Anda di halaman 1dari 48

ASKEP OSTEOPOROSIS

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu Ns. Yunita Palinggi S.Kep, M.Kep

KELOMPOK I

A.MUTMAINNAH (201728)

NUR FADILLAH (201757)

NURUL MAGFIRAH (201759)

FRANSISKA AYU AGAN (201742)

TAHUN AJARAN PERIODE 2022/2023


AKADEMI KEPERAWATAN FATIMAH PAREPARE
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pielonefritis

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi Ns. Yunita Palinggi
S.Kep, M.Kep, pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang asuhan keperawatan pielonefritis para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada  Ns. Yunita Palinggi S.Kep, M.Kep,


selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
penulis tekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Osteoporosis termasuk penyakit gangguan metabolisme, dimana tubuh tidak mampu


menyerap dan menggunakan bahan-bahan untuk proses pertulangan secara normal. Penulis
membuat judul karya tulis ini, karena lebih dari 50% masyarakat Indonesia terserang
osteoporosis atau kerapuhan tulang yang terutama usia manula.

Osteoporosis adalah salah satu masalah kesehatan di dunia. Pada orang yang menderita
penyakit ini, tulang menjadi tipis dan rapuh yang pada akhirnya bisa menyebabkan patah.
Penyakit ini ditandai hilangnya masa tulang, sehingga tulang menjadi mudah patah dan tidak
tahan tekanan dan benturan. Osteoporois memerlukan serangkaian tindakan untuk proses
terapinya. Berbagai pencegahan bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya pengeroposan
tulang.
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang harus mengetahui kondisi pasien, harus
mengetahui konsep dasar penyakit sekaligus mengetahui teori asuhan keperawatan pada
pasien osteoporosis. Makalah ini dibuat untuk membantu memahami konsep penyakait
osteoporosis dan sebagai gambaran dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional
dan tepat sesuai respon masing-masing individu

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa itu Osteoporosis?
1.2.2 Bagaimana konsep asuhan osteoporosis?
1.2.3 Bagaimana tinjauan kasus terhadap osteoporosis?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui apa itu Osteoporosis.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana konsep osteoporosis.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana proses perawatan pada osteoporosis.
BAB II

KONSEP MEDIK

2.1 DEFINISI OSTEOPOROSIS

Osteoporosis adalah kelainan metabolic tulang dimana terdapat penurunan massa tulang
tanpa disertai pada matriks tulang (Chairuddin Rasjad).

Osteoporosis alias pengeroposan tulang jika tidak disadari hanya akan dibiarkan saja oleh
penderitanya. Osteoporosis adalah salah satu dari penyakit yang tidak disadari oleh
penderitanya dan tiba-tiba malah menunjukkan gejala yang fatal dan mirip dengan kejutan.
Bagaimnapun, kebanyakan orang pada awalnya menganggap osteoporosis ini sebagai hal
biasa diusia tua namun sebenarnya yang terjadi adalah lebih buruk dari yang mereka pikirkan.
Oleh karena itu, penyesalan biasanya terjadi ketika penyakit osteoporosis sudah membuat
terjadinya patah tulang.

Ada dua jenis osteoporosis yang perlu kita ketahui, yang pertama adalah osteoporosis
primer yang disebabkan oleh kondisi pascamonopause pada wanita dan usia tua pada pria.
Sementara itu, osteoporosis yang disebabkan oleh faktor faktor lain seperti pola makan atau
gaya hidup yang salah. Selain kedua bentuk osteoporosis yang suda umum dikenal tersebut,
ada pula jenis osteoporosis juvenil yang terjadi pada anak-anak dan remaja. Sayangnya,
osteoporosis ini masih belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya.

.
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Tulang merupakan jaringan hidup yangxstrukturnya dapat berubah apabila mendapat


tekanan. Seperti jaringan ikat lain, tulangxterdiri darixsel-sel, serabut- serabut, dan matriks.
Tulang memiliki sifat yang keras, hal inixdikarenakanxmatriks ekstraselularnya
mengalamixkalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas tertentu, hal ini disebabkan karena
adanya serabut-serabut organik (Snell, 2012).

2.2.1 Anatomi

Menurut klasifikasi berdasarkan bentuknya tulang dibedakan menjadi 4, diantaranya


adalah :

 Tulang panjang
Tulang panjang merupakan tulang yang mempunyai panjang lebih besar dari pada
lebarnya dan di ujung-ujung tulang terdapat tulang spongiosa yang dikelilingi tulang
kompakta.

 Tulang pendek
Tulang pendek banyak terdapat di regio carpal diantaranya adalah os Schapoideum,
dan os lunatum. Pada tulang ini tersusun atas tulang spongiosa yang diliputi oleh
tulang kompakta.
 Tulang pipih
Scapula, os frontale, dan os parietale merupakan tulang jenis ini. Terdiri atas lapisan
tipis tulang kompakta yang disebut tabula dan dipisahkan oleh selaput tipis tulang
spongiosa yang dinamakan diploe.
 Tulang irregular
Tulang irregular merupakan tualng yang tersusun atas selapis tipis tulang kompakta
dan di dalamnya terdapat tulang spongiosa. Contoh tulang jeni ini adalah os cranial,
os vertebrae, dan os coxae.
 Tulang sesamoid
Tulang sesamoid adalah tulang kecil yang dijumpai pada daerah tendo- tendo
tertentu. Tulang sesamoid yang terbesar yaitu patella, yang ada pada tendo
musculus quadriceps femoris. Tulang sesamoid berfungsi merubah arah tarikan
tendo dan menguangi friksi pada tendo (Snell, 2012).

2.2.2 Fisiologi

Jaringan tulang akan mengalami remodelling yang berlangsung secara terus-

menerus. Proses tersebut adalah resorpsi dan formasi tulang, keduanya akan terjadi

secara bersamaan. Proses remodelling ini diperlukan agar tulang beradaptasi

terhadap gangguan mekanik serta perubahan faal tulang sehingga susunan matriks

tulang menjadi kokoh (Laily, 2011).

Integritas massa tulang dipengaruhi oleh keseimbangan antara proses formasi dan

resorpsi tulang. Berubahnya proses remodelling tulang akan membuat keseimbangan

proses penghancuran tulang dan pembentukan tulang terganggu. Proses ini adalah

dasar terjadinya hampir semua gangguan metabolisme tulang serta osteoporosis.

Proses remodelling tulang adalah hasil dari kerja dua jenis sel. Keduanya bekerja

secara berlawanan dan memegang peranan penting terhadap proses.

Tulang terdiri atas matriks organic keras yang sangat diperkuat dengan endapan

garam kalsium dan garam tulang.


