Anda di halaman 1dari 15

RESUME

GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIFITAS PATOLOGIS


SYSTEM MUSKULOSKLETAL; OSTEOPOROSIS, OSTEOMILITIS,
FRAKTUR, DAN AMPUTASI

DISUSUN OLEH:
SYAFHIRA MUSTIKA ANANDIA
(222213043)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


SEKOLAHTIGGI ILMU KESEHATAN
HANGTUAH TANJUNGPINANG
TA.2023/2024
SISTEM MUSKULOSKELETAL
A. DEFINISI SISTEM MUSKULOSKELETAL
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan
ikat yang menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih
50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-
jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,SA 1995:175)
B. ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL
1. Tulang
2. Otot
3. Sendi
4. Jaringan ikat
C. Osteoporosis
1. Definisi
Menurut kemenkes, (2015) Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai
dengan adanya penurunan massa tulang (kepadatan tulang) secara
keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh mengatur kadar mineral dalam
tulang dan disertai dengan rusaknya arsitektur tulang yang akan
mengakibatkan penurunan pada kekuatan tulang yang dalam hal ini yaitu
pengeroposan tulang, sehingga mengandung resiko mudah terjadi patah
tulang (Hida Shallyana, 2019).
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas /
matriks / massa tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan
proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan
tulamg yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang
menjadi mudah patah (Arif Muttaqin 2018).
2. Penyebab
Osteoporosis primer( idiopatik ) dan osteoporosis sekunder. Terdapat 2
tipe yaitu osteoporosisprimer yaitu osteoporosis pada wanita pasca
menopause yang bisanya terjadi 20 – 25 tahun pasca menopause, bentuk
ini disebut juga osteoporosis tipe 1. Bentuk yang kedua yaitu osteoporosis
senile yang terjadi pada lansia maupun dengan usia > 75 tahun, disebut
juga osteoporosis tipe 2(Hida Shallyana, 2019).
 Osteoporosis primer Yang termasuk penyebab osteoporosis primer
adalah menopause (defisiensi hormon estrogen) dan proses
penuaan.
 Osteoporosis sekunder Yang termasuk penyebab osteoporosis
sekunder adalah penyakit, obat-obatan, dan gaya hidup.
Menurut (Ahmad Murdillah, 2018) mengatakan beberapa faktor resiko
terjadinya osteoporosis diantaranya :
a. Usia menopause : Usia menopause makin tinggi resiko
osteoporosis.
b. Masa puncak tulang : Semakin tinggi massa puncak tulang,
makin sedikit kemungkinan mendapatkan osteoporosis.
c. Kecepatan kehilangan tulang (fast losser) .
d. Ras : Penelitian di USA mendapatkan wanita ras kaukasia
dan Asia lebih besar kemungkinan untuk mendapatkan
terjadinya osteoporosis dan patah tulang .
e. Perokok dan peminum alkohol
f. Postur badan :Wanita kurus lebih beresiko osteoporosis dari
pada wanita gemuk. Jaringan lemak selain berfungsi sebagai
bantalan pelindung 25 tulang dari benturan, juga
meningkatkan hormon estrogen biologis di jaringan lemak .
g. Amenorhea : amenorrhea menyebabkan kehilangan tulang
yang dini. Pada wanita yang menjalani pembedahan kedua
indung telur sebelum usia 45 tahun, terbukti mengalami
osteoporosis dalam kurun waktu 6 tahun setelah mengalami
pembedahan.
3. Manifestasi Klinis
Beberapa diantaranya sebagai manifestasi klinis osteoporosis menurut
(Ahmad Murdillah, 2018)antara lain:
a. Tubuh terasa makin pendek
b. Kifosis dorsal bertambah
c. Nyeri tulang
d. Gangguan otot kaku dan lemah seperti didapat pada
penderita osteomalasia atau hipotiroidisme
e. Patah tulang akibat trauma ringan secara kebetulan Nyeri
punggung bawah adalah salah satu keluhan penderita,
biasanya timbul mendadak. Hal ini disebabkan fraktur
kompresi korpus vertebra yang sering kali terjadi pada
vertebra torakal XII dan lumbal I.
4. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk mengetahui
osteoporosis menurut (Humaryanto, 2017) diantaranya :
a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA)
b. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA)
c. Dual photon absorptiometry (DPA)
d. Ultrasounds
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan osteoporosis menurut (Gaby
Venera, 2019) diantaranya :
a. Rutin mengkonsumsi kalsium dan vitamin D.
b. The Institute of Medicine (IOM) merekomendasikan konsumsi
kalsium sebanyak 1.000mg/hari untuk laki- laki berusia 50 – 70
tahun dan 1.200mg/hari untuk wanita >50 tahun dan laki- laki usia
>70 tahun.
c. Konsumsi kalsium sebesar >1.200 – 1.500mg/hari dapat
meningkatkan terbentuknya batu ginjal, penyakit kardiovaskular,
dan stroke. Kalsium baik 23 diminum bersamaan dengan makanan
sehingga mengurangi paparan dengan asam lambung.
d. Kalsium karbonat adalah kalsium dengan harga murah namun
dapat menimbulkan keluhan pencernaan. Kalsium sitrat tidak
menimbulkan keluhan pencernaan dan absorpsinya tidak
dipengaruhi asam lambung namun harganya lebih mahal.
e. Vitamin D penting untuk absorpsi kalsium, kesehatan tulang,
kinerja otot, dan keseimbangan. IOM mengajurkan konsumsi
vitamin D sebanyak 600IU/hari hingga usia 70 tahun dan
800IU/hari untuk usia >70 tahun.
f. Dosis maksimal vitamin D adalah 4.000IU/hari. Terdapat 2 macam
vitamin D antara lain vitamin D2 (ergocalciferol) dan vitamin D3
(cholecalciferol). Konsumsi kalsium dan vitamin D dapat diiringi
dengan latihan beban dan penguatan otot, mengurangi rokok dan
konsumsi alkohol, serta terapi pencegahan jatuh.
g. Terapi osteoporosis bertujuan untuk mencegah fraktur dan
menurunkan risiko jatuh, mengurangi gejala fraktur dan deformitas
tulang, untuk meningkatkan fungsi fisik normal.
h. Terapi dengan pemberian obat agen antiresorpsi seperti estrogen,
bisphosphonates, dan lainnya. Agen resorpsi tidak menstimulasi
pembentukan tulang, hanya mengurangi resorpsi mineral tulang.
Obat ini dikombinasi dengan konsumsi vitamin D dan kalsium
secara rutin di samping terapi rehabilitasi fisik seperti latihan
beban, penguatan otot punggung, dan terapi keseimbangan serta
koordinasi. 24
i. Terapi rehabilitasi ini juga dapat mengurangi keluhan pada pasien
usia lanjut dengan kifosis berat (kifosis : kelainan di lengkung
tulang belakang yang membuat punggung atas terlihat
membengkok atau membulat), rasa tidak nyaman pada punggung,
dan gaya berjalan yang tidak stabil.
6. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan Kondisi Muskuloskeletal (Sdki,
D.0078)
b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan
Muskuloskeletal (Sdki, D.0054)
c. Risiko Cedera berhubungan dengan Kegagalan Mekanisme
Pertahanan Tubuh (Sdki, D.0136)
d. Ansietas berhubungan dengan Hubungan Orang Tua-Anak Tidak
Memuaskan (Sdki, D.0080)
e. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan Ketidaktahuan
Menemukan Sumber Informasi (Sdki, D.0111)
7. Intervensi

a) Nyeri akut
➢ Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
➢ Identifikasi respon nyeri non ferbal

➢ Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

➢ Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

➢ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

➢ Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi


rasa nyeri
➢ Kolaborasi dalam pemberian analgetik

b) Gangguan mobilitas fisik

➢ Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

➢ Identifikasi toleransi fisik dalam melakukan


ambulasi

➢ Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu

➢ Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam


meningkatkan ambulasi
➢ Jelaskan tujuan prosedur ambulasi

➢ Anjurkan dalam melakukan ambulasi dini

➢ Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan

c) Resiko jatuh
➢ Identifikasi kebutuhan keselamatan

➢ Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya


dan resiko
➢ Sediakan alat bantu keamanan lingkungan

➢ Gunakan perangkat pelindung

➢ Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat


mendampingi klien
➢ Anjurkan berganti posisi secara perlahan

➢ Ajarkan individu, keluarga dan kelompok tentang


resiko tinggi bahaya

d) Resiko jatuh
➢ Identifikasi kebutuhan keselamatan

➢ Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya


dan resiko
➢ Sediakan alat bantu keamanan lingkungan

➢ Gunakan perangkat pelindung

➢ Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat


mendampingi klien
➢ Anjurkan berganti posisi secara perlahan

➢ Ajarkan individu, keluarga dan kelompok tentang


resiko tinggi bahaya
8. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini
perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan
antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan,
penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan
klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta
mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.
9. Evaluasi

Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana


mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan
untuk mengatasi
D. Osteomielitis
1. Definisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang umumnya terjadi akibat
penyebaran infeksi bakteri, baik yang berasal dari area tubuh lain maupun dari
tulang itu sendiri. Osteomielitis harus segera ditangani karena dapat
menimbulkan sejumlah komplikasi serius. Osteomielitis bisa dialami oleh
semua orang. Pada anak-anak, penyakit ini biasanya terjadi di tulang
panjang, seperti tungkai atau lengan. Sedangkan pada orang dewasa,
osteomielitis umumnya menyerang tulang pinggul, tungkai, atau tulang
belakang.
Osteomielitis merupakan penyakit yang jarang terjadi. Namun, infeksi
tulang ini dapat terjadi secara tiba-tiba dan bisa berkembang dalam jangka
panjang. Jika tidak segera diobati, osteomielitis dapat menyebabkan
kerusakan permanen pada tulang.
2. Penyebab Osteomielitis

Penyebab utama osteomielitis adalah bakteri Staphylococcus aureus.


Bakteri ini dapat ditemukan di kulit atau hidung dan umumnya tidak
menimbulkan masalah kesehatan. Namun, ketika daya tahan tubuh
seseorang sedang lemah karena suatu penyakit atau kondisi tertentu, maka
bakteri tersebut dapat menyebabkan infeksi.

Cara bakteri Staphylococcus masuk hingga ke tulang dapat melalui


beberapa cara, antara lain:

 Melalui alirandarah
Bakteri dari bagian tubuh lain dapat menyebar ke tulang melalui
aliran darah.
 Melalui jaringan atau sendi yang terinfeksi
Kondisi ini memungkinkan bakteri menyebar ke tulang di dekat
jaringan atau sendi yang terinfeksi.
 Melalui luka terbuka
Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh jika terdapat luka terbuka,
seperti patah tulang dengan luka terbuka atau kontaminasi langsung
saat bedah ortopedi.

3. Faktor
Semua orang dapat mengalami osteomielitis. Namun, terdapat faktor-
faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi tulang ini,
yaitu:
 Menderita penyakit maupun kondisi tertentu, seperti diabetes, anemia
sel sabit, penyakit arteri perifer, HIV/AIDS, atau rheumatoid arthritis
 Sedang menjalani kemoterapi atau hemodialisa (cuci darah)
 Memiliki riwayat cedera atau luka, misalnya patah tulang
 Pernah menderita osteomielitis
 Pernah menjalani operasi tulang
 Memiliki prostesis atau alat bantu yang terpasang di tubuh, seperti
panggul buatan atau pen untuk patah tulang
 Menderita kecanduan alkohol
 Mengonsumsi kortikosteroid dalam waktu yang lama

4. Manifestasi Klinis
Berdasarkan lama terjadinya, osteomielitis dapat terbagi menjadi akut
atau kronis. Berikut ini adalah penjelasannya:
➢ Osteomielitis akut

Osteomielitis jenis ini terjadi secara mendadak dan berkembang


dalam waktu 7–10 hari.

➢ Osteomielitis kronis

Osteomielitis kronis dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala


selama beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun, sehingga penyakit
ini terkadang sulit untuk dideteksi. Osteomielitis jenis ini juga dapat
terjadi akibat osteomielitis akut yang sulit ditangani dan terjadi secara
berulang dalam waktu yang lama.

Anak-anak yang menderita osteomielitis umumnya mengalami


jenis akut. Sementara itu, orang dewasa bisa mengalami osteomielitis
akut maupun kronis. Sedangkan penderita diabetes, HIV/AIDS, atau
penyakit pembuluh darah, cenderung mengalami osteomielitis yang
berulang dan berkepanjangan.

Kemunculan gejala osteomielitis akut atau kronis akan tampak


sangat mirip, di antaranya:

➢ Nyeri di lokasi infeksi


➢ Bengkak dan kemerahan di area yang terinfeksi
➢ Kaku dan keterbatasan gerak di area yang terinfeksi
➢ Keluarnya cairan nanah dari area infeksi
➢ Demam dan menggigil
➢ Mual dan muntah
➢ Hilang nafsu makan
➢ Berat badan menurun
➢ Nyeri di bagian punggung bawah
➢ Rasa lelah dan lemas tanpa sebab
➢ Perasaan gelisah atau tidak enak badan
5. Pencegahan
➢ Jika menderita penyakit yang berisiko menimbulkan
osteomielitis, seperti diabetes, lakukan kontrol ke dokter secara
rutin.
➢ Terapkan pola makan dan gaya hidup yang sehat.
➢ Selalu jaga kebersihan tangan dengan rajin mencuci tangan.
➢ Hindari kebiasaan merokok yang dapat memicu penyakit
pembuluh darah.
➢ Lakukan vaksinasi secara berkala sesuai jadwal yang
dianjurkan dokter.
➢ Taati rambu lalu lintas dan gunakan alat pengaman ketika
berkendara.
➢ Gunakan alas kaki yang tepat, serta gunakan alat pelindung diri
saat berolahraga.
➢ Segera periksakan diri ke dokter jika mengalami tanda awal
infeksi, seperti nyeri dan demam.
6. Diagnosa
➢ Nyeri b.d inflamasi dan pembengkakan
➢ Gangguan mobilisasi fisik b.d nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasanmenahan beban berat badan.
➢ Esiko terhadap perluasan infeksi b.d pembentukan abses tulang.
➢ Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan
pengobatan.
E. Fraktur
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditetukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan
langsung, gerakan puntir mendadak, gaya remuk dan bahkan kontraksi otot
eksterm (Brunner &Suddarth, 2002dalam Wijaya & Putri, 2013).
Menurut (Sjamsuhidajat, 2012),fraktur dibagi menjadi 2 berdasarkan
ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar yaitu:
a. Fraktur tertutup (closed) Dikatakan tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa 9 komplikasi. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
➢ Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
➢ Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan.
➢ Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio
jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
➢ Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur). Dikatakan terbuka bila
tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan /
potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derjat fraktur terbuka:
➢ Derjat 1 : Fraktur terbuka dengan luk kulit kurang dari 1 cm
dan bersih, kerusakan jaringan minimal, biasanya
dikarenakan tulang menembus kulit dari dalam. Konfigurasi
fraktur simple, transvers atau simple oblik.
➢ Derjat 2 : Fraktur terbuka dengan luka lebih dari 1 cm,
tanpa ada kerusakan jaringan lunak kontusio ataupun avulsi
yang luas.
➢ Derjat 3 : Fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak
yang luas, kontaminasi berat biasanya disebabkan oleh
trauma yang hebat, dengan konfigurasi fraktur kominutif.
Fraktur tipe 3 dibagi menjadi tiga yaitu :
➢ Tipe I : Fraktur segmental atau sangat kominutif
penutupan tulang dengan jaringan lunak cukup adekuat.
➢ Tipe II : Trauma sangat berat atau kehilangan jaringan
lunak yang cukup luas, terkelupasnya daerah
periosteum dan tulang tampak terbuka, serta adanya
kontaminasi yang cukup berat.
➢ Tipe III : Fraktur terbuka yang disertai dengan
kerusakan pembuluh darah tanpa memperhatikan
derajat kerusakan jaringan lunak.
c. Etiologi
Eiologi dari fraktur menurut (Sjamsuhidajat, 2012)yaitu :
➢ Cidera atau benturan (jatuh pada kecelakaan)
➢ Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang
telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan
osteoporosis.
➢ Fraktur karena letih.
➢ Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-
orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka,
seperti baru diterima dalam angkatan bersenjata atau orang-
orang yang baru mulai latihan lari.
d. Tanda dan gejala fraktur
Namun secara umum, gejala yang bisa terjadi jika seseorang
mengalami patah tulang atau fraktur, yaitu:
➢ nyeri atau sakit hebat di area tulang yang fraktur,
➢ pembengkakan di area tubuh yang terdampak,
➢ deformitas atau perubahan bentuk yang terlihat jelas di area
tubuh yang mengalami fraktur,
➢ Sulit menggerakkan bagian tubuh di area patahnya tulang,
➢ Kemerahan, memar, dan terasa hangat di kulit sekitar tubuh
yang terdampak, serta
➢ Mati rasa dan kesemutan di area tubuh yang terkena.
F. AMPUTASI
1. Definisi amputasi
Amputasi adalah hilang atau putusnya bagian tubuh, seperti jari, lengan,
atau tungkai. Amputasi bisa terjadi akibat cedera, atau bisa juga merupakan
bagian dari operasi pemotongan bagian tubuh tertentu untuk mengatasi suatu
kondisi atau penyakit. Amputasi akibat cedera bisa terjadi secara sebagian
(parsial) atau keseluruhan (total). Amputasi parsial berarti masih ada
sebagian atau beberapa jaringan lunak yang tersambung sehingga bagian
tubuh penderita tidak terputus sepenuhnya. Sementara pada amputasi total,
bagian tubuh penderita terputus seluruhnya.

Baik pada amputasi parsial maupun total, kemungkinan bagian tubuh


yang telah terputus dapat disambung kembali atau tidak, tergantung pada
tingkat keparahan cedera itu sendiri. Jika bagian tubuh yang putus tidak
bisa disambungkan kembali, pasien akan disarankan untuk
menggunakan kaki atau tangan palsu (prostesis).

Istilah amputasi juga digunakan untuk prosedur pemotongan


bagian tubuh untuk mencegah kondisi yang lebih berbahaya. Kondisi
berbahaya yang dimaksud antara lain penyebaran infeksi, luka yang
membusuk (gangren), dan kanker.

2. Penyebab Amputasi
Amputasi dapat terjadi akibat cedera parah yang tidak disengaja, atau
bisa juga direncanakan oleh dokter untuk menangani sejumlah penyakit.
Berikut ini adalah penjelasannya:
a. Amputasi akibat cedera
Amputasi yang disebabkan oleh cedera bisa terjadi akibat
sejumlah kondisi berikut:
➢ Bencana alam, misalnya tertimpa reruntuhan gedung saat
gempa.
➢ Kecelakaan akibat pekerjaan yang melibatkan mesin atau
alat berat

➢ Kecelakaan kendaraan bermotor


➢ Serangan binatang buas
➢ Luka bakar parah
➢ Luka tembak

b. Amputasi akibat penyakit

Banyak penyakit yang dapat membuat seseorang harus


menjalani prosedur amputasi, antara lain:

➢ Penebalan jaringan saraf (neuroma)


➢ Frostbite atau cedera akibat paparan suhu dingin yang
ekstrem
➢ Infeksi parah di lengan atau kaki, misalnya infeksi tulang
(osteomielitis) atau necrotising fasciitisyang parah
➢ Kanker, seperti osteosarkoma atau kanker yang menyebar
ke tulang, otot, saraf, dan pembuluh darah
➢ Gangren, misalnya akibat penyakit arteri
perifer atau neuropati diabetik.
3. Gejala Amputasi

Gejala amputasi yang dapat dialami, terutama pada amputasi akibat


cedera, antara lain:

➢ Rasa sakit, yang tingkat rasa sakitnya tidak selalu sebanding


dengan tingkat keparahan cedera atau perdarahan.
➢ Perdarahan, yang tingkat keparahannya tergantung pada lokasi dan
jenis cedera yang dialami.
➢ Jaringan tubuh rusak, tetapi sebagian jaringan masih terhubung
dengan otot, tulang, sendi, dan kulit, atau malah terputus total.

Anda mungkin juga menyukai