dL

Lainnya:
DXA scan lumbar spine L24 saat ini (T score: 3,2);
Panggul kanan (T score: 3,1)
X-ray pada tulang belakang saat ini menunjukkan adanya
fraktur baru di L3.

Hasil pemeriksaan

TTV Kondisi pasien Harga normal Keterangan

TD (mmHg) 150/94 <120/<80 Hipertensi dengan


Compelling
Indication
HR 64 84-100 x /menit Normal
R 17 <20 x/menit Normal
Suhu (oC) 37C 35,3 - 36,8C Normal
BMI BMI= BB : (TBxTB) = BMI = 18,5 - 24 Normal
53,5 kg:(1,58m x1,58m)

= 21,4

Pemeriksaan Nilai normal : Hasil Keteranga


pemeriksaan n
Natrium (Na+) 135 144 mEq/L 141 mEq/L Normal

Kalium (K+) 0 - 17 tahun : 3,6 - 5,2 mEq/L 4.2 mEq/L Normal


18 tahun : 3,6 4,8 mEq/L
Klorida (Cl-) 97 - 106 mEq/L 104 mEq/L Normal
Karbon Dioksida (CO2) 22 - 32 mEq/L 25 mEq/L Normal
Dewasa 5-25 mg/dl 17 mg/dL Normal
BUN (BLOOD UREA Anak 5-20 mg/dl
NITROGEN) Bayi 5-15 mg/dl
TSH Dewasa 0,4-4,5 mIU/L 3.492 mIU/L Normal
Bayi 3-18 mIU/L.
AST (Aspartat 5 35 U/L 32 IU/L Normal
Aminotransferase)
ALT (Alanin 5-35 U/L 27 IU/L Normal
Aminotransferase)
SCr 0,6 1,3 mg/dL 1.0 mg/dL Normal
Glu 7 tahun : 70 - 100 mg/dL 98 mg/dL Normal
12 bulan - 6 tahun: 60-100
mg/dL
LDL <100 mg/dL 102 mg/dL Tinggi
HDL <40 mg/dL rendah 32 mg/dL Rendah
60 mg/dL tinggi
TRIGELISERIDA <150 mg/dL 215 mg/dL Tinggi
KOLESTROL TOTAL <200 mg/dL 177 mg/dL Normal

Riwayat Penyakit Dan Pengobatan

No. NAMA TANGGAL/ TAHUN NAMA OBAT


PENYAKIT
1. Hipertensi diagnosa usia 50 tahun Ramipril dan
Atenolol

2. Infark miokardial 12 tahun yll. Aspirin

3. Hiperlipidemia selama 13 tahun Memodifikasi diet dan menggunakan


kolestiramin selama beberapa tahun
terakhir.

4. Hipotiroidisme selama 27 tahun Diterapi dengan levothyroxine.

5. Osteoporosis didiagnose dengan scan DXA


2 tahun yll. Os-Cal 500

6. COPD didiagnosis beberapa tahun Prednison, Saat ini stabil dengan


yang lalu inhaler kombinasi.

7. Kanker payudara Usia 40 tahun Masektomi pada payudara kiri dan


terapi radiasi

usia 39. -
8. Menopaus
9. Carotid 2 tahun yang lalu
-
endarterectomy
kanan.

10. GERD. -
Omeprazole
OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI
Rute
No. Nama obat Indikasi Dosis Interaksi E
pemberian
Asetaminofen Menghilangkan nyeri oral - a
1. ringan sampai sedang; n
pengobatan demam.
p
Penggunaan berlabel -
(s): Nyeri dan t
profilaksis demam
setelah vaksinasi.
2. Ramipril Antihipertensi 10 mg oral Nsaids: H
(po 2.d.d bioavailabilitas p
selama 2 Ramipril p
mungkin akan P
tahun)
menurun. l
Pisahkan kali p
pemberian e
dengan 1 sampai d
2 jam. b

3. Tiotropium terapi pemeliharaan 18 mcg Inhalasi Antikolinergik D


(1.d.d.
obstruksi paru kronik digunakan k
selama 9
termasuk bronchitis bersamaan dalam k
bulan)
dan emfisema kronik waktu lama, tidak t
dan dispnea yang direkomendasikan o
menyertainya. . g
k
4. Advair Pengobatan teratur 250/50 inhalasi Alpha / Beta-
(Fluticasone 1 puff Blockers:
penyakit penyumbatan
250 mcg / (2.d.d. Mengurangi efek
jalan nafas yang
selama 9 terapi dari
salmeterol 50 bersifat reversibel Beta2-Agonis.
bulan)
mcg) termasuk asma, Risiko D:
bronkitis, emfisema & Pertimbangkan
PPOK modifikasi terapi

5. Albuterol MDI Pencegahan dan 2 puffs inhalasi Beta-Blockers: P


pengobatan (tiap 6 jam bronchospasms d
bronkospasme berat dapat h
PRN)
reversibel terkait diproduksi pada k
dengan asma dan pasien asma k
penyakit paru mengambil k
obstruktif lainnya. albuterol. M
r
b
d
6. Synthroid Penggantian atau 100 mcg oral Antikoagulan, P
(levotyroxin terapi tambahan pada (po.1.d.d. oral : Dapat j
Sodium, USP) hipotiroidisme ; meningkatkan g
selama 20
efek antikoagulan k
penekanan TSH
tahun) i
(pada kanker tiroid, p
nodul , gondok dan p
pembesaran pada (
tiroiditis kronis ) m
p

7. Atenolol Antihipertensi 50 mg oral NSAID: H


(po 1.d.d. e
Beberapa agen
selama 10 a
dapat
d
tahun)
mengganggu efek
antihipertensi.
8. Aspirin Pengobatan nyeri 81 mg oral Nsaids, P
ringan sampai sedang; (po 1.d.d.
alkalinizers d
demam; berbagai selama 12
kemih, dan P
Kondisi inflamasi;
tahun)
pengurangan risiko kortikosteroid: a
kematian atau MI menurunkan k
pada pasien dengan
kadar aspirin.
infark sebelumnya

9. Omeprazole Pengobatan jangka 20 mg oral A


pendek ulkus (po 1.d.d.
b
duodenum aktif, selama 1
penyakit tahun) S
gastroesophageal G
reflux (GERD),
r
termasuk esofagitis
erosif dan gejala m
GERD k
s
A
10. Lipitor Pelengkap diet untuk 10 mg oral S
(Kalsium (po 1.d.d.
menurunkan d
Atorvastatin) selama 3
kolesterol total r
bulan)
s
n
m
11. Os-Cal 500 Osteoporosis po t.i.d. oral Kortikosteroid S
(Kalsitrol) (sistemik): y
postmenopouse. selama 3
mengurangi efek k
Osteodistrofi ginjal bulan terapi Calcitriol.
k
pada pasien dialisis.
Hipoparatiroidisme
dan rikets.
ASSESSMENT

Problem Medik Subyektif, Obyektif Terapi Analisis DRP


Osteoporosis Osteoporosis Os-Cal 500 Nilai T score sudah Indikasi tanpa
didiagnose dengan menunjukkan terapi
< -2.5, sehingga
scan DXA 2 tahun
pemberian obat lini
yll.
pertama golongan
Tinggi badannya
Biposponat
turun 5 cm sejak direkomendasikan
ia berusia 35 tahun
Pasien mengalami
konstipasi dan
kembung

DXA scan lumbar


spine L24 saat ini
(T score: 3,2);
Panggul kanan (T
score: 3,1)
X-ray pada tulang
belakang saat ini
menunjukkan adanya
fraktur baru di L3.

Hipertensi 150/94 mmHg Ramipril Termasuk -


Atenolol hipertensi dengan
Compelling
Indication
Sehingga
membutuhkan
kombinasi ACE
inhibitor dan beta
blocker
Hiperlipid T. chol 177 mg/dL Lipitor Angka kolesterol, -
Trig 215 mg/dL trigeliserida, LDL,
HDL 32 mg/dL dan HDL tinggi
LDL 102 mg/dL
PPOK Tidak mengalami Advair Mengatasi PPOK -
nafas pendek atau pasien digunakan 3
nyeri dada. Albuterol inhaler.
inhaler
Ipatropium
inhaler

GERD - Omeprazole Efek samping obat Efek samping


yang merugikan obat yang tidak
dapat memperburuk diinginkan
keadaan
osteoporosis
Hipotiroid Synthroid Efek samping obat Efek samping
yang merugikan obat yang tidak
yakni diinginkan
penurunan
kepadatan tulang
( pada wanita
yang
menggunakan
jangka panjang )
Nyeri Kepala Sakit kepala ringan Paracetamol Nyeri punggung Pemberian obat
dan baru saja dikarenakan yang tidak
mengalami nyeri penyakit diperlukan
punggung oseoporosis dan
sakit kepala ringan
tidak perlu
diberikan
paracetamol
Infark Miokard Tidak mengalami Aspirin Pemberian aspirin -
nyeri dada. pada pasien infark
dibutuhkan sebagai
Ada riwayat antiplatelet
penyakit jantung
koroner dari
keluarga pihak ayah

PLAN (Care Plan)

Untuk osteoporosis pasien pada tahap Osteoporosis atau risiko fraktur tinggi
diberikan terapi dilihat dari algoritma terapi pasien diberikan :

- Kalcium 1.200 mg/hari


- Vitamin D 800-1000 unit/hari
- Alendronate 70 mg /minggu
Perlu diberitahukan kepada pasien untuk cara penggunaan obat

Bisphosphonate yaitu setiap dikonsumsi pasien harus dalam posisi tegak

(duduk atau berdiri) selama inimal 30 menit


Menginformasikan ke pasien bahwa suplemen kalsium menimbulkan

sembelit dan kembung, menyarankan ke pasien untuk rajin minum air putih

dan makan makanan yang berserat seperti buah-buahan


Menyarankan ke dokter untuk menurunkan dosis obat Synthroid karena terkait

efek penurunan kepadatan tulang untuk penggunaan jangka panjang, mengingat

kadar tiroid dari pasien sudah normal. Dosis yang semula 100 mcg diturunkan

menjadi 75 mcg dengan tetap memantau nilai TSH.


Menambah olah raga ringan, diet yang seimbang, berjemur pada pagi hari

karena konsumsi vitamin D (mengubah provitamin D menjadi vitamin D)


Untuk terapi PPOK tetap diberikal albuterol untuk pasien.
Pengatasan GERD menggunakan omeprazole dapat memperburuk keadaaan

osteoporosis pasien atau sehingga menyarankan ke dokter dengan mengganti

dengan golongan H2 antagonis seperti Ranitidine.


Menyarankan ke dokter untuk menghentikan penggunaan paracetamol

dikarenakan nyeri kepala ataupun punggung merupakan gejala dari penyakit

osteoporosis.

MONITORING

Monitoring penggunaan terapi untuk osteoporosis pasien: Rekomendasikan


untuk minum banyak air setelah minum oral, makanan yang berserat dan
buah-buahan
Evaluasi BMD dalam 1-2 tahun
Monitoring PPOK, tekanan darah, dan kolesterol pasien.
Monitoring kadar TSH pasien
Monitoring GERD pasien dengan penggunaan obat ranitidin.
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro et al. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh


Edition. The McGraw-Hill Companies: USA

Dipiro et al. 2014. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth


Edition. The McGraw-Hill Companies: USA

Drug Information Handbook 17th Edition. 2009. Apha: Amerika.

Anda mungkin juga menyukai