1.    Matriks organik ini terdiri dari serat-serat kolagen dan medium gelatin
homogen yang disebut substansi dasar.  Substansi dasar ini terdiri atas cairan
ekstraseluler ditambah proteoglikan, khususnya kondroitin sulfat dan asam
hialuronat yang membantu mengatur pengendapan kalsium.
2.    Garam-garam tulang terutama terdiri dari kalsium dan fosfat.  Rumus garam
utamanya dikenal sebagai hidroksiapatit.
Tahap awal pembentukan tulang adalah sekresi kolagen (kolagen monomer) dan
substansi dasar oleh osteoblas.  Kolagen monomer dengan cepat membentuk
serat-serat kolagen dan jaringan akhir yang terbentuk adalah osteoid, yang akan
menjadi tempat di mana kalsium mengendap.  Sewaktu osteoid terbentuk,
beberapa osteoblas terperangkap dalam osteoid dan selanjutnya disebut osteosit.
Osteoblas dapat dijumpai di permukaan luar tulang dan dalam rongga
tulang.  Lawan dari osteoblas yang membentuk tulang adalah osteoklas yang
menyerap tulang dan mengikisnya.
Pada pertumbuhan tulang normal, kecepatan pengendapan dan absorpsi tulang
sama satu dengan lainnya, sehingga massa total dari tulang tetap
konstan.  Biasanya, osteoklas terdapat dalam massa yang sedikit tetapi pekat, dan
sekali massa osteoklas mulai terbentuk, maka osteoklas akan memakan tulang
dalam waktu 3 minggu dan membentuk terowongan.  Pada akhir waktu ini,
osteoklas akan menghilang dan terowongan itu akan ditempati
osteoblas.  Selanjutnya, mulai dibentuk tulang baru.  Pengendapan tulang ini
kemudian terus berlangsung selama beberapa bulan, dan tulang yang baru itu
diletakkan pada lapisan berikutnya dari lingkaran konsentris (lamella) pada
permukaan dalam rongga tersebut sampai pada akhirnya terowongan itu terisi
semua.  Pengendapan ini berhenti setelah ada pembuluh darah yang mendarahi
daerah tersebut.  Kanal yang dilewati pembuluh darah ini disebut kanal
harvers.  Setiap daerah tempat terjadinya tulang baru dengan cara seperti ini
disebut osteon.
Apabila mendapat beban yang berat, tulang akan menebal.  Selain itu, tulang akan
terus melakukan regenerasi kalau sudah mulai perlu diganti.  Kemampuan tulang
melakukan regenerasi akibat adanya absorpsi-pengendapan tulang.  Kecepatan
absorpsi-pengendapan tulang yang berlangsung cepat, misalnya pada anak-anak,
cenderung membuat tulang rapuh dibandingkan dengan absorpsi-pengendapan
tulang yang lambat.  Jadi, pada anak-anak akan terjadi regenerasi yang cepat
apabila ada kerusakan.

2.2.3 Kalsium
Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1100gr kalsium, dan 99%nya berada
dalam kerangka tubuh.  Kalsium dalam tulang terdiri Atas 2 tipe: cadangan yang
dapat ditukar dengan cepat, dan cadangan kalsium yang jauh lebih besar ddengan
proses penukaran yang lambat.  Ada 2 sistem homeostatik yang independen:
sistem yang mengatur Ca2+ plasma yang tiap harinya bergerak keluar masuk dari
cadangan yang mudah ditukar; dan sistem yang berperan dalam remodelling
tulang melalui resropsi dan deposisi tulang yang konstan.
Ada 2 tipe kalsium: plasma dan bebas.  Kalsium plasma ada yang terikat pada
protein (albumin dan globulin) dan ada juga yang berdifusi (berionisasi dan
berkompleks dengan HCO3-, sitrat, dst).  Kalsium bebas yang terionisasi dalam
cairan tubuh adalah perantara kedua dan diperlukan untuk pembekuan darah,
kontraksi otot, dan fungsi saraf.  Penurunan kadar Ca2+ dapat menyebabkan tetani
hipokalsemik yang ditandai dengan sejumlah besar spasme otot rangka, seperti
yang terjadi pada laringospasme dimana jalan napas akan tersumbat dan
menimbulkan asfiksia fatal.

Terdapat 3 hormon yang mengatur metabolisme kalsium, yaitu:

 1.    1,25-dihidroksikolikalsiferol yang merupakan hormon steroid yang dibentuk


dari vitamin D.  Reseptor 1,25-dihidrokolekalsiferol ditemukan di banyak jaringan
selain usus, ginjal, dan tulang.  Jaringan tersebut di antaranya adalah kulit,
limfosit, monosit, otot rangka dan jantung, payudara, dan kelenjar hipofisis
anterior.  Zat ini dapat mempermudah penyerapan Ca2+ dari usus, mempermudah
reasorbsi Ca2+ di ginjal, meningkatkan aktivitas sintetik osteoblas, dan diperlukan
untuk klasifikasi normal matriks.

 2.     hormon paratiroid (PTH) yang memobilisasi kalsium dari usus.  PTH


bekerja langsung pada tulang untuk meningkatkan resorpsi tulang, ekskresi fosfat
dalam urine dan memobilisasi Ca2+.
 3.    kalsitonin yang menurunkan kadar kalsium dengan cara menghambat
resorpsi tulang, dan menghambat aktivitas osteoklas secara in vitro.

 Ketiga hormon ini bekerja secara terpadu untuk mempetahankan kadar Ca2+
yang konstan dalam cairan tubuh.`

2.2.4 Mineralisasi dan Demineralisasi


Mineralisasi tulang merupakan proses penempatan kalsium ke dalam jaringan
tulang. Sedangkan demineralisasi merupakan proses yang antagonis dengan
mineralisasi yaitu proses pengambilan kalsium dari jaringan tulang.
Selama hidup, tulang secara terus-menerus diresobsi dan dibentuk tulang baru.
Kalsium dalam tulang mengalami pergantian dengan kecepatan 100% per tahun
pada bayi dan 18% per tahun pada orang dewasa. Remodeling tulang ini, sebagian
bessar adalah proses local yang berlangsung di daerah yang terbatas oleh populasi
sel yang disebut unit  remodeling tulang.
Tulang mempertahankan bentuk eksternalnya selama masa pertumbuhan akibat
proses remodeling konstan, disertai proses pengerasan tulang oleh osteoblas
(mineralisasi) dan pada proses resoprsi oleh osteoklas (demineralisasi) yang
terjadi pada permukaan dan di dalam tulang. Osteoklas membuat terowongan ke
dalam tulang korteks yang diikuti oleh osteoblas, sedangkan remodeling tulang
trabekular terjadi di permukaan trabekular. Pada kerangka manusia, setiap saat
sekitar 5% tulang mengalami remodeling oleh sekitar 2 juta unit remodeling
tulang. Kecepatan pembaruan untuk tulang adalah sekitar 4% per tahun untuk
tulang kompak dan 20% per tahun untuk tulang trabekular.
2.3 ETIOLOGI

Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu :


 Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan
meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause.

Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada
wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah
beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan
mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang
dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut
coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan
aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20
minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per
tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang
menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption –
Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang
yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya
aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah
faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon
pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling
adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling
tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.

 Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.


Gangguan metabolisme kalsium dan fosfat dapat dapat terjadi karena kurangnya asupan
kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium untuk remaja dewasa muda
1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca menopause 1000 – 1500mgmg, sdangkan pada
lansia tidak terbatas walaupun secara normal pada lansia dibutuhkan 300-500mg. oleh
karena pada lansia asupan kalsium kurang dan ekskresi kalsium yang lebih cepat dari
ginjal ke urin, menyebabkan lemahnya penyerapan kalsium. Selain itu, ada pula factor
risiko yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit osteoporosis yaitu :
Faktor resiko yang tidak dapat diubah :

 usia, lebih sering terjadi pada lansia


 Jenis kelamin, tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria.
Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh factor hormonal dan rangka tulang
yang lebih kecil
 Ras, kulit putih mempunyai risiko paling tinggi
 Riwayat keluarga/keturunan, pada keluarga yang mempunyai riwayat
osteoporosis, anak-anak yang dilahirkan juga cenderung mempunyai penyakit
yang sama.
 Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh yang lemah dan scoliosis
vertebramenyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutam trejadi pada wanita
antara usia 50-60tahundengan densitas tulang yang rendah dan diatas usia
70tahun dengan BMI yang rendah.

Factor risiko yang dapat diubah :

 Merokok
 Defisisensi vitamin dan gizi (antara lain protein), kandungan garam pada
makanan, peminum alcohol dan kopi yang berat. Nikotin dalam rokok
menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsiumdari darah ke tulang
sehingga pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi melemah. Mengkonsumsi
kopi lebih dari 3 cangkir perhari menyebabkan tubuh selalu ingin berkemih.
Keadaan tersebut menyebabkan banyak kalsium terbuang bersama air kencing.
 Gaya hidup, aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan
penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi resorspi tulang. Beban
fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang.
 Gangguan makan (anoreksia nervosa)
 Menopause dini, menurunnya kadar estrogen menyebabkan resorpsi tulang
menjadi lebih cepat sehingga akan terjadi penurunan massa tulang yang banyak.
 Penggunaan obat-obatan tertentu seperti diuretic, glukokortikoid, antikonvulsan,
hormone tiroid berlebihan, dan kortikosteroid.
2.3.1 Osteoporosis Primer
Osteoporosis Primer adalah kelainan metabolic tulang dimana terdapat penurunan
massa tulang tanpa disertai pada matriks tulang (Chairuddin Rasjad).
Osteoporosis alias pengeroposan tulang jika tidak disadari hanya akan dibiarkan
saja oleh penderitanya. Osteoporosis adalah salah satu dari penyakit yang tidak
disadari oleh penderitanya dan tiba-tiba malah menunjukkan gejala yang fatal dan
mirip dengan kejutan. Bagaimnapun, kebanyakan orang pada awalnya
menganggap osteoporosis ini sebagai hal biasa diusia tua namun sebenarnya yang
terjadi adalah lebih buruk dari yang mereka pikirkan. Oleh karena itu, penyesalan
biasanya terjadi ketika penyakit osteoporosis sudah membuat terjadinya patah
tulang.
Ada dua jenis osteoporosis yang perlu kita ketahui, yang pertama adalah
osteoporosis primer yang disebabkan oleh kondisi pascamonopause pada wanita
dan usi tua pada pria. Sementara itu, osteoporosis yang disebabkan oleh faktor
faktor lain seperti pola makan atau gaya hidup yang salah. Selain kedua bentuk
osteoporosis yang suda umum dikenal tersebut, ada pula jenis osteoporosis juvenil
yang terjadi pada anak-anak dan remaja. Sayangnya, osteoporosis ini masih belum
diketahui apa yang menjadi penyebabnya.

2.3.2 Osteoporosis Sekunder


Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit tertentu, gangguan hormonal,
dan juga kesalahan pada gaya hidup seperti konsumsi alkohol secara berlebihan,
rokok, cafein, dan kurangnya aktifitas fisik. Berbeda dengan osteoporosis primer
yang terjadi karena faktor usia, osteoporosis sekunder bisa saja terjadi pada orang
yang masih berusia muda. Jadi, perhatian pada penyakit ini sebaiknya tidak hanya
difokuskan pada orang tua saja. Orang yang masih muda pun bisa terkena
osteoporosis.
Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut dan malah
melakukan gaya hidup yang bisa meningkatkan faktor resiko terkena osteoporosis.
Bukan hanya ia lebih rentan terkena osteoporosis di saat usia tua, ada
kemungkinan pula ia terserang diusia muda. Osteoporosis sekunder yang
berkaitan dengan penyakit juga ditemukan pada orang yang mengidap penyakit
cushing disease (kelainan hormon karena tingginya kortisol dalam darah),
hipertiroid (kelebihan hormon tiroid), hiperparatiroid, gangguan ginjal kronis,
anoreksia nervosa, dan beberapa penyakit lainnya.

2.3.3 Osteoporosis Juvenil Idopatik pada Anak


Ada kalanya osteoporosis terjadi pada anak-anak atau orang dewasan yang
usianya masih muda. Biasanya penyebab osteoporosis jenis ini berkaitan dengan
osteoporosis sekunder.
Meskipun begitu, adapula osteoporosis pada anak dan remaja yang belum
diketahui penyebabnya. Osteoporosis ini desebut sebagai osteoporosis Juvenil
Idopatik termasuk sedikit dan jarang ditemukan.
Sampai sekarang belum diketahui apa yang bisa menyembuhkan penyakit ini.
Obat-obatan dan terapi yng diberikan biasanya hanya cocok untuk orang dewasa
atau sudah tua. Selain itu, merekapun harus menghindari aktivitas fisik yang
mampu membuat tulang mereka retak. Bantuan seperti tongkat penyangga kadang
dibutuhkan oleh anak-anak ini.
2.3.4 Osteoporosis Imperfecta

Osteoporosis imperfecta termasuk osteoporosis yang jarang terjadi sama


seperti osteoporosis juvenil. Penyebabnya adalah adanya ketidaknormalan pada
kualitas dan jumlah kolagen pada tulang.  Ketidaknormalan ini disebabkan
kelainan genetik. Cukup banyak penderitanya yang memiliki riwayat keluarga
dengan Osteoporosis imperfecta. Tubuh penderita termasuk kecil dan giginya
juga rapuh (disebut dengan dentinogenesis imperfecta).

