Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK KHUSUS

LANSIA YANG MENGALAMI OSTEOPOROSIS


DI WILAYAH PUSKESMAS GONDANGREJO

DOSEN PENGAPU

LUSIANA SKM,M.Kes

OLEH :

RANGGA (PO.71.20.5.19.026)

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI DIII KEPERAWATAN LAHAT

TAHUN AJARAN 2021-2022


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-NYA Tugas
Makalah Keperawatan Medikal Bedah yang berjudul “OSTEOPOROSIS” telah selesai.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Gerontik yang
diampu oleh Ibu Lusiana SKM,M.Kes selain itu dalam makalah ini dibahas mengetahui
pengertian osteoporosis, etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang diagnostik, komplikasi, penatalaksanaan medis, dan proses asuhan keperawatan.
Namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran yang
membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan makalah ini selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Surakarta, 12 April 2022

RANGGGA
LEMBAR PENGESAHAAN

Judul : Gambaran Kondisi Kesehatan Komunitas Kelompok Khusus Gerontik


Di Wilayah Kerja Puskesmas Gondangrejo, Kec.Gondangrejo
Kabupaten Karang Anyar 2021/2022
Disusun Oleh : RANGGA

Surakarta …april 2022

Pembimbing puskesmas pembimbing akademik

Joko widagdo S.Kep.Ns lusiana SKM.M,Kes


NIP:197611151997021001 NIP:196709221991022001
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Penyakit tulang dan patah tulang merupakan salah satu dari sindrom geriatric, dalam arti
insidens dan akibatnya pada usia lanjut yang cukup significant.
Dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang tulang secara linear. Hilang tulang
ini lebih nyata pada wanita dibanding pria. Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5 – 1% per
tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopause dan pada pria > 80 tahun. Hilang tulang
ini lebih mengenai bagian trabekula dibanding bagian korteks, dan pada pemeriksaan
histologik wanita dengan osteoporosis spinal pasca menopause tinggal mempunyai tulang
trabekula < 14% (nilai normal pada lansia 14 – 24% ) (Peck, 1989).
Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel osteoklas) dan
pembentukan (dilakukan oleh sel osteoblas) yang berjalan bersama-sama, sehingga tulang
dapat membentuk modelnya seseuai dengan pertumbuhan badan (proses remodelling). Oleh
karena itu dapat dimengerti bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia remaja
(growth spurt). Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengrusakan
oleh kedua jenis sel tersebut. Apabila hasil akhir perusakan (resorbsi/destruksi) lebih besar
dari pembentukan (formasi) maka akan timbul osteoporosis.
Kondisi ini tentu saja sangat mencemaskan siapapun yang peduli, hal ini terjadi karena
ketidaktahuan pasien terhadap osteoporosis dan akibatnya. Beberapa hambatan dalam
penanggulangan dan pencegahan osteoporosis antara lain karena kurang pengetahuan,
kurangnya fasilitas pengobatan, faktor nutrisi yang disediakan, serta hambatan-hambatan
keuangan. Sehingga diperluan kerja sama yang baik antara lembaga-lembaga kesehatan,
dokter dan pasien. Pengertian yang salah tentang perawatan osteoporosis sering terjadi karena
kurangnya pengetahuan.
Peran dari petugas kesehatan dalam hal ini adalah dokter dan perawat sangatlah mutlak
untuk dilaksanakan. Karena dengan perannya akan membantu dalam mengatasi peningkatan
angka prevalensi dari osteoporosis. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan berperan
dalam upaya pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis,
penyebab dan gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam
meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan,
sikap dan praktik pasien serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis.
Peran yang terakhir adalah peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai tingkat
fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.

B.   Tujuan
1.       Tujuan Umum :
Untuk megetahui gambaran secara nyata dan lebih mendalam tentang pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan osteoporosis.

2.      Tujuan Khusus :


a.    Mahasiswa mampu memahami pengertian osteoporosis
b.    Mahasiswa mampu memahami etiologi osteoporosis
c.    Mahasiswa mampu memahami patofisiologi osteoporosis
d.   Mahasiswa mampu memahami manifestasi osteoporosis
e.    Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik osteoporosis
f.     Mahasiswa mampu memahami komplikasi osteoporosis
g.    Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan osteoporosis
h.    Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan osteoporosis
BAB  II
KONSEP TEORI

A.    DEFINISI
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume,
sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma
minimal. Secara histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks
disertai dengan berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.(Doengoes, Marilynn
E:2000).
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang,
peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan
arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga
tulang menjadi mudah patah.( R. Boedhi Darmojo:2000)
osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan
fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat.( Brunner & Suddarth:2002)
Penurunan Massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya
perusakan (destruksi) atau kombinasi dari keduanya (Corwn elizabeth. 2001.).
Menurut pembagiannya dapat dibedakan atas : (Brunner & Suddarth:2002) :
1.    Osteoporosis Primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain, yang
dibedakan lagi atas :
a.    Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang terutama dibagian
trabekula
b.    Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa tulang daerah korteks
c.    Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda denganpenyebab yang tidak
diketahui
2.   Osteoporosis sekunder yang terjadi pada atau akibat penyakit lain, antara lain
hiperparatiroid, gagal ginjal kronis, arthritis rematoid dan lain-lain.
B.  ETIOLOGI
1.  Determinan Massa Tulang
Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai factor antara lain :
a.    Faktor genetic
Perbedaan genetic mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang
b.    Faktor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban akan
menambah massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada hubungan langsung dan nyata
antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja
mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa
tulang yang besar.
c.    Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetic yang
bersangkutan

2.    Determinan pengurangan massa tulang


Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia lanjut yang
dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama seperti pada factor-faktor yang
mempengaruhi massa tulang.
a.  Faktor genetic
Factor genetic berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan
tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur dari seseorang denfan tulang
yang besar.
b. Factor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan karena
massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang tersebut pasti akan menurun
dengan bertambahnya usia.
c.  Faktor lain
1.)      Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang rendah dan
absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan kalsium yang negatif
begitu sebaliknya.
2.)      Protein
Parotein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan keseimbangan kalsium
yang negatif
3.)      Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbangan kalsium, karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium diginjal.
4.)      Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah.
Mekanisme pengaruh rokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan
tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
5.)      Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium yang
rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang pasti
belum diketahui.

C.    PATOFISIOLOGI
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang
sampai sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, gaya hidpu (merokok, minum kopi), dan
aktifitas fisik mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera
setelah tercapai puncaknya massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause
mengakibatkan percepatan resorbsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca
menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk
absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan
vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh.
Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan
pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.
D.    PATHWAYS

Normal

Genetik,gaya hidup,alcohol,
penurunan prod.hormon

Penurunan masa tulang

Osteoporosis (gangguan muskuloskeletal)

Kiposis/Gibbus

Pengaruh pada fisik Pengaruh pada psikososial

Fungsi tubuh Keterbatasan gerak Konsep diri


menurun -pembatasan grk & lat. -Gmbaran body image
-nyeri pinggang -kemampuan memenuhi ADL -Isolasi sosial
-TB & BB menurun -Inefektif koping individu

Reseptor nyeri nafsu makan menurun

Gang.rs nyaman
(nyeri)
 
Lemas,letih

Disfungsi skelet Adaptasi lingkungan berkurang

Perubahan mobilitas fisik

Resiko injuri
E.     TANDA DAN GEJALA
1.      Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
2.      Nyeri timbul secara mendadadak
3.      Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
4.      Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari atau karena
pergerakan yang salah
5.      Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
6.      Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
7.      Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
8.      Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG


Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi
demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusesnsi tulang. Ketika vertebra kolaps,
vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium (missal kalsium serum, fosfat, serum, fosfatase alkalu, ekskresi
kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah), dan sinar-x
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain (missal ; osteomalasia,
hiperparatiroidisme, dlll) yang juga menyumbang terjadinya kehilangan tulang.
Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang
kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray
absorpsiometry (DEXA) , dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang
pada tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang
osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi.

G.    PENATALAKSANAAN
a.  Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan
asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi tulang
b.  Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan
progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah
tulang yang diakibatkan.
c.    Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat. Efek samping (misal : gangguan
gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin), biasanya ringan dan hanya kadang-kadang
dialami. Natrium florida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang.

d.  Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung

H.    PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Keluhan Utama:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama
dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b.    Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit lainnya.
c.    Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit lainnya.
d.    Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami
stress yang berkepanjangan.
e.    Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yangdipakai, atau pernahkah pasien
tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

2.      Pemeriksaan fisik


a. B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
b. B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang
berkaitan dengan efek obat

c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah
d. B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan
e. B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses
f. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal.
Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3

I.       DIAGNOSA KEPERAWATAN


Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1.   Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan
tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
2.    Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina
menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.
3.    Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun, tulang belakang terlihat bungkuk.
J.      INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan
tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil
klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat, klien
dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana.
Intervensi :
• Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk
intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital
dan emosi/prilaku)
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi
• Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi
untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera
• Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan
nafasa dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat
meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap
untuk periode lebih lama
• Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi
R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.

2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina
menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas
fisik dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik, berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari
secara mandiri

Intervensi :
• Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemampuannya
• Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup
sehari-hari yang dapat dikerjakan
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah
• Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba,
memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam
melakukan aktivitas.

3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun, tulang belakang terlihat bungkuk
Tujuan :
cedera tidak terjadi dengan kriteria hasil klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur,
klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi :
• Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur
rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah
untuk diobservasi.
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
• Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat
beban berat.
R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada
klien osteoporosis
• Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan.
R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan
lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Anamnese
Tanggal :5 April 2022

a)      Identitas

a.       Identitas klien

nama :Ny.S

umur :58 Tahun

jenis kelamin :Prempuan

suku/bangsa :Jawa

agama :Kristen

pendidikan :S1

pekerjaan :PNS

Sumber Pendapatan :Gaji dari PNS

diagnosa medic :Osteoporosis

alamat :Ngegot Slokaton Gondangrejo Karang Anyar

b)      Riwayat Kesehatan

a.       Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang

c)      Pola aktivitas sehari-hari

Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah
agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan stamina menurun.

2.      Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum :Compos Mentis

TTV :TD:130/90 mmHg S:36,5 C RR:18 x/m HR : 80 x/m


Tb :165 Kg

Bb :65 Kg

a.       B1 (Breathing)

Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang

Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Tidak ada ronki

b.      B2 ( Blood)

gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.

c.       B3 ( Brain)

a)      Kepala dan wajah : tidak ada sianosis

b)      Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis

c)      Leher : Biasanya JVP dalam normal

Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus
merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra

d.      B4 (Bladder)

Tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.

e.       B5 ( Bowel)

Tidak ada gangguan eliminasi

f.       B6 ( Bone)

Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal.
Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

3.      Pemeriksaan penunjang

a)      Radiologi

Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat
dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang
paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang
sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.

b)      CT-Scan

Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam
diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 biasanya tidak
menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3  ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.

      B. DIAGNOSA

1.      Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot,
deformitas tulang.

2.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

3.      Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.

4.      Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.

    C. INTERVENSI

1.      Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme otot,
deformitas tulang.

·         Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan

nyeri berkurang.

·         Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan

istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara
sederhana.

Intervensi Rasional

·         Pantau tingkat nyeri pada ·         Tulang dalam peningkatan jumlah
punggung, nyeri terlokalisasi atau trabekular, pembatasan gerak spinal.
menyebar pada abdomen atau pinggang.
Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri berat.

·         Ajarkan pada klien tentang ·         Alternatif lain untuk mengatasi
alternative lain untuk mengatasi dan nyeri, pengaturan posisi, kompres hangat
mengurangi rasa nyerinya. dan sebagainya.

·         Kaji obat-obatan untuk mengatasi ·         Keyakinan klien tidak dapat
nyeri : menoleransi obat yang adekuat atau tidak
adekuat untuk mengatasi nyerinya.
-        Aspirin

-        Phenyl-butazone

-        Naproxen

-        Ibuprofen

-        Diclofenac

-        Piroxicam

-        Tenoxicam

-        Celecoxib

-        Lumiracoxib

·         Rencanakan pada klien tentang ·         Kelelahan dan keletihan dapat
periode istirahat adekuat dengan berbaring menurunkan minat untuk aktivitas sehari-
dalam posisi telentang selama kurang hari.
lebih 15 menit

2.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

·         Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan

klien mampu melakukan mobilitas fisik.

·         Kriteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu

melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.

Intervensi Rasional

·         Kaji tingkat kemampuan klien yang ·         Dasar untuk memberikan alternative
masih ada. dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.

·         Rencanakan tentang pemberian ·         Latihan akan meningkatkan


program latihan : pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi
darah
ü  Bantu klien jika diperlukan latihan

ü  Ajarkan klien tentang aktivitas hidup


sehari hari yang dapat dikerjakan

ü  Ajarkan pentingnya latihan.

·         Bantu kebutuhan untuk beradaptasi ·         Aktifitas hidup sehari-hari secara
dan melakukan aktivitas hidup sehari hari. mandiri

·         Peningkatan latihan fisik secara ·         Dengan latihan fisik :


adekuat :

ü  Dorong latihan dan hindari tekanan


pada tulang seperti berjalan ü  Masa otot lebih besar sehingga
memberikan perlindungan pada
ü  Instruksikan klien untuk latihan selama osteoporosis
kurang lebih 30menit dan selingi dengan
istirahat dengan berbaring selama 15 ü  Program latihan merangsang
menit pembentukan tulang

ü  Hindari latihan fleksi, membungkuk


tiba– tiba,dan penangkatan beban berat

ü  Gerakan menimbulkan kompresi vertical


dan fraktur vertebra.

3.      Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.

·         Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera

tidak terjadi

·         Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat

menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur

Intervensi Rasional

·         Ciptakan lingkungan yang nyaman : ·         Menciptakan lingkungan yang aman
dan mengurangi risiko terjadinya
kecelakaan.
ü  Tempatkan klien pada tempat tidur
rendah

ü  Amati lantai yang membahayakan klien

ü  Berikan penerangan yang cukup

ü  Tempatkan klien pada ruangan yang


tertutup dan mudah untuk diobservasi

ü  Ajarkan klien tentang pentingnya


menggunakan alat pengaman di ruangan.

·         Berikan dukungan ambulasi sesuai ·         Ambulasi yang dilakukan tergesa-
dengan kebutuhan : gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.

ü  Kaji kebutuhan untuk berjalan

ü  Konsultasi dengan ahli therapist

ü  Ajarkan klien untuk meminta bantuan


bila diperlukan

ü  Ajarkan klien untuk berjalan dan keluar


ruangan

·         Bantu klien untuk melakukan ·         Penarikan yang terlalu keras akan
aktivitas hidup sehari-hari secara hati-hati. menyebabkan terjadinya fraktur.

·         Ajarkan pada klien untuk berhenti ·         Pergerakan yang cepat akan lebih
secara perlahan, tidak naik tanggga, dan memudahkan terjadinya fraktur kompresi
mengangkat beban berat. vertebra pada klien osteoporosis.

·         Ajarkan pentingnya diet untuk ·         Diet kalsium dibutuhkan untuk
mencegah osteoporosis : mempertahankan kalsium serum,
mencegah bertambahnya kehilangan
ü  Rujuk klien pada ahli gizi tulang. Kelebihan kafein akan
ü  Ajarkan diet yang mengandung banyak meningkatkan kalsium dalam urine.
kalsium Alcohol akan meningkatkan asidosis yang
meningkatkan resorpsi tulang
ü  Ajarkan klien untuk mengurangi atau
berhenti menggunakan rokok atau kopi

·         Ajarkan tentang efek rokok ·         Rokok dapat meningkatkan


terhadap pemulihan tulang terjadinya asidosis

·         Observasi efek samping obat- ·         Obat-obatan seperti diuretic,


obatan yang digunakan fenotiazin dapat menyebabkan pusing,
megantuk, dan lemah yang merupakan
predisposisi klien untuk jatuh

4.      Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.

·         Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan

klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program

terapi.

·         Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu

menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang.

Intervensi Rasional

·         Kaji ulang proses penyakit dan ·         Memberikan dasar pengetahuan
harapan yang akan datang dimana klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.

·         Ajarkan pada klien tentang faktor- ·         Informasi yang diberikan akan
faktor yang mempengaruhi terjadinya membuat klien lebih memahami tentang
osteoporosis penyakitnya

·         Berikan pendidikan kepada klien ·         Suplemen kalsium ssering


mengenai efek samping penggunaan obat mengakibatkan nyeri lambung dan distensi
abdomen maka klien sebaiknya
mengkonsumsi kalsium bersama makanan
untuk mengurangi terjadinya efek samping
tersebut dan memperhatikan asupan cairan
yang memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Diagnosa Implementasi Evaluasi

1.      Nyeri berhubungan ·         Memantau tingkat nyeri S : Klien mengatakan


dengan dampak sekunder dari pada punggung, nyeri nyeri berkurang
fraktur vertebra, spasme otot, terlokalisasi atau menyebar
pada abdomen atau pinggang. O : Dapat melakukan
perawatan secara
deformitas tulang. Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri mandiri dan
berat. penanganannya
secara sederhana.
·         Mengajarkan pada
klien tentang alternative lain A : Masalah teratasi
untuk mengatasi dan sebagian
mengurangi rasa nyerinya.
P : Intervensi
·         Mengkaji obat-obatan dilanjutkan :
untuk mengatasi nyeri.
·         Pantau tingkat
-        Aspirin nyeri pada punggung,
nyeri terlokalisasi
-        Phenyl-butazone atau menyebar pada
-        Naproxen abdomen atau
pinggang. Skala nyeri
-        Ibuprofen 7-9 yaitu nyeri berat.

-        Diclofenac ·         Ajarkan pada


klien tentang
-        Piroxicam
alternative lain untuk
-        Tenoxicam mengatasi dan
mengurangi rasa
-        Celecoxib nyerinya.
-        Lumiracoxib ·         Kaji obat-
obatan untuk
·         Merencanakan pada
mengatasi nyeri.
klien tentang periode istirahat
adekuat dengan berbaring -        Aspirin
dalam posisi telentang selama
kurang lebih 15 menit -        Phenyl-
butazone

-        Naproxen

-        Ibuprofen

-        Diclofenac

-        Piroxicam

-        Tenoxicam

-        Celecoxib

-        Lumiracoxib
·         Rencanakan
pada klien tentang
periode istirahat
adekuat dengan
berbaring dalam
posisi telentang
selama kurang lebih
15 menit

2.      Hambatan mobilitas fisik ·         Mengkaji tingkat S : Klien mengatakan


berhubungan dengan disfungsi kemampuan klien yang masih sudah bisa
sekunder akibat perubahan ada. beraktivitas kembali
skeletal (kifosis), nyeri
sekunder atau fraktur baru. ·         Merencanakan tentang O : Dapat
pemberian program latihan : beraktivitas secara
mandiri
ü  Membantu klien jika
diperlukan latihan A : Masalah teratasi

ü  Mengajarkan klien tentang P : Intervensi


aktivitas hidup sehari hari dihentikan
yang dapat dikerjakan

ü  Mengajarkan pentingnya
latihan.

·         Membantu kebutuhan


untuk beradaptasi dan
melakukan aktivitas hidup
sehari hari.

·         Meningkatan latihan


fisik secara adekuat :

ü  Mendorong latihan dan


hindari tekanan pada tulang
seperti berjalan

ü  Menginstruksikan klien
untuk latihan selama kurang
lebih 30menit dan selingi
dengan istirahat dengan
berbaring selama 15 menit

ü  Menghindari latihan fleksi,


membungkuk tiba– tiba,dan
penangkatan beban berat

3.      Risiko cedera ·         Menciptakan S : Klien mengatakan


berhubungan dengan dampak lingkungan yang nyaman : sudah bisa
sekunder perubahan skeletal beraktivitas
dan ketidakseimbangan tubuh ü  Menempatkan klien pada
tempat tidur rendah O : Dapat
menghindari aktivitas
ü  Mengamati lantai yang yang mengakibatkan
membahayakan klien fraktur
ü  Memberikan penerangan A : Masalah teratasi
yang cukup
P : Intervensi
ü  Menempatkan klien pada dihentikan
ruangan yang tertutup dan
mudah untuk diobservasi

ü  Mengajarkan klien tentang


pentingnya menggunakan alat
pengaman di ruangan.

·         Memberikan dukungan


ambulasi sesuai dengan
kebutuhan :

ü  Mengkaji kebutuhan untuk


berjalan

ü  Mengkonsultasi dengan
ahli therapist

ü  Mengajarkan klien untuk


meminta bantuan bila
diperlukan

ü  Mengajarkan klien untuk


berjalan dan keluar ruangan

·         Membantu klien untuk


melakukan aktivitas hidup
sehari-hari secara hati-hati.

·         Mengajarkan pada


klien untuk berhenti secara
perlahan, tidak naik tanggga,
dan mengangkat beban berat.

·         Mengajarkan
pentingnya diet untuk
mencegah osteoporosis :

ü  Merujuk klien pada ahli


gizi

ü  Mengajarkan diet yang


mengandung banyak kalsium

ü  Mengajarkan klien untuk


mengurangi atau berhenti
menggunakan rokok atau kopi

·         Mengajarkan tentang


efek rokok terhadap
pemulihan tulang

·         Mengobservasi efek


samping obat-obatan yang
digunakan

4.      Kurangnya pengetahuan ·         Mengkaji ulang proses S : Klien mengatakan


mengenai proses osteoporosis penyakit dan harapan yang sudah memahami
dan program terapi yang akan datang tentang penyakit
berhubungan dengan kurang osteoporosis dan
informasi, salah persepsi. ·         Mengajarkan pada program terapi
klien tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi O : Pengetahuan
terjadinya osteoporosis klien jadi bertambah

·         Memberikan A : Masalah teratasi


pendidikan kepada klien
mengenai efek samping P : Intervensi
penggunaan obat dihentikan
BAB IV

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan
metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang memerlukan
perhatian khusus, terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990,
ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50%
dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai
akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 ).

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit
yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang (Tandra, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:

1.      Determinan Massa Tulang

2.      Determinan penurunan Massa Tulang

Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor
lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak
pernah melahirkan. Faktor lingkungan meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin
dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor
diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang,
peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang
maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan
penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi
penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.

Manifestasi osteoporosis :

1.      Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata

2.      Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3.      Nyeri timbul mendadak

Pemeriksaan Diagnostik

1.      Radiologis

2.      CT-Scan

Penatalaksanaannya dengan Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang
sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan
dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim
atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon
kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi
perlu diresepkan preparat kalsium(kalsium karbonat).

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis
dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada
pergelangan tangan.

Diagnosa yang timbul :

1.      Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot,
deformitas tulang.

2.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

3.      Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.

4.      Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.

B.     SARAN

Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet kaya kalsium dan
vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan
kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi
skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang
tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari.
Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium
(kalsium karbonat), sering berolahraga dan pola hidup sehat.

Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang
kelompok buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Corwn elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 3, Jakarta, EGC,  2002

Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000

Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit; alih bahasa,
Brahm U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.2001

R. Boedhi Darmojo, Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2000

http://lutfyaini.blogspot.com/2013/09/laporan-pendahuluan-dan-askep.html

Anda mungkin juga menyukai