Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

SISTEM MUSKULOSKLETAL PADA KASUS OSTEOPOROSIS

DISUSUN OLEH KELOMPOK : 6

1. DEDIN SATRIAWAN
2. LISA JUNIA SAPITRI
3. RISKA TIARINI
4. NURUL ISLAMIATI
5. LIANA
6. SAMSUL RIZAL

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3
TA.2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan konsep asuhan keperawatan medikal
bedah pada kasus “ Osteoporosis”. Makalah ini kami menjelaskan mengenai
pentingnya pemahaman mengenai kasus Osteoporosis "adapun tujuan kami menulis
makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB II.
Tujuan utama dari makalah ini sendiri lebih di fokuskan pada penjelasan rinci
mengenai definisi, etiologi, penanganan segera, komplikasi dan prognosis
Osteoporosis. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan Oleh
karena itu diharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan tugas kami untuk
kedepannya. Mudah & mudahan tugas ini bermanfaat bagi orang banyak.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................................iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................iiii
BAB I : PENDAHULUAN ..............................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN ................................................................................................5
A. KONSEP DASAR MEDIS...................................................................................5
2.1 Pengertian.............................................................................................................5
2.2 Etiologi.................................................................................................................5
2.3 Manisfestasi Klinis...............................................................................................7
2.4 Pathway................................................................................................................8
2.5 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................9
2.6 Penatalaksanaan..................................................................................................10
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................
3.1 Pengkajian...........................................................................................................12
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................................15
3.3 Implementasi Keperawatan.................................................................................22
3.4 Evaluasi/Catatan Perkembangan.........................................................................22
BAB IV : PENUTUP........................................................................................................23
4.1 Kesimpulan.........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi
permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. Osteoporosis
merupakan penyakit ditandai dengan massa tulang yang rendah atau berkurang
disertai gangguan mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang (Wardhana, 2014 dan Hikmiyah dan Martin, 2013)
Osteoporosis memiliki dampak yang cukup parah bagi Kesehatan.
Dampak dari penderita osteoporosis yaitu beresiko mengalami fraktur
Osteoporosis juga menyebabkan kecacatan ketergantungan pada orang lain
gangguan psikologis sehingga menurunkan kualitas dan fungsi hidup serta
menigkatkan mortalitas Hikmiyah dan Martin 2015)
Prevalensi osteoporosis di dunia masih cukup tinggi World Health
Organization (WHO) menyebutkan bahwa sekitar 200 juta orang menderita
Osteoporosis di seluruh dunia. Pada tahun 2015 diperkirakan angka patah tulang
pinggul akan meningkat 2 kali lipat pada wanita dan 3 kali lipat pada pria
(Kemenkes RI 2012) Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2012 angka insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000 kasus
pada wanita dan pria diatas usia 40 tahun diakibatkan osteoporosis World Health
Organization (WHO) menunjukkan bahwa 50% patah tulang paha atas ini akan
menimbulkan kecacatan seumur hidup dan menyebabkan angka kematian
mencapai 30% pada tahun pertama akibat komplikasi imobilisasi Data ini belum
termasuk patah tulang belakang dan lengan bawah serta yang tidak memperoleh
perawatan medis di Rumah Sakit Kemenkes RI2014)
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya osteoporosis yaitu faktor risiko
yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat
diubah antara lain adalah usia jenis kelamin riwayat keluarga sedangkan faktor
risiko yang dapat diubah antara lain adalah status gizi asupan kalsium konsumsi
alcohol kopi merokok hormon endogen seperti estrogenmenopause diniaktifitas
fisik dan penggunaan steroid jangka steobl (Wardhana2014)

4
BAB II

PEMBAHASAN

B. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra2016)
Osteoporosis adalah penyakit tulang sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patahPada tahun
2001National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis
sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah (Sudoyo, 2016)
2. Etiologi Osteoporosis
1. Determinan Massa Tulang
Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai steob
antara lain :
a. Faktor genetic
Perbedaan steobl mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang
b. Faktor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban
akan menambah massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada
hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua
hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja mekanik. Beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang
yang besar.
c. Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan steobl dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetic yang bersangkutan.

5
2. Determinan pengurangan massa tulang
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia
lanjut yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama
seperti pada osteob-faktor yang mempengaruhi massa tulang.
a. Faktor genetic
Faktor osteobl berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko
fraktur dari seseorang denfan tulang yang besar.
b. Faktor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia
dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang
tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Faktor lain
a) Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium
yang rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan
keseimbangan kalsium yang steobla begitu sebaliknya.
b) Protein
Protein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan
keseimbangan kalsium yang negative
c) Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, karena
menurunnya efisiensi steobl kalsium dari makanan dan juga
menurunnya konservasi kalsium diginjal.
d) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh rokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
e) Alkohol

6
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium yang rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat. Mekanisme yang pasti belum diketahui.( Sudoyo,2016)
3. Manifestasi Klinis Osteoporosis
a. Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
b. Nyeri timbul secara mendadadak
c. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
d. Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-
hari atau karena pergerakan yang salah .
e. Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
f. Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
g. Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
h. Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur
4. Patofisiologi Osteoporosis
Setelah menopause, kadar steobl estrogen semakin menipis dan
kemudian tidak diproduksi lagi. Akibatnya, steoblast pun makin sedikit
diproduksi. Terjadilah ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan
kerusakan tulang. Osteoklas menjadi lebih dominan, kerusakan tulang tidak
lagi bisa diimbangi dengan pembentukan tulang. Untuk diketahui, osteoklas
merusak tulang selama 3 minggu, sedangkan pembentukan tulang
membutuhkan waktu 3 bulan. Dengan demikian, seiring bertambahnya usia,
tulang-tulang semakin keropos (dimulai saat memasuki menopause) dan
mudah diserang penyakit osteoporosis.

7
Pathway

OSTEOPOROSIS

Genetik, gaya hidup, alcohol, penurunan


produksi hormon

Kemunduran
struktural jaringan Penurunan massa tulang
tulang

Osteoporosis ( gangguan
musukuloskeletal )
Kerapuhan
nyeri
tulang

Kiposis Keseimbangan
(gibbus) tubuh menurun

fraktur

Perubahan Resiko
Defisit perawatan bentuk tubuh, cidera
diri penurunan TB

Hambatan
mobilitas
fisik

8
5. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
1. Tes Kepadatan Mineral Tulang (BMD): Tes BMD adalah tes yang paling
umum dan banyak digunakan untuk mendiagnosis osteoporosis. Ini
mengukur kepadatan mineral, seperti kalsium, di tulang Anda. Tes ini
biasanya dilakukan dengan menggunakan mesin dual-energy X-ray
absorptiometry (DXA), yang mengukur kepadatan tulang Anda di area
tertentu, seperti pinggul dan tulang belakang. Hasil tes BMD dilaporkan
sebagai skor T, yang membandingkan kepadatan tulang Anda dengan
kepadatan tulang dewasa muda yang sehat dan berjenis kelamin sama. Skor
T -2,5 atau lebih rendah menunjukkan osteoporosis.

2. Sinar-X: Sinar-X dapat digunakan untuk mendeteksi patah tulang atau


kelainan lain pada tulang. Namun, tes ini tidak sesensitif tes BMD untuk
mendiagnosis osteoporosis. Sinar-X mungkin disarankan jika dicurigai
adanya patah tulang atau untuk menyingkirkan kondisi lain yang dapat
menyebabkan pengeroposan tulang.

Junaidi,2014

9
3. CT Scan atau MRI: CT scan dan MRI scan dapat memberikan gambaran
tulang yang lebih detail dan dapat digunakan untuk menilai tingkat
keparahan patah tulang atau untuk mengevaluasi kondisi lain yang mungkin
berkontribusi terhadap pengeroposan tulang.
4. Tes Darah: Tes darah mungkin dilakukan untuk menyingkirkan kondisi
medis lain yang dapat menyebabkan pengeroposan tulang, seperti
hiperparatiroidisme atau kekurangan vitamin D. Tes ini dapat mengukur
kadar kalsium, fosfor, alkali fosfatase, kreatinin, magnesium, 25-
hidroksivitamin D, dan hormon paratiroid. Penting untuk diingat bahwa tes
diagnostik spesifik yang digunakan dapat bervariasi tergantung pada
individu dan preferensi penyedia layanan kesehatan. Disarankan untuk
berkonsultasi dengan ahli kesehatan untuk mendapatkan diagnosis yang
tepat dan mendiskusikan tes diagnostik yang paling tepat untuk situasi
spesifik
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita osteoporosis terdiri atas:
a. Penyuluhan Penderita
Pada penderita osteoporosis, faktor resiko di luar tulang harus
diperhatikan program latihan kebugaran tubuh (fitness), melompat, dan lari
tidak boleh dilakukan karena resiko besar patah tulang. Berdirilah tegak
kalau jalan, bekerja, menyetrika, menyapu (gunakan sapu dengan tangkai
panjang) dan masak. Duduklah tegak kalau bekerja, masak, sikat gigi dan
mencuci. Tidak boleh mengepel lantai dengan berlutut dan membungkuk
karena resiko patah tulang pinggang cukup besar. Untuk memperkuat dan
mempertahankan kekuatan neuromuskuler memerlukan latihan tiap hari
atau paling sedikit 3 hari sekali. Berdansa santai dan jalan kaki cepat 20 —
30 menit sehari adalah sehat dan aman untuk penderita osteoporosis.
Penderita perlu menyadari besarnya resiko jatuh. Setelah makan atau
tidur, duduk sebentar dulu sebelum berdiri dan pada permulaan berdiri
berpegangan dahulu pada tepi meja makan. Mereka yang sering
kehilangan keseimbangan bahan perlu memakai tongkat/walker.

10
b. Pencegahan
a) Pencegahan primer bertujuan untuk membangun kepadatan tulang
dan neuromuskler yang maksimal. Ini dimulai dari balita, remaja
dewasa umur pertengahan sampai umur 36 tahun. Beberapa hal
penting pada pencegahan primer:
Pemberian kalsium yang cukup (1200 mg) sehari selama masa
remaja. Kegiatan fisik yang cukup dalam keadaan berdiri. Minimal
jalan kaki 30 menit tiap hari. Mengurangi faktor resiko rapuh
tulang seperti merokok, alkohol dan imobilisasi.
Menambah kalsium dalam diet sebanyak 800 mg sehari pada
manula Untuk wanita resiko tinggi penambahan estrogen,
difosfonat atau kalsitonin harus dipertimbangkan.
b) Pencegahan sekunder yaitu pemberian hormon-hormon estrogen
progesterone. Hormon-hormon ini dilaporkan menghentikan
setidak-tidaknya mengurangi kehilangan tulang selama menopause.
c) Pencegahan tersier dilakukan bila penderita mengalami patah
tulang pada osteoporosis atau pada orang yang masuk lanjut usia
(lansia).
c. Pemberian Gizi Optimal
Pencegahan primer bertujuan agar kepadatan tulang yang maksimal
tercapai pada umur 36 tahun. Pencegahan sekunder bertujuan menghambat
kehilangan kepada tulang waktu menopause dengan pemberian hormon
pengganti. Selanjutnya kehilangan kepadatan tulang pada lansia dihambat
dengan pencegahan tersier. Pencegahan primer, sekunder dan tersier
dilaksanakan melalui pengaturan gizi yang optimal, dibarengi dengan
aktivitas fisik dan olahraga yang sesuai dengan umur dan stadium
kerapuhan tulang penderita. Kebutuhan kalsium sehari—hari untuk
mencegah osteoporosis:

Sebelum menopause kebutuhan sehari 800 — 1000 mg Kalsium

Selama menopause kebutuhan sehari 1000— 1200 mg Kalsium

Selama menopause kebutuhan sehari 1200 — 1500 mg kalsium

11
d. Upaya Rehabilitasi Medik
Prinsip terapi fisik dan rehabilifasi dapat bermanfaat dalam
penatalaksanaan penderita osteoporosis. Latihan/exercise , latihan dapat
mengurangi hilangnya massa tulang dan menambah massa tulang dengan
cara meningkatkan pembentukan tulang yang lebih besar dari pada
resorbsi tulang.
Pengobatan Pada Patah Tulang :
Pada orang tua dengan keluhan nyeri yang hebat pada lokalisasi
tertentu seperti pada punggung, pinggul, pergelangan tangan, disertai
adanya riwayat jatuh, maka perlu segera memeriksakan diri ke dokter
untuk mengetahui adanya patah tulang. Apabila pada pemeriksaan
selanjutnya didapatkan adanya patah tulang, maka harus dipertimbangkan
tindakan-tindakan sebagai berikut:
a) Menghilangkan nyeri disertai pemberian obat-obatan untuk
membangun kekuatan tulang, yaitu kalsium dan obat-obat
osteoporosis
b) Tindakan pemasangan gips pada patah tulang pergelangan tangan.
Tindakan menarik tulang pada panggul dan dilanjutkan dengan
tindakan operasi pada panggul dengan mengganti kepala panggul
pada patah leher paha.
c)
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Osteoporosis
a. Pengkajian
1. Identitas
Dalam pengkajian identitas informasi yang harus di tulis meliputi nama ,
umur Kondisi seperti ini sering menyerang di atas usia 60 tahun, akan
tetapi usia di atas 40 tahun dan terlebih sudah manopause sudah harus
waspada. Fakta ini diperkuat oleh sejumlah penelitian yang menyatakan
bahwa sebanyak 23% wanita di Indonesia dengan rentang usia 50-80 tahun
dan 70-80 tahun mengalami osteoporosis jenis kelamin, biasanya penyakit
osteoporosis lebih banyak menyerang perempuan.

12
2. Keluhan Utama
Keluhan atau gejala utama yang umum ditemukan pada penderita
osteoporosis adalah nyeri tulang dan menjalar ke punggung. Osteoporosis
adalah suatu kondisi dimana kepadatan tulang menurun sehingga
membuatnya lemah dan lebih rentan mengalami patah tulang. Namun
perlu diperhatikan bahwa osteoporosis seringkali tidak menimbulkan
gejala sampai seseorang terjatuh atau mengalami cedera yang
mengakibatkan patah tulang. Oleh karena itu, sangat penting bagi individu
yang berisiko terkena osteoporosis, seperti wanita pascamenopause, untuk
menjalani pemeriksaan kepadatan tulang secara teratur guna mendeteksi
kondisi tersebut sejak dini dan mencegah patah tulang.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien merasakan nyeri pada tulang dan menjalar ke bagian
punggung,nyeri dirasakan secara tiba-tiba dan nyeri Ketika bergerak.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji riwayat penyakit yang pernah di alami pasien .
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji adanya penyakit keturunan dan penyakit menular dalam
keluarga pasien
6. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum : Lemah .
b) Tingkat kesadaran : composmentis E4V5M6
c) Tanda tanda vital : Mengukur tekanan darah , nadi , suhu dan
Pernafasan
d) Head to toe : pemeriksaan head to toe diilakukan dari kepala sampai
kaki , namun data yang lebih di fokuskan meliputi pemeriksaan pada :
1) Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat , karena
penekanan pada fungsional paru .
2) Sistem Kardiovaskuler
Suara jantung lupdup,tensi meningkat 140/90, nadi 110xmnt.
3) Psikososial
Osteoporosis menimbulkan depresi , ansietas , gangguan tidur dan
ketakutan akan jatuh .
13
4) Kemampuan bergerak
Ekstermitas atas , ekstermitas bawah , pergerakan sendi , dan
kekuatan otot
5) Sistem Syaraf
Tingkat kesadaran pasien (fungsi selebral )
6) Sistem Pencernaan
Pembatasan Pergerakan dan deformitas spinal
7) Sistem Komunikasi
Pasien dengan osteoporosis tidak mengalami gangguan komunikasi
7. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi metabolic
1) In adekuat intake kalsium
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Fraktur
2) Badan bungkuk
3) Jarang berolahraga
e. Pola tidur dan istirahat
1) Mengkaji ada tidaknya gangguan pada saat istirahat tidur , frekuensi
tidur dan kualitas tidur .
f. Pola persepsi kognitif
1) Mengkaji fungsi panca indra dan pengetahuan pasien tentang
sakitnya
g. Pola Konsep diri

1) Mengkaji persepsi pasien tentang dirinya saat kondisi pasien sedang


sakit .

h. Pola Koping

1) Mengkaji cara pasien saat menghadapi masalah yang mengganggu


misalnya stres, cemas karena penyakitnya

i. Pola Reproduksi Seksual


1) mengkaji perkembangan psikoseksual pada pasien.

14
j. Pola Peran dan Hubungan
1) Mengkaji peran dan hubungan pasien dengan keluarganya.
d) Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerapuhan tulang.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
4. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan
skeletal dan ketidakseimbangan tubuh .
e) Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan tahapan ketiga dalam proses
keperawatan, dimana perencanaan adalah fase dalam proses
keperwatan yang melibatkan pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah yang mengacu dari hasil pengkajian dan diagnosis
keperawatan (Siregar, 2021)

Tabel intervensi

No Diagnosa Tujuan/ Rencana


Keperawatan Kriteria Hasil Tindakan
1. SDKI SLKI
Tindakan
Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) Mobilitas Fisik (L.05042)
Observasi
Kategori: fisiologis Meningkat
1 . identifikasi adanya keluhan
Subkategori:Aktivitas dan Istirahat Kriteria hasil: fisik lainnya
Definisi 1.Pergerakan ekstremitas 2 . identifikasi toleransi fisik
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari meningkat melakukan ambulansi
satu atau lebih ekstremitas secara 2. Kekuatan otot meningkat 3 . monitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi
mandiri 3.Rentang gerak (ROM)
Penyebab meningkat Terapeutik

1.Kerusakan integritas struktur tulang 1 . fasilitasi aktivitas ambulasi


dengan alat bantu
2. Perubahan metabolisme
2 . fasilitasi melakukan mobilitas
3. Ketidakbugaran fisik fisik
4. Penurunan kendali otot 3 . libatkan keluarga pasien
5. Penurunan massa otot untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
6. Penurunan kekuatan otot ambulasi
7. Keterlambatan perkembangan
Edukasi

15
8. Kekakuan sendi
1 . jelaskan prosedur dan tujuan
9. Kontraktur ambulasi
10. Malnutrisi 2 . anjurkan melakukan ambulasi
11. Gangguan muskuloskeletal dini

12. Gangguan neuromuskular 3 . ajarkan ambulasi sederhana


yang harus dilakukan ( mis.
13.Indeks masa tubuh diatas persentil Berjalan dari tempat tidur )
ke-75 sesuai usia
14. Efek agen farmakologis
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar informasi tentang
aktivitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20.Keengganan melakukan pergerakan
21. Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas
Objektif
1. Kekuatan otot menurun
2.Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
2. Cedera medula spinalis

16
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthirtis
6. Ostemalasia
7. Keganasan
2 SDKI SLKI SIKI
Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I. 08238)
Katagori: Psikologis Menurun Observasi
Subkatagori: Nyeri dan Kenyamanan Kriteria hasil: 1. lokasi, karakteristik, durasi,
Definisi 1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas
Pengalaman sensorik atau emosional 2. Meringis menurun nyeri
yang berkaitan dengan kerusakan 3. Sikap protektif menurun 2. Identifikasi skala nyeri
jaringan aktual atau fungsional, dengan 4. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
onset mendadak atau lamat dan 5. Kesulitan tidur menurun verbal
berintensitas ringan hingga berat yang 6. Frekuensi nadi membaik 4. Identifikasi faktor yang
berlangsung kurang 3 bulan. memperberat dan
Penyebab memperingan nyeri
1. Agen pencedera fisiologis (mis. 5. Identifikasi pengetahuan dan
infarmasi, lakemia, neoplasma) keyakinan tentang nyeri
2. Agen pencedera kimiawi (mis. 6. Identifikasi pengaruh budaya
terbakar, bahan kimia iritan) terhadap respon nyeri
3. Agen pencedera fisik (mis.abses, 7. Identifikasi pengaruh nyeri
amputasi, terbakar, terpotong, pada kualitas hidup
mengangkat berat, prosedur operasi, 8. Monitor keberhasilan terapi
trauma, latihan fisik berlebihan) komplementer yang sudah
Gejala dan Tanda Mayor diberikan
Subjektif 9. Monitor efek samping
(tidak tersedia) penggunaan analgetik
Objektif
1. Tampak meringis Terapeutik
2. Bersikap protektif (mis. waspada, 1. Berikan teknik
posisi menghindari nyeri) nonfarmakologis untuk
3. Gelisah mengurangi rasa nyeri (mis.
4. Frekuensi nadi meningkat TENS, hypnosis, akupresur,
5. Sulit tidur terapi musik, biofeedback,
Gejala dan Minor terapi pijat, aroma terapi,
Subjektif teknik imajinasi terbimbing,
(tidak tersedia) kompres hangat/dingin, terapi
Objektif bermain)
1. Tekanan darah meningkat 2. Control lingkungan yang
2. pola napas berubah memperberat rasa nyeri (mis.
3. nafsu makan berubah Suhu ruangan, pencahayaan,
4. proses berpikir terganggu kebisingan)
5. Menarik diri 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Berfokus pada diri sendiri 4. Pertimbangkan jenis dan
7. Diaforesis sumber nyeri dalam
Kondi Klinis Terkait pemilihan strategi meredakan
1. Kondisi pembedahan nyeri
2. Cedera traumatis Edukasi
3. Infeksi 1. Jelaskan penyebab, periode,
4. Sindrom koroner akut dan pemicu nyeri
5. Glaukoma 2. Jelaskan strategi meredakan

17
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Pemberian Analgetik (I.08243)
Observasi
1. Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi
obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
3. Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
4. Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
3 SDKI SDKI Dukungan perawatan diri
Defisit Perawatan Diri (D.0109) Perawatan Diri (L.11103) Observasi
Katagori: Prilaku MeningkatKriteria hasil: 1. Identifikasi kebiasaan
Subkatagori: Kebersihan diri 1. Kemampuan mandi aktivitas perawatan diri

18
Definisi meningkat sesuai usia
Tidak mampu melakukan atau 2. Kemampuan mengenakan 2. Monitor tingkat kemandirian
menyelesaikan aktivitas perawatan diri pakaian meningkat 3. Identifikasi kebutuhan alat
3. Kemampuan makan bantu kebersihan diri,
meningkat berpakaian ,berhias,dan
Penyebab 4. Kemampuan ke toilet makan
1. Gangguan musculoskeletal (BAB/BAK) meningkat Terapeutik
2. Gangguan neuromuskuler 5. Verbalisasi keinginan 1. Sediakan lingkungan yang
3. Kelemahan melakukan perawatan terapeutik ( mis. Suasana
4. Gamgguan psikologis dan/atau diri meningkat hangat, rileks, privasi)
psikotik 6. Minat melakukan 2. Siapkan keperluan pribadi
5. Penurunan motivasi/minat perawatan diri meningkat ( mis. Parfum, sikat gigi,
Gejala dan Tanda Mayor dan sabun mandi)
Subjektif 3. Dampingi dalam melakukan
1. Menolak melakukan perawatan diri perawatan diri sampai
Objeltif mandiri )
1. Tidak mampu mandi/mengenakan 4. Fasilitasi untuk menerima
pakaian/makan ke toilet/ berhias keadaan ketergantunagan
secara mandiri 5. Fasilitasi kemandirian, bantu
2. Minat melakukan perawatan diri jika tidak mampu melakukan
kurang perawatan diri
Gejala dan Tanda Minor 6. Jadwalkan rutinitas
Subjektif perawatan diri
(tidak tersedia) Edukasi
Objektif 1. Anjurkan melakukan
(tidak tersedia) perawatan diri secara
Kondisi Klinis Terkait konsisten sesuai kemampuan
1. Stroke Dukungan perawatan diri :
2. Cedera medula spinalis berpakaian
3.Depresi Observasi
4. Arthritis rheumatoid 1. Identifikasi usia dan budaya
5.Retardasi mental dalam membantu
6. Delirium berpakaian / berhias
7. Demensia Terapeutik
8. Gangguan amnestic 1. Sediakan pakaian pada
9. Skizofrenia dan gangguan psikotik tempat yang mudah
lain dijangkau
10. Fungsi penilaian terganggu 2. Sediakan pakaian pribadi,
sesuai kebutuhan
3. Fasilitasi mengenakan
pakaian, jika perlu
4. Fasilitasi berhias ( mis.
Menyisir rambut, merapikan
kumis/ jenggot)
5. Jaga privasi selama
berpakaian
6. Tawarkan untuk laundry,
jika perlu
7. Berikan pujian terhadap
kemampuan berpakaian
secara mandiri
Edukasi
1. Informasikan pakaian yang
tersedia untuk dipilih , jika
perlu

19
2. Ajarkan mengenkan pakaian,
jika perlu
Dukungan perawatan diri :
mandi
Observasi
1. Identifikasi usia dan budaya
dalam mebantu kebersihan
diri
2. Identifikasi jenis bantuan
yang dibutuhkan
3. Monitor kebersihan tubuh
( mis. Rambut , mulut, kulit,
kuku)
4. Monitor integritas kulit
Terapeutik
1. Sediakan peralatan mandi
( mis. Sabun,sikat gigi,
shampoo, pelembap kulit)
2. Sediakan lingkungan yang
nyaman dan aman
3. Fasilitasi menggosok gigi,
sesuai kenutuhan
4. Fasilitasi mandi, sesuai
kebutuhan
5. Berikan bantuan sesuai
tingkat kemandirian
Edukasi
1. Jelaskan manfaat mandi dan
dampak tidak mandi
terhadap kesehatan
2. Ajarkan kepada keluarga
cara memandikan pasien,
jika perlu
4 Risiko cedera berhubungan dengan SDKI Pencegahan cedera
dampak sekunder perubahan skeletal Tingkat cedera ( L.14136) Definisi
dan ketidakseimbangan tubuh . Menurun 1. Identifikasi area lingkungan
Kriteria hasil yang berpotensi
1. Kejadian cedera menurun menyebabkan cedera
2. Luka/lecet menurun 2. Identifikasi obat yang
3. Ketengangan otot berpotensi menyebabkan
menurun cedera
4. Pendarahan menurun 3. Identifikasi kesesuaian alas
5. Ekspresi wajah kesakitan kaki atau stoking elastis pada
menurun ekstremitas bawah
6. Iritabilisas menurun Terapeutik
7. Gangguan mobilitas 1. Sediakan pencahayaan yang
menurun memadai Gunakan lampu
8. Gangguan kognitif tidur selama jam tidur
menurun 2. Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan lingkungan
ruang rawat (mis penggunaan
telepon, tempat tidur,
panerangan reangan dan
lokasi kamar mandi)
3. Gunakan alas lantal jika

20
berisiko mengalami cedera
serius
4. Sediakan alas kaki antislip
Sediakan plapot atau urinal
untuk eliminasi di tempat
tidur, jika parlu
5. Pasukan bel panggilan atau
telepon mudah dijangkau
6. Pastikan barang-barang
pribadi mudah dijangkau -
Pertahankan posisi lempat
tidur di posisi terendah saat
digunakan
7. Pastikan roda tempat tidur atau
kurai roda dalam kondisi
terkunci
8. Gunakan pengaman tempat
tidur sesual dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan
9. Partimbangkan penggunaan
alarm elektronik pribadi atu
alarm sangor pada tempat
tidur atau kursi
10. Diskusikan mengenal latihan
dan terapi fisik yang
diperlukan
11. Diskusikan mengenali alat
bantu mobilitas yang sesual
(mis tongkat atau alat bantu
jalan)
12. Diskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat
mendampingi pasien
13.tingkatkan frekuensi
observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
2. anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum
berdiri

7. Implementasi
Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana
asuhan keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan.
Implementasi mencakup penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai

21
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan menilai pencapaian atau
kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa keperawatan. Implementasi
bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal dengan
promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai
fasilitas kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit,
dan lainnya. Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas dan
pendokumentasian tindakan keperawatan.
8. Evaluasi
Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencenaan, membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan. Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah
diberikan implementasi keperawatan.
O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi
masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan
sesuai dengan kriteria pencapaian 28 yang sudah ditetapkan), masalah
teratasi sebagian (perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian
dari kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah belum teratasi
(sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan
kesehatan atau bahkan muncul masalah baru)
P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume,
sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma
minimal. Secara histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan
korteks disertai dengan berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang .

23
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2014. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Jakarta : PT Bhuana Ilmu


Populer.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT
Indeks.
Lukman & Nurna Ningsih.2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru dkk. 2014 Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing.
Tandra, H. 2013. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.

24

Anda mungkin juga menyukai