OLEH:
Shinta Pedia Dinanti 110100324
PEMBIMBING :
dr. Otman Siregar, Sp.OT(K)
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Osteoporosis.
Penulisan
makalah
ini
adalah
salah
satu
syarat
menyelesaikan
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................
2.3. Osteoporosis..................................................................................
2.3.1 Definisi.................................................................................
2.3.2 Epidemiologi........................................................................
2.3.3 Etiologi.................................................................................
2.3.4 Klasifikasi.............................................................................
2.3.5 Patogenesis........................................................................... 10
2.3.6 Gejala Klinis......................................................................... 14
2.3.7 Diagnosis.............................................................................. 15
2.3.8 Penatalaksanaan................................................................... 23
2.3.9 Pencegahan........................................................................... 27
BAB 3 KESIMPULAN................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang1,2
1.1.
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi
alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolism kalsium dan mineral,
dan organ hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis
yang selalu diperbarui melalui proses remodeling yang terdiri dari proses
resorpsi dan formasi. Dengan proses resorpsi, bagian tulang yang tua dan
rusak akan dibersihkan dan diganti oleh tulang yang baru melalui proses
formasi. Proses resorpsi dan formasi selalu berpasangan. Dalam keadaan
normal, massa tulang yang diresorpsi akan sama dengan massa tulang yan
diformasi, sehingga terjadi keseimbangan. Pada pasien osteoporosis, proses
resorpsi lebih aktif dibandingkan formasi, sehingga terjadi defisit massa tulang
dan tulang menjadi semakin tipis dan perforasi.
Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang ditandai
oleh menurunnya massa tulang,oleh karena berkurangnya matriks dan mineral
tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan
akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang
mudah patah. Menurunnya massa tulang dan memburuknya arsitektur jaringan
tulang ini, berhubungan erat dengan proses remodeling tulang yaitu terjadi
abnormalitas bone turnover. Pengobatan osteoporosis yang sudah lanjut
dengan komplikasi patah tulang merupakan hal yang sangat sulit, dan
memerlukan waktu lama dan biaya yang cukup besar. Jadi osteoporosis lebihlebih yang sudah terjadi komplikasi menimbulkan morbiditas dan mortalitas
yang cukup serius.
Osteoporosis dapat dijumpai diseluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara
berkembang. Di Amerika Serikat, osteoporosis menyerang 20-25 juta
penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post menopause dan lebih dari 505 penduduk
di atas umur 75-80 tahun. WHO menunjukkan bahwa diseluruh dunia ada
sekitar 200 juta orang yang menderita osteoporosis. Pada tahun 2050,
diperkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali lipat pada
wanita dan 3 kali lipat pada pria. Laporan WHO juga menunjukkan bah 50%
patah tulang adalah patah tulang pada paha atas yang dapat mengakibatkan
kecacatan seumur hidup dan kematian. Dibandingkan dengan masyarakat di
negara-negara Afrika, densistas tulang masyarakat Eropa dan Asia lebih
rendah, sehingga mudah sekali mengala osteoporosis. Hasil penelitian white
paper yang dilaksanakan bersama Perhimpunan Osteoporosis Indonesia tahun
2007, melaporkan bahwa proporsi penderita osteoporosis pada penduduk
berusia di atas 50 tahun adalah 32,3% pada wanita dan 28,8% pada pria.
Sedangkan data Sistem Informasi Rumah Sakit tahun 2010 menunjukkan
angka insiden patah tukang pada atas akibat osteoporosis adalah sekitar 200
atau 100.000 kasus pada usia 40 tahun.
Penanganan osteoporosis tidak hanya sekedar untuk menurunkan resorpsi
tulang atau meningkatkan densitas tulang, tetapi yang penting adalah
mencegah fraktur. Dahulu dianggap bahwa peningkatan densitas tulang sudah
cukup untuk mencegah terjadinya fraktur akibat osteoporosis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komposisi dan Struktur Tulang3
2.1.1 Komposisi Tulang
Tulang sebagian besar tersusun atas matriks kolagen yang
mengandung garam-garam mineral dan sel-sel tulang. Matriks terdiri atas
kolagen tipe II yang terdapat dalam substansi mukopolisakarida. Dalam
matriks terdapat pula sebagian kecil protein non-kolagen yang berbentuk
proteoglikan dan protein yang spesifik pada tulang, yaitu osteonektin yang
berfungsi dalam mineralisasi tulang serya osteokalsin (Gla Protein) yang
fungsinya belum diketahui dengan jelas. Osteokalsin diproduksi oleh
osteoblast dimana kinsentasi dari protein ini dapat digunakan untuk
mengukur aktivitas osteoblastik tulang. Matriks yang tidak mengandung
mineral tersebut osteoid dan terdapat sebagian lapisan yang tipis dimana
pembentukan aktif tulang baru terjadi.
a. Mineral Tulang
Hampir separuh dari volume tulang diisi oleh mineral tulang terutama
oleh kalsium dan fosfat dalam bentuk Kristal hidrosiapatit. Komponen
mineral ini berada pada osteoid dalam bentuk kalsifikasi, yang terletak
antara tulang dan osteoid.
b. Sel-sel Tulang
Sel-sel tulang terdiri atas:
1. Osteoblas
Osteoblas bertanggungjawab atas pembentukam tulang, terbentuk dari
sel-sel mesenkim lokal yang terbentuk sel kuboid pada permukaan
bebas
dari
trabekula
tulang
dan
system
Haversian
dimana
Struktur Tulang
Tulang imatur (woven bone) adalah tulang denga serapserat kolagen
yang tidak teratur baik dan sel-selnu\ya tidak mempunyai orientasi yang
khusus.
Tulang matur (lameral bone) adalah tulang denga serat kolagen yang
teratur, tersusun secara paralel membentuk lapisan yang multiple disebut
lamellae dengan sel osteosit diantar lapisa-lapisan tersebut. Tulang matur
terdiri dari dua struktur yang berbeda bentuknya, yaitu:
1. Tulang kortikal yang bersifat kompak
2. Tulang trabekuler yang bersifat spongiosa
2.1.3
Remodeling Tulang
Tulang baru dapat terbentuk dari dua cara yang berbeda, yaitu:
1. melalui osifikasi dan proliferasi tulang rawan yang disebut osifikasi
endokonral, terutama terlihat pada lempeng epifisi atau pada suatu
penyembuhan tulang.
2. Melalui osifikasi langsung pada jaringan lunak yang disebut osifikasi
mebranosa yang dapat terlihat pada pembentukan tulang subperiosteal
yang baru.
Epidemiologi2
Osteoporosis dapat dijumpai diseluruh dunia dan sampai saat ini
masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di
negara berkembang. Di Amerika Serikat, osteoporosis menyerang
paper
yang
dilaksanakan
bersama
2.3.3
Etiologi3
Osteoporosis merupakan hasil interaksi kompleks yang menahun
antara faktor genetic dan faktor lingkungan. Faktor-faktor risiko
terjadinya osteoporosis adalah:
1. Umur : lebih sering terjadi pada usia lanjut
2. Ras : kulit putih mempunyai risiko paling tinggi
3. Faktor keturunan : ditemukan riwayat keluarga dengan keropos
tulang
4. Adanya kerangka tubuh yang lemah dan scoliosis vertebra.
Keadaan ini terutama terjadi pada wanita antar umur 50-60 tahun
dengan densitas tulang yang rendah dan diatas umur 70 tahun
dengan BMI yang rendah
5. Aktivitas fisik yang kurang
6. Tidak pernah melahirkan
7. Menopause dini
Klasifikasi5,6
A. Osteoporosis Primer
Merupakan tipe osteoporosis yang paling banyak, dengan
penderita sekitar 95%. Osteoporosis primer, kemudian dibagi lagi
menjadi osteoporosis primer tipe 1 dan osteoporosis primer tipe 2.
1. Osteoporosis primer tipe 1 (post menopause) : Merupakan
tipe yang paling sering ditemukan, yang ditandai dengan
meningkatkan aktivitas remodeling tulang. Peningkatan
remodeling tulang ini, menyebabkan hilangnya kepadatan
tulang-tulang trabekular. Onset dari tipe 1 ini berkaitan dengan
kehilangan hormone estrogen, jadi secara tidak langsung,
penyakit tipe 1 ini lebih banyak di derita oleh wanita
dibandingkan dengan pria (6:1). Efek langsung dari hilangnya
kepadatan tulang trabekular adalah dapat menyebabkan tulang
menjadi lebih mudah fraktur. Fraktur tulang vertebra,
pergelangan tangan dan ankle adalah jenis fraktur yang paling
sering terjadi. Fraktur pada vertebra biasanya menyebabkan
aktivitas
dari
osteoblas
terganggu,
sehingga
Patogenesis7
Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting
pada pembentukan tulang yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas
berperan pada pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada
10
Penggabungan
pada
permukaan
osteoklas
tulang
11
12
13
meningkatkan
sekresi
hormon
paratiroid
dan
akan
intergritas
mekanisme
dan
struktur
tulang
Gejala Klinis8
a) Nyeri. Gejala awal tersering adalah nyeri pinggang tanpa tandatanda sebelumnya, biasanya nyeri ini timbul sesudah mengangkat
barang berat. Sifat nyeri tersebut tajam atau seperti terbakar,
yang bertambah hebat bila bergerak membungkuk, mengangkat
beban lebih berat, melompat, atau tanpa trauma sedikit pun.
Keadaan ini menunjukkan adanya fraktur kompresi pada korpus
vertebra. Vertebra yang paling sering terkena adalah T12 dan L1.
14
vertebra.
Kifosis : kelainan ini muncul sebagai gejala khas adanya
proses osteoporosis.
c) Fraktur. Fraktur patologis pada ekstremitas dapat menyebabkan
deformitas. Tempat yang paling sering terkena fraktur akibat dari
osteoporosis adalah colum femoris dan radius distalis yang
terjadi karena jatuh.
2.3.7
Diagnosis9,10,11,12,13,14,15
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang
dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan
pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu
dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu
berdasarkan
pengetahuan
tentang
penyakit
dan
dasar-dasar
15
pengetahuan
kedokterannya,
seorang
dokter
16
penunjang
yang
dapat
dilakukan
antara
lain,
17
kortikosteroid
dan
mempelajari
patogenesis
osteoporosis.
Pertanda tulang dapat memberikan gambaran proses remodelling
yang sedang terjadi. Pemeriksaan ini meliputi pertanda resorpsi
tulang (resorption bone marker) yang dilakukan oleh osteoklas dan
pertanda formasi tulang (formation bone marker) yang dilakukan
oleh osteoblas. Pemeriksaan pertanda tulang dapat dilakukan
terhadap bahan serum atau urin. Dilakukan pada usia >40 tahun,
sebelum diberikan terapi antiresorpsi oral (obat penghambat
penyerapan tulang) dan 3 bulan setelah terapi antiresorpsi oral, untuk
mengetahui keberhasilan pengobatan. Beberapa ahli menganjurkan
untuk memakai pertanda tulang sebagai cara untuk mengelola
osteoporosis dengan alasan: (i) dapat menilai proses remodeling dan
tingkat kecepatan hilangnya tulang; (ii) BMD tidak mampu
memprediksi risiko fraktur pada pengobatan osteopososis; (iii) dapat
menilai respons pengobatan dalam 36 bulan.
Pemeriksaan laboratorium (biokimia).
Pemeriksaan yang termasuk dalam pertanda formasi tulang
(formation bone maker) adalah :
1. Alkali phosphatase
Serum alkaline phosphatase (ALP) terdiri dari beberapa isoensim
yang terdapat pada banyak organ seperti hati, tulang, ginjal, usus dan
placenta. ALP hati dan tulang kadarnya tinggi dalam serum sehingga
banyak dipakai untuk menilai proses metabolisme tulang khususnya
menilai dan memantau aktivitas osteoblas dan untuk menilai
18
dalam
menilai
proses
pembentukan
tulang.
Metode
19
20
21
22
Penatalaksanaan16,17
Penatalaksanaan pada penderita osteoporosis dapat dilakukan secara
farmakalogik maupun secara nonfarmakologik. Secara farmakologik,
dapat diberikan obat-obatan sedangkan secara non-farmakologik
dapat dilakukan latihan untuk meningkatkan kekuatan, fleksibilitas,
maupun postur dari penderita osteoporosis.
23
Terapi non-farmakologik
1. Terapi fisik (physical therapy) : Terapi fisik difokuskan untuk
meningkatkan
keseimbangan
kekuatan,
dari
fleksibilitas,
pasien
untuk
postur
menghindari
tubuh
dan
terjatuh
dan
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
keseimbangan,
therapy
ini,
penderita
osteoporosis
diberikan
Vitamin D
Vitamin D merupakan suatu sekosteroid yang dibentuk di kulit dari
7-dehidrokolestrol di bawah pengaruh sinar ultraviolet matahari.
Vitamin ini juga terdapat di beberapa jenis makanan dan
ditambahkan dalam produk susu, keju, atau mentega. Bentuk alami
(vitamin D3, kolekalsiferol) dan yang berasal dari tumbuhan
(vitamin D2, ergokalsiferol) terdapat dalam makanan. Ergokalsiferol
berbeda dengan kolekalsiferol, karena mempunyai ikatan rangkap
pada C22-23 dam gugus metil pada rantai sampingnya. Meski
demikian perbedaan ini tidak menyebabkan perbedaan fisiologi.
Kalsitriol merupakan derivat 1,25-dihidroksi-vitamin D3, dan
sediaan ini lebih tepat disebut sebagai hormon (D hormone).
24
tetapi
hasil
beberapa
uji
klinik
masih
tetap
Bifosfonat
Dari banyak uji klinik, terbukti bahwa golongan obat bifosfonat
menduduki posisi penting dalam pencegahan dan terapi osteoporosis.
Golongan obat ini dikenal sebagai obat antiresorpsi karena secara
aktif menghambat resorpsi tulang, menghambat kerja dan juga
menyebabkan apoptosis osteoklas. Secara in vitro, telah dibuktikan
bahwa bifosfonat mempunyai efek anabolic pada osteoblas, ini
menyimpulkan bahwa selain menghambat osteoklas, bifostonat juga
merupakan promoter proliferasi dan maturasi osteoblas.
Farmakokinetik
25
Pada pemberian per oral, absorpsi obat golongan ini minim, dan
adanya makanan dalam lambung dapat menghambat absorpsi.
Karenanya harus diberikan pada pagi hari 30 menit sebelum makan
pagi dan ditelah dengan minimal segelas air putih. Setengah jam
setelah itu, pasien tidak boleh berbaring, karena dapat terjadi refluks
esofagitis.
Dosis
Untuk mencegah atau terapi osteoporosis, dan mengurangi resiko
fraktur, terutama pada pasca menopause, diberikan alendronat 70mg
1 kali seminggu, risedronat 35mg 1 kali seminggu, ibandronat
150mg 1 kali sebulan. Lama terapi tergantung peningkatan BMD
tulang, dapat bebrapa bulan sampai 1-2 tahun.
-
Kalsitonin
Kalsitonin merupakan hormone peptide dengan 32 asam amino yang
membentuk
rantai
tunggal
lurus.
Gugus
disulfide
yang
tidak
lagi
dianjurkan
untuk
pasien
osteoporosis
26
Estrogen
Digunakan sebagai terapi pada menopause atau HRT ( hormone
replacement therapy ) pada wanita pascamenopause. Penggunaan
HRT dari awal menopause memang dapat mencegah gejala yang
lebih serius seperti gangguan kalsifikasi tulang, osteoporosis yang
berisiko terjadinya fraktur meski hanya trauma ringan. Tetapi
penggunaan estrogen saja jangka panjang ( >5tahun ) berisiko kanker
endometrium, karenanya diberikan bersama progesterone. Dosis
yang diberkan 17- estradiol patch 100 g/hari, Estradiol valerat tab
2 mg, etinilestradiol tab 50g.
fraktur
vertebra
dan
menaikkan
BMD.
FDA
Pencegahan16
Pencegahan primer dimulai saat masih kecil, dengan mengkonsumsi
makanan yang memiliki kalsium yang cukup, vitamin D yang cukup
dan latihan atau berolahraga yang rutin. Selain itu, pencegahan
osteoporosis dapat dilakukan melalui perubahan gaya hidup, seperti
tidak lagi minum alcohol dan merokok, serta pencegahan dengan
obat-obatan,
seperti
mengkonsumsi
suplemen
kalsium
dan
27
BAB 3
KESIMPULAN
Osteoporosis atau keropos tulang adalah suatu penyakit tulang yang
ditandai dengan adanya penurunan masa tulang dan perubahan struktur pada
jaringan mikro arsitektur tulang.
Penegakan diagnosis pada penderita osteoporosis dilakukan (1) anamnesis
mengenai faktor risiko, (2) pemeriksaan fisik dengan melihat cara berjalan
pasien, nyeri tulang belakang, (3) pemeriksaan penunjang dapat dilakukan seperti
pemeriksaan bone marker density (BMD).
Penatalaksanaan pada penderita osteoporosis dapat dilakukan secara
farmakalogik maupun secara nonfarmakologik. Secara farmakologik, dapat
diberikan obat-obatan seperti Vitamin D, Bifosfonat, Kalsitonin sedangkan secara
non-farmakologik dapat dilakukan latihan untuk meningkatkan kekuatan,
fleksibilitas, maupun postur dari penderita osteoporosis.
Pencegahan primer dimulai saat masih kecil, dengan mengkonsumsi
makanan yang memiliki kalsium yang cukup, vitamin D yang cukup dan latihan
atau berolahraga yang rutin. Selain itu, pencegahan osteoporosis dapat dilakukan
melalui perubahan gaya hidup. Pencegahan dengan obat-obatan, seperti
mengkonsumsi suplemen kalsium.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiyohari, B. (2014) Struktur dan Metabolisme Tulang. In: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing, pp. 3423.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2015) Data dan Kondisi
Penyakit Osteoporosis di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi.
3. Rasjad, C. (2012) Kelainan Metabolik dan Endokrin Pada Tulang. In:
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yasrif Watampone, pp. 178-187.
4. Kawiyana, IKS. Osteoporosis Patogenesis Diagnosis dan Penanganan
Terkini. Jurnal Penyakit Dalam, 2009; 10: 157-170.
5. Stabler H, Catherine A. Osteoporosis : From Pathophysiology To
Treatment. America: American Association for Clinical Chemisty, Inc.,
2004.p.22-8.
6. Skinner, H. (2003) Osteoporosis. In: Current Diagnosis & Treatment in
Orthopaedics 3rd Edition. California: Appleton & Lange, pp. 1353-1355
7. Christian, H. Osteoporosis dan Pencegahannya. Fakultas Kedokteran
Unoversitas Kristen Krida Wacana, 2015.
8. Pujiastuti, SS. (2003) Fisioterapi Pada Osteoporosis. Jakarta: EGC, pp.
83-9.
9. Gleadle, J. (2007) Pengambilan anamnesis. In : At a Glance Anamnesis
dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga, pp. 1-17, 33-5.
10. Setiyohadi, B. (2010) Osteoporosis. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010. pp. 2650-8.
11. Blake GM, Fogelman, I. Application of Bone Densitometry For
Osteoporosis. Endocrineol Metabolism Clinics North America. 2008; 27:
267-88.
12. Jeannettee, SP. Evaluation and Assessment of Osteoporosis. American
Family Physician. 2003; 63: 897-904.
13. Panteghini, M., Pagani, F. Biological Variation in Bone-derived
Biochemical Markers in Serum. Clinical Laboratory Investigation 2004;
55: 60916.
14. Harr, RR. (2005). Pemeriksaan Laboratorium Klinis. Jakarta: EGC, pp.
145-8.
15. Patel, PR. (2005). Radiologi. Jakarta: Erlangga, pp. 207-9.
29
16. Kosmin,
DJ.
Osteoporosis.
Available
from: