Anda di halaman 1dari 17

MENCEGAH STUNTING PADA ANAK BAWAH DUA TAHUN

MELALUI PROGRAM 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN


DI KECAMATAN BANGGAE KABUPATEN MAJENE,
SULAWESI BARAT

A. LATAR BELAKANG
Ada empat program prioritas pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015- 2019
yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita pendek (stunting),
pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak menular. Upaya peningkatan gizi
masyarakat termasuk penurunan prevaensi balita stunting ( pendek dan sangat penting ) pada anak
baduta ( dibawah dua tahun ) adalah menjadi 28% .
Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis selama periode paling awal pertumbuhan
dan perkembangan anak. Umumnya bagi seorang anak yang mengalami kurang gizi kronis,
proporsi tubuh akan tampak normal, namun kenyataannya lebih pendek dari tinggi badan normal
untuk anak-anak seusianya. Kondisi stunting sudah tidak bisa ditangani lagi bila anak memasuki
usia dua tahun. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stunting pada anak, ibu perlu
mengonsumsi asupan gizi yang layak, terutama selama masa kehamilan hingga anak lahir dan
berusia 23 bulan.
Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau
tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Balita
pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut
umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference
Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari-2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-
scorenya kurang dari-3SD.
Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia untuk jumlah anak dengankondisi stunting.
Lebih dari sepertiga anak usia di bawah lima tahun tingginya berada di bawah rata-rata.
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2%
terdiri dari 18,0% sangat pendek dan1 9,2% pendek, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan
2007 (36,8%). Data Global Nutrition Report 2016 mencatat jumlah balita stunting sebanyak
36,4% seluruh balita di Indonesia.

Artinya, pertumbuhan tak maksimal diderita oleh sekitar 8 juta anak Indonesia, atau satu
dari tiga anak Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain
di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), danThailand (16%) [MCA Indonesia,
2014].
Empat kategori prevalensi stunting di Indonesia menurut WHO tahun 2010 yakni kategori
rendah (prevalensi <20%) pada 30 Kab/kota, kategori medium (prevalensi antara 20%-29%) pada
192 kab/kota, kategori tinggi (prevalensi 30%-39%) pada 231 kab/kota, dan kategori sangat tinggi
(prevalensi >40%) pada 61 kab/kota.
Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensinya sebesar30-39% dan
serius bila prevalensinya ≥40% (WHO, 2010). Dari acuan ini, angka prevalensi stunting nasional
Indonesia tergolong dalam kategori berat. Sedangkan berdasarkan Riskesdas 2013, masalah
stunting di 14 provinsi di Indonesia tergolong kategori berat, dan sebanyak 15 provinsi lainnya
tergolong kategori serius. Tercatat 20 provinsi yang angka prevalensinya di atas prevalensi
nasional. Salah satunya adalah Provinsi Sulawesi Barat yang berada di urutan kedua tertinggi
setelah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di Provinsi Sulawesi Barat, tercatat prevalensi status gizi
balita stunting berdasarkan TB/U (Tinggi Badan menurut Umur) sebesar 48,0% terdiri dari sangat
pendek dan pendek masing-masing adalah 22,3% dan 25,7%.
Adapun prevalensi balita sangat pendek dan pendek menurut kabupaten di Provinsi
Sulawesi Barat Tahun 2013 adalah tertinggi di Kabupaten Majene sebesar 58,62%. Terkait panjang
badan lahir di Provinsi Sulawesi Barat, persentase panjang badan lahir <48 cm sebesar 20,0% dan
48-52 cm sebesar 76,9%. Persentase bayi lahir pendek (panjang badan lahir <48 cm) tertinggi di
Majene (23,4%) dan terendah di Mamuju Utara(7,8%) [Riskesdas, 2013].
Data hasil Rakerkesnas tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi stunting (TB/U) balita
usia 0-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat mengalami peningkatan dari tahun 2016 (39,7%) hingga
tahun 2017 (40,0%) dan berada pada kategori sangat tinggi (berdasarkan cut off WHO 2010).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Majene Tahun 2016, maka
yang berpotensi untuk mengalami masalah stunting berdasarkan faktor risiko terjadinya stunting
adalah Kecamatan Banggae yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Totoli yang mana pada
Tahun 2016 jumlah kematian balita sebesar 14%, jumlah ibu hamil yang melakukan pemeriksaan
lengkap (K4) hanya sebesar 59,7%, sedangkan ibu hamil yang mendapat tablet FE sebesar 61,9%.
Jumlah Bayi dengan berat lahir rendah di wilayah kerja Puskesmas Totoli juga tertinggi
seKabupaten Majene yaitu 9,8%. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi masih rendah yaitu 49,2%,
bayi yang mendapat imunisasi lengkap belum 100 % tapi hanya 78 % dan dari lima desa yang ada,
baru dua desa yang dinyatakn UCI. Pemberian Vitamin A pada anak usia 6 – 59 bulan juga masih
rendah yaitu 49,2% dan dari tahun 2015 jumlah gizi buruk ada 4 orang.
Karena persentase balita pendek di Indonesia masih tinggi sehingga merupakan masalah
kesehatan yang harus ditanggulangi, sebab kondisi stunting memiliki dampak buruk yang
berdampak untuk jngka pendek yaitu terganggunya perkembangan otak, kecerdasan terganggu,
gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka
panjang dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan kognitif dan pretasi belajar, menurunnya
kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes,
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua
serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.
Oleh karena itu diperlukan perhatian terhadap permasalahan gizi, khususnya di Kecamatan
Banggae Kabupaten Majene. mengingat dampak serius yang dapat ditimbulkan terhadap generasi
bangsa kedepan. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan
selanjutnya.

B. KERANGKA PIKIR PENYEBAB MASALAH STUNTING

Untuk menjelaskan berbagaifaktor penyebab masalah gizi,termasuk "Stunting", lazimnya


dapat dilihat pada Gambar 1. Dari model tersebut diketahui dampak stunting dibagi atas jangka
panjang dan jangka pendek. Dampak jangka pendek adalah dapat meningkatkan angka kematian
dan kesakitan yang nantinya akan menigkatkkan pengeluaran biaya kesehata atau berobat.
Dampak jangka panjang adalah dapat menyebabkan gagal tumbuh pada anak yang akan terbawa
sampai dewasa dan akan berdampak secara ekonomi yaitu menurunkan kapaitas dan prouktivits
kerja. Adapun Penyebab langsung dari masalah gizi adalah kurangnya asupan gizi dan
terbatasnya pelayanan kesehatan dasar. Penyebab tidak langsung adalah terbatasnya aksesibilitas
pangan, pola asuh yang kurang baik, dan terbatasnya kesediaan air minum dan sanitasi yang
layak. Akar masalah dari penyebab langsung dan tidak langsung adalah kemiskinan, tingkat
pendidikan masyarakat yang rendah, daya beli yang rendah, sanitasi lingkungan yang buruk.
Gambar .1
KERANGKA PIKIR KEJADIAN STUNTING

Dampak

Kesehatan Perkembangan Ekonomi Kesehatan Ekonomi Ekonomi


Mental
 ↑ kematian dan  ↑ pengeluaran  ↑obesitas dan yang  ↓prestasi sekolah  ↓kapasitas kerja
berhubungan dengan
 ↑ kesakitan  ↓perkembanga biaya kesehatan  ↓kemampuan  ↓produktifitas
kesakitan
n kognitif,  ↑biaya peluang  ↓Tinggi dewasa belajar kerja
motorik, dan untuk merawat  ↓ Kesehatan  Potensi tidak
bahasa anak sakit Reproduksi tercapai

Jangka Pendek Jangka Panjang

Pertumbuhan dan perkembangan pendek (Stunting)

Faktor rumah tangga dan keluarga Pemberian Makanan Tambahan/Komplementer Yang Tidak Cukup Pemberian ASI Infeksi
Faktor Maternal Lingkungan Rumah Makanan Kualitas Cara Pemberian Yang Keamanan Makan Dan Pemberian Air Susu Ibu Infeksi Klinis Dan
 Nutrisi yang kurag pada  Stimulasi dan aktivitas Rendah Tidak Adekuat Minuman (ASI) Yang Salah Subklinis
saat prekonsepsi, anak yang tidak adekuat  Kualitas Mikronutrien  Frekuensi pemberian  Makanan dan minuman  Inisiasi yang terlambat  Infeksi pada usus : diare,
kehamilan dan laktasi  Perawatan yang kurang yang rendah makanan yang rendah yang terkontainasi  Tidak asi esklusif environmental enteropthy
 Tinggi badan ibu yang  Santasi dan pasukan air  Keragaman jenis makanan  Pemberian makanan yang  Kebersihan yang rendah  Penghentian menyusui  Infeksi cacing, infeksi
rendah yang tidak adekuat yang dikonsumsi dan tidak adekuat ketika sakit  Penyimpanan dan terlalu cepat pernafasan, malaria
 Infeksi  Akses dan ketersediaan sumber makanan yang dan setelah sakit persiapan makanan yang  Nafsu makan yang kurang
 Kehamilan pada usia pangan yang kurang rendah  Konsistensi makan yang tidak aman akibat infeksi
remaja  Alokasi makanan dalam  Makanan yang tidak terlalu halus  inflamasi
 Kesehatan mental rumah tangga yang tidak mengandung nutrisi  Pemberian makan yang
 Intrauterine growth sesuai  Makanan komplemnter rendah dalam kuantitas
restriction (IUGR) dan  Edukasi pengasuh yang yang mengandung energi
kelahiran yang pendek rendah rendah
 hipertensi

Faktor Sosial dan Komunitas

Politik Kesehatan Kesehatan Pendidikan Sistem Air,Sanitasi,


Konteks ekonomi dan dan Pertanian dan
Pelayanan Pelayanan dan Lingkungan
Makanan
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh factor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Secara lebih detil, beberapa
faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu


mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan serta setelah
ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa
60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapat Air Susu Ibu (ASI) secara
eksklusif dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan
Pendamping Air Susu Ibu ( MP-ASI). MP-ASI diberikan / mulai diperkenalkan
ketika balita berusia di atas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis
makanan baru pada bayi. MP-ASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi
tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya
tahan tubuh dan perkembangan system imunologis anak terhadap tubuh dan
perkembangan system imunologi anak terhadap makanan dan minuman.
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC (Ante Natal Care
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan )Post Natal Care
dan pembelajaran dini yang berkualitas.
Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia
menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari
79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang
memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum
mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya
akses kelayanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6
tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
3. Masih kurangnya akses rumah tangga / keluarga ke makanan bergizi.
Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.
Menurut beberapa sumber ( RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS),
komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New
Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di
Singapura. Terbatasnya akses makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah
berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.
4. Kurangnya akses airbersih dan sanitasi.
Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air
besar (BAB) di ruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses air minum bersih.

C. PROGRAM 1000 HARI PERTAMA KELAHIRAN


Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi dari kondisi
ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa
balita. Seperti masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi
berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan ibu hamil, ibu
menyusui, bayi baru lahir dan anak usia di bawah dua tahun ( baduta merupakan kelompok sasaran
untuk meningkatkan kualitas kehidupan 1000 hari pertama manusia.
Seribu hari pertama kehidupan adalah periode seribu hari mulai sejak terjadinya konsepsi
hingga anak berumur 2 tahun.Seribu hari terdiri dari, 270 hari selama kehamilan dan 730 hari
kehidupan pertama sejak bayi dilahirkan. Periode ini disebut periode emas (golden periode) atau
disebut juga sebagai waktu yang kritis,yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan terjadi
kerusakan yang bersifat permanen (window of opportunity).

Seribu hari pertama kehidupan telah disepakati oleh para ahli di seluruh dunia sebagai saat
yang terpenting dalam hidup seseorang. Sejak saat perkembangan janin di dalam kandungan,
hingga ulang tahun yang kedua menentukan kesehatan dan kecerdasan seseorang. Makanan selama
kehamilan dapat mempengaruhi fungsi memori, konsentrasi, pengambilan keputusan, intelektual,
mood, dan emosi seorang anak di kemudian hari.

A. Fase Kehamilan
Pada fase kehamilan, perkembangan janin terjadi di setiap trimester kehamilannya, diantaranya:
 Trimester 1 (minggu 1-12), Pembentukan organ-organ penting (mata, jantung, ginjal, hati, saluran
pencernaan, paru-paru, tulang, tangan atau lengan, kaki, dan organ tubuh lainnya)
 Trimester 2 (minggu 13-27), Berat janin mulai bertambah, organ mulai berfungsi
 Trimester 3 (minggu 28-40), Berat janin mulai bertambah dengan pesat, organ mulai matang
Setelah lahir juga tetap harus diperhatikan kebutuhan gizinya karena sebagian organ masih
terus berkembang hingga usia 2 tahun, misalnya otak. Perkembangan fungsi melihat, mendengar,
berbahasa, dan fungsi kognitif juga mencapai puncaknya pada usia 0-2 tahun.
Tantangan gizi yang dialami selama fase kehamilan adalah status gizi seorang wanita
sebelum hamil sangat menentukan awal perkembangan plasenta dan embrio. Berat badan ibu pada
saat pembuahan, baik menjadi kurus atau kegemukan dapat mengakibatkan kehamilan beresiko dan
berdampak pada kesehatan anak dikemudian hari. Kebutuhan gizi akan meningkat pada fase
kehamilan, khususnya energi, protein, serta beberapa vitamin dan mineral sehingga ibu harus
memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsinya.
Janin memiliki sifat plastisitas (fleksibilitas) pada periode perkembangan. Janin akan
menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi pada ibunya, termasuk apa yang diasup oleh ibunya
selama mengandung. Jika nutrisinya kurang, bayi akan mengurangi sel-sel perkembangan
tubuhnya. Oleh karena itu, pemenuhan gizi pada anak di 1000 Hari Pertama Kehidupan menjadi
sangat penting, sebab jika tidak dipenuhi asupan nutrisinya, maka dampaknya pada perkembangan
anak akan bersifat permanen.
Perubahan permanen inilah yang menimbulkan masalah jangka panjang. Mereka yang
mengalami kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan, mempunyai tiga resiko,
diantaranya:
 Resiko terjadinya penyakit tidak menular/ kronis, tergantung organ yang terkena. Bila ginjal,
maka akan menderita gangguan ginjal, bila pankreas maka akan beresiko penyakit diabetes
tipe 2, bila jantung akan beresiko menderita penyakit jantung.
 Bila otak yang terkena maka akan mengalami hambatan pertumbuhan kognitif, sehingga
kurang cerdas dan kompetitif;
 Gangguan pertumbuhan tinggi badan, sehingga beresiko pendek/stunting .
Keadaan ini ternyata tidak hanya bersifat antar-generasi (dari ibu ke anak) tetapi bersifat
trans-generasi (dari nenek ke cucunya). Sehingga diperkirakan dampaknya mempunyai kurun
waktu 100 tahun, artinya resiko tersebut berasal dari masalah yang terjadi sekitar 100 tahun yang
lalu, dan dampaknya akan berkelanjutan pada 100 tahun berikutnya.

Bayi Usia 0-2 Tahun


Masalah pada periode 730 hari selama pasca kelahiran bayi disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan dan sikap gizi orangtuanya yang menyebabkan tidak berkualitasnya asupan gizi dan
pola asuh yang akan berdampak pada status gizi anak. Hal tersebut dapat dicegah jika ibu memiliki
status gizi, kondisi fisik dan kesehatan yang baik. Pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi
keseimbangan konsumsi zat gizi yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Pemenuhan gizi yang optimal selama periode 1000 HPK, selain memberi kesempatan bagi
anak untuk hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih produktif, juga berisiko lebih rendah dari
menderita penyakit degeneratif. Analisis dari penelitian kohor di 5 negara memberikan bukti kuat
bahwa gizi yang cukup di dalam kandungan dan di usia 2 tahun pertama kehidupan sangat kritis
untuk pembangunan sumber daya manusia.
Pertumbuhan anak pada periode emas berlangsung secara cepat, yaitu selama tahun pertama
dan kedua usia anak. Namun, dalam kasus-kasus kekurangan gizi, justru fakta menunjukkan bahwa
penurunan status gizi terjadi pada periode ini. Oleh karena itu asupan makanan selama kehamilan
sangatlah perlu untuk diperhatikan.

D. TUUAN
1. Tujuan Umum
Mencegah terjadinya stunting pada anak di bawah dua tahun di Kecamatan Banggae lewat
Program 1000 Hari Pertama Kelahiran
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan status giz pada ibu hamil di Kecamatan Banggae
b. Meningkatkan status gizi pada ibu menyusui di Kecamatan Banggae
c. Meningkatkan status gizi pada anak bawah dua tahun di Kecamatan Banggae
E. SASARAN
Sasaran dalam program 1000 Hari pertama kelahiran adalah ibu hamil, ibu menyusui dan anak
berumur 0-23 bulan.

F. METODE
Metode Yang digunakan dalam Program 1000 Hari Pertama Kelahiran adalah :
1. Advokasi

Advokasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan
kebijakan atau komitmen dalam bidang kesehatan, dalam hal ini mendapat dukungan secara
lintas sektor dalam Program 1000 Hari pertama kelahiran sebab 70 % upaya perbaikan g i z i
Melibatkan berbagais ektor seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi,
penanggulangan kemiskinan,pendidikan,sosial,dan sebagainya. Hasil yang diharapkan pada
kegiatan ini adalah adanya kebijikan ataupun peraturan yang dikeluarkan dengan maksud
mengarahkan segala sumber daya yang ada mendukung hal tersebut termasuk adanya dukungan
pembiayaan.

2. Intervensi pada kelompok Sasaran


Intervensi ini bersifat jangka pendek di mana hasilnya dapat dicatat dalam waktu
relative pendek.

I. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil.


Intervensi ini meliputi kegiatan
a. memberikan makanan tambahan(PMT) pada ibu hamil yang Kurang Energi Protein
untuk mengatasi kekurangan energy dan protein kronis, mengatasi kekurangan
zat besi dan asam folat, berupa pemberian biscuit yang padat gizi dan PMT berbahan
baku local.
b. Mengatasi kekurangan iodium
c. menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.
d. Pemeriksaan kehamilan dan pemberian tablet tambah darah
e. Konseling menyusui
f. Pengobatan malaria pada ibu hamil

II. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 Bulan
a. Konseling menyusui
b. Inisiasi Menyusui Dini
c. Pemeriksaaan kesehatan
d. KIE Gizi
e. Imunisasi
f. Penanganan bayi BBLR
g. Pemantauan pertumbuhan
h. Suplementasi vitamin A
i. Penanganan gizi buruk akut
j. Pemberian Makanan Tambahan pada Balita Kurus
k. Pemberian MPASI anak berusia diatas 6 bulan

Untuk lebih jelasnya kegiatan ini dapat dilihat pada table di bawah ini :
PLAN OF ACTION
PROGRAM 1000 HARI PERTAMA KELAHIRAN
KECAMATAN BANGGAE
No UPAYA KEGIATAN TUJUAN SASARAN TEMPAT PELAKSANA WAKTU INDIKATOR K
KESEHATAN KEBERHASIL E
AN T
1 Advokasi Sosialiasi Program Adanya dukungan Camat, Kantor TIM Januari Adanya
1000 Hari Pertama dari pemerintah dan Ka.Desa, Camat Puskesmas dukungan dari
Kelahiran berbagai sector Ka.SKPD, Banggae Totoli pemerintah dan
terkait Ketua lintas sector
TP.PKK, baik dalam
Tokoh bentuk
Agama, kebjakan
Tokoh maupun
pemuda dukungan dana
2 Pemberian PMT 1. Distribusi Biskuit Agar ibu hamil yang Ibu hamil Posyandu Tenaga Gizi, Setiap Menurunnya
Padat Gizi. mengalami KEK, Bidan Desa Bulan Ibu hami yang
2. Demo Makanan boleh mendapat dan Kurang Energi
yang beragam, mengolah makanan Protein
bergizi dan tambahan agar tidak
berimbang berbahan mengalalmi
dasar local kekurangan energy
protein
3 Mengatasi 1. Penyuluhan Agar ibu hamil Ibu hamil, Posyandu Promkes, Per Persentase
kekurangan pentingnya mengetahui manfaat ibu tenaga Gizi, triwulan keluarga yang
yodium penggunaan garam garam beryodium menyusui Bidan Desa menggunakan
beryodium dan dapat garam
2. Melakukan survey menggunakanny di beryodium
penggunaan garam keluarga sehingga
beryodium tingkat Tidak mengalami
Rumah tangga kekurangan Yodium
1. Pemberian obat Agar ibu hamil dapt Ibu Hamil Puskesmas, Dokter, Bidan, cakupan ibu
Menanggulan
4 cacing pada ibu dicegah dari penyakit Poskesdes/ Promkes, hamil
gi kecacingan
pada ibu hamil hamil sesuai anjuran kecacingan dan pustu, Tenaga mendapat
dokter mendapat posyandu Pelaksana Gizi pengobatan
2. Penyuluhan Perilaku pengobatan yang kecacingan
Hidup Bersih dan tepat meningkat
Sehat
5 Pemeriksaan 1. Pemantauan Agar setiap ibu hamil Ibu Hamil Puskesmas, Dokter, Bidan, Setiap Cakupan K4
kehamilan dan pemeriksaan rutin dapat terpantau Poskesdes/ Tenaga bulan meningkat
pemberian tablet ibu hamil kondisi status gizi pustu, Pelaksana Gizi
tambah darah 2. Sceering status gizi dan kesehatannya posyandu
dan kalsium ibu hamil dan terkontrol
pemeriksaan
kehamilannya
6 Pengobatan 1. Pemberian obat Agar ibu hamil Ibu Hamil Puskesmas Dokter, Bidan, Bila ada 100 % ibu
malaria pada ibu malaria pada ibu dengan diagnose Survailans kasus hamil dengan
hamil hamil yang malaria segera malaria
menderita malaria mendapat mendapat
2. Distribusi kelambu penanganan pengobatan
dengan obat
7 Konseling 1. Kelas Ibu Hamil Agar setiap ibu hamil Ibu Hamil, 5 desa, Bidan, Per tri Pemberian ASI
Menyusui 2. Edukasi bagi ibu dapat mengetahui ibu posyandu, Promkes, wulan Eksklusif
hamil dan keluaraga cara Inisiasi menyusui puskesmas Tenaga Gizi meningkat
( suami ) Menyusui Dini pada
saat melahirkan dan
mendapatkan
dukungan dari
keluarga untuk
memberikan ASI
Eksklusif sampai
bayi berusia 6 bulan
8 Pemantauan Imunisasi Agar bayi mendapat Bayi Puskesmas, Juru Setiap 100 % bayi
Pertumbuhan perlindungan posyandu Imunisasi, bulan mendapat
anak terhadap penyakit bidan imunisasi
yang dapat dicegah lengkap
dengan imunisasi
Penanganan Bayi Agar bayi dengan Bayi BBLR Puskesmas Dokter, Bidan, Bila ada 100 % Bayi
BBLR berat lahir rendah Tenaga Gizi kasus dengan BBLR
dapat meningkat tertangani
berat badannya
Pemberian Vitamin A Agar bayi dan balita Balita usia Posyandu Bidan,kader,te Februari Cakupan
mendapatkan 6 – 59 naga gizi dan pemberian
Vitamin A setiap 2 bulan Agustus Vitamin A
kali setahun meningkat
Penanganan Balita Agar balita gizi Balita gizi Dokter, BIla ada 100 % Jumlah
Gizi Buruk buruk dapat segera buruk bidan,tenaga kasus balita dengan
tertangani dan status gizi,promkes, gizi buruk
gizinya dapat kesling, tertangani
meningkat survailans
Pemberian Makanan Agar balita gizi Balita gizi Mei,Juni, Jumlah balita
Tambahan pada balita kurang dapat segera kurang Juli gizi kurang
gizi kurang tertangani dan status menurun
gizinya tidak
memburuk menjadi
gizi buruk
G. EVALUASI
Evaluasi pada program ini dapat dilihat pada tabel berikut :
No UPAYA KEGIATAN EVALUASI PROSES EVALUASI HASIL INSTRUMEN PENILAIAN
1 Advokasi Adanya dukungan dari 1. Adanya surat edaran dari 1. Surat Edaran Camat
pemerintah dan lintas sektor baik Camat Banggae tentang Banggae
dalam bentuk kebjakan maupun Penggunaan Garam Beryodium 2. Rencana Kerja Desa
dukungan dana di Rumah Tangga, percepatan 3. Daftar Hadir Posyandu
program Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat
2. Jumlah masyarakat miskin
yang masuk dalam program
Keluarga Harapan meningkat
3. Adanya partisipasi aktif dari
ibu PKK untuk terlibat dalam
kegiatan posyandu
4. Penganggaran 10 % dana desa
untuk kesehatan
2 Pemberian PMT Menurunnya Ibu hamil yang 80 % ibu hamil KEK mendapat 1. Kohort ibu hamil
Kurang Energi Protein makanan tambahan 2. Daftar distribusi PMT
(biscuit )
3. Laporan akhir tahun
3 Mengatasi kekurangan Meningkatnya rumah tangga yang 90% rumah tangga yang Daftar pemantauan garam
yodium mengkonsumsi garam beryodium mengkonsumsi garam beryodium beryodium tingkat rumah
tangga
4 Penanggulangan Menurunnya ibu hamil yang 100 % ibu hamil yang menderita 1. Kohort ibu hamil
kecacingan menderita kecacingan kecacingan diobat 2. Laporan KIA akhir
tahun
5 Pemeriksaan kehamilan Meningkatnya cakupan K4, 1. 95% ibu hamil mendapatkan 1. Kohort ibu hamil
dan pemberian tablet menurunnya ibu hamil yang FE1 2. Laporan KIA akhir
tambah darah dan terkena anemia 2. 90 % ibu hamil mendapatkan tahun
kalsium FE3
6 Pengobatan malaria pada Menurunnya ibu hamil yang 95 % ibu hamil di daerah resiko 1. Laporan Survailans
ibu hamil menderita malaria tinggi dan pengobatan bagi semua 2. Laporan KIA akhir
ibu hamil yang positif malaria
tahun
7 Konseling Menyusui 1. Meningkatnya bayi 0-6 bulan 1. 50 % bayi 0-6 bulan 1. Laporan Gizi akhir
yang mendapatkan ASI mendapatkan ASI Eksklusif tahun
Eksklusif 2. 50% bayi baru lahir mendapat 2. Buku konseling Gizi
2. Meningkatnya bayi baru lahir inisiasi menyusui dini (IMD)
yang mendapat IMD
8 Pemantauan 1. Meningkatnya rasio bayi yang 1. 100 % bayi telah diimunisasi 1. Laporan Imunisasi
Pertumbuhan anak mendapat imunisasi dasar lengkap 2. Laporan F3
lengkap. 2. 80% balita mendapatkan kapsul
2. Meningkatnya cakupan bayi vitamin A
dan balita yang mendapatkan
Vitamin A

9 Penanganan Bayi BBLR 100 % Bayi BBLR tertangani 100 % Bayi BBLR tertangani 1. Laporan Kohort Bayi
2. Laporan KIA
10 Penanganan Balita gizi 100 % Balita Gizi buruk 100 % Balita gizi buruk tertangani 1. Laporan Penanganan
buruk tertangani Balita Gizi Buruk
2. Laporan F3
11 Pemberian Makanan 50 % balita dengan status gizi 85 % balita dengan status gizi 1. Laporan distribusi
Tambahan pada balita kurang mendapat makanan kurang mendapatkan makanan biscuit
dengan status gizi tambahan ( biscuit ) tambahan 2. Laporan F3
kurang

Anda mungkin juga menyukai