Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH EPIDEMIOLOGI GIZI

TENTANG EPIDEMIOLOGI ANEMIA

DISUSUN OLEH :

AZMI ALFIDA FITRI ( 1713211005 )

DOSEN PEMBIMBING :

RAHMITA YANTI,SKM.M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG

PROGRAM STUDI S1 GIZI

TA 2019/202
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan pada kehadirat allah swt yang telah
memberikan rahmat,hidayah serta karunia-nya kepada saya sehingga saya berhasil
menyelesaikan tugas yang berjudul “EPIDEMIOLOGI ANEMIA” tepat pada
waktunya.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada ibu “RAHMITA


YANTI,SKM.M.Kes” yang telah memberikan saya kesempatan untuk membuat
makalah Epidemiologi gizi ini.

Saya menyadari bahwa makalah yang saya selesaikan ini masih jauh dari
kata sempurna. oleh karena itu,saya mengharapkan kritik dan saran dari semua
kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah saya
selanjutnya. Akhir kata, saya ucapkan terimah kasih. Serta saya berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Riau,18 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................i

Daftar Isi.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

Latar Belakang.....................................................................................................................1

Tujuan Penulisan.................................................................................................................3

Manfaat Penulisan...............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4

Definisi Anemia...................................................................................................................4

Klasifikasi Anemia..............................................................................................................5

Penyebab Anemia................................................................................................................7

Epidemiologi Anemia..........................................................................................................8

Prevalensi Anemia...............................................................................................................14

Tanda dan Gejala Anemia...................................................................................................15

Pencegahan Anemia............................................................................................................16

BAB III PENUTUP...........................................................................................................20

Kesimpulan..........................................................................................................................20

Saran....................................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Anemia adalah suatu istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Anemia defisiensi besi merupakan masalah umum dan luas dalambidang
gangguan gizi di dunia. Kekurangan zat besi bukan satu-satunyapenyebab anemia.
Secara umum penyebab anemia yang terjadi di masyarakatadalah kekurangan zat
besi. Prevalensi anemia defisiensi besi masih tergolongtinggi sekitar dua miliar
atau 30% lebih dari populasi manusia di dunia.Prevalensi ini terdiri dari anak-
anak, wanita menyusui, wanita usia subur, danwanita hamil di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia (WHO, 2011).
Zat besi merupakan salah satu mikronutrien terpenting kehidupan anak.
Kekurangan atau defisiensi besi yang berat akan menyebabkan anemia atau
kurang darah. Di dunia, defisiensi besi terjadi pada 20-25% bayi. Di Indonesia,
ditemukan anemia pada 40,5% balita, 47,2% usia sekolah, 57,1% remaja putri,
dan 50,9% ibu hamil. Penelitian pada 1000 anak sekolah yang dilakukan oleh
IDAI di 11 propinsi menunjukkan anemia sebanyak 20-25%. Jumlah anak yang
mengalami defisiensi besi tanpa anemia tentunya jauh lebih banyak lagi.
Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan masalahgizi
terutama anemia defisiensi besi. Wanita hamil berisiko tinggi mengalamianemia
defisiensi besi karena kebutuhan zat besi meningkat secara signifikanselama
kehamilan. Pada masa kehamilan zat besi yang dibutuhkan oleh tubuhlebih
banyak dibandingkan saat tidak hamil menginjak triwulan kedua sampaidengan
triwulan ketiga. Pada triwulan pertama kehamilan, kebutuhan zat besilebih rendah

1
disebabkan jumlah zat besi yang ditransfer ke janin masih rendah(Waryana,
2010).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),prevalensi anemia
defisiensi besi pada ibu hamil sebesar 63,5% tahun 1995,turun menjadi 40,1%
pada tahun 2001, dan pada tahun 2007 turun menjadi24,5% (Riskesdas, 2007).
Angka anemia defisiensi besi ibu hamil di Indonesiamasih tergolong tinggi
walaupun terjadi penurunan pada tahun 2007. Keadaanini mengindikasikan bahwa
anemia defisiensi besi menjadi masalah kesehatanmasyarakat (Depkes, 2010).
Kekurangan zat besi akan berisiko pada janin dan ibu hamil sendiri.Janin
akan mengalami gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik seltubuh
maupun sel otak. Selain itu, mengakibatkan kematian pada janin
dalamkandungan, abortus, cacat bawaan, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
(Waryana, 2010). Pada ibu hamil, anemia defisiensi besi yang berat
dapatmenyebabkan kematian (Basari, 2007).
Anemia defisiensi besi menyebabkan turunnya daya tahan tubuh
damembuat penderita rentan terhadap penyakit. Kekurangan zat besi
padakehamilan memiliki konsekuensi negatif bagi bayi yaitu terjadi
gangguanperkembangan kognitif bayi serta meningkatkan morbiditas dan
mortalitas ibu.
Upaya pemerintah dalam mengatasi anemia defisiensi besi ibu hamilyaitu
terfokus pada pemberian tablet tambahan darah (Fe) pada ibu hamil.Departemen
Kesehatan masih terus melaksanakan progam penanggulangananemia defisiensi
besi pada ibu hamil dengan membagikan tablet besi atautablet tambah darah
kepada ibu hamil sebanyak satu tablet setiap satu hariberturut-turut selama 90 hari
selama masa kehamilan (Depkes RI, 2010).
Tablet besi selama kehamilan telah direkomendasikan untuk wanita di
negaraberkembang karena biasanya tidak ada perubahan mendasar yang
terjadidalam komposisi diet. Program penanggulangan anemiamelalui pemberian
tablet besi pada ibu hamil telah dilaksanakan sejak tahun1975 tetapi kenyataannya
prevalensi anemia defisiensi ibu hamil di Indonesiamasih tinggi (Hadi, 2001).

2
Salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya anemiadefisiensi besi
pada ibu hamil adalah rendahnya kepatuhan ibu hamil dalammengkonsumsi tablet
besi. Sebanyak 74,16% ibu hamil dinyatakan tidak patuhdalam mengkonsumsi
tablet besi dengan responden sebanyak 89 ibu hamil(Indreswari, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan ibuhamil dalam
mengkonsumsi tablet besi antara lain pengetahuan, sikap, danefek samping dari
tablet besi yang diminumnya. Faktor yang seringdikemukakan oleh ibu hamil
ialah pernyataan “lupa” untuk meminum tablet
besi (Purwaningsih dkk, 2006).
Berdasarkan masalah diatas maka dalam makalah ini akan dibahas tentang
berbagai faktor yang mempengaruhi terjadi nya Anemia Defisiensi Zat Besi dan
pencegahan untuk mengatasinya.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang pengertian Anemia.
2. Untuk mengetahui tentang klasifikasi Anemia
3. Untuk mengetahui tentang etiologi Anemia.
4. Untuk mengetahui tentang epidemiologi Anemia.
5. Untuk mengetahui tentang gejala dan tanda anemia
6. Untuk mengetahui tentang pencegahan Anemia.
7. Untuk mengetahui tentang cara pengobatan Anemia.

1.3 Manfaat penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan yaitu :
1. Mampu mengetahui tentang pengertian Anemia.
2. Mampu mengetahui tentang klasifikasi Anemia
3. Mampu mengetahui tentang etiologi Anemia.
4. Mampu mengetahui tentang epidemiologi Anemia.
5. Mampu mengetahui tentang gejala dan tanda anemia
6. Mampu mengetahui tentang pencegahan Anemia.
7. Mampu mengetahui tentang cara pengobatan Anemia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anemia


Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh
seseorang. Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang berarti juga
minimnya oksigen ke seluruh tubuh. Apabila oksigen dalam tubuh berkurang
maka orang tersebut akan menjadi lemah, lesu dan tidak bergairah. Indikasinya
penyakit ini bisa diketahui dengan memeriksa kelopak mata bawah bagian dalam,
ujung kuku, tangan dan kaki, jari-jari tangan dan mukosa mulut.Menurut WHO
(1997) seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin pada laki-laki dewasa
< 13 g/dl, pada anak umur 12-13 dan wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl, pada
umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl. Pada anak umur 5-11
tahun dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin < 11.5 g/dl.
Anemia dalam kehamilan paling sering dijumpai adalah anemia akibat
kekurangan zat besi (Fe). Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang intake
unsur zat besi ke dalam tubuh melalui makanan, karena gangguan absorbsi,
gangguan penggunaan atau terlalu banyak zat besi yang keluar dari badan,
misalnya pada perdarahan. Keperluan zat besi akan bertambah dalam kehamilan,
terutama dalam trimester II hal ini disebabkan meningkatnya kebutuhan janin
yang dikandung oleh ibu.
Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan
sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah
satu atau beberapa unsur makanan yang esensial. Anemia gizi disebabkan oleh
defisiensi zat besi, asam folat, dan/atau vitamin B12.

4
2.2 Klasifikasi Anemia
Berdasarkan penyebab terjadinya anemia, secara umum anemia dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan
besi tubuh, sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang yang pada
akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi dapat
disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi serta kehilangan
besi akibat perdarahan menahun. Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling
sering terjadi.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi, sehingga cadangan
besi makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron
depleted state. Jika kekurangan besi berlanjut terus maka penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga dapat menimbulkan anemia. Pada saat ini juga
terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala
lainnya.
Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilorika.
Selain itu, anemia jenis ini juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin,
adanya peradangan pada sudut mulut dan nyeri pada saat menelan.Selain gejala
khas tersebut pada anemia defisiensi besi juga terjadi gejala umum anemia seperti
lesu, cepat lelah serta mata berkunang-kunang.
2. Anemia hipoplastik
Anemia hipoplastik disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat
sel-sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang disebabkan oleh
infeksi berat (sepsis), keracunan dan sinar rontgen atau radiasi. Mekanisme
terjadinya anemia jenis ini adalah karena kerusakan sel induk dan kerusakan
mekanisme imunologis. Anemia jenis ini biasanya ditandai dengan gejala
perdarahan seperti petikie dan ekimosis (perdarahan kulit), perdarahan mukosa
dapat berupa epistaksis, perdarahan sub konjungtiva, perdarahan gusi,

5
hematemesis melena dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ
dalam lebih jarang dijumpai , tetapi jika terjadi perdarahan pada otak sering
bersifat fatal. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal jantung akibat anemia
berat dan kematian akibat infeksi yang disertai perdarahan.
3. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dan
asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam
sumsum tulang belakang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan
bentuk sel yang besar.
Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena
terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi asam folat dan
vitamin B12 dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan
DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan
myelin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritoblast ini maka maturasi inti
lebih lambat, sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar karena
pembelahan sel yang lambat.Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta
susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast.Sel
megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum
tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek
yang berujung pada terjadinya anemia.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio
plasenta dan Neural Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa anensefali,
spina bifida (kelainan tulang belakang yang tidak menutup), meningo-ensefalokel
(tidak menutupnya tulang kepala). Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena
gagalnya tabung saraf tulang belakang untuk tertutup.
Anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala yang
sama seperti terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah. Tetapi pada
defisiensi vitamin B12 disertai dengan gejala neurologik seperti mati rasa.

6
4. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah
penghancuran atau pemecahan sel darah merah sebelum waktunya. Hemolisis
berbeda dengan proses penuaan yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah
cukup umurnya. Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua
golongan besar yaitu anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri
(intrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat herediter dan anemia hemolitik
karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat
didapatkan seperti malaria dan transfusi darah.
Proses hemolisis akan mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang
akan mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga
dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi tubuh tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba
sehingga segera menurunkan kadar hemoglobin.
Seperti pada anemia lainnya pada penderita anemia hemolitik juga
mengalami lesu, cepat lelah serta mata berkunang-kunang. Pada anemia hemolitik
yang disebabkan oleh faktor genetik gejala klinik yang timbul berupa ikterus,
splenomegali, kelainan tulang dan ulkus pada kaki.

2.3 Penyebab Anemia


Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi/malnutrisi.
2. Kurang zat besi dalam zat makanan.
3. Malabsorpsi.
4. Kehilangan darah yang banyak: persalinan yang lalu, haid, dan
5. Penyakit kronik: TBC, paru, cacing usus, malaria, dan lain-lain.

7
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan olehdefisiensi besi (Fe)
dan perdarahan akut dan tidak jarang keduanyasaling
berintekrasi.Kurangnya zat besi dalam tubuh orang dewasa maupun anak-
anak dapat disebabkan oleh beberapa factor.Penyebab utamanya adalah
karena faktor nutrisi.Yaitu kurangnya asupan zat besi dan rendahnya

absorpsi.Perkembangan terjadinya zat besi menurut (soemantri


2005).Dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1.Perkembangan terjadinya zat besi

8
2.4. Epidemiologi Anemia
2.4.1. Distribusi dan Frekuensi
1. Menurut Orang
Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan usia yang mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil.
Karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil
maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat
menyebabkan ibu mengalami anemia.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008,
prevalensi anemia pada tahun 1999-2005 di dunia masih tinggi dimana
prevalensi pada balita 47,4%, anak usia sekolah 25,4%, wanita tidak
hamil 30,2%, wanita hamil 41,8%, pada lansia 23,9% dan terendah
pada laki-laki 12,7%.
2. Menurut Tempat
Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di Negara
sedang berkembang ketimbang Negara yang sudah maju. Prevalensi
anemia ibu hamil pada tahun 2005 di beberapa Negara terbelakang
sangat tinggi seperti di Kongo adalah 67,30%, di Nigeria 65,51% dan
di Eithopia 62,68%. Prevalensi ini mulai berkurang di Negara
berkembang seperti di India 44,33% dan Indonesia 44,33%.
Sedangkan di Negara maju prevalensi anemia pada ibu hamil sangat
rendah yaitu 11,46% di Prancis dan 5,7% di United States.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PT Merck Tbk di
Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara prevalensi anemia cukup
tinggi. Di Jawa Timur dengan melibatkan 5.959 peserta tes darah di
tiga kota, Kediri, Jombang, dan Mojokerto, didapat 33% di antaranya
anemia. Di Jawa Barat dengan peserta tes darah sebanyak 7.439 di tiga
kota, Garut, Tasikmalaya, dan Cirebon, 41% di antaranya anemia.
Sedangkan di Sumatera Utara dengan peserta tes darah sebanyak 9.377
orang di tiga kota, Medan, Pematang Siantar, dan Kisaran, didapati
33% di antaranya anemia.

9
Beberapa penelitian yang di Provinsi Sulawesi Utara menemukan
bahwa prevalensi anemia pada anak panti asuhan usia sekolah dasar
sebesar 62,8% (Matondang, 2004), serta penelitian di bolaang
mengondow pada salah satu desa tertinggal pada anak sekolah dasar
yaitu sebesar 18,33% didaerah penghasil sayur dan 28,33% yang
bukan didaerah penghasil sayur (Purba, 1995).
3. Menurut Waktu
Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan
adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%.4 Hal
ini disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang
dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin
masih lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah
dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan
450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah
harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat
melahirkan, perlu tambahan besi 300 – 350 mg akibat kehilangan darah.
Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per
hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil.
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada
tahun 1986 proporsi ibu hamil yang menderita anemia adalah 73,3%
menurun pada tahun 1992 menjadi 63,5%, pada tahun 1995 menurun
menjadi 50,9%, tahun 2001 menurun lagi menjadi 40,1%. Hasil Riskesdas
2007 proporsi ibu hamil yang anemia adalah 24,5% . Hal ini menunjukkan
keberhasilan program pemerintah dalam hal penanggulangan anemia pada
ibu hamil.

10
2.4.2. Determinan
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil
adalah:

a. Usia
Umur ideal untuk kehamilan yang risikonya rendah adalah pada
kelompok umur 20-35 tahun. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2010, perempuan yang mengalami kehamilan
pada usia berisiko tinggi (35 tahun ke atas) 4,6% tidak pernah
memeriksakan kehamilan, dan yang berusia < 20 tahun 5,1%
memeriksakan kehamilan pada dukun. Kehamilan pada remaja putri
sangat berisiko terhadap dirinya karena pertumbuhan linier (tinggi
badan) pada umumnya baru selasai pada usia 16-18 tahun, dan
dilanjutkan dengan pematangan rongga panggul beberapa tahun setelah
pertumbuhan linier selesai.
b. Umur Kehamilan
Kebutuhan akan berbagai zat gizi termasuk zat besi pada trimester I
meningkat secara minimal. Setelah itu sepanjang trimester II dan III,
kebutuhan akan terus membesar sampai pada akhir kehamilan. Energi
tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu,
yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara.
Menurut Doloksaribu (2006) persentase responden yang menderita
anemia tertinggi dijumpai pada umur kehamilan triwulan II (50%) dan
triwulan ke III (37,50%). Hal ini disebabkan karena kebutuhan zat besi
pada triwulan II dan III meningkat dengan pesat untuk janin, plasenta
dan penambahan volume darah ibu.
c. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran dapat menyebabkan hasil kehamilan yang kurang baik.
Jarak dua kehamilan yang terlalu pendek akan mempengaruhi daya
tahan dan gizi ibu yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil produksi.

11
Menurut Depkes RI (2004) jumlah kelahiran yang baik agar
terwujudnya keluarga sejahtera dan sehat adalah berjumlah 2 anak saja
dengan jarak kelahiran sama dengan atau lebih dari 3 tahun.6 Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Hendro di medan (2006) ibu hamil yang
jarak kelahiran anaknya < 2 tahun sebagian besar menderita anemia.
Seorang wanita yang melahirkan berturut-turut dalam jangka waktu
pendek tidak sempat memulihkan kesehatannya serta harus membagi
perhatian kepada kedua anak dalam waktu yang sama.
d. Konsumsi Tablet Fe
Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi zat besi dengan cara yang benar
akan memnuhi kebutuhan zat besi dalam tubuh yang bisa meningkatkan
kualitas kehamilan. Banyak hal yang membuat ibu hamil tidak patuh
mengkonsumsi zat besi yang terdapat dalam tablet tambah darah yang
diprogramkan pemerintah. Salah satunya adalah gangguan pencernaan
dapat berupa mual dan muntah.Sehingga hal ini perlu mendapat
perhatian khusus terutama dari pemberian pelayanan kesehatan
misalnya bidan dan dokter. Jumlah tablet zat besi yang dikonsumsi ibu
hamil adalah minimal 90 tablet dan dianjurkan kepada ibu hamil untuk
mengkonsumsi tablet tambah darah dengan dosis satu kali sehari selama
masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan.
e. Penghasilan
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang
adalah status ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga.
Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain
tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga dan harga bahan
makanan itu sendiri. Keluarga dengan pendapaan terbatas kemungkinan
besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya, terutama
memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya.
Sementara dari hasil penelitian Hendro (2006) menyatakan bahwa
keluarga yang pendapatnya di atas UMR dapat memenuhi kebutuhan
gizi keluarganya terutama ibu hamil sehingga diasumsikan dapat

12
mencegah terjadinya anemia sedangkan keluarga dengan pendapatan di
bawah UMR dapat diasumsikan belum memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya termasuk gizi ibu hamil.
f. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan
perilaku untuk hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
memudahkan seseorang untuk menyerap informasi-informasi dan
mengimplementasikannya dalam perilakudan gaya hidup sehari-
hari,khusunya tingkat pendidikan wanita sangat mempengaruhi
kesehatannya.
Dari hasil penelitian Hendro (2006), menyatakan ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan dengan status anemia, karena dengan
tingkat pendidikan ibu yang rendah diasumsikan pengetahuannya
tentang gizi rendah, sehingga berpeluang untuk terjadinya anemia
sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi maka kemungkinan
besar pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga
diasumsikan kecil peluang terjadinya anemia.
g. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan terhadap ibu
hamil oleh petugas kesehatan untuk memelihara kehamilannya yang
dilaksanakan sesuai standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam
standar pelayanan kebidanan.Tujuan pelayanan antenatal adalah
mengantarkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat dan
memperoleh bayi yang sehat, mendeteksi dan mengantisipasi dini
kelainan kehamilan dan deteksi serta antisipasi dini kelainan janin.
Pelayanan antenatal meliputi lima hal yang dikenal dengan istilah
5T yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus
uteri, nilai status imunisasi TT dan pemberian tablet tambah darah.3
Konsumsi zat besi sangat diperlukan oleh Ibu hamil yang ditujukan
untuk mencegah ibu dan janin dari anemia, dan faktor risiko lainnya.
Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi tablet Fe lebih dari 90 tablet

13
selama kehamilan. Berdasarkan laporan Riskesdas (2010) 80,7% ibu
hamil tablet/membeli tablet Fe, dengan jumlah hari minum 0-30 hari
(36,3%), 90 hari atau lebih (18%), 60-89 hari (8,3%), dan 31-59 hari
(2,8%). Dijumpai 38% ibu hamil di Sumatera Utara dan 3,6% di DI
Yogyakarta yang tidak pernah minum tablet Fe.
K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mendapat pelayanan antenatal yang dilakukan pada
trimester pertama kehamilan. Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu
hamil untuk mendapatkan pelayanan ante natal minimal 4 kali yaitu 1
kali pada trimester pertama kehamilan, 1 kali pada trimester kedua dan
2 kali pada trimester ketiga.

2.5. Prevalensi Anemia


Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat apabila melebihi prevalensi
sebagai berikut.
Kelompok Batas nilai Hb
Ibu Hamil 63,5%
Anak Balita 55,5%
Anak Usia Sekolah 24%-34%
Wanita Dewasa 30%-40%
Pekerja Berpenghasilan Rendah 30%-40%
Pria Dewasa 20%-40%

(Sumber supariasa dkk, 2002)


Anemia gizi masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Hasil SKRT
1986, 1992 dan 1995 berdasarkan pengukuran Hb pada wanita hamil dan balita
menunjukkan bahwa masalah anemia gizi pada wanita hamil di Indonesia telah
mengalami penurunan, meskipun keadaannya masih tetap tinggi yaitu dari 73,7%
pada tahun 1986 menjadi 63,5% pada tahun 1992 dan 51,3% pada tahun 1995.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), prevalensi
anemia defisiensi besi pada ibu hamil sebesar 63,5% tahun 1995, turun menjadi
40,1% pada tahun 2001, dan pada tahun 2007 turun menjadi 24,5% (Riskesdas,

14
2007). Angka anemia defisiensi besi ibu hamil di Indonesia masih tergolong
tinggi walaupun terjadi penurunan pada tahun 2007. Keadaan ini mengindikasikan
bahwa anemia defisiensi besi menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes,
2010).

2.6. Tanda dan Gejala Anemia


1. Periksa perubahan warna kulit. Meskipun memiliki warna kulit yang
cenderung gelap, gejala anemia masih mudah untuk dikenali dengan melihat
perubahan warna kulit wajah atau bibir kulit yang terlihat pucat seperti orang
yang sedang sakit meski tubuh dalam keadaan sehat.

2. Seseorang yang memiliki anemia, cenderung lebih sering mengalami rasa


lelah dan memiliki perasaan yang sensitif (mudah tersinggung).

3. Terkadang beberapa diantaranya ada yang mengalami sakit kepala hingga


kehilangan nafsu makan.

4. Terkadang suka sembelit yang terjadi dalam waktu yang cukup lama atau
terus-menerus hingga kehilangan banyak cairan tubuh, hal ini juga yang
menjadi gejala dari sembelit.

5. Sulit berkonsentrasi merupakan salah satu gejala anemia yang cukup


menganggu. Kesulitan dalam berkonsentrasi dapat memengaruhi kinerja dan
pekerjaan.

6. Penurunan nafsu makan, namun terkadang tiba-tiba memiliki nafsu makan


yang berlebih hingga menimbulkan suatu gangguan dalam sistem metabolisme
tubuh.

7. Anemia juga dapat mempengaruhi psikologis seperti susana hati dan emosi
yang mudah mengalami stress atau depresi. Karena anemia dapat memberi
pengaruh yang cukup kuat terhadap emosi dan mood.

15
8. Mengalami sesak nafas. Hal in disebabkan oleh jumlah sel darah merah yang
berkurang. Sel darah merah merupakan bagian yang sangat penting bagi
sistem pernafasan. Sesak nafas umumnya dialami pada mereka yang menderia
anemia sedang hingga berat.

9. Beberapa diantaranya ada yang mengalami kedinginan pada salah satu


anggota tubuh yang sering dirasakan yang disebabkan oleh aliran darah yang
tidak lancar akibat anemia. Bagian tubuh yang sering merasakan kedingian
adalah telapak tangan/kaki.

10. Sering merasa cepat lelah dan pusing. Gejala ini umumnya dirasakan saat
bangun dari tidur atau saat hendak berdiri karena terlalu lama duduk dan
pusing jika berdiri terlalu lama.

Umumnya mereka yang mengalami sakit anemia, mudah sekali untuk dikenali dan
dilihat secara fisik oleh mata. Untuk mengetahui sendiri apakah terserang sakit
anemia atau tidak adalah dengan cara mengecek warna kulit pada kantung mata
bagian dalam bawah. Jika terdapat warna kurang merah berarti anda dapat
dikatakan mengalami anemia.

2.7. Pencegahan Anemia


1. Pencegahan primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.Promosi
kesehatan, pendidikan kesehatan dan perlindungan kesehatan adalah tiga
aspek utama di dalam pencegahan primer. Dalam hal ini pencegahan
primer ditujukan kepada ibu hamil yang belum anemia. Tujuan
pencegahan ini untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru
penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya
faktor risiko.
Pencegahan primer meliputi:
a. Edukasi (Penyuluhan)

16
Petugas kesehatan dapat berperan sebagai edukator seperti
memberikan nutrition education berupa dorongan agar ibu hamil
mengkonsumsi bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet
besi atau tablet tambah darah minimal selama 90 hari. Edukasi tidak
hanya diberikan pada saat ibu hamil, tetapi ketika belum
hamil.Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum peristiwa
melahirkan. Selain itu, petugas kesehatan juga dapat berperan sebagai
konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai
cara mencegah anemia pada kehamilan.
Suplementasi Fe adalah salah satu strategi untuk meningkatkan
intake Fe yang berhasil hanya jika individu mematuhi aturan
konsumsinya.Banyak faktor yang mendukung rendahnya tingkat
kepatuhan tersebut, salah satunya adalah efek samping yang tidak
nyaman dari mengkonsumsi Fe adalah melaluipendidikan tentang
pentingnya suplementasi Fe dan efek samping akibat minum Fe.
b. Suplementasi Fe (Tablet Besi)
Anemia defisiensi besi dicegah dengan memelihara keseimbangan
antara asupan Fe dan kehilangan Fe.Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk
memelihara keseimbangan ini bervariasi antara satu wanita dengan
yang lainnya tergantung pada riwayat reproduksi.Jika kebutuhan Fe
tidak cukup terpenuhi dari diet makanan, dapat ditambah dengan
suplemen Fe terutama bagi wanita hamil dan masa nifas.24 Suplemen
besi dosis rendah (30mg/hari) sudah mulai diberikan sejak kunjungan
pertama ibu hamil.
c. Fortifikasi Makanan dengan Zat Besi
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara
terpusat merupakan inti pengawasan anemia di berbagai Negara.
Fortifikasi makanan merupakan cara terampuh dalam pencegahan
defisiensi besi. Produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung
gandum serta roti makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung
serta beberapa produk susu.

17
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan
dan deteksi untuk menenmukan status patogenik setiap individu di dalam
populasi.Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan
perkembangan penyakit menuju suatu perkembangan kearah kerusakan
atau ketidakmampuan.Dalam hal ini pencegahan sekunder merupakan
pencegahan yang dilakukan pada ibu hamil yang sudah mengalami gejala-
gejala anemia atau tahap pathogenesis yaitu mulai pada fase asimtomatis
sampai fase klinis atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan
kesehatan.
Pada pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
diantaranya adalah :
a. Skrining diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang
harus diobati dalam mengurangi morbiditas anemia. Bagi wanita hamil
harus dilakukan skrining pada kunjungan I dan rutin pada setiap
trimester. Skrining dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb)
untuk mendeteksi apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia,
apakah ibu hamil masuk dalam anemia ringan, sedang, atau berat.
Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang
mendukung seperti tekanan darah, nadi dan melakukan anamnesa
berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, tenaga kesehatan dapat
memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut. Jika anemia
berat ( Hb< 9 g/dl) dan Hct <27%) harus dirujuk kepada dokter ahli
yang berpengalaman untuk mendapat pertolongan medis.
b. Pemberian terapi dan Tablet Fe
Jika ibu hamil terkena anemia, maka dapat ditangani dengan
memberikan terapi oral dan parenteral berupa Fe dan memberikan
rujukan kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk diberikan transfusi
(jika anemia berat).
3. Pencegahan Tersier

18
Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala
ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera
atau ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan.Dalam
hal ini pencegahan tersier ditujukan kepada ibu hamil yang mengalami
anemia yang cukup parah dilakukan untuk mencegah perkembangan
penyakit ke arah yang lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien
seperti untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan,
keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang dan
memperpanjang hidup. Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil
diantaranya yaitu :
a. memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin
b. mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak
adekuat pada ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet Fe selama
kehamilan dan tetap mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah
persalinan.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam
tubuh seseorang. Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin
yang berarti juga minimnya oksigen ke seluruh tubuh.
2. Klasifikasi anemia yaitu Anemia Defisiensi Besi, Anemia hipoplastik,
Anemia Megaloblastik dan Anemia Hemolitik
3. Penyebab anemia yaitu Kurang gizi/malnutrisi, Kurang zat besi dalam zat
makanan, Malabsorpsi, Kehilangan darah yang banyak: persalinan yang
lalu, haid, dan Penyakit kronik: TBC, paru, cacing usus, malaria, dan lain-
lain. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan olehdefisiensi besi
(Fe) dan perdarahan akut dan tidak jarang keduanyasaling berintekrasi.
4. Epidemiologi Anemia yaitu berdasarkan distribusi dan frekuensi yang
dilihat menurut Orang dimana wanita yang berumur kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun merupakan usia yang mempunyai risiko yang
tinggi untuk hamil, menurut tempat, anemia defisiensi zat besi lebih
cenderung berlangsung di Negara sedang berkembang ketimbang Negara
yang sudah maju, menurut Waktu, besarnya angka kejadian anemia ibu
hamil pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%,
dan trimester III sebesar 70%.4. Berdasarkan determinan, beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil adalah usia, umur
kehamilan, jarak kelahiran, konsumsi tablet Fe, penghasilan, pendidikan
dan pelayanan antenatal.

20
5. Gejala dan tanda pada orang anemia, umumnya mereka yang mengalami
sakit anemia, mudah sekali untuk dikenali dan dilihat secara fisik oleh
mata. Untuk mengetahui sendiri apakah terserang sakit anemia atau tidak
adalah dengan cara mengecek warna kulit pada kantung mata bagian
dalam bawah. Jika terdapat warna kurang merah berarti anda dapat
dikatakan mengalami anemia.
6. Pencegahan anemia dibagi atas tiga pencegahan yaitu pencegahan primer,
penceganhan sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan primer
meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit
atau gangguan sebelum hal itu terjadi, dalam hal ini pencegahan primer
ditujukan kepada ibu hamil yang belum anemia. Pencegahan sekunder
lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan deteksi untuk
menenmukan status patogenik setiap individu di dalam populasi, dalam hal
ini pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada ibu
hamil yang sudah mengalami gejala-gejala anemia dan pencegahan tersier
mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan dengan
menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan
sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan, dalam hal ini pencegahan
tersier ditujukan kepada ibu hamil yang mengalami anemia yang cukup
parah.

3.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari pembahasan, maka dapat
disarankan agar mahasiswa dapat memahami dengan baik tentang anemia
sehingga dapat membantu dalam kegiatan promosi kesehatan tentang anemia.
Disarankan untuk memahami tentang pengertian, penyebab, gejala, cara
penanganan dan pencegahan anemia sehingga angka kejadian anemia dapat
menurun.

21
22
DAFTAR PUSTAKA

Barasi M.E., 2007. At a Glance: Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga


Depkes RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta. pp: 106-
7.www.DepkesRI.com
Waryana, 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihanga.
WHO. 2011. Nutrition: Iron Deficiency Anaemia. www.who. Int .
Hadi H., 2001. Meningkatkan Kepatuhan Minum Tablet Besi Ibu Hamil:
Pentingnya Peranan Suami. Berita Kedokteran Masyarakat XVII (2):
51-62.
Indreswari M. , Hardinsyah, & Damanik M.R. , 2008. Hubungan antaraIntensitas
Pemeriksaan Kehamilan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan,dan Konsumsi
Tablet Besi dengan Tingkat Keluhan selama
Kehamilan. Jurnal Gizi dan Pangan. 3(1): 12-21.
Purwaningsih M. , Akhmadi N. , & Wenny A., 2006. Analisis Faktor
yangMempengaruhi Ketidakpatuhan Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi
Tablet Besi. Jurnal Ilmu Keperawatan. 1 (2): 72-81.
Purba.RB. 1995. Konsumsi sayuran dan anemia gizi anak sekolah dasar didaerah
penghasil dan bukan penghasil sayuran dikecamatan tomohon kabupaten
minahasa provisi Sulawesi utara tahun 1995. Skripsi tidak diterbitkan.
Makasar FKM UNHAS.

23

Anda mungkin juga menyukai