Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASKEP OSTEOPROSIS PADA LANSIA

NAMA KELOMPOK 11 :
PENY PEBRIANTI
RUHUL JIHADI HARFI MAULANA
THASYA AUALIA ANASTASIA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOPOROSIS PADA LANSIA

1.1. Defenisi

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porousberarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang,
disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).

Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma,


Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang
rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang,
yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko
terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).

Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan


kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh
meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari
dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).

1.2. Epidemiologi

Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan
problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena
problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang
terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.

Diperkirakan lebih 200 juta orang diseluruh dunia terkena osteoporosis , sepertiganya
terjadi pada usia 60-70 th, 2/3nya terjadi pada usia lebih 80 th. Diperkirakan 30% dari wanita
di atas usia 50 th mendapat 1 atau lebih patah tulang vertabra. Diperkirakan 1 dari 5 pria di
atas 50 th mendapat patah tulang akibat osteoporosis dalam hidupnya. Angka kematian 5
tahun pertama meningkat sekitar 20 % pada patah tulang nertebra maupun panggul.
Di Amerika pada tahun 1995 pata tulang aibat osteoporosis menduduki peringkat 1
dibanding penyakit lain, jumlah 1,5 juta pertahun dengan patah tulang vertebra terbanyak
(750 ribu),hip(250 ribu), wrist(250 ribu), fraktur lain ( 250 ribu),dengan anggaran meningkat
sebesar 13,8 miliar dollarpertahun(kebanyakan biaya untuk patah tulang hip sebesar 8,7
miliar dollar. Bahkan diperkirakan insiden patah tulang hip meningkat bermakna 240% pada
wanita dan 320% pada pria. Perkiraan pada tahun 2050 menjadi 6,3 juta terbanyak di asia.

1.3. Etiologi

Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:

1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon


utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam
tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun,
tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya
menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah
meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu
5-7 tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
(osteoklas) dan pembentukan tulang baru(osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia
diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita
osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang
disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan
oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan
adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon
tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk
keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan
fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuhnya tulang

1.4. Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra
selular, 5% sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak
menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.

Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk
memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang
akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi
kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah.

Pathway Osteoporosis

1.5. Klasifikasi

Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :

1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang
menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan
resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita
lebih sering terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-
57 tahun.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang
1.6. Manifestasi Klinis

Osteoporosis dimanifestasikan dengan :

1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.


2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)

1.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengurangan Massa Tulang Pada Usia


Lanjut

1. Determinan Massa Tulang

a Faktor genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa


orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang
kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa
Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika),
relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.

b. Faktor mekanis

Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk.


Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons
terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar
dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada
lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa
besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang
di sampihg faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormone

Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik
yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas
kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa
tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.

2. Determinan penurunan Massa Tulang

a. Faktor genetik

Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur
dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal
yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan
normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila
individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang
(osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada
usia yang sama.

b. Faktor mekanis

Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa
tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada
interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya
aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang
merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.

c. Kalsium

Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa
tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause.
Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri
menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan
mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif.
Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita
dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta
absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir
kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan
kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.

d. Protein

Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa
tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi
kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.

e. Estrogen

Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya


gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi
absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.

f. Rokok dan kopi

Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah.
Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan
tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.

g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu
dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan
ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.

1.8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan radiologik

Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran
radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang
lebih lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran
picture-frame vertebra.

b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)

Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas
massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral
Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya
kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD
berada diatas nilai -1.

Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:

1. Single-Photon Absortiometry (SPA)

Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna
menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang
yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.

2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)

Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber
energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi
tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-
bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah
leher femur dan vetrebrata.

3. Quantitative Computer Tomography (QCT)


Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara
volimetrik.

c. Sonodensitometri

Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan
gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2
sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang
trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.

e. Biopsi tulang dan Histomorfometri

f. Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme


tulang.

g. Radiologis

Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan
lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.

h. CT-Scan

CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya
tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.

i. Pemeriksaan Laboratorium

1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.


2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

1.9. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Pengobatan:

1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan


tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang
adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

Penatalaksanaan keperawatan:

1. Membantu klien mengatasi nyeri.


2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.

1.10. Pencegahan

Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini


bertujuan:

1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal


2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari :
 Makanan tinggi protein
 Minum alkohol
 Merokok
 Minum kopi
 Minum antasida yang mengandung aluminium

1.11. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan frakturcolles
pada pergelangan tangan

1.12. Prognosis

Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan wanita.
Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan mengganggu
pernafasan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Umur :
Jenis Kelamin :
a. Keluhan Utama:

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.

b. Riwayat Penyakit Dahulu :

Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.

d. Riwayat Psikososial :

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami


stress yang berkepanjangan.

e. Riwayat Pemakaian Obat :

Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau
pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

2. Pemeriksaan fisik

a. B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang

Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki

b. B2 (blood)

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang
berkaitan dengan efek obat

c. B3 (brain)

Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah

d. B4 (Bladder)

Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan

e. B5 (bowel)

Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses

f. B6 (Bone)

Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3

3. Pemeriksaan diagnostic/penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali,


eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
b. Pemeriksaan x-ray
c. Pemeriksaan absorpsiometri
d. Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
e. Pemeriksaan biopsi

Diagnosis/kriteria diagnosis

Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :

a. Radiology
b. Pengukuran massa tulang
c. Pemeriksaan lab kimiawi
d. Pengukuran densitas tulang
e. Pemeriksaan marker biokemis
f. Biospi
g. memperhatikan factor resiko (wanita, umur, ras, dsb)

4. Terapi/penatalaksanaan

a. Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan
peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi
terhadap demineralisasi tulang
b. Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan
progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah
tulang yang diakibatkan.
c. Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis
termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri
punggung

2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh


2. Nyeri b.d adanya fraktur
3. Konstipasi b.d imobilitas
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

2.3. Perencanaan

1. Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh


HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh

Intervensi:

1) Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien.


R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan mengakibatkan
fraktur
2) Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan atau tongkat.
R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia
3) Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan cegah klien dari pukulan yang
tidak sengaja atau kebetulan.
R/. Benturan yang keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang sudah rapuh,
porus dan kehilangan kalsium.
4) Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan dan tidak
mengangkat beban yang berat.
R/. Gerakan tubuh yang cepat dapat mempermudah fraktur compression vertebral
pada klien dengan osteoporosis
5) Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D) dalam mencegah
osteoporosis lebih lanjut.
R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah kehilangan
kalsium ekstra dalam tulang.
6) Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
R/. kafein m berlebihan meningkat pengeluaran kalsium berlebihan dalam urine;
alkohol berlebihan meningkatkan asidosis, meningkatkan reabsorpsi tulang.
7) Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.
R/. rokok meningkatkan asidosis
2. Nyeri b.d adanya fraktur

HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri, dan nyeri
berkurang sampai hilang.

Intervensi:

1) Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
2) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk mengambil psosisi
terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur
dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
3) Beri kasur padat dan tidak lentur.
R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
4) Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
5) Berikan kompres hangat intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot.
6) Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan
hindari gerakan memuntir.
R/. Gerakan tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
7) Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
R/Pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun
alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan
lansia.
8) Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur
perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan
mengurangi stres akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
9) Opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri
punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi nyeri.
3. Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi
HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam seminggu,
konsistensi feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2
Intervensi:
1) Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
2) Berikan diet tinggi serat.
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan kostipasi
3) Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
4) Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena bila terjadi kolaps
vertebra pada T10-L2, maka pasien dapat mengalami ileus.
5) Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja sesuai ketentuan
R/. Membantu meminimalkan konstipasi
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara pencegahan dan
program tindakan
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
R/ Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
oeteoporosis.
2) Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3) Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan
kafein, rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4) Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan
kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
5) Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari.
R/. Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang memadai dapat
meminimalkan efek oesteoporosis.
6) Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri
lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada
suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama
makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan
cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit PT Bhuana
Ilmu Populer.

Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT Indeks.

Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing.

Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis Pada


Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli
2006:107-126

Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,
Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

http://nursingawesome.blogspot.com/2014/03/laporan-pendahuluan-osteoporosis.html

Anda mungkin juga menyukai