Anda di halaman 1dari 15

MODUL 1

PERAWATAN KEBERSIHAN JALAN NAFAS AIRWAY BREATING


CIRCULATION

DOSEN PENGAMPU

Detiana,S.Kep,Ners,M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 1

Ade Irma Suryani (PO.7120519001)


Echa Hastuti (PO.7120519010)
Mayco Alan Sakti (PO.7120519018)
Ramadhanti (PO.7120519025)
Thiara Sani (PO.7120519031)

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG PRODI DIII KEPERAWATAN LAHAT

TAHUN AJARAN 2021-2022


MODUL 1

(PERAWATAN KEBERSIHAN JALAN NAFAS AIRWAY BREATING CIRCULATION)

a.PENGERTIAN

. Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau
obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten. Adapun tanda dan
gejala yang ditimbulkan seperti, batuk tidak efektif, sputum berlebih, suara napas mengi atau
wheezing dan ronkhi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga pengamatan look, listen and feel. Look
berarti melihat adanya gerakan pengembangan dada. Listen adalah mendengarkan suara
pernafasan. Seringkali suara mengorok dan bunyi gurgling (bunyi cairan) menandakan
adanya hambatan jalan nafas . feel adalah merasakan adanya hembusan udara saat klien
melakukan ekspirasi yang bisa kita rasakan pasa pipi maupun punggung tangan penolong.
(Airway)

Bila airway sudah baik belum tentu pernafasan akan baik, sehingga perlu selalu
dilakukan pemeriksaan apakah pernafasan penderita sudah adekuat atau belum. Inspeksi
frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan, adanya sesak nafas, palpasi
pengembangan paru, auskultasi adanya suara nafas tambahan, seperti ronchi, whezzing, kaji
adanya trauma pada dada yang dapat menyebabkan takipnea dan dyspnea.(Breathing)

Pengkajian tentang volume darah dan kardiak output serta adanya perdarahan. Status
hemodinamik, warna kulit, nadi serta produksi urin . Tanda-tanda adanya kehilangan cairan
(darah) dapat di ketahui dari pemeriksaan sederhana seperti nadi, tekanan darah dan
respirasi .Pada perdarahan ringan kurang dari 750 ml biasanya ditemukan tekanan darah
masih normal dan nadi lebih dari 100 kali per menit dan pernafasan meningkat 20 – 30 kali
per menit. Pada perdarahan sedang dan berat , Tekanan darah akan menurun disertai
peningkatan nadi dan respirasi lebih dari perdarahan ringan.(Circulation)
b.TUJUAN

RESUSITASI JANTUNG PARU

Konsep dan prinsip  Resusitasi jantung paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :

 primer yang Survei dapat dilakukan oleh setiap orang terdiri dari Airway ( jalan napas ),
breathing ( bantuan napas ), circulation ( Bantuan sirkulasi ).
 Survei sekunder : dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis dan merupakan lanjutan
survei primer.

Tujuan Resusitasi Jantung Paru adalah untuk mengadakan kembali pembagian


sirkulasi sementara sehingga memberikan waktu untuk pemulihan fungsi jantung dan paru
secara spontan..

Kapan Resusitasi dilakukan :  Infark jantung kecil yang mengakibatkan kematian


listrik  Hipoksia akut  Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan  Sengatan listrik 
Refleks vagal  Tenggelam dan kecelakaan lain yang masih memberi peluang hidup
Tanda kematian : rigor mortis

 Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit kronik dan akut yang
berat
 Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi
 Sebelumnya dengan fungsi vital yang sudah sangat jelek dengan terapi maksimal
 Bila menolong korban akan membahayakan penolong

Keteria Menghentikan RJP

o Kembalinya ventilasi dan sirkulasi spontan


o Penolong lelah
o Tanda kematian ireversibel

Komplikasi RJP

 Inflasi gaster
 Regurgitasi
 Mengurangi volume paru
 Fraktur iga dan sternum
 Pneumotoraks
 Hematothoraks
 Kontusio paru
 Laserasi hati dan limpa
 Emboli lemak

Mengelolah Pernapasan

Tujuan pembebasan jalan nafas.  Mampu mengenal dan membebaskan


sumbatan jalan napas tanpa alat  Mampu memelihara jalan napas tetap bebas
dan memberikan pernapasan buatan  Mampu mengelola jalan napas dengan
alat ( intubasi trakea, dll ) dan memberikan pernapasan buatan dengan alat
Untuk mengenali jalan napas bebas atau tidak dapat dilakukan dengan bicara
kepada pasien, pasien yang bicara dengan jelas tanda bahwa jalan napasnya
bebas.
Prioritas penanganan A – B – C bertujuan mencegah bahaya hipoksia otak
dan organ vital lainnya.

Penyebab Terjadi Sumbatan Jalan Napas

 Meningkatnya sekresi bronkial


 Edema Mukosa
 Bronkospasme
 Edema Paru
 Benda asing
 Kejang epilepsi
 Depresi susunan saraf pusat
 Aspirasi isi lambung
 Perdarahan Paru
 Pneumothoraks, trauma thoraks
 Barotrauma
Pembebasan Jalan Napas Tanpa Alat

Ada tiga gerakan dasar untuk membebaskan sumbatan jalan napas akibat lidah dan
bagian-bagian jalan napas lainnya yaitu : Heal Thil, Chin lief, Jaw Thrus

 Head Thilt Posisikan telapak tangan pada dahi sambil mendorong dahi ke belakang

 Chin lief Posisikan telapak tangan pada dahi sambil mendorong dahi ke belakang
pada posisi yang sama,ujung jari tangan yang lain mengangkat dagu . Jika ada kecurigaan
trauma leher jangan melakukan head thil

 Jaw Thrus Cari sudut siku rahang bawah ( angulus mandibula ) dengan jari telunjuk
dan jari lainnya. Kemudian jari-jari yang diletakan pada rahang bawah di belakang angulus
mendorong rahang bawah ke depan. Dengan kedua ibu jari, bukalah mulut mulut dengan
sedikit mendorong dagu, karena mulut kemudian membuka, cara ini baik untuk pasien
dengan sumbatan hidung, karena tulang leher tidak bantak bergerak, cara ini baik untuk
pasien cedera tulang leher. Pada cedera tulang belakang/ tulang leher, tindakan jaw thrust
harus dibantu seorang asisten untuk menahan kepala pada posisi netral.

Head Thilt- Chin Lief

Pembebasan Jalan Napas Dengan Bantuan AlatPP

Orofariengeal tube

Tahap-tahap memasukan pipa sbb :  Buka mulut pasien, periksa tidak ada benda
saing yang dapat terdorong masuk ke laring  Masukan pipa ke dalam mulut dengan
lengkungan cembung menghadap ke arah lidah sampai kira-kira lebih dari separuh panjang
pipa berada dalam rongga mulut kemudian pipa diputar 180° hingga bagian cembung
menghadap/menempel langit-langit ( palatum durum ). Jika pasien bereaksi, dengan gerak
agak muntah ( gag ) atau mengejan, pipa harus ditarik keluar.  Jika penempatan pipa dan
ukurannya tepat maka bagian datar di ujung pipa akan tepat berada diantara gigi-gigi pasien.
 Setelah pipa masuk, periksa dengan ” look, listen, feel ” apakah jalan napas sudah bebas.

Orofarengeal Tube

Nasofaringeal Tube

Pipa ini dimasukan melalui hidung sampai ujungnya berada di hypopharinx.

 Alat ini lebih fleksibel daripada pipa oropharyngeal sehingga dapat digunakan
pada pasien yang masih agak sadar, pasien dengan rahang terkatup, trismus ataupun
maxilofacial injuries

.  Sebaiknya jangan digunakan jika pasien mengalami keretakan/patah tulang dasar


tengkorak, karena ujungnya mungkin bergerak merusak dasar tengkorak.

 Cara memasang :  Periksa apakah lubang hidung bebas  Pipa diolesi pelicin 
Masukan pelan-pelan, bagian cekung menghadap ke arah kaki, dorong lurus kearah belakang
( arah anak telinga ) dan sedikit dipilin.  Bila pipa pada waktu dimasukan mengalami
hambatan ( terasa buntu ) maka pindah ke lubang yang lain.  Ujung pipa yang melengkung
ini pada akhirnya harus berada di pharynx di belakang pangkal lidah  Setelah pipa masuk,
periksa dengan ” look, listen, feel ” apakah jalan napas sudah bebas.
Nasofaringeal Tube

PPPPPP1616PPPPPPPP

Pernapasan Buatan

1616161616Bila airway sudah baik belum tentu pernafasan akan baik, sehingga perlu selalu
dilakukan pemeriksaan apakah pernafasan penderita sudah adekuat atau belum.

 Pada pasien yang didapati mengalami henti nafas, maka tindakan yang dilakukan adalah
melakukan pernafasan buatan

 Tindakan ini dapat dilakukan melalui mouth to mouth, mulut ke hidung, mulut ke stoma
( lubang yang dibuat pada tenggorokan ) dengan cara memberikan hembusan sebanyak 2 kali
hembusan waktu yang dibutuhkan dalam setiap kali hembusan 1,5-2 detik dan volume udara
yang dihembuskan adalah 700 – 1000 ml atau sampai pada dada korban terlihat
mengembang.

 Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai
volume yang cukup. Konsentrasi yang dapat diberikan 16-17 %

 Tindakan pemberian napas buatan secara langsung dari mulut ke mulut sudah tidak
dianjurkan karena beresio terjadinya infeksi atau penularan penyakit, karena itu penolong
harus menggunakan barrier device (alat perantara).

Kadang-kadang penolong enggan melakukan napas buatan mouth to mouth kepada pasien,

 alat bantu yang digunakan untuk mencegah kontak langsung antara pasien dan penolong
dan mengurangi resiko infeksi silang antara keduanya.

 Contoh, dengan pocket mask, penolong meniupkan udara melalui sungkup siletakan diatas
dan melingkupi mulut dan hidung pasien.

 Alat ini dapat dilengkapi katup agar udara ekhalasi pasien tidak kembali kearah penolong.

 Sungkup ini terbuat dari plastik transparan sehingga muntahan dan warna bibir pasien
terlihat.
Mouth To Mouth

Cara Pernapasan Buatan Mulut Kesungkup

Letakan pasien posisi terlentang, jika ada ganjal kepala dengan bantal tipis
Letakan sungkup pada wajah pasien dipegang dengan kedua ibu jari
Lakukan jaw thrust, tekan sungkup ke muka pasien agar rapat kemudian tiup melalui
lubang sungkup sampai dada terangkat
Hentikan tiupan dan amati turunnya dada
Jika ada oksigen, tambahkan melalui katup dengan aliran 10 lt/menit

Mulut Kesungkup

Kompresi Jantung Luar

Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi :

 Mulai pijat jantung/kompresi dengan teknik sbb :


 Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri
sehingga bertemu dengan tulang dada ( sternum )
 Dari pertemuan tulang iga ( tulang sternum ) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas.
Daerah tersebut merupakan tempat meletakan tangan penolong dalam memberikan
bantuan sirkulasi
 Tempatkan tumit tangan satunya diatas sternum tepat disamping kedua atau ketiga
jari. Itu adalah titik tumpu pijat jantung
 Tumit tangan satunya diletakan diatas tangan yang sudah berada tepat dititik pijat
jantung
 Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan
tenaga badan secara teratur sebanyak 15 kali dengan kedalaman penekanan 5 cm
 Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas 15:2 dan 5 : 1 untuk 1 ( satu ) penolong,
setiap 4 kali siklus/menit dengan kecepatan kompresi adalah 100 kali/menit,
kemudian dinilai apakah perlu dilakukan silus berikutnya
 Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60-80
mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung ( cardiac output )
hanya 25% dari curah jantung normal.

RJP
STANDAR OPERASIONAL RESUSITASI JATUNG PARU

1.Pengertian 1. Resusitasi jantung paru suatu sistem/metode untuk


mengatasi henti jantung dan/atau henti nafas.
2. Henti jantung adalah berhentinya kontraksi jantung
yang ditandai tak terabanya denyut jantung, denyut nadi
dan/atau denyut arteri karotis.
3. Henti nafas adalah berhentinya gerakan pernafasan dan
ditandai dengan tak terasanya hembusan nafas dari kedua
lubang hidung.
 

2.Tujuan Agar nyawa penderita henti jantung dan/atau henti paru segera
bisa diselamatkan dan tidak memberikan gejala sisa.

3.Kebijakan 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun


2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan.
4.Referensi DINKES,2016
5.Prosedur/Langkah 1. Periksa respon:
-Langkah  a) Petugas IGD RS NAMARS segera
memeriksa ada tidaknya cedera dan tentukan ada
respon atau tidak.
 b) Tepuk atau guncangkan secara halus, panggil
atau tanya.
 c) Bila diduga ada trauma kepala atau leher,
pasien tak boleh digerakkan kecuali bila benar-benar
diperlukan.
2. Aktifkan sistem pelayanan emergensi yang ada:
 Bila terjadi di luar RS :
a. panggil bantuan,
b. sebutkan jenis bantuan yang diperlukan,
c. lokasi korban,
d. nomor telpon yang digunakan,
e. apa yang terjadi,
f. jumlah orang yang memerlukan pertolongan,
g.kondisi korban, dan informasi lainnya.
3. AIRWAY (Jalan nafas):
Bila korban tak memberikan respon:
 a) petugas IGD RS NAMARS harus
menentukan apakah korban tersebut bernafas secara
adekuat.
 b) Letakkan korban pada posisi terlentang dan
jalan nafas terbuka.
 c) Posisi korban :
 i) Tempatkan korban pada posisi
terlentang, pada tempat yang keras dan datar.
 ii) Bila korban telungkup, balikkan
korban dalam satu kesatuan sehingga kepala,
bahu dan badan bergerak serentak hingga tak
ada yang terputar. Kepala dan leher harus berada
pada satu bidang, lengan berada di samping
badan.
 d) Posisi petugas/penolong:
Penolong harus berada pada sisi korban sehingga
memungkinkan melakukan bantuan nafas dan
kompresi dada.
 e) Buka jalan nafas:
 i) Bila korban tak berrespon/tak sadar
lakukan manuver ”head tilt-chin lift” untuk
membuka jalan nafas, dengan syarat pasien tak
ada bukti trauma kepala atau leher.
 ii) Bila dicurigai adanya trauma leher
lakukan manuver ”jaw- thrust”.
 iii) Bila ada benda asing yang terlihat
atau muntahan, segera keluarkan dari dalam
mulut dengan jari tangan yang memakai sarung
tangan. Benda yang keras dapat dikeluarkan
dengan jari telunjuk, sementara tangan yang lain
tetap mempertahankan lidah dan rahang.
4. Manuver ”head tilt-chin lift”:
 a) Letakkan satu tangan pada dahi korban,
tekan dengan telapak tangan hingga kepala
menjungkit ke belakang. Letakkan jari-jari tangan
yang sebelah lagi di bawah tulang rahang bawah
dekat dagu. Angkat rahang dan dagu ke depan.
 b) Jangan menekan bagian lunak di bawah dagu
dan jangan menggunakan ibu jari untuk mengangkat
dagu. Buka mulut sehingga memungkinkan
pernafasan spontan dan memungkinkan bantuan
nafas dari mulut ke mulut. Bila gigi korban goyah
atau ada gigi palsu, maka gigi tsb harus lepaskan.
5. Manuver ”jaw-thrust”:
Letakkan tangan penolong pada masing-masing sisi
kepala korban, letakkan siku penolong pada bidang
dimana korban berbaring. Raih sudut rahang bawah
korban dan angkat dengan ke dua tangan. Bila bibir
korban terkatup, regangkan atau buka dengan ibu jari ke
dua tangan.
6. BREATHING (Pernafasan):
 a) Periksa ada tidaknya nafas:
 i) Tempatkan telinga penolong dekat
mulut dan hidung korban sambil tetap membuka
jalan nafas. Sambil memperhatikan dada korban
lakukan:
(1) Look: lihat ada tidaknya pergerakan dada;
(2) Listen: dengar ada tidaknya hembusan nafas;
(3) Feel: rasakan adanya hembusan
 ii) Prosedur pemeriksaan ini tak boleh
lebih dari 10 detik.
 b) Tentukan ada/tidaknya dan adekuat/tidaknya
pernafasan.
 i) Bila korban tak berespon/tak sadar
dengan nafas normal, tak ada cedera tulang
belakang, posisikan penderita pada posisi
mantap, jaga jalan nafas terbuka.
 ii) Bila korban tak berespon dan tak
bernafas, lakukan bantuan nafas 2 kali. Bila tak
dapat dilakukan pemberian bantuan nafas awal,
atur ulang posisi kepala dan ulang lagi usaha
ventilasi.
 iii) Bila tetap tak berhasil memberikan
ventilasi hingga dada mengembang, tenaga
terlatih harus melakukan manuver untuk
mengatasi sumbatan jalan karena benda asing
(Heimlich manuver atau abdominal thrust/back
thrust).
 iv) Pastikan dada korban turun naik
pada tiap bantuan nafas yang diberikan.
 v) Periksa ada tidaknya tanda-tanda
sirkulasi.
7. CIRCULATION (Sirkulasi)
 a) Periksa ada tidaknya tanda-tanda sirkulasi;
 i) Setelah pemberian bantuan nafas
awal, periksa adanya pernafasan normal, k atau
gerakan dari korban sebagai respon terhadap
bantuan nafas yang diberikan. Sekaligus periksa
ada tidaknya nadi karotis jangan lebih dari 10
detik.
 ii) Periksa denyut nadi arteri karotis
adalah dengan mempertahankan posisi kepala
(head tilt) dengan satu tangan. Raba trakhea
dengan 2 atau 3 jari tangan yang lain, geser jari-
jari tersebut ke lateral sisi penolong hingga celah
antara trakhea dan otot.
 iii) Gunakan tekanan yang lembut saja
sehingga tidak menekan arterinya. Bila denyut
arteri karotis tak teraba lakukan kompresi dada.
 b) Kompresi dada:
 i) Jari penolong mencari arkus kosta
bagian bawah.
 ii) Ditelusuri ke atas hingga teraba
bagian terbawah sternum.
 iii) Taruh salah satu pangkal tangan
pada bagian separuh bawah sternum, dan taruh
tangan yang satu lagi di atas punggungn tangan
yang pertama, sehingga tangan dalam keadaan
paralel. Pastikan sumbu pangkal tangan tepat
pada sumbu sternum.
 iv) Jari-jari tangan dapat dibiarkan
terbuka atau saling mengunci satu sama lain
tetapi jangan menekan dada.
 v) Usahakan mendapatkan posisi yang
tepat di sternum dengan cara meletakkan
pangkal tangan penolong diantara ke dua papilla
mammae.
 vi) Lakukan kompresi yang efektif
dengan memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
 (1) Posisi siku tidak menekuk,
posisi lengan tegak lurus dengan dada
korban.
 (2) Tekan di tengah sternum.
 (3) Lepaskan tekanan hingga
dada kembali ke posisi normal agar darah
masuk ke dada dan jantung, posisi tangan
tetap menempel di sternum.
 (4) Lakukan 30 kali kompresi
dada, pastikan dada kembali ke posisi
semula diantara dua kompresi. Buka lagi
jalan nafas dan berikan lagi 2 kali bantuan
nafas, masing- masing 1 detik. Bila sudah
dilakukan intubasi kompresi dada dan
ventilasi dapat dilakukan kontinyu dan tidak
perlu sinkron.
8. REASSESSMENT:
 a) Evaluasi ulang korban, bila tetap tak ada
tanda-tanda sirkulasi ulangi RJP dengan dimulai dari
kompresi dada. Bila tanda-tada sirkulasi sudah
tampak, periksa pernafasan.
 b) Bila ada nafas, tempatkan dalam posisi
mantap dan awasi nafas dan sirkulasi.
 c) Bila tak ada nafas tapi ada tanda-tnda
sirkulasi, berikan bantuan nafas 10-12 kali/menit dan
awasi adanya tanda-tanda sirkulasi tiap menit.
 d) Bila tak ada tanda sirkulasi teruskan
kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30
kompresi 2 ventilasi.
 e) Berhenti dan periksa tanda-tanda sirkulasi
dan adanya pernafasan spontan tiap menit.
 i) Jangan berhenti RJP kecuali karena keadaan
khusus.
 j) Bila didapatkan adanya pernafasan yang
adekuat dan adanya tanda-tanda sirkulasi,
pertahankan jalan nafas tetap terbuka dan posisikan
dalam posisi mantap; dengan cara:
 i) Satu lutut difleksikan.
 ii) Satu lengan yang sepihak diletakkan
dibawah pantat, lengan yang lain difleksikan
didepan dada.
 iii) Pelan pelan diguligkan kearah yang
sepihak dengan lutut yang fleksi.
 iv) Kepala di ekstensikan, lengan yang
fleksi didepan dada diletakkan mengganjal
rahang bewah (agar tidak terguling ke depan )

FORMULIR UMPAN BALIK (FEEDBACK) KETERAMPILAN


BANTUAN HIDUP DASAR

Nama : ...........................................................................

NIM : ..............................................................................

N ASPEK KETERAMPILAN YANG DI NILAI FEEDBACK


O
1 Memeriksa/menentukan kesadaran pasien, dengan
memanggil namanya, menepuk bahu, dll
2 Berteriak minta tolong /aktivasi system emergensi
3 Posisi pasien harus tidur terlentang, dipertahankan pada
posisi horizontal dengan alas yang keras, dengan kedua
tangan di samping
4 Posisi penolong, berlutut sejajar di sampingkanan atau
kiri pasien
5 Memeriksa ada/tidaknya denyut jantung dengan
memeriksa denyut arteri karotis selama 10 detik
6 Bila tidak teraba lakukan initial kompresi jantung 30
kompresi
7 Menentukan titik tumpu, dengan meletakkan tangan
pertama pada tengah sternum bagian bawah
8 Meletakkan telapak tangan yang satunya di atas tangan
yang lain dengan jari-jari tidak boleh menempel pada di
dada
9 Melakukan pijat jantung luar dengan : Kedalaman
kompresi 5-6 cm Memberikan dada kesempatan untuk
recoil sempurna
10 Memberikan ventilasi sebanyak 2 kali, dengan terlebih
dahulu membuka jalan nafas (dengan head tilt dan chin
lift, atau jaw thrust) dan memastikan jalan nafas paten
11 Lakukan resusitasi jantung paru oleh 1 atau 2 penolong
dengan frekuensi 30 kompresi : 2 ventilasi selama 5
siklus dengan kecepatan kompresi 100-120 x
kompresi / menit (1 siklus = 30 kompresi dan 2
ventilasi)
12 Lakukan pemasangang AED sambil tetap dilakukan
kompresi jantung. Letakkan probe AED di apeks
jantung dan linea midclavicularis dextra di bawah
clavicula. Lakukan pemeriksaan dengan pemeriksaan
EKG dengan mesin AED dan lakukan sesuai perintah
AED tersebut.
13 Setelah 5 siklus, lakukan evaluasi nadi arteri carotis,
jika (+) lakukan evaluasi airway breathing dengan look
listen feel
14 Ventilasi dengan terpasang advanced airway (ETT) = 1
kali nafas tiap 6-8 detik (8-10x nafas/menit). Kompresi
tetap 100-120x/menit (hitungan terpisah, tidak ada
sinkronisasi antara kompresi dan ventilasi)
15 Jika pasien kembali nadi dan nafasnya, maka baringkan
pasien pada posisi mantap

ASPEK PROFESIONALISME

Anda mungkin juga menyukai