Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH DIETETIK MASYARAKAT

PERENCANAAN MENU PADA LANSIA WANITA PENDERITA


OSTEOPOROSIS

Disusun Oleh

Kelompok 5 :

1. Elzha Geniz Rieny 25010114120011

2. Inda Nur Kasyifa 25010114120083

3. Nurul Aindina Madaliana 25010114120088

4. Devy Aulia Juniar 25010114120164

5. Puji Sri Rahayuningtyas 25010114140361

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

DEPARTEMEN ILMU GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

MEI 2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoporosis merupakan penyakit ditandai dengan massa tulang yang
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro arsitektur tulang dan
penurunan kualitas tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang
(Wardhana, 2012 dan Hikmiyah dan Martin, 2013). Osteoporosis adalah suatu
kondisi dimana tulang menjadi rapuh, banyak dialami oleh lansia dan
berkurangnya kepadatan/masa tulang yang mengakibatkan tulang keropos dan
mudah patah karena kekurangan kalsium (Karolina, 2009). Osteoporosis
memiliki dampak bagi penderitanya seperti beresiko mengalami fraktur,
kecacatan, ketergantungan pada orang lain, gangguan psikologis sehingga
menurunkan kualitas dan fungsi hidup serta mortalitas (Hikmiyah dan Martin,
2013).
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa sekitar 200
juta orang menderita osteoporosis. Pada tahun 2050, diperkirakan angka patah
tulang pinggul akan meningkat 2 kali lipat pada wanita dan 3 kali lipat pada
pria. Berdasarkan data Sisitem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010,
angka insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000 kasus pada
wanita dan pria di atas usia 40 tahun diakibatkan osteoporosis (Kemenkes RI,
2012).
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu faktor
yang dapat diubah seperti usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dan yang tidak
dapat diubah seperti status gizi, asupan kalsium, konsumsi alkohol, kopi,
merokok, hormon estrogen, menopause dini, aktifitas fisik dan penggunaan
steroid jangka panjang (Wardhana,2012). Seiring dengan meningkatnya usia,
pertumbuhan tulang akan semakin menurun. Sel osteoblas akan lebih mati
karena adanya sel osteoklas yang menjadi lebih aktif, sehingga tulang tidak
dapat digantikan dengan baik dan massa tulang akan turun menerus (Agustin,
2009).

2
Kandungan kafein dalam kopi dapat mengurangi penyerapan kembali
kalsium di dalam ginjal, sehingga kalsium keluar bersama urin (Kosnayani,
2007). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihatini, 2010
menyatakan bahwa 60,6% wanita dewasa mengkonsumsi kopi sebanyak 2-6
gelas/minggu (Septriani, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Prihatini, 2010 menyatakan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara
kebiasaan minum kopi dengan osteoporosis dan proporsi resiko osteoporosis
lebih tinggi pada orang yang biasa minum kopi setiap hari (Prihatini, 2010).
Kalsium berperan dalam mineralisasi tulang dan mempertahankan densitas
tulang yang normal. Hasil penelitian Kosnayani (2007) menunjukkan bahwa
asupan kalsium yang tinggi akan meningkatkan kepadatan tulang (Kosnayani,
2007).

B. Tujuan
a. Untuk mengetahui dan memahami pengertian osteoporosis pada lansia.
b. Untuk mengetahui dan memahami diet bagi lansia wanita penderita
osteoporosis.
c. Untuk mengetahui dan memahami perencanaan menu lansia wanita
penderita osteoporosis.

C. Manfaat
a. Dapat memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai osteoporosis.
d. Dapat memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai perencanaan
menu diet untuk lansia wanita penderita osteoporosis.
e. Dan perencanaan menu yang dibuat oleh penulis dapat bermanfaat bagi
lansia wanita penderita osteoporosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Osteoporosis

3
Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat gangguan
metabolisme dimana tubuh tidak mampu menyerap dan memanfaatkan zat-zat
yang diperlukan untuk proses pematangan tulang. Pada osteoporosis terjadi
pengurangan masa/jaringan tulang per unit volume tulang dibandingkan
dengan keadaan normal. Dengan bahasa awam dikatakan tulang menjadi
lebih ringan dan lebih rapuh dari biasanya, meskipun mungkin zat-zat dan
mineral untuk pembentukan tulang di dalam darah masih dalam batas nilai
normal. Proses pengurangan ini terjadi di seluruh tulang dan berkelanjutan
sepanjang kehidupan (Yatim, 2000).
Osteoporosis adalah suatu penyakit degeneratif pada tulang yang
ditandai dengan menurunnya massa tulang, dikarenakan berkurangnya
matriks dan mineral yang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari
jaringan tulang, sehingga terjadi penurunan kekuatan tulang (Lindsay, 2008).

B. Epidemiologi Osteoporosis
Di negara maju seperti Amerika Serikat, kira-kira 10 juta orang usia
diatas 50 tahun menderita osteoporosis dan hampir 34 juta dengan penurunan
massa tulang yang selanjutnya berkembang menjadi osteoporosis. Empat dari
5 orang penderita osteoporosis adalah wanita, tapi kira-kira 2 juta pria di
Amerika Serikat menderita osteoporosis, 14 juta mengalami penurunan massa
tulang yang menjadi risiko untuk osteoporosis. Satu dari 2 wanita dan satu
dari 4 pria diatas usia 50 tahun akan menjadi fraktur yang berhubungan
dengan fraktur selama hidup mereka. Di negara berkembang seperti Cina,
osteoporosis mencapai proporsi epidemik, terjadi peningkatan 300% dalam
waktu 30 tahun (Journal CM, 2002).
Pada tahun 2002 angka prevalensi osteoporosis adalah 16,1%.
Prevalensi di antara pria adalah 11,5%, sedangkan wanita sebesar 19,9%.
Data di Asia menunjukkan bahwa insiden fraktur lebih rendah dibanding
populasi Kaukasian. Studi juga mendapatkan bahwa massa tulang orang Asia
lebih rendah dibandingkan massa tulang orang kulit putih Amerika, akan
tetapi fraktur pada orang Asia didapatkan lebih sedikit (Rachmatullah, 2007).

4
Ada variasi geografis pada insiden fraktur osteoporosis. Osteoporosis
paling sering terjadi pada populasi Asia dan Kaukasia tetapi jarang di Afrika
dan Amerika populasi kulit hitam (Juliet, 2003).

C. PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS
Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada
pembentukan tulang yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada
pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang.
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari adanya massa
puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa
puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetik,
sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses
ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan atau aktivitas fisik yang
kurang serta faktor genetik. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai
adanya penurunan massa tulang menyebabkan densitas tulang menurun yang
merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.

D. Klasifikasi Osteoporosis
Menurut pembagiannya, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya. Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis
primer menjadi 2 tipe, yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II.
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause.
Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat
menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis,
disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga
menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan
timbulnya osteoporosis (Setiyohadi, 2010).
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui
penyebabnya, yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari,

5
defisiensi atau konsumsi obat yang dapat menyebabkan osteoporosis
(Kelman, 2005).
a. Penyebab genetik (kongenital):
1) Kistik fibrosis
2) Ehlers Danlos syndrome
3) Penyakit penyimpanan glikogen
4) Penyakit Gaucher
5) Hemokromatosis
6) Homosistinuria
7) Hiperkalsiuria idiopatik
8) Sindroma marfan
9) Osteogenesis imperfekta
b. Keadaan hipogonad
1) Insensitifitas androgen
2) Anoreksia nervosa / bulimia nervosa
3) Hiperprolaktinemia
4) Menopause prematur
c. Gangguan endokrin:
1) Akromegali
2) Insufisiensi adrenal
3) Sindroma Cushing
4) Diabetes Melitus
5) Hiperparatiroidism
6) Hipertiroidisme
7) Hipogonadism
8) Kehamilan
9) Prolaktinoma
d. Gangguan yang diinduksi obat
1) Glukokortikoid
2) Heparin
3) Antikonvulsan
4) Barbiturat

6
5) Antipsikotik
3. Osteoporosis postmenopausal
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita
yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat
ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama
untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan
daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit
hitam (Junaidi, 2007).
4. Osteoporosis senilis
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari
kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya
terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali
menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal (Junaidi, 2007).
5. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita
osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-
obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis
dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-
obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid
yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa
memperburuk keadaan osteoporosis (Junaidi, 2007).

6. Osteoporosis juvenil idiopatik


Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang (Junaidi, 2007).

E. Faktor Resiko Osteoporosis

7
Resiko paling tidak menguntungkan penderita osteoporosis adalah
terjadinya fraktur tulang yang apabila tidak ditangani dengan tuntas sampai
dengan rehabilitasi medik, maka pasien akan mengalami disabilitas,
gangguan fungsi aktivitas dari tingkat sederhana sampai berat dan mengalami
keterbatasan dalam bersosialisasi yang ujungnya dapat mempengaruhi
kualitas hidup penderitanya. Faktor resiko osteoporosis diantaranya:
1. Usia
Semua bagian tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia,
begitu juga dengan rangka tubuh. Mulai dari lahir sampai kira-kira usia 30
tahun, jaringan tulang yang dibuat lebih banyak daripada yang hilang.
Tetapi setelah usia 30 tahun situasi berbalik, yaitu jaringan tulang yang
hilang lebih banyak daripada yang dibuat (Lane, 2000).
2. Jenis kelamin
Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi untuk
terjadinya osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan antara
wanita dan pria adalah 5:1. Pria memiliki prevalensi yang lebih tinggi
untuk terjadinya osteoporosis sekunder, yaitu sekitar 40-60%, karena
akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau pemakaian
kortikosteroid yang berlebihan. Secara keseluruhan perbandingan wanita
dan pria adalah 4:1 (Lane, 2000).
3. Ras
Pada umumnya ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang
tertinggi, sedangkan ras kulit putih terutama Eropa Utara, memiliki massa
tulang terendah. Massa tulang pada ras campuran Asia-Amerika berada di
antara keduanya. Penelitian menunjukkan bahwa, bahkan pada usia muda
terdapat perbedaan antara anak Afrika-Amerika dan anak kulit putih.
Wanita Afrika-Amerika umumnya memiliki massa otot yang lebih tinggi.
Massa tulang dan massa otot memiliki kaitan yang sangat erat, dimana
semakin berat otot, tekanan pada tulang semakin tinggi sehingga tulang
semakin besar. Penurunan massa tulang pada wanita Afrika-Amerika yang
semua cenderung lebih lambat daripada wanita berkulit putih. Hal ini

8
mungkin disebabkan oleh perbedaan hormon di antara kedua ras tersebut
(Lane, 2000).
4. Riwayat Keluarga
Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang.
Penelitian terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa
tulang di bagian pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada
genetika. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang
osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada
anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih rendah). Riwayat adanya
osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam menentukan risiko
seseorang mengalami patah tulang (Lane, 2000).
5. Indeks Massa Tubuh
Berat badan yang ringan, indeks massa tubuh yang rendah, dan
kekuatan tulang yang menurun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh wanita. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa efek berat badan terhadap massa tulang
lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan, misalnya pada
tulang femur atau tibia (Lane, 2000).
6. Aktifitas Fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang dan
menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan
tulang. Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur yang
berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktifitas
fisik yang cukup dapat menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Itulah
sebabnya seorang atlet memiliki massa tulang yang lebih besar
dibandingkan yang non-atlet. Proporsi osteoporosis seseorang yang
memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan harian tinggi saat
berusia 25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih rendah daripada yang
memiliki aktifitas fisik tingkat sedang dan rendah (Lane, 2000).
7. Pil KB
Terdapat beberapa bukti bahwa wanita yang menggunakan pil KB
untuk waktu yang lama memiliki tulang yang lebih kuat daripada yang

9
tidak mengkonsumsinya. Kontrasepsi oral mengandung kombinasi
estrogen dan progesteron, dan keduanya dapat meningkatkan massa
tulang. Hormon tersebut dapat melindungi wanita dari berkurangnya
massa tulang dan bahkan merangsang pembentukan tulang (Lane, 2000).
8. Densitas Tulang
Densitas masa tulang juga berhubungan dengan risiko terjadinya
fraktur. Setiap penurunan 1 SD, berhubungan dengan risiko peningkatan
fraktur sebesar 1,5-3,0 kali. Faktor usia juga menjadi pertimbangan dalam
menentukan besarnya risiko menurut densitas tulang. Penggunan
kortikosteroid. Kortikosteroid banyak digunakan untuk mengatasi berbagai
penyakit, terutama penyakit autoimun, namun kortikosteroid yang
digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya
osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik. Kortikosteroid dapat
menginduksi terjadinya osteoporosis bila dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per
hari selama lebih dari 3 bulan. Kortikosteroid akan menyebabkan
gangguan absorbsi kalsium di usus, dan peningkatan ekskresi kalsium
pada ginjal, sehingga akan terjadi hipokalsemia. Selain berdampak pada
absorbsi kalsium dan ekskresi kalsium , kortikosteroid juga akan
menyebabkan penekanan terhadap hormon gonadotropin, sehingga
produksi estrogen akan menurun dan akhirnya akan terjadi peningkatan
kerja osteoklas. Kortikosteroid juga akan menghambat kerja osteoblas,
sehingga penurunan formasi tulang akan terjadi. Dengan terjadinya
peningkatan kerja osteoklas dan penurunan kerja dari osteoblas, maka
akan terjadi osteoporosis yang progresif (Lane, 2000).
9. Menopause
Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi
ovarium yang menurun sehingga produksi hormon estrogen dan
progesteron juga menurun. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus
remodeling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan dimulai.
Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat remodeling
tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang akan menjadi lebih tinggi
daripada formasi tulang, yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang.

10
Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang trabekular karena
tingkat turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan terhadap
defisiensi estrogen. Tulang trabekular akan menjadi tipis dan akhirnya
berlubang atau terlepas dari jaringan sekitarnya. Ketika cukup banyak
tulang yang terlepas, tulang trabekular akan melemah (Lane, 2000).
10. Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar
estrogen, sehingga kadar estrogen pada orang yang merokok akan
cenderung lebih rendah daripada yang tidak merokok. Wanita pasca
menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen masih
akan kehilangan massa tulang. Berat badan perokok juga lebih ringan dan
dapat mengalami menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih awal ), daripada
non-perokok. Dapat diartikan bahwa wanita yang merokok memiliki risiko
lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis dibandingkan wanita yang tidak
merokok (Lane, 2000).
11. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum alkohol
lebih dari 750 mL per minggu mempunyai peranan penting dalam
penurunan densitas tulang. Alkohol dapat secara langsung meracuni
jaringan tulang atau mengurangi massa tulang karena adanya nutrisi yang
buruk. Hal ini disebabkan karena pada orang yang selalu menonsumsi
alkohol biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan
mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol. Disamping akibat dari
defisiensi nutrisi, kekurangan vitamin D juga disebabkan oleh
terganggunya metabolisme di dalam hepar, karena pada konsumsi alkohol
berlebih akan menyebabkan gangguan fungsi hepar (Lane, 2000).
12. Riwayat Fraktur
Beberapa penelitian sebelumnya telah menyebutkan bahwa,
riwayat fraktur merupakan salah satu faktor risiko osteoporosis (Lane,
2000).

11
F. Pendekatan Diagnosis Osteoporosis
1. Anamnesis
Anamnesis mempunyai peranan penting dalam evaluasi penderita
osteoporosis. Keluhan-keluhan utama yang dapat mengarah kepada
diagnosis, seperti misalnya bowing leg dapat mengarah pada diagnosis
riket, kesemutan dan rasa kebal di sekitar mulut dan ujung jari yang
terjadi pada hipokalsemia. Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan atau
tubuh pendek, nyeri tulang, dan kelemahan otot, waddling gait, dan
kalsifikasi ekstraskeletal dapat mengarah pada penyakit tulang metabolik.
Selain dengan anamnesis keluhan utama, pendekatan menuju diagnosis
juga dapat dibantu dengan adanya riwayat fraktur yang terjadi karena
trauma minimal, adanya faktor imobilisasi lama, penurunan tinggi badan
pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor
dan vitamin D, dan faktor-faktor risiko lainnya (Setiyohadi, 2010).
Obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka panjang juga dapat
digunakan untuk menunjang anamnesis, yaitu misalnya konsumsi
kortikosteroid, hormon tiroid, antikonvulsan, heparin. Selain konsumsi
obat- obatan, juga konsumsi alkohol jangka panjang dan merokok. Tidak
kalah pentingnya, yaitu adanya riwayat keluarga yang pernah menderita
osteoporosis (Setiyohadi, 2010).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang harus diukur adalah tinggi badan dan
berat badan, demikian juga dengan gaya jalan penderita, deformitas
tulang, leg-lenght inequality , dan nyeri spinal. Hipokalsemia yang terjadi
dapat ditandai oleh adanya iritasi muskuloskeletal, yaitu berupa tetani.
Adduksi jempol tangan juga dapat dijumpai, fleksi sendi
metacarpophalangeal, dan ekstensi sendi interphalang. Penderita dengan
osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus (Dowagers
hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan
protuberansia abdomen, spasme otot paravertebral, dan kulit yang tipis
(tanda McConkey) (Setiyohadi, 2010).
3. Pemeriksaan laboratorium

12
Manfaat dari adanya pemeriksaan petanda biokimia tulang adalah
dapat memprediksi adanya kehilangan massa tulang dan adanya risiko
fraktur, untuk menyeleksi pasien yang membutuhkan terapi antiresorpstif,
dan untuk mengevaluasi efektifitas terapi. Pemeriksaan ini digunakan
untuk menunjang diagnosis osteoporosis yaitu dengan menggunakan
berbagai petanda biokimiawi untuk menentukan bone turnover kalsium,
dan fosfatase alkali serum yang semula dianggap merupakan petanda
turnover tulang yang baik, ternyata kadarnya dalam darah normal.
Pemeriksaan biokimiawi tulang lainnya yaitu kalsium total dalam serum,
ion kalsium, kadar fosfor dalam serum, kalsium urin, osteokalsin serum,
fosfat serum, piridinolin urin, dan bila perlu hormon paratiroid dan
vitamin D (Setiyohadi, 2010).
4. Pemeriksaan Radiologik
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah adanya
penipisan korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan
tampak jelas pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran
picture-frame vertebra. Pada pemeriksaan radiologik tulang vertebra
sangat baik untuk menemukan adanya fraktur kompresi, fraktur baji atau
fraktur bikonkaf. Pada anak-anak, fraktur kompresi dapat timbul spontan
dan berhubungan dengan osteoporosis yang berat, misalnya pada
osteogenesis imperfekta, riketsia, artritis rheumatoid juvenil, penyakit
Crohn atau penggunaan steroid jangka panjang. Bowing deformity pada
tulang panjang sering didapatkan pada anak-anak dengan osteogenesis
imperfekta, riketsia, dan displasia fibrosa. Selain dengan memeriksa foto
polos, dapat dilakukan juga skintigrafi tulang dengan menggunakan
Technetium-99m yang dilabel pada metilen difosfonat atau hidroksi
metilen difosfonat. Diagnosis ditegakkan dengan mencari uptake yang
meningkat, baik secara umum maupun fokal (Setiyohadi, 2010).
5. Pemeriksaan densitas tulang
Massa tulang yang rendah merupakan faktor utama terjadinya
osteoporosis. Terdapat hubungan berkebalikan antara BMD dengan
kecenderungan patah tulang. BMD merupakan indikator utama risiko

13
patah tulang pada pasien tanpa riwayat patah tulang sebelumnya. Terdapat
berbagai cara pemeriksaan densitas tulang, yaitu : Foto rontgen tulang
absorpsiometri foton tunggal (SPA), absorpsi foton Ganda (DPA),
tomografi komputer kuantitatif (CT SCAN) DPA dengan energi sinar X
ganda (DEXA) atau dengan ultrasound. Saat ini yang terbanyak dipakai,
walaupun harganya cukup mahal adalah DPA dan DEXA, (DEXA
merupakan gold standard sesuai rekomendasi WHO). Kekurangan cara
pemeriksaan ini adalah tidak dapat menggambarkan keadaan dinamik
tulang, walaupun dapat diatasi dengan mengadakan pemeriksaan serial
(Setiyohadi, 2010).
6. Biopsi Tulang
Cara ini dapat menunjukkan adanya osteoporosis serta proses
dinamik tulang, akan tetapi karena bersifat invasif sehingga tidak dapat
dipakai sebagai prosedur rutin, baik untuk uji saring (penentuan risiko)
atau untuk pemantauan pengobatan. Biopsi tulang dapat digunakan untuk
menilai kelainan metabolik tulang. Biopsi biasanya dilakukan di
transiliakal (Setiyohadi, 2010).
G. PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS
Ada beberapa hal yang dapat mengurangi terjadinya osteoporosis
dan osteopenia, antara lain :
a) Pencegahan dengan mengurangi faktor resiko
Pencegahan dengan mengurangi dari faktor resiko yang dimaksud
yaitu melakukan pencegahan dengan menghindari kebiasaan merokok,
mengurangi konsumsi obat-obatan seperti steroid, tidak mengkonsumsi
alkohol, tidak mengkonsumsi minuman bersoda, tidak mengkonsumsi
minuman berkafein (kopi), dan hindari stress (Cosman, 2009).
b) Pencegahan melalui nutrisi
Pencegahan melalui nutrisi ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan konsumsi makanan dan minuman yang mengandung
kalsium dan vitamin D, vitamin K, vitamin c, dsb. Sehingga dengan
demikian dapat meningkatkan kepadatan tulang dan mengurangi
terjadinya osteoporosis dan osteopenia (Hartono, 2001).
c) Pencegahan melalui olahraga
Dengan olahraga yang dilakukan secara teratur, maka kesehatan
pun akan menjadi lebih baik. Olahraga yang baik untuk dilakukan,

14
misalnya saja jalan, aerobik, jogging, renang, dan bersepeda. Olahraga
yang disarankan bagi penderita osteoporosis adalah jalan sehat dan
jogging. Kedua olahraga tersebut baik bagi penderita osteoporosis dan
cara untuk mencegah osteoporosis. Dengan melakukan olahraga
tersebut secara rutin, tulang akan menjadi padat dan kuat sehingga
terhindar dari bungkuk (Nuhonni, 2000).
d. Terpapar Sinar Matahari
Menurut Hartono, jika seseorang cukup mendapatkan sinar
matahari pada kulit maka tidak akan mengalami kekurangan asupan
vitamin D. Karena sinar matahari yang masuk ke kulit akan mengaktifkan
vitamin D untuk bekerja sama dengan kalsium dalam memelihara tulang,
sehingga dapat memperlambat tejadinya osteoporosis (Hartono, 2001).
e. Konsumsi suplemen kalsium
Kalsium dapat menekan produksi endogen dari PTH sehingga
mengurangi stimulus untuk pembentukan tulang kembali, dan telah
dibuktikan pada anak-anak dan orang dewasa dapat meningkatkan
kepadatan tulang. Tujuan diberikannya suplemen kalsium adalah untuk
memastikan asupan kalsium total tercukupi yaitu berkisar 1000 1500 mg
per hari (Agrawal, VK).

15
Tabel 2.4. Angka Kecukupan Gizi Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok Umur BB TB Energi Protein Lemak Omega -6 Omega-3 Karbohidrat (g) Serat (g) Air (mL)
(kg) (cm) (kkal) (g) (g) (g) (g)
Perempuan 10-12 thn 36 145 2000 60 67 10,1 1,0 275 28 1800
13-15 thn 46 155 2125 69 71 11,0 1,1 292 30 2000
16-18 thn 50 158 2125 59 71 11,0 1,1 292 30 2100
19-29 thn 54 159 2250 56 75 12,0 1,1 309 32 2300
30-49 thn 55 159 2150 57 60 12,0 1,1 323 30 2300
50-64 thn 55 159 1900 57 53 11,0 1,1 285 28 2300
65-80 thn 54 159 1550 56 43 11,0 1,1 252 22 1600
>80 thn 53 159 1425 55 40 11,0 1,1 232 20 1500
Tambahan Trimester +180 +20 +6 +2,0 +0,3 +25 +3 +300
bumil 1
Trimester +300 +20 +10 +2,0 +0,3 +40 +4 +300
2
Trimester +300 +20 +10 +2,0 +0,3 +40 +4 +300
3
Tambahan 6 bulan +330 +20 +11 +2,0 +0,2 +45 +5 +800
busui pertama

16
6 bulan +400 +20 +13 +2,0 +0,2 +55 +6 +650
kedua

Kelompok umur Vit A Vit D Vit E Vit K Vit B1 Vit B2 Vit B3 Vit B5 Vit B6 Vit B9 Vit Biotin Kolin Vit C
(mcg) (mcg) (mcg) (mcg) (mcg) (mcg) (mcg) (mcg) (mcg) (mcg) B12 (mcg) (mcg) (mcg)
(mcg)
Perempuan 10-12 thn 600 15 11 35 1,0 1,2 11 4,0 1,2 400 1,8 20 375 50
13-15 thn 600 15 15 55 1,1 1,3 12 5,0 1,2 400 2,4 25 400 65
16-18 thn 600 15 15 55 1,1 1,3 12 5,0 1,2 400 2,4 30 425 75
19-29 thn 500 15 15 55 1,1 1,4 12 5,0 1,3 400 2,4 30 425 75
30-49 thn 500 15 15 55 1,1 1,3 12 5,0 1,3 400 2,4 30 425 75
50-64 thn 500 15 15 55 1,0 1,1 10 5,0 1,5 400 2,4 30 425 75
65-80 thn 500 20 15 55 1,8 0,9 9 5,0 1,5 400 2,4 30 425 75
>80 thn 500 20 15 55 1,7 0,9 8 5,0 1,5 400 2,4 30 425 75

17
Tambahan Trimester +300 +0 +0 +0 +0,3 +0,3 +4 +1,0 +0,4 +200 +0,2 +0 +25 +10
bumil 1
Trimester +300 +0 +0 +0 +0,3 +0,3 +4 +1,0 +0,4 +200 +0,2 +0 +25 +10
2
Trimester +350 +0 +0 +0 +0,3 +0,3 +4 +1,0 +0,4 +200 +0,2 +0 +25 +10
3
Tambahan 6 bulan +350 +0 +4 +0 +0,3 +0,4 +3 +2,0 +0,5 +100 +0,4 +5 +75 +25
busui pertama
6 bulan +350 +0 +4 +0 +0,3 +0,4 +3 +2,0 +0,5 +100 +0,4 +5 +75 +25
kedua

Kelompok umur Fe F P I K Ca Cr (mcg) Mg (mg) Mn Na Se Zn Cu


(mg) (mg) (mg) (mcg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mcg) (mg) (mcg)
Perempuan 10-12 thn 20 1,9 1200 120 4500 1200 21 155 1,6 1500 20 13 700
13-15 thn 26 2,4 1200 150 4500 1200 22 200 1,6 1500 30 16 800

18
16-18 thn 26 2,5 1200 150 4700 1200 24 220 1,6 1500 30 14 890
19-29 thn 26 2,5 700 150 4700 1100 25 310 1,8 1500 30 10 900
30-49 thn 26 2,7 700 150 4700 1000 25 320 1,8 1500 30 10 900
50-64 thn 12 2,7 700 150 4700 1000 20 320 1,8 1300 30 10 900
65-80 thn 12 2,7 700 150 4700 1000 20 320 1,8 1200 30 10 900
>80 thn 12 2,7 700 150 4700 1000 20 320 1,8 1200 30 10 900
Tambahan Trimester +0 +0 +0 +70 +0 +200 +5 +40 +0,2 +0 +5 +2 +100
bumil 1
Trimester +9 +0 +0 +70 +0 +200 +5 +40 +0,2 +0 +5 +4 +100
2
Trimester +13 +0 +0 +70 +0 +200 +5 +40 +0,2 +0 +5 +10 +100
3
Tambahan 6 bulan +6 +0 +0 +100 +400 +200 +20 +0 +0,8 +0 +10 +5 +400
busui pertama
6 bulan +8 +0 +0 +100 +400 +200 +20 +0 +0,8 +0 +10 +5 +400
kedua

19
BAB III
PEMBAHASAN

A. Penjelasan Kasus
Seorang lansia berumur 62 tahun dan berat badan 50 kilogram mengalami
osteoporosis. Berdasarkan Permenkes Nomor 75 Tahun 2013 kebutuhan
kalsium lansia wanita usia 62 tahun idealnya adalah 1000 mg (Permenkes No
75 Tahun 2013). Lansia dalam kasus ini dapat disimpulkan konsumsi
kalsiumnya masih di bawah batas ideal yang dianjurkan yaitu 1000 mg,
sehingga mengalami osteoporosis.
Hal ini sesuai dengan studi literatur bahwa asupankalsiumyangcukup
dapatmembantumelindungitulangsepanjang hidupkita.Padaanakanakdan
remaja, asupan kalsium yang cukup dapat membantu memproduksi massa
tulangyanglebihtinggi.Massatulangyang maksimumyangpernahdicapai
seseorangbiasanyasaatberusia25tahun.Pada orangdewasa(sampaiawal
empat puluhan), asupan kalsium yang cukup dapat membantu
mempertahankan kepadatan tulang, khususnya di bagian pinggul, tempat
sebagian besar pengeroposan terjadi. Di kalangan wanita pramenopause,
pascamenopausedantua,asupankalsiumyangcukupdapatmengurangilaju
pengeroposan tulang meskipun tidak benar-benar mencegah pengeroposan
tulang (Cosman, Felicia, 2009).

B. Tujuan Diet
1. Membantu mencegah terjadinya osteoporosis
2. Membantu mengurangi kerapuhan massa tulang lebih lanjut
3. Meningkatkan produktivitas lansia
4. Meningkatkan asupan vitamin D dari makanan
5. Meningkatkan asupan kalsium dari makanan

C. Syarat Diet
1. Kebutuhan energi sesuai umur (25-30 kalori per kg berat badan perhari)
2. Protein 0,8-1 gram perkilo berat badan perhari terutama dari protein
nabati, karena protein hewani terutama daging menyebabkan kalsium
keluar melalui urin.

20
3. Cukup vitamin D 400 IU perhari, vitamin A 800 RE/retinol 0,8 mg
perhari
4. Cukup mineral, kalsium 1000-1500 mg perhari zink, mangan, tembaga,
flouride, yang berperan dalam pembentukan tulang yang sehat.
5. Dianjurkan untuk meluangkan waktu berjemur selama 10-15 menit
perhari di waktu pagi.

D. Bahan Makanan
Osteoporosis adalah penyakit kronik yang ditandai dengan rendahnya
massa tulang. Faktor nutrisi adalah bagian penting bagi kesehatan tulang. Zat
gizi yang berperan adalah kalsium. Apabila konsumsi kalsium kurang makan
kalsium diambil dari tulang untuk mempertahankan keadaan kalsium normal.
Oleh karena itu, pengaturan diet osteoporosis harus disesuaikan dengan angka
kecukupan gizi dan juga syarat diet osteoporosis. Bahan makanan yang
dianjurkan yaitu mengandung :
1. Sumber kalsium produk susu seperti yoghurt, keju, ice cream; ikan yang
dimakan dengan tulangnya seperti ikan teri, bandeng presto; kedelai dan
produk hasil olahannya seperti susu kedelai, tahu, tempe; sayuran seperti
bayam dan brokoli,
2. Sumber vitamin D seperti kuning telur, susu fortifikasi dengan kalsium,
dan margarine.
Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk lansia osteoporosis adalah
makanan tinggi seratdapat menghambat penyerapan kalsium. Misalnya
makan bekatul dicampur susu; makan teri ikan bersama daun singkong.
Berikut adalah contoh bahan makanan yang perlu dikonsumsi oleh penderita
osteoporosis

21
1. Ukuran dan Kandungan Gizi
Bahan Berat URT Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Vitamin A Besi Pospor
Makanan

Nasi 100 gelas 360,9 6,7 0 79,5 8,0 0,0 0,6 103,0
- Beras
belimbing

Tempe 50 1 potong 168 9,5 11 8,5 46,5 0,5 1,1 103,0


Goreng

Bening 50 + 50 1 mangkok 22,4 4,3 0 0,0 9,6 8,6 0,3 45,6


bayam +
jagung

Susu 25 + 10 3 sendok 12,9 1,2 0 1,8 42,7 0,7 0,0 35,7


1 sendok
Fortifikasi
makan
Kalsium +
gula pasir

Total 601,7 23,3 13,4 98,1 134,8 177,8 2,9 329,3

22
2. Hubungan Kandungan Menu dengan Osteoporosis
Berdasarkan tabel menu bahan makanan yang kami buat dapat
diketahui bahwa jumlah total energi sebesar 601,7 Kalori, protein sebesar
23,3 9 gram, lemak sebesar 13,4 gram, karbohidrat 98,1 gram, kalsium
sebesar 134,8 gram, vitamin A sebesar 177,8 gram, besi 2,9 gram, fosfor
sebesar 329,3 gram. Hasil tersebut masih di bawah angka kecukupan gizi
yang dianjurkan menurut Permenkes Nomor 75 Tahun 2013 yaitu energi
sebesar 1900 Kalori perhari, protein sebesar 57 gram perhari, lemak
sebesar 53 gram perhari, karbohidrat sebesar 285 gram perhari, vitamin A
sebesar 500 gram perhari, kalsium sebesar 100 gram perhari, fosfor
sebesar 700 gram perhari, dan besi sebesar 12 gram perhari (Permenkes
Nomor 75 Tahun 2013).
Hal tersebut masih berada di bawah batas standar yang dianjurkan
untuk diet osteoporosis pada lansia, yaitu kecukupan energi maksimal
sebesar 30 kilogram/berat badan, yang artinya perhaari lansia wanita
dengan berat bada 50 kilogram membutuhkan energi sebesar 1500 Kalori.
Protein maksimal sebesar 1 gram/kilogram berat badan, yang artinya
lansia wanita dengan berat badan 50 kilogram memerlukan protein sebesar
50 gram, kemudian vitamin A dibutuhkan 0,7 miligram/hari untuk lansia
wanita yang berusia antara 50-64 t setahun. Serta kebutuhan karbohidrat
sebesar 1.500 gram/hari untuk lansia wanita yang berusia 62 tahun.
Hal ini dikarenakan dalam tabel angka kecukupan gizi menurut
Permenkes Nomor 75 Tahun 2013 dan standar diet yang dianjurkan untuk
penderita osteoporosis kandungan gizi berlaku untuk frekuensi makan
sehari. Sedangkan, dalam contoh bahan makana yang kami buat hanya
untuk frekuensi satu kali makan.
a. Sayur bayam
Bayam (Spinacia oleracea) adalah sayuran hijau berdaun indah-
sering diakui sebagai salah satu makanan fungsional. Daun bayam
merupakan sumber sayuran yang memiliki kandungan vitamin yang
sangat baik cotohnya vitamin K yang memainkan peran penting dalam
memperkuat massa tulang dengan mempromosikan aktivitas
osteotrophic (bangunan tulang) pada tulang. Selain vitamin K, bayam
juga mengandung vitamin A yang cukup tinggi. Vitamin A sangat

23
penting untuk regenerasi sel-sel baru, termasuk pembentukan sel
tulang-tulang baru. Kandungan potassium pada bayam juga tidak kalah
penting untuk kesehatan tulang. Potassium pada bayam mampu
menetralisir garam yang menyerap banyak kalsium dalam tulang.
Bayam juga baik untuk kesehatan tulang karena mineral-mineral yang
terkandung di dalamnya, selain kalsium yang dikandung oleh bayam.
Beberapa mineral penting terkandung dalam bayam seperti mangan,
magnesium, fosfor dan zinc. Zinc merupakan salah satu mineral yang
penting untuk tulang. Adapun fakor yang dapat menghalangi
penyerapan kalsium adalah zat organik yang dapat bergabung dengan
kalsium membentuk garam yang tidak larut seperti senyawa oksalat.
Senyawa oksalat yang terdapat pada bayam dapat membentuk kalsium
oksalat yang tidak larut sehingga tidak dapat diserap oleh tubuh maka
dianjurkan agar mengonsumsi bayam sesuai angka kecukupan gizi.
b. Jagung
Kandungan nutrisi yang dimiliki jagung sangat bermanfaat bagi
tulang kita antara lain kalsium, magnesium , dan fosfor. Berbagai
nutrisi tersebut dapat menutrisi tulang untuk lebih kuat dan kokoh.
Magnesium dalam jagung dapat menambah energi pada tubuh, protein
antioksidan yang dapat membantu kontraksi otot dan impul saraf
dalam membawa kalsium saat melintasi membran sel yang baik untuk
kesehatan tulang.
Kandungan lignan (fitoestrogen) per 100 gram pada jagung sebesar
230 g. Fitoestrogen merupakan senyawa kimia yang berasal dari
hormon tumbuhan yang memiliki struktur kimia menyerupai hormon
estrogen pada tubuh manusia. Fitoestrogen berfungsi untuk
meningkatkan hormon estrogen dalam tubuh. Pada masa menopause,
dimana kadar estrogen sangat rendah asupan fitoestrogen berfungsi
sebagai pengganti estrogen yang melindungi tubuh dari sindrom
menopause dan mencegah osteoporosis.
c. Tempe
Isoflavon merupakan zat aktif dari kedelai yang memiliki berbagai
aktivitas biologi yang berguna. Oleh karena itu para ahli berupaya
untuk meningkatkan kandungan isoflavon dari kedelai melalui teknik

24
fermentasi. Senyawa isoflavon terbukti juga mempunyai efek
hormonal, khusunya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait
dengan struktur isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi equol,
dimana equol ini mempunya struktur fenolik yang mirip dengan
hormon estrogen. Mengingat hormon estrogen berpengaruh pula
terhadap metabolisme tulang, terutama proses klasifikaso, maka
adanya isoflavom yanh bersifat estrogenon dapat berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses klasifikasi. Dengan kata lain, isoflavon dapat
melindungi proses osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap
padat dan masif (Atun, 2009).
d. Susu
Sumber kalsium terbagi dua yaitu hewani dan nabati. Bahan
makanan hewani yang mengandung kalsium dapat diperoleh dari
makanan dan minuman seperti susu. Susu mempunyai kandungan
kalsium yang tinggi demikian pula dengan hasil olahan susu seperti
keju mengandung cukup banyak kalsium. Susu bubuk merupakan
sumber kalsium yang terkonsentrasi. Makanan lainnya seperti ikan
kecil-kecil yang dimakan bersama tulangnya (ikan teri), udang kering,
kuning telor, daging sapi. Sayangnya jika di konsumsi berlebihan
bahan hewani ini terutama daging sapi, bisa menghambat penyerapan
kalsium, karena kadar proteinnya yang tinggi akan meningkatkan
keasaman (ph) darah. Guna menjaga agar keasaman darah tetap
nomal, tubuh terpaksa menarik deposit kalsium (yang bersifat basa)
dari tulang, sehingga kepadatan tulang berkurang karena itu, sekalipun
kaya kalsium, makanan hewani harus dikonsumsi secukupnya saja,
jika berlebihan justru dapat menggorogoti tabungan kalsium dan
mempermudah terjadinya keropos tulang.
Dari golongan sayuran mempunyai kandungan kalsium yang cukup
tinggi seperti bayam, daun melinjo, sawi. Mengkomsumsi kacang-
kacangan lainnya, makanan yang tinggi kandungan vitamin D seperti
sayuran berdaun hijau. Tubuh juga harus cukup mendapat sinar
matahari pagi minimal 15 menit sebagai sumber vitamin D, karena
vitamin ini dibutuhkan untuk penyerapan kalsium (Anderson, 2004).

25
3. Cara masak
a. Sayur bening bayam jagung
1) 500ml air dididihkan terlebih dahulu dalam panci
2) Setelah mendidih, dimasukkan irisan bawang merah dan kunci
yang sudah digeprek. Dimasak hingga mengeluarkan aroma harum.
3) Ditambahkan jagung, dimasak hingga jagung menjadi lunak.
4) Ditambahkan garam dan gula pasir secukupnya, terus dimasak
hingga mendidih.
5) Terakhir, masukkan bayam dan masak sebentar hingga matang
(batang menjadi lunak) dengan api sedang.
6) Angkat dan sajikan.
b. Tempe goreng
1) Haluskan bawang putih, ketumbar dan garam, setelah halus
tambahkan sedikit air untuk merendam tempe.
2) Iris tipis tempe, setiap potongan seberat 50gram.
3) Celupkan tempe ke dalam bumbu halus yang ditambah air.
4) Goreng dengan minyak secukupnya hingga berwarna cokelat
keemasan.
c. Susu
1) Tuangkan 3 sendok makan susu seberat 30gram ke dalam gelas.
2) Tambahkan 1 sendok makan gula pasir seberat 10 gram.
3) Tuangkan air panas sebanyak 250ml, diaduk hingga rata dan
tercampur.

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Osteoporosis adalah suatu penyakit degeneratif pada tulang yang
ditandai dengan menurunnya massa tulang, dikarenakan berkurangnya
matriks dan mineral yang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur
dari jaringan tulang, sehingga terjadi penurunan kekuatan tulang
(Lindsay, 2008).
2. Diet pada lansia osteoporosis bertujuan untuk Membantu mencegah
terjadinya osteoporosis, Membantu mengurangi kerapuhan massa
tulang lebih lanjut, Meningkatkan produktivitas lansia, Meningkatkan
asupan vitamin D dari makanan dan Meningkatkan asupan kalsium
dari makanan
3. Perencanaan menu pada lansia osteoporosis dapat dilakukan dengan
memberikan makanan yang banyak mengandung kalsium dan vitamin
D.

B. Saran
1. Perencanaan yang dibuat sebaiknya sesuai dengan kebutuhan kalori
penderita, sehingga tidak menyebabkan kelebihan kalori
2. Sebaiknya dilakukan cara mengolah makanan sehat yang lebih
bervariasi agar penderita kasus osteoporosis lansia tetap tertarik untuk
mengkonsumsi makanan yang sehat.

27
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, R. 2009. Hubungan Status Gizi, Gaya Hidup dan Kebiasaan Konsumsi
Kalsium dan Vitamin D dengan Osteoporosis dan Osteopenia pada Warga
45 Tahun di Taman Wisma Asri Bekasi Utara tahun 2009. Skripsi. Program
Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta
Atun, Sri. 2009. Potensi Senyawa Isoflavon Dan Derivatnya Dari Kedelai
(Glycine Mx. L,) Serta Manfaatnya Untuk Kesehatan. Yogyakarta :
Universitas Negeri Yogyakarta.
Cosman, Felicia. 2009. Osteoporosis: Panduan Lengkap agar Tulang Anda Tetap
Sehat. Solo: Bintang Pustaka.
Hikmiyah, D.A dan Martini, S. 2013. Hubungan Antara Obesitas dengan
Osteoporosis Studi di RS Husada Utama Surabaya. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 19120 : 172-181.
Journal CM. Prevalence rate of osteoporosis in the mid- aged and elderly in
selected parts of China. 2002; 115: 773-5.
Juliet C. Disease of Skeleton: Osteoporosis. Oxford Text Book of Medicine; 2003.
P. 36-41.
Karolina, Maha sari Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Osteoporosis,2009.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14298/1/09E02386.pdf)di
akses 20 Mei 2017
Kelman A. The management of secondary osteoporosis.2005; 19(6):1021-37
Kementerian Kesehatan RI. 2012. 200 Juta Orang Menderita Osteoporosis..
http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2012/10/13/207142/200-juta
orangmenderita-osteoporosis. Diakses:20 Mei 2017
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi
yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia
http://gizi.depkes.go.id/download/Kebijakan%20Gizi/PMK%2075-
2013.pdf. (Diakses Pada 19 Mei 207).
Kosnayani, A. 2007. Hubungan Asupan Kalsium, Aktifitas Fisik, Paritas, Indeks
Massa Tubuh dan Kepadatan Tulang Pada Wanita Pascamenopause. Tesis.
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

28
Lane NE. The Osteoporosis Book a Guide for Patients and Their Families. New
York: Oxford University Press; 2000. p. 19-32
Lindsay R CFOIFA, Braunwald e, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson
JL. Osteoporosis. In: Fauci AS Be, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL, et al., editor. Harrisons principle of internal medicine 17 ed:
Mc Grow-Hill USA; 2008. p. 2397-408.
Prihatini, S, Mahirawati, S.K, Jahari, A.B, Sudiman, H. 2012. Faktor Determinan
Risiko Osteoporosis di Tiga Provinsi diIndonesia. Media Litbang
Kesehatan. 20(2).
Rachmatullah P GM, Hirlan, Soemanto, Hadi S, Tobing ML. H M. Osteoporosis
pada usia lanjut tinjauan dari segi geriatri., editor. Semarang (Indonesia):
Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007. p. 126.
Septriani, R.S. 2013. Hubungan Asupan Protein dan Kafein dengan kepadatan
Tulang Pada Wanita Dewasa Muda. Skripsi. Program Sarjana Universitas
Diponegoro. Semarang.
Setiyohadi B. Osteoporosis. In: Aru W. Sudoyo BS, Idrus Alwi, Marcellinus
Simadibrata, Siti Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 ed.
Jakarta: Interna Publishing; 2010. p. 2650-76.
Yatim, F, 2000. Osteoporosis Penyakit KerapuhanTulang PadaLansia. Depkes
RI,Jakarta.
Wardhana, W. 2012. Faktor-Faktor Risiko Osteoporosis Pada Pasien dengan Usia
di Atas 50 Tahun. KTI. Program Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang

LAMPIRAN

29
30

Anda mungkin juga menyukai