Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PATOFISIOLOGI

SKEMA PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS

Disusun Oleh:
Soluna Sandi Nugraheni (P27220022081)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

TAHUN 2023

Nama : Soluna Sandi Nugraheni


Kelas : 1BD3 Keperawatan
NIM : P27220022081

SKEMA PATOFISIOLOGI PENYAKIT OSTEOPOROSIS

A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah kelainan skeletal sistemik yang ditandai oleh massa tulang yang
rendah dan kemunduran mikroarsitektur jaringan tulang sehingga terjadi peningkatan
kecenderungan fraktur (Gibney, 2009). Osteoporosis juga dapat didefinisikan sebagai
kondisi dimana berkurangnya kepadatan tulang secara progresif, sehingga tulang menjadi
rapuh, tipis, keropos, dan mudah patah. Secara statistic, definisi osteoporosis adalah
keadaan dimana BMD (Bone Mineral Density) berada di bawah nilai rujukan menurut umur
atau standar deviasi (Depkes RI 2002).
Tulang terdiri atas mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi
keras dan padat. Adanya penurunan dari massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya
pembentukan, serta meningkatnya perusakan (destruksi) atau kombinasi dari keduanya.
Secara garis besar, osteoporosis dibedakan menjadi 2 jenis yaituOsteoporosis primer dan
sekunder (Tandra, 2009):
a. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer sendiri dibagi menjadi dua yaitu tipe 1 (postmenopausal) dan tipe
2 (senile).
 Tipe 1: Tipe ini erat kaitannya dengan adanya hormon estrogen dan kejadian
menopause pada Wanita. Biasanya terjadi 15-20 tahun setelah masa menopause. Pada
umunya Wanita 6-8 kali lebih berisiko dibandingkan laki-laki.
 Tipe 2; Tipe ini terjadi karena proses penuaan yang menyebabkan kekurangan kalsium
dan sel-sel perangsang pembentuk vitamin D yang biasanya terjadi pada usia 70 tahun
dan 2 kali lebih sering terjadi dibandingkan tipe 1.
b. Osteoporosis Sekunder

Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu, atau bisa
diakibatkan oleh Tindakan pembedahan atau pemberian obat yang efeknya mempercepat
pengeroposan tulang (Tandra,2009).

Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit tertentu, gangguan hormonal, dan


juga kesalahan pada gaya hidup seperti konsumsi alkohol secara berlebihan, rokok, kafein,
dan kurangnya aktifitas fisik. Berbeda dengan osteoporosis primer yang terjadi karena
faktor usia, osteoporosis sekunder bisa saja terjadi pada orang yang masih berusia muda
(Syam dkk, 2014).

B. Etiologi

1. Determinan Massa Tulang


Pada usia dewasa memiliki massa tulang maksimal yang ditentukan oleh berbagai
faktor antara lain:
a. Faktor Mekanik
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya massa
tulang.Massa otot dan massa tulang memiliki hubungan langsung dan nyata.
Kedua hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja mekanik.Beban mekanik
yang bert akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
b. Faktor Genetik
Perbedaan genetik seseorang akan mempengaruhi kepadatan tulang setiap orang.
c. Faktor Makanan dan hormone
Pada seseorang yang memilikipertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetic yang bersangkutan.
2. Determinan Pengurangan Massa Tulang
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia lanjut
yangdapat menyebabkan fraktur. Pada dasarnya sama seperti pada faktor-faktor yang
mempengaruhi massa tulang.
a. Faktor Genetik
Pada sesorang yang memiliki genetik tulang yang kecil akan lebih mudah
mendapat risiko fraktur dari seseorang yang memiliki genetik tulang yang besar.
b. Faktor Mekanis
Pada umumnya aktivitas fisik akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia
dank arena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang pasti
akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Faktor lain
 Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang sangat penting, karena apabila masukan
kalsium yang rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan
terganggunya keseimbangan kalsium.
 Estrogen
Berkurangnya atau hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, hal ini dikarenakan menurunnya
efisiensi absorbs kalsium dari makanan serta menurunnya konservasi kalsium
di ginjal.
 Protein
Mengkonsumsi protein secara berlebihan akan menyebabkan kecenderungan
keseimbangan kalsium yang negatif.
 Alkohol
Orang yang sering mengkonsumsi alcohol akan memiliki masukan kalsium
yang rendah disertai eksresi lewat urin yang meningkat. Mekanismenya sendiri
belum diketahui saat ini.
 Rokok dan kopi
Kecenderungan merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak akan
mengakibatkan penurunan massa tulang. Apalagi jika disertai kurangnya
mengkonsumsi kalsium. Mekanisme pengaruh rokok terhadap penurunan
massa tulang belum diketahui, namun kafein dapat memperbanyak eksresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
 Perubahan dan ekspansi pada sumsum tulang
Contohnya akibat myeloma, leukimia, limfoma, metastase pada tulang
belakang, anemia.
 Penyakit Kronik
Contohnya penyakit ginjal kronik, insufisiensi hepar, sindroma malabsorbsi
saluran cerna.
 Obat-obatan dan zat tertentu
Contohnya steroid, heparin, antikovulsan, imunosupresan.
 Postur tubuh
Wanita yang bertubuh kurus lebih berisiko osteoporosis daripada wanita
gemuk. Jaringan lemak selain berfungsi sebagai bantalan pelindung tulang dari
benturan, juga meningkatkan hormone estrogen biologis jaringan lemak.

C. Proses Patologi
Osteoporosis dapat terjadi karena adanya kegagalan dalam mencapai massa tulang puncak
dan resorpsi yang berlebihan dan atau menurutnya pembentukkan tulang selama remodeling
(Sandhu SK dan Hampson G, 2011). Dalam proses terjadinya osteoporosis dipengaruhi oleh
2sel yaitu sel osteoblas dan sel osteoclas. Kedua sel tersebut berfungsi dalam menjaga
homeostasis tulang. Osteoblas berfungsi dalam proses pembentukkan tulang, sedangkan
osteoclas berperan dalam resorpsi tulang. Apabila tanpa pengaruh kedua sel tersebut maka
akan terjadi ketidakseimbangan antara proses resorpsi dan pembentukan tulang (Atalay et. al,
2012).
Meskipun banyak asumsi bahwa peningkatan resorpsi tulang memiliki pengaruh yang
paling besar pada kejadian berkurangnya massa tulang dan resiko terjadi fraktur,
ketidakmampuan pembentukan tulang untuk merespon terhadap peningkatan repsorpsi tulang
juga merupakan komponen penting dalam  pathogenesis osteoporosis. Hal ini berkaitan
dengan penurunan jumlah osteoprogenitor/sel pre-osteoblastik atau terjadinya defek dalam
kemampuan sel berproliferasi dan berdiferensiasi. Dengan seiringnya pertambahan usia,
pembentukan tulang akan lebih rendah disbanding resorpsi tulang. Hal ini diasumsikan
karena bone marrow lebih banyak berdiferensiasi menjadi adiposity daripada menjadi
osteoblas. Berkurangnya kepadatan tulang karena faktor genetik yang berkaitan dengan
integeitas tulang, usia, dan menopause pada wanita juga menjadi penyebab penting terjadinya
osteoporosis (Sandhu SK dan Hampson G, 2011).
Osteoporosis yang disebabkan oleh faktor genetik adalah salah satunya menopause pada
wanita. Setelah menopause, kadar hormone estrogen menipis kemudian tidak diproduksi lagi.
Akibatnya, osteoblas pun makin sedikit diproduksi. Terjadilah ketidakseimbangan antara
pembentukan tulang dan kerusakan tulang. Osteoklas menjadi lebih dominan, sehingga
kerusakan tulang tidak bisa lagi diimbangi dengan pembentukan tulang. Osteoklas dapat
merusak tulang selama 3 minggu sedangkan pembentukan tulang membutuhkan waktu 3
bulan. Dengan demikian, seiring bertambahnya usia, tulang-tulang semakin keropos (dimulai
saat memasuki menaopause) dan mudah diserang penyakit osteoporosis.

D. Manifestasi Klinis
 Nyeri timbul secara mendadak
 Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
 Nyeri bertambah apabila melakukan aktivitas atau pekerjaan sehari hari atau karena
pergerakan yang salah.
 Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
 Rasa sakit karena adanya fraktur pada anggota gerak
 Rasa sakit nyeri yang teralokalisasi pada daerah vertebra
 Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur

E. Tanda/Gejala
Osteoporosis dapat muncul tanpa sengaja. Gejala yang berhubungan dengan patah tulang
tulang osteoporosis biasanya adalah nyeri. Lokasi nyeri tergantung pada lokasi fraktur. Gejala
yang terjadinya biasanya kepadatan tulang yang berkurang secara perlahan, sehingga pada
awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. (Syam, dkk)
Sedangkan menurut (Zaviera, 2007) penyakiot osteoporosis ini sering disebut penyakit
silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan-lahan dan
berlangsung secara proggesif dan bertahun-tahun tanpa kita sadari. Namun, beberapa penerita
juga ada yang mempunyai tanda gejala seperti:
1. Nyeri tulang dan sendi terutama jika nyeri dipunggung saat berdiri, berjalan
beraktivitas dan disentuh. Sifat nyeri tersebut tajam seperti terbakar bisa karena
adanya fraktur
2. Defornitas atau perubahan bentuk tulang seperti kifosis dan jari-jari tangan dan kaki
terlihat membengkok atau adanya perubahan abnormal
3. Patah tulang (fraktur)
4. Kerangka tulang semakin memendek atau punggung semakin
membungkuk(penurunan tinggi badan)
5. Sesak napas karena organ tubuh semakin berdekatan karena tulang tidak mampu
menyangga lagi. 
6. Nafsu makan menurun menjadikan berat badan menurun atau kurus

F. Masalah Keperawatan Pasien Osteoporosis


 Diagnosis Keperawatan
1) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
2) Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
3) Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitasi atau terjadinya ileus
(obstruksi usus)
4) Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang
osteoporotic
Masalah Keperawatan yang sering muncul:

Mangoenprasodjo (2005) menyebutkan bahwa keluhan dan tanda yang sering dijumpai
pada pasien osteoporosis adalah:

 Nyeri

Gerakan tulang belakang menjadi sangat terbatas karena rasa nyeri yang dirasakan.
Umumya, penderita dapat menunjukkan lokasi nyeri dengan tepat. Rasa nyeri
berkurang bila penderita istirahat di tempat tidur atau pada saat 11 bangun tidur pagi.
Namun, rasa nyeri akan bertambah saat duduk, berdiri, membungkuk, berjalan, atau
melakukan suatu gerakan yang salah.
 Fraktur
Fraktur yang terjadi seringkali timbul spontan atau benturan ringan. Terjadinya
fraktur ini disebut fraktur patologis. Awal terjadi fraktur di ruas tulang belakang pada
sebagian kecil penderita diatas usia 65 tahun tanpa terasa apa-apa. Tulang yang
sering mengalami fraktur pada penderita osteoporosis adalah di pergelangan tangan,
leher, tulang paha, dan ruas tulang belakang. Fraktur multiple (fraktur di beberapa
tempat pada ruas tulang belakang) sering terjadi pada daerah dada di vertebra
torakalis 11 dan 12 atau pada daerah pinggang vertebra lumbal 4 dan 5. Keadaan
tersebut akan menyebabkan tubuh menjadi bungkuk, gerakan terhambat, dan
berkurangnya tinggi badan.
 Berkurangnya Tinggi Badan
Penyusutan tinggi badan terjadi akibat adanya komprensi fraktur di ruas tulang
belakang. Biasanya disertai dengan gejala nyeri hebat selama beberapa hari sampai
beberapa bulan atau tanpa gejala apapun (asimptomatis).
 Deformitas Tulang Belakang
Deformitas atau kelainan bentuk tulang belakang bis terjadi akibat kompresi fraktur.
Punggung yang bungkuk disebut kifosis. Terdapat orang orang tertentu yang
mempunyai resiko lebih besar mengalami osteoporosis. Ada 2 faktor yaitu faktor
resiko turunan dan faktor resiko lingkungan yang mempengaruhi berkurangnya massa
tulang

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita osteoporosis terdiri atas:
1. Penyuluhan Penderita
Pada penderita, faktor resiko di luar tulang harus diperhatikan program latihan
kebugaran tubuh (fitness), melompat, dan lari tidak boleh dilakukan karena besar
resiko patah tulang. Bedirilah tegak ketika berjalan, bekerja, menyetrika, menyapu
dengan tangkai yang panjang. Duduklah tegak ketika sedang beraktivitas. Untuk
memperkuat dan mempertahankan kekuatan neuromuskuler memerlukan latihan tiap
hari atau paling sedikit 3 hari sekali. Berjalan santai dan jalan kaki cepat 20-30 menit
adalah sehat dan aman untuk penderita osteoporosis. Untuk penderita yang sering
kehilangan keseimbangan badan perlu memakai tongkat/walker.
2. Pencegahan
 Pencegahan primer bertujuan untuk membangun kepadatan tulang dan
neuromuscular yang maksimal. Hal ini dimulai dari balita, remaja, dewasa umur
pertengahan hingga umur 36 tahun. Beberapa hal penting pada pencegahan
primer:
1. Pemberian kalsium yang cukup (1200 mg) sehari
2. Kegiatan fisik yang cukup dalam keadaan berdiri, missal berjalan kaki 30
menit
3. Mengurangi faktor resiko rapuh tulang (merokok,alcohol, imobilisasi)
4. Menambah konsumsi kalsium dalam diet sebanyak 800 mg sehari
 Pencegahan sekunder yaitu pemberian hormone-hormon estrogen progesterone.
Hormon-hormon ini dilaporkan menghentikan setidak-tidaknya mengurangi
kehilangan tulang selama menopause
 Pencegahan tersier dilakukan apabila penderita mengalami patah tulang pada
osteoporosis atau pada lansia
3. Upaya Rehabilitasi Medik
Prinsip terapi fisik dan rehabilitasi dapat bermanfaat dalam penatalaksanaan penderita
osteoporosis. Latihan/exercise dapat mengurangi hilangnya massa tulang dan
menambah massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tulang yang lebih
besar daripada resorbsi tulang.
Pengobatan patah tulang:
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya didapatkan adanya patah tulang, maka harus
dipertimbangkan tindakan sebagai berikut:
1. Menghilangkan nyeri disertai pemberian obat-obatan untuk membangun kekuatan
tulang, yaitu kalsium dan obat-obatan osteoporosis
2. Tindakan pemasangan gips pada patah tulang pergelangan tangan. Tindakan
menarik tulang pada panggul dan dilanjutkan dengan tindakan operasi pada
panggul dengan mengganti kepala panggul pada patah leher paha.

H. Pathway Osteoporosis
DAFTAR PUSTAKA

Murdilah, Ahmad. (2008). Perbandingan Radiomorfometri Metakarpal Dan


Radiomorfometri Kalkaneus Dalam Menentukan Derajat Osteoporosis. Makassar:
Universitas Hassanudin.

Maulidya, Ani. (2017). Osteoporosis. Malang: Universutas Brawujaya.

Tyashinta, Dahila.(2014). Makalah Osteoporosis. Akademi Keperawatan Pemerintah


Provinsi Jawa Tengah.

Perpustakaan Poltekkes Malang: 7_BAB_II.pdf (poltekkes-malang.ac.id). Diakses pada 17


Februari 2023.

Sain, Iwan. (2014). ASKEP pada Klien dengan Gangguan Metabolisme Tulang:
Osteoporosis. Kep.Medikal Bedah II.

Saputri, Karina. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteoporosis. Palembang:
Poltekkes Kemenkes Palembang.

Anda mungkin juga menyukai