Adakalanya osteoporosis ini membuat anak yang baru memasuki usia remaja
jadi kehilangan pendengarannya. Sklera (bagian mata yang berwarna
putih)mata penderita biasanya berwarna biru atau abu-abu atau paling tidak ada
di keluarganya yang memiliki sklera seperti itu. Untuk membedakan antara
osteoporosis yang terjadi pada anak, dilakukanlah tes genetik.
2.4 PATOFISIOLOGI
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak
mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis
mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah
daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang yang mendapat tekanan
(tulang vertebra dan kolumna femoris) (ode, 2012).
Pada tulang yang normal, kecepatan pembentukan dan resorpsi tulang bersifat konstan
pergantian segera disertai resorpsi, dan jumlah tulang yang digantikan sama dengan
jumlah tulang yang diresorpsi. Osteoporosis terjadi kalau siklus remodeling tersebut
terganggu dan pembentukan tulang yang baru menurun hingga dibawah resorpsi tulang.
Kalau tulang diresorpsi lebih cepat daripada pembentukanya, maka kepadatan atau
densitas tulang tersebut akan menurun (Kowalak, 2003)
Pada wanita menopause tingkat esterogen turun sehingga siklus remodeling tulang
berubah dan pengurangan jaringan tulang dimulai karena salah satu fungsi esterogen
adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal, sehingga ketika
esterogen turun, tingkat resorbsi tulang menjadi lebih tinggi dari pada formasi tulang
yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang (Lane, 2001 dalam Mu’minin, 2013).
2.5 PATHWAY

2.6 MANIFESTASI KLINIS


 Gejala beragam berdasarkan tingkat keparahan infeksi, biasanya bersifat unilateral
pada orang dewasa
 Nyeri di dalam dan sekitar telinga (otalgia) mungkin intens dan hanya akan reda
setelah perforasi spontan gendang telinga atau setelah miringitomi
 Demam; drainase dari telinga, kehilangan pendengaran
 Membran timpani mengalami eritema dan sering kali menonjol
 Kehilangan pendengaran konduktif disebabkan oleh eksudat di dalam telinga
tengah
 Bahka jika kondisi menjadi subakut (3 minggu sampai 3 bulan) disertai dengan
rebas purulen, ketulian permanen jarang terjadi.
2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Brunner & Suddart, Keperawatan medikal bedah 2014
 Diet kaya kalsium dan vitamin D yang adekuat dan seimbang.
 Tingkatkan asupan kalsium selama masa remaja, dewasa muda,  dan pertengahan, 
atau resepkan suplemen kalsium yang diberikan bersama makanan, atau minuman
ringan kaya vitamin C.
 Latihan menahan bobot tubuh secara teratur untuk meningkatkan pembentukan
tulang ( 20 sampai 30 menit olahraga aerobik 3 hari/minggu).
 Obat lain: bifosfonat alendronat (fosamax), risedronat (Actonel), Ibandronat
(Boniva), dan asam zoledronat (Reclast); kalsitonin (Miacalcin); modulator
reseptor estrogen selektif (SERM) seperti raloksifen (Evista); teriparatid (Forteo)

Menurut Nanda NIC NOC 2015

 Fraktur kompresi osteoporosis pada vertebra ditangani secara konservatif.


Pasien yang tidak berespond pada pendekatan ini pertama untuk terapi fraktur
kompresi vertebra dapat dipertimbangkan untuk menjalani vertebroplasti perkutan
atau kifoplasti (injeksi semen tulang polimetilmetakrilat kedalam vertebra yang
mengalami fraktur, dilanjutkan dengan inflasi/pengembangan balon tekanan untuk
mengembalikan bentuk vertebra yang terganggu).
 Dengan terapi antibiotik spektrum luas sejak dini dan tepat, otitis media dapat
hilang tanpa menyisakan sekuela yang serius. Jika terdapat drainase, sediaan
antibiotik otik dapat diresepkan
 Hasil akhir bergantung pada efektivitas terapi (dosis antibiotik oral yang
diresepkan dan durasi terapi), virulensi bakteria, dan status fisik pasien.

Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup,  dengan
peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan, dapat melindungi
terhadap demineralisasi skeletal.  Terdiri atas 3 gelas Vitamin D susu skim atau susu
penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis. keju Swis, brokoli kukus, salmon
kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi
perlu di resepkan preparat kalsium (kalsium karbonat).

 Pada menopause,  terapi penggantian hormon (HRT = hormone replacement therapy)


dengan estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang
dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Wanita yang telah menjalani
pengangkatan ovarium atau telah menjalani menopause prematur dapat mengalami
osteoporosis pada usia yang cukup muda; penggantian hormon perlu dipikirkan pada
pasien ini. Estrogen menurunkan resorpsi  tulang tapi tidak meningkatkan massa
tulang. Penggunaan hormon dalam jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen tak akan
mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan pasti. Terapi estrogen sering
dihubungkan dengan sedikit peningkatan insidensi kanker payudara dan endometrial.
Maka selama HRT pasien harus diperiksa payudaranya tiap bulan dan diperiksa
panggulnya,  termasuk usapan papanicolaou dan biopsi endometrial  (bila ada indikasi),
sekali atau dua kali setahun.

 Obat-obatan lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk


kalsitonin, natrium flourida,  dan Natrium etidronat.  Kalsitonin secara primer menekan
kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intramuskular.  Efek
samping (mis: gangguan gastrointestinal,  aliran panas,  frekuensi urin)  biasanya ringan
dan hanya kadang-kadang dialami. Natrium florida  memperbaiki aktivitas osteoblastik
dan pembentukan tulang;  namun,  kualitas tulang yang baru masih dalam
pengkajian. Natrium etidronate,  yang menghalangi resorpsi tulang osteoklastik,  sedang
dalam  penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai terapi osteoporosis.

2.8 KOMPLIKASI
 Perforasi membran timpani dapat menetap dan berlanjut menjadi otitis media
kronis
 Komplikasi sekunder mencakup mastoid (mastoiditis), meningitis, atau abses otak
(jarang)

Salah satu komplikasi dari osteoporosis adalah patah tulang. Patah tulang dapat menyebabkan
nyeri, gangguan dalam bergerak, dan penurunan produktivitas. Patah tulang belakang akan
menyebabkan nyeri punggung, postur tubuh bungkuk, dan tinggi badan yang berkurang.

Khusus untuk wanita yang sudah menopause atau yang sudah berusia lanjut, pencegahan bisa
dilakukan dengan melakukan kontrol rutin ke dokter. Bila perlu, dokter akan menyarankan
terapi penggantian hormon untuk mencegah osteoporosis
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan secara formal dan non formal. Pengkajian secara formal
dilakukan saat perawat melakukan wawancara secara terstruktur dengan pasien. Sementara
pengkjian secara informal dapat di lakukan bersamaan dengan pengkajian formal. Data ini
didapatkan saat perawat melihat kondisi umum pasien,pendapat subjek pasien saat perawat
bertanya, kondisi emosional pasien,dan hal-hal lain yang dapat dilihat perawat selama proses
pengkajian berlangsung.
Menurut American nurses Association (ANA),ada beberapa hal yang perlu di
perhatikan dalam melakukan pengkajian keperawatan,yaitu sebagai berikut (Delaune
dkk,2002)
 Pengkajian harus relavan dengan kebutuhan pasien
 Dikumpulkan dari berbagai macam sumber
 Dikumpulkan dengan teknik yang baik
 Disusun secara simetris Didokumentasikan dalam format yang baik dan benar

Pengkajian data secara sistematis

Perawat yang mengumpulkan data harus kuat secara kognitif,mempunyai hubungan


interpersonall yang lebih baik,dan teknik komunikasi yang baik supaya dapa yang di
dapatkan sesuai dan bisa digunakan selama proses keperawatan berlangsung proses ini
biasanya berlangsung sejak perawat melakukan kontak pertama kali dengan klien.jika
klien pernah datang ketempat pelayanan kesehatan tersebut,sebaiknya perawat membaca
rekam medis terdahulu milik klien. Pengumpulan data ini didapatkan melalui
wawancara,observasi,dan pemeriksaan langsung
3.2 Penetapan diagnosis
Penetapan diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses
keperawatan.Diagnosa keperawatan juga merupakan penilaian klinis terhadap penilain
individu. Keluarga,atau komunitas (agregat) baik yang bersifat aktual,risiko,atau mash
merupakan gejala. Penilaian ini didasarkan pada hasil nliaia data pengkajian dengan cara
berpikir kritis.Diagnosiskeperawatan dibuat untuk mengefektifikan komunikas antara tim
kesehatan tentang kebutuhan medis klien.
Diagnosis adalah ilmu yang mengidentifikasi masalah atau kondisi.Meskipun terutama
sering di hubungkan dengan dokter,istilah ini juga digunakan oleh profesi lain, misalnya
perawat,pengacara,pekerja sosial,mekanik dan guru. Menurut North American Nursing
Diagnosis Association (1994) dalam delaune dkk.,(2002) diagnosis keperawatan adalah
penilaian klinis terhadap tehadap individu,keluarga,atau komunitas tentang respons terhadap
masalah kesehatan yang bersifat aktual atau potensial . Diagnosis keperawatan memberikan
panduan untuk memilih intervensi keperawatan supaya bisa mencapai kriteria hasil yang
ditetapkan dan menjamin akuntabilitas perawat.

3.3 Pembuatan kriteria hasil dan perencanaan


Pembuatan kriteria hasil dan perencanaan tindakan adalah tahap ke 3 dari proses
keperawatan. Setelah perawat mengkaji kondisi klien dan menetapkan diagnosis
keperawatan,perawat perlu membuat rencana tindakan dan tolok ukur yang akan digunakan
untuk mengevaluasi perkembangan klien. Ada empat elemen penting ang harus diperhatikan
saat membuat perencenaan keperawatan (DELAUNE DKK,2002).
 Membuat prioritas
 Menettapkan tujuan dan membuat kriteria hasilnya
 Merencanakan intervensi keperawatan yang akan di berikan (termasuk tindakan mandiri
dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya)
 Pendokumentasian

Perencanaan keperawatan sebaiknya memenuhi persyaratan berikut ini(Delaune dkk,


2002)
 Bersifat individual ,bergantung pada kebutuhan dan kondisi klien
 Bisa dikembangkan bersama-sama dengan klien , tenaga kesehatan lain atau orang yang
ada di sekitar klien
 Harus terdokumentasi
 Berkelanjutan

Kriteria hasil yang dibuat untuk menjadi tolok ukur tindakan yang sudah dilakukan harus
berdasarkan hal-hal berikut (Dlaune dkk,2002)
 Didasarkan pada diagnosis keperawatan
 Didokumentasikan dengan kata serta bisa di ukur
 Realistis dan bisa di capai(ada batas waktunya)
 Bisa di lakukan dan dikembangkan oleh klien dan tenaga kesehatan
 Mencerminkan tndakankeperawatan yang di lakukan dan di observasi oleh perawat.
Ada dua macam tujuan tindakan keperawatan,yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang.Tujuan jangka pendek berfokus pada etiologi, sedangkan tujun jangka
panjang berfokus ppada problem atau masalah klien .Perencanaan tindakan keperawatan
adalah tulisan yang di buat dan digunakan sebagai panduan saat melakukan tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah yang muncul
3.4 Implementasi
Implementasi adalah tahap ke empat dari proses keperawatan. Tahap in muncul jika
eperencanaan di buat di aplikasikan pada klien. Tindakan yang di lakukan mungkin
sama,mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi
yang di lakukan pada klien akan berbedaa,disesuaikan pada kondisi klien saat itu dan
kebutuhan yang paling di rasakan oleh klien
Implementasi keperawatan membutuhkan flesibilitas dan kreatifitas perawat. Sebelum
melakukan suatu tindakan ,perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut
harus dilakukan. Perawat harus yakin bahwa: (1) Tindakan keperawatan yang di lakukan
sesuai dengan tindakan yang sudah di rancanakan (2) Dilakukan dengan cara yang
tepat,aman serta sesuai dengan kondisi klien; (3) selalu dievaluasi apakah sudah efektif;
dan (4) Selalu di dokumentasikan menurut urutan waktu (Doenges dkk,2006).
Aktifitas yang dilakukan pada tahap implementasi (Delaune dkk, 2002)Sebagai berikut.
 Pengkajian lanjutan
 Membuat priotitas
 Menghitung alokasi tenaga
 Memulain intervensi keperawatan
 Mendokumentasikan tindakan dan respon klien terhadap tindakan yang telah
dilakukan

Intervens keperawatan meliputi hal-hal sebagai berikut (Dlaune dkk,2002)

 Membantu kegiatan hari klien (activity daily living)


 Melakukan intervensi keperawatan yang membutuhkan kemampuan
khusus(intervensi terapeutik)
 Memonitor dan mengukur keberhasilan tindakan
 Edukasi
 Membuat panduan klien yang akan pulang
 Melakukan supervisi dan koordinasi anatar tenaga perawat
3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap ke lima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah di
tetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya,hanya
sebagiian,atau bahkan belum teratasi semuanya.Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan
yaitu suatu proses yang di gunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk
mengetahui : (1) kesesuaian tindakan keperawatan, (2) perbaikan tindakan keperawatan (3)
kebutuhan klien saat ini , (4) Perlunya di rujuk pada tempat kesehatan lain,dan (5) apakah
perlu menyusun ulng prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi (Doenges
dkk,2006). Selain digunnakan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan evaluasi juga digunakan untuk memeriksa semua proses keperawatan.
BAB IV

TINJAUAN KASUS
4.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Ny “S”
Umur : 58 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Jendral Sudirman
Status : Kawin
Suku : Bugis
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Ruang : Melati
Diagnosa Medis:

b. Penanggung jawab

Nama : Tn “K”

Umur : 60 thn

Hubungan : Suami

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pengusaha

Alamat : Jl. Jendral sudirman


4.2 Riwayat Kesehatan Pasien Saat Pasien

 Keluhan pasien yang utama

Pasien mengeluh nyeri pada sendi yang dirasakanya.

 Keluhan tambahan saat dikaji

Pasien menyatakan mengalami penurunan TB sebanyak 3cm dari 165 ke 162 dan penurunan
BB sebanyak 2kg dari 52kg ke 50kg.Pasien menyatakan nyeri timbul ketika berjalan.

 Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh nyeri pada sendi yang dirasakanya.sejak 3 bulan yang lalu,rasa ngilu sudah
dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu. Pasien tidak memperdulikannya. Klien mengalami
menopause sejak 6 tahun lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia muda
dan tidak menyukai makanan laut.Klien beranggapan bahwa keluhan yang dirasakanya kare
usianya yang bertambah tua. Pasien saat ini dipasangi infuse RL pada vena cephalica tangan
kanan

 Riwayat penyakit yang lau

Pasien menyatakan tidak memiliki riwayat penyakit DM dan hipertensi

 Alergi

 Kesehatan keluarga
Keluarga pasien menyatakan tidak ada yang memiliki penyakit seperti yang diderita pasien.

Perempuan

Lelaki

Meninggal

Pasien
4.3 Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola pemeliharaan kesehatan

1. Sebelum sakit
Pasien mengatakan kesehatan umum kurang membaik. Pasien mengatakan tidak
mampu melakukan Perawatan secara mandiri di karenakan pasien selalu merasakan
ngilu pada sendi saat berjalan. Pasien mengatakan kurang memperdulikan kesehatan,
pasien mengatakan tidak mengetahui penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan.
Pasien mengatakan tidak mengonsumsi obat herbal maulun tradisional.

2. Selama sakit

Pasien mengatakan tidak mampu melakukan Perawatan secara mandiri Dan butuh
bantuan dari keluarga Dan perawat . Pasien mengeluh merasa ngilu pada sendi, nyeri
di rasakan hilang timbul seperti tertusuk- tusuk jarum, tidak nyaman saat beraktivitas,
selama perawatan pasien di bantu oleh keluarga dan perawat.

b. Pola Nutrisi-Metabolik p

1. Sebelum sakit

Pasien mengatakan makan 2x sehari namun hanya 1/2 porsi yang di habiskan. Pasien
mengatakan hanya mengonsumsi nasi dan sayur. Pasien mengatakan tidak memiliki
gangguan mengunyah atau menelan makanan. Pasien mengatakan hanya mampu
menghabiskan 1/2 liter air perhariperhari.

2. Selama sakit

Pasien mengatakan makanan tidak di habiskan hanya 1/2.dengan Jenis makanan


bubur dengan frekuensi 2x sehari dalam pemenuhan makan dan minum di bantu oleh
keluarga tidak menggunakan alat bantu makan dan minum, pasien mengatakan
mengonsumsi air putih 600 cc/hari.
c. Pola aktivitas dan latihan

1. Sebelum sakit aktivitas


Pasien mengatakan kegiatan sehari-hari hanya duduk
2. Latihan
pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas untuk berolahraga di karenakan
sering merasakan ngilu pada sendi pada saat berjalan

d. Pola eliminasi

1. Sebelum sakit
Buang air kecil Dan buang air besar
Pasien mengatakan buang air besar frekuensi 1xsehari, waktu BAB di pagi hari,
warna feses kuning kecoklatan, konsistensi feses padat, pasien mengatakan tidak Ada
memakai obat pecahan tidak Ada keluhan pada saat bab, pasien mengatakan Bak
frekuensi 2xsehari dengan warna urine kuning bening, bau kas urine amonia, pasien
mengatakan tidak Ada keluhan saat Bak pasien tidak menggunakan alat bantu
berkemih.

2. Selama sakit

Buang air kecil Dan buang air besar

Pasien mengatakan sudah 2 hari di rumah sakit belum BAB Dan BAK 2X sehari tidak
menggunakan alat bantu buang air kecil Dan air besar

e. Pola tidur Dan istirahat

1. Sebelum sakit
Pasien mengatakan jarang tidur di siang hari , pasien tidur di malam hari mulai pukul
21.00 -05. 00 pasien tidur 6-7 perhari. Pasien mengatakan tidak Ada gangguan tidur,
Dan sangat puas dengan kualitas tidurnya, pasien mengatakan tidak pernah
mengantuk saat melakukan aktivitas, pasien tidak mengonsumsi obat tidur.
1. Selama sakit
pasien mengatakan tidak Ada kesulitan pada saat tidur, paisen mengatakan sering
terjaga Dan puas dengan tidur, tidurnya yaitu sekitar 6-7 jam .
F. Pola kognitif-persepsi/sensori

1. Kognitif
 pasien mengatakan mampu mengenali dirinya, waktu orang lain dengan
kesadaran compos mentis, pendidikan terakhir SD. Bahasa yang di gunakan
bahasa Indonesia, kemampuan membaca Dan berkomunikasi baik, tidak Ada
gangguan mental, tidak Ada todak Ada perubahan memori Dan konsentrasi,
pasien mengatakan bila cemas sedang, bila cemas kadang kadang sedang kadang
tidak panik.
 Persepsi/sensori
pendengaran pasien baik tanpa alat bantu, tidak terganggu kiri kanan penglihatan
jelas, tidak menggunakan kaca mata, lensa kontak, mata palsu, tidak but a, pasien
mengatakan perabaan mampu merasakan rangsangan /sentuhan pada
tubuh.penciuman tidak Ada gangguan, dapat mencium bau/aroma dengan baik.
Tidak Ada gangguan indra penciuman.

2. Selama sakit

1. Kognitif
Pasien mampu mengenal dirinya Dan orang lain, tingkat kesadaran compos mentis,
bahasa yang di gunakan bahasa Indonesia, kemampuan berkomunikasi dengan
perawat baik, tidak gangguan mental, pasien tidk Ada perubahan memori Dan
berkonsentrasi, bila mengeluh ngilu pada sendi.

2. Persepsi /sensori

Pendengaran pasien baik, pasien mengatakan mampu merasakan rangsangan


/sentuhan pada tubuh

g. Pola konsep diri-persepsi diri

1. Sebelum sakit

Pasien kurang mampu mengevaluasi masalah yang dihadapi, keluarga pasien


mengatakan ia sdh kurang mampu beraktivitas di karenakan sering merasa ngilu pada
sendi saat berjalan atau beraktivitas.
2. Selama sakit

Pasien mengatakan dalam menghadapi masalah kesehatan merasa cemas dengan


keadaanya saat ini . Ia mengatakan ia merasa lelah, keadaan fisik kurang baik.

h. Pola peran. Berhubungan dengan dengan sesama

1. Sebelum sakit
pasien mengatakan perannya sebagai ibu rumah tangga

2. Selama sakit

Keluarga dan perawat membuat memenuhi kebutuhan pasien, hubungan dengan pasien lain
dan petugas kesehatan lainnya baik, petugas kesehatan Dan kekuataha memberikan dukungan
Dan motivasi pada pasien, pasien tidak merasa kesepian.

i. Pola Reproduksi -seksualitas

1. Sebelum sakit
Pasien mengatakan tidak Ada gangguan hubungan seksual. Pemahaman terhadal
FUNGSI seksual,

2. Selama sakit

Pasien mengatakan tidak Ada gangguan pada alat Reproduksi, perkawinan hanya
sekali.

j. Pola nilai Dan keyakinan

1. Sebelum sakit
Pasien mengatakan jarang sholat 5 waktu dengan keluarga. Tidak Ada ritual yang di
yakini dapat mempengaruhi kesehatan.

2. Selama sakit

Pasien mengatakan ia tidak mampu sholat dengan keluarganya Dan percaya kepada
Allah pasti Allah menyembuhkan dirinya.
k. Pola koling-toleransi terhadal stress

1. Sebelum sakit
Pasien mengatakan jika terjadi masalah. Di diskusikan sama keluarga, pasien
mengatakan ketika mempunyai masalah akan mencari solusi. Pengambilan keputusan
di bantu oleh keluarga.

2. Selama sakit

Pasien mengatakan masalah yang di hadapi pasien sekarang yaitu penyakitnya. Pasien
ingin segera sembuh Dan kembali bisa lagi beraktivitas.
4.4 Pengkajian Fisik

a) Pengukuran TB : 162cm
b) Pengukuran BB : 50
c) IMT : 21,93
d) Pengkuran Vital Sign
2. Tekanan darah : 120/70
Diukur di : Nadi brakialis
Posisi pasien : Berbaring
3. Nadi :88x/mnt
Reguler/Irreguler : Reguler
4. Suhu :36,8
Di ukur di :axila(menggunakan termometer digital)
5. Respirasi 18x/mnt
Reguler/irreguler : Reguler
e) Tingkat kesadaran (kuantitatif dan kualitatif)
1. Kualitatif : Compos mentis
2. Kuantitatif : EYE(Respon mata ) :4
: VERBAL(Respon suara) :5
: MOTORIK (Respon gerakan ) : 6
-----+
15
(pasien sadar penuh)

f) Keadaan umum
- Pasien sakit sedang
- Kesadaran penuh
- Memerlukan observasi
- Keperluan kebutuhan di bantu

g) Pemeriksaan fisik
1. Kepala :
2. Inpeksi :
Bentuk kepala simetris,kulit kepala bersih dan tidak berketombe , rambut
lurus dan lebat ,rambut tampak bersih dan halus berwana hitam putih ,wajah
tampak simetris
3. Palpasi:
Tidak didapatkan pembengkakan serta tidak terdpat nyeri tekan dan tidak
terdapat bekas luka yang menonjol
2. Mata
a. Inspeksi:
Mata tampak simetris antara kiri dan kanan,mata pasien tampak
bersih ,konjungtiva berwarna merah mudah pupil respon cahaya = kiri kanan
pasien bisa melihat
b. Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan pada mata.
3. Telinga
a. Inspeksi :
Bentuk telinga kanan kiri tampak simetris ,pendengaran baik,telingah pasien
bersih tidak terdapat serumen ,tidak menggunakan alat bantu pendengaran
dan tidak terdapat cairan pada telinga.
b. Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan.
4. Hidung
a. Inspeksi
Bentuk hidung kanan kiri simetris,penciuman baik,hiung tampak bersih tidak
terdapat sekret ,tidak menggunakan alat bantu pernafasan maupun NGT.
b. Palpasi
Tidak terdapat nyeri sinus pada hidung
5. Mulut dan tenggorokan
a. Inspeksi
Keadaan bibir tampak lembab,keadaaan gusi baik,keadaan gigi tampak bersih
dan rapih,lidah tampak bersih kemampuan bicara pasien tampak
normal,fungsi mengunyah tampak baik,suara terdengar lembut dan ramah.
Tidak mengunakan alat bantu ,kemampuan prngucapan normal.
6. Leher
a. Inspeksi
Leher tamak simetris tidak terdapat peradangan dan pembengkakan pada
kelenjar thyroid
b. Palpasi
Tidak ada pembengkakan thyroid
7. Tengkuk
a. Inspeksi
Tidak terdapat nyeri pada tengkuk
8. Dada
a. Inspeksi
Dada tampak simetris antara kiri dan kanan tidak terdapat
kelainan ,menggunkan pernafasan dada dengan frekuensi 18-20x/mnt
b. Palpasi
Tidak teraba adanya benjolan dan nyeri tekan dan tidak terdapat adanya
massa.
c. Perkusi
Suara perkusi dari seluruh dada adalah sonor atau normal.
d. Auskultasi
Suara risikuler,tidak terdapat adanya suara tambahan (Normal)
9. Payudara
2. Inspeksi
Tidak di kaji
10. Punggung
a. Inspeksi
Pasien terlihat bungkuk(kifosis).
b. Palpasi
Pasien merasakan nyeri saat dilakukan palpasi pada area punggung.

11. Abdomen
a. Inspeksi
Warna kulit putih,abdomen datar,tidak terdapat luka dan benjolan. Tidak
terdapat luka,tidak terdapat benjolan dan tidak terdapat adanya bayangan
pembuluh dara vena.
b. Palpasi
Turgor kulit sedang,tidak teraba adanyya massa dan tidak terdapat nyeri
tekan.
c. Perkusi
Perkusi perut terdengar timpani,tidak terdapat adanya nyeri ketuk pada organ
abdomen
d. Auskultasi
Frekuensi pristatik usus 18x/mnt dilakukan selama 2menit pada tiap rensiol.

12. Anus dan rektum


a. Inspeksi
Tidak di kaji.
13. Genitalia
Tidak di kajii.
14. Ekstremitas
 Atas
a. Inspeksi
Tangan kanan dan kiri tampak simetris ,tangan kanan dan kiri bergerak
aktif ,kuku pendek dan bersih, jari-jari simetris,terpasang infus pada tangan
kanan dengan cairan RL
b. Palpasi
Tidak terdapat pittinng edema ,seluruh anggota tubuh bergerak dengan
normal (kekuatan otot kuat)
 Bawah
a. Bentuk kaki tampak simetris,tidak edema ,saat berjalan pasien tampak
pincanng ,tidak ada luka ataupun benjolan (normal).
Asuhan keperawatan kasus osteoporosis pada Ny. S

Uraian kasus :

Ny. S umur 58 tahun datang ke RSUD AA dengan keluhan nyeri pada sendi yang
sering dirasakannya sejak tiga bulan yang lalu, rasa nyeri itu sudah dirasakan sejak beberapa
tahun lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya. Klien mengatakan nyeri timbul ketika
berjalan dan beraktivitas sehari-hari. Ketika memeriksakan diri ke dokter, Ny. S dianjurkan
untuk melakukan rontgen kaki. Hasil rontgen menunjukkan bahwa Ny. S menderita
osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T Score -3. Klien mengalami menopause sejak
6 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia muda dan tidak
menyukai makanan laut. Klien beranggapan bahwa keluhan yang dirasakannya karena
usianya yang bertambah tua. Riwayat Kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak
pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi serta tidak pernah dirawat di RS. Pola
aktivitas diketahui klien banyak beraktivitas duduk karena dulu dirinya bekerja sebagai staf
administrasi sehingga tidak memiliki waktu untuk berolahraga. Pendidikan terakhir pasien
SMA. Pasien mengatakan mengalami penurunan tinggi badan sebanyak 3 cm. Hasil
pengukuran TB 162 dan BB 50 Kg (BB sebelumnya 52 kg).
1. Klasifikasi data :

Ds

 Pasien mengeluh nyeri pada sendi sejak 3 bulan yang lalu


 Pasien mengatakan mengalami menopause sejak 6 tahun yang lalu
 Pasien mengatakan dirinya tidak suka minum susu sejak usia muda dan tidak
menyukai makanan laut
 Pasien beranggapan bahwa keluhan yang dirasakannya karena usianya yang
bertambah tua.
 Pasien mengatakan tidak pernah berolahraga karena alasan pekerjaan
 Pasien mengatakan mengalami penurunan TB sebanyak 3 cm dari 165 ke 162 cm dan
penurunan BB sebanyak 2 Kg dari 52 ke 50 Kg.
 Pasien mengatakan tidak memiliki Riwayat penyakit DM dan hipertensi
 Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di RS
 Pasien mengatakan nyeri timbul ketika berjalan
 Pasien mengatakan aktivitas sehari-hari terhambat karena nyeri sendi.

Do

 Pasien tampak meringis


 Pasien terlihat sering memegang area yang sakit
 Skala nyeri 7 (nyeri berat)
 Hasil rontgen osteoporosis dengan BMD T Score -3
 Pemeriksaan TB 162 cm dan BB 50 kg
 Pasien terlihat bungkuk (kifosis)
 Pasien terlihat pincang saat berjalan
 Pasien tampak hati-hati saat berjalan
 TTV
TD : 120/70 mmHg
N : 88 x/menit
S : 36,8°C
P : 18 x/menit
2. Analisa data

Analisa Data Etiologi Masalah

Ds Kondisi kronis Nyeri kronis (D. 0078) Tim


(osteoporosis) Pokja SDKI DPP PPNI.
 Pasien mengeluh nyeri
sendi sejak 3 bulan yang
lalu
 Pasien mengatakan
mengalami menopause
sejak 6 tahun yang lalu
 Pasien mengatakan
dirinya tidak suka
minum susu dan
makanan laut
 Pasien mengatakan nyeri
timbul ketika berjalan
 pasien mengatakan
mengalami penurunan
TB sebanyak 3 cm dari
165 ke 162 cm.
Do

 Pasien tampak meringis


 Pasien terlihat sering
memegangi area yang
sakit
 Skala nyeri : 7
 Hasil rontgen
osteoporosis dengan
BMD T Score -3
 Pasien terlihat bungkuk
(kifosis)
Ds Perubahan skeletal dan Resiko cedera (D. 0136)
ketidakseimbangan tubuh Tim Pokja SDKI DPP PPNI

 Pasien mengatakan nyeri


timbul ketika berjalan
 Pasien mengatakan
aktivitas sehari-hari
terhambat karena nyeri
sendi
Do

 Pasien terlihat bungkuk


(kifosis)
 Pasien terlihat pincang
saat berjalan
 Pasien tampak berhati-
hati saat berjalan
 TTV
TD : 120/70 mmHg
N : 88 x/menit
S : 36,8°C
P : 18 x/menit

Ds Kurang terpapar informasi Defisit pengetahuan (D.


0111) Tim Pokja SDKI DPP
 Pasien mengatakan
PPNI.
dirinya tidak suka
minum susu sejak usia
muda dan tidak
menyukai makanan laut
 Pasien beranggapan
bahwa keluhan yang
dirasakan karena usianya
yang bertambah tua
 Pasien mengatakan tidak
pernah olahraga karena
alasan pekerjaan.
Do

 Ny. S umur 58 tahun


bekerja sebagai staf
administrasi
 Pendidikan terakhir
SMA
3. Prioritas Diagnose Keperawatan

a. Nyeri kronis b/d kondisi kronis (osteoporosis)


b. Resiko cedera b/d perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh
c. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi
4. Intervensi

No. Diagnose HYD Rencana Asuhan Keperawatan


keperawatan
Intervensi Rasional

1. Nyeri kronis b/d Setelah


kondisi kronis dilakukