OLEH :
RISA JUMAILIA
NIM : PO.71.20.0.18.0146
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN JAMBI JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOPOROSIS
I. KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Osteoporosis berasal dari kata astea dan paraus, astea artinya tulang,
dan parausberarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang
dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada Fmtermktiamkc Oamsemsus @evecapjemt
Oamgeremoe, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-
sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan
mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko
terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut Mktiamkc Fmstitute ag Bekctb (NIH), 2001 Osteoporosis adalah
kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan
dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan
tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh
penurunan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah. Pada tahun 2001, Mktiamkc Fmstitute ag Bekctb (NIH) mengajukan
definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai
oleh oajprajise` hame stremdtb sehingga tulang mudah patah (Sudoyo,
2009).
B. Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki
dan merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik
menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai
trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang
jelas.
Diperkirakan lebih 200 juta orang diseluruh dunia terkena osteoporosis,
sepertiganya terjadi pada usia 60-70 th, 2/3nya terjadi pada usia lebih 80 th.
Diperkirakan 30% dari wanita di atas usia 50 th mendapat 1 atau lebih patah
240% pada wanita dan 320% pada pria. Perkiraan pada tahun 2050 menjadi
6,3 juta terbanyak di asia.
C. Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan
matrik ekstra selular, 5 % sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga
pelumas sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari
kemampuannya untuk memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan
D. Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pksokjemapkuse terjadi karena kurngnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang
berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat.
Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan
terus berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya
massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah
menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara
E. Klasifikasi
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1) Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang
menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal
pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan
perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2) Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar
tulang
F. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya
usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting
antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada
umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia;
dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa
tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia,
terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi
yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause,
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan
mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat
melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama
makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka
fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin.
Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein
berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negative.
e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai
kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi
lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui
dengan pasti.
H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak
pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran pioture-
grame νertebra.
c. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer
dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko
radiasi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah
yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai
densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua
untuk menilai arsitektur trabekula.
e. Biopsi tulang dan Histomorfometri
f. Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa
kelainan metabolisme tulang.
g. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat
korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat.
Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan
J. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda,
hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar
seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari :
1. Makanan tinggi protein
2. Minum alkohol
3. Merokok
4. Minum kopi
5. Minum antasida yang mengandung aluminium
K. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa
terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah
kolum femoris dan daerah trokhanter, dan frakturcolles pada pergelangan
tangan
L. Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria
dan wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa
tidak nyaman dan mengganggu pernafasan.
II. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
b. Kebiasaan minum alkohol, kafein
2. Diagnosa Keperawatan
1) Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
2) Nyeri b.d adanya fraktur
3) Konstipasi b.d imobilitas
4) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi
3. Perencanaan
1) Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh
Intervensi:
Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien.
R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan
mengakibatkan fraktur
Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu
meminimalkan kostipasi
3) Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau
meminimalkan konstipasi.
4) Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena bila
terjadi kolaps vertebra pada T10-L2, maka pasien dapat mengalami
ileus.
5) Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja
sesuai ketentuan
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing.
Tandra, H. 2009. _egala _esuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.