Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOPOROSIS

OLEH :

RISA JUMAILIA
NIM : PO.71.20.0.18.0146

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN JAMBI JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOPOROSIS

I. KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Osteoporosis berasal dari kata astea dan paraus, astea artinya tulang,
dan parausberarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang
dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada Fmtermktiamkc Oamsemsus @evecapjemt
Oamgeremoe, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-
sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan
mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko
terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut Mktiamkc Fmstitute ag Bekctb (NIH), 2001 Osteoporosis adalah
kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan
dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan
tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh
penurunan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah. Pada tahun 2001, Mktiamkc Fmstitute ag Bekctb (NIH) mengajukan
definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai
oleh oajprajise` hame stremdtb sehingga tulang mudah patah (Sudoyo,
2009).

B. Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki
dan merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik
menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai
trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang
jelas.
Diperkirakan lebih 200 juta orang diseluruh dunia terkena osteoporosis,
sepertiganya terjadi pada usia 60-70 th, 2/3nya terjadi pada usia lebih 80 th.
Diperkirakan 30% dari wanita di atas usia 50 th mendapat 1 atau lebih patah

tulang vertabra. Diperkirakan 1 dari 5 pria di atas 50 th mendapat patah


tulang akibat osteoporosis dalam hidupnya. Angka kematian 5 tahun pertama
meningkat sekitar 20 % pada patah tulang nertebra maupun panggul.
Di Amerika pada tahun 1995 pata tulang aibat osteoporosis menduduki
peringkat 1 dibanding penyakit lain, jumlah 1,5 juta pertahun dengan patah
tulang vertebra terbanyak (750 ribu),hip(250 ribu), wrist(250 ribu), fraktur
lain (250 ribu),dengan anggaran meningkat sebesar 13,8 miliar
dollarpertahun(kebanyakan biaya untuk patah tulang hip sebesar 8,7 miliar
dollar. Bahkan diperkirakan insiden patah tulang hip meningkat bermakna

240% pada wanita dan 320% pada pria. Perkiraan pada tahun 2050 menjadi
6,3 juta terbanyak di asia.

C. Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan
matrik ekstra selular, 5 % sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga
pelumas sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari
kemampuannya untuk memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan

kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang


menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang
rawan, sendi dan tulang ikut berubah.

D. Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pksokjemapkuse terjadi karena kurngnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang
berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat.
Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan
terus berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya
massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah
menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara

kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang


baru(osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun
dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis
senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit
ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama
tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid,

barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian


alkohol yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juνenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin
yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang

E. Klasifikasi
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1) Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang
menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal
pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan
perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2) Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar
tulang
F. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.

4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.


5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan
aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)

G. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada


usia lanjut
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang
lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa
Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit
Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan
berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik
Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan
juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis
atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot
maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya
atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien
yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama,
poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun
demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban
mekanis yang
diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di
sampihg faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai

maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.


Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas
kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat
menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan
tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.

2. Determinan penurunan Massa Tulang


a. Faktor genetik
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah
mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang
besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai
sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan
normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar
badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian
terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan
dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang
mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.

b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya
usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting
antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada
umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia;
dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa
tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia,
terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi
yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause,

dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan


mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang
mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik,
menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas,
bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara
masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya.
Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan
terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi
melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan

estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan


kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.

d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan
mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat
melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama
makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka
fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin.
Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein
berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negative.

e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.

f. Rokok dan kopi


Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok
terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein
dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.

g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai
kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi
lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui
dengan pasti.

H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak
pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran pioture-
grame νertebra.

b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)


Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk
menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita
osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada
dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai
menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5
dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa
tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai
energi photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi

tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang


mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius
dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA.
Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon
dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan
jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk
evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai

struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan


vetrebrata.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur
densitas tulang secara volimetrik.

c. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer
dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko
radiasi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah
yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai
densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua
untuk menilai arsitektur trabekula.
e. Biopsi tulang dan Histomorfometri
f. Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa
kelainan metabolisme tulang.
g. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat
korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat.
Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan

kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra


menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus
pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
h. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up.
Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya tidak menimbulkan
fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah
3
65 mg/cm ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
i. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang
nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan
Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.

I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Pengobatan


1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat
meningkatkan pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid
anabolik
2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat
resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.
Penatalaksanaan keperawatan
1. Membantu klien mengatasi nyeri.
2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.

J. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda,
hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar
seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari :
1. Makanan tinggi protein
2. Minum alkohol
3. Merokok
4. Minum kopi
5. Minum antasida yang mengandung aluminium

K. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa
terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah
kolum femoris dan daerah trokhanter, dan frakturcolles pada pergelangan
tangan

L. Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria
dan wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa
tidak nyaman dan mengganggu pernafasan.
II. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
b. Kebiasaan minum alkohol, kafein

c. Riwayat keluarga dengan osteoporosis


d. Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
e. Penggunaan steroid
2) Pola nutrisi metabolic
Inadekuat intake
kalsium
3) Pola aktivitas dan latihan
a. Fraktur
b. Badan bungkuk
c. Jarang berolah raga

4) Pola tidur dan istirahat


Tidur terganggu karena nyeri
5) Pola persepsi kognitif
Nyeri punggung
6) Pola reproduksi seksualitas
Menopause
7) Pola mekanisme koping terhadap stress
Stres, cemas karena penyakitnya

2. Diagnosa Keperawatan
1) Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
2) Nyeri b.d adanya fraktur
3) Konstipasi b.d imobilitas
4) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi

3. Perencanaan
1) Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh
Intervensi:
Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien.
R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan
mengakibatkan fraktur
Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu

jalan atau tongkat.


R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia
Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan cegah klien dari
pukulan yang tidak sengaja atau kebetulan.
R/. Benturan yang keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang
sudah rapuh, porus dan kehilangan kalsium.
Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan
dan tidak mengangkat beban yang berat.
R/. Gerakan tubuh yang cepat dapat mempermudah fraktur

compression vertebral pada klien dengan osteoporosis


Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D)
dalam mencegah osteoporosis lebih lanjut.
R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah
kehilangan kalsium ekstra dalam tulang.
Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
R/. kafein m berlebihan meningkat pengeluaran kalsium berlebihan
dalam urine; alkohol berlebihan meningkatkan
asidosis, meningkatkan reabsorpsi tulang.

Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.


R/. rokok meningkatkan asidosis

2) Nyeri b.d adanya fraktur


HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi
nyeri, dan nyeri berkurang sampai hilang.
Intervensi:
1) Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas
nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
2) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk
mengambil psosisi terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di
tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama
beberapa hari.

3) Beri kasur padat dan tidak lentur.


R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
4) Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi
otot.
5) Berikan kompres hangat intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi
otot.
6) Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh

sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.


R/. Gerakan tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
7) Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
8) Pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi
sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan
kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
9) Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di
luar tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring
untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat
postur

abnormal pada otot yang melemah.


10) Opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah
awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non —
opoid dapat mengurangi nyeri.

3) Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi


HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali
dalam seminggu, konsistensi feces lunak, dan tidak ada kolaps pada
T10-L2
Intervensi:
1) Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
2) b. Berikan diet tinggi serat.
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan

meminimalkan kostipasi
3) Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau
meminimalkan konstipasi.
4) Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena bila
terjadi kolaps vertebra pada T10-L2, maka pasien dapat mengalami
ileus.
5) Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja
sesuai ketentuan

R/. Membantu meminimalkan konstipasi

4) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi


HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara
pencegahan dan program tindakan
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya oeteoporosis.
2) Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3) Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup
seperti Pengurangan kafein, rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4) Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan
klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan
tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya
oestoeporosis.
5) Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D,
sinar matahari.
R/. Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang memadai dapat meminima
6) Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung d
meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping te
memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - _eri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit PT


Bhuana Ilmu Populer.

Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT

Indeks. Lukman & Nurna Ningsih.2009.


_istem Muskolokeletal. JakAasrtuah:aSnaleKmepbearMaweadtiakna. pada Klien
dengan Gangguan

Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing.

Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Gaktor _pesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis Pada


_ekelompok Osteoporosis Di R_IJ, 2005. Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126

Tandra, H. 2009. _egala _esuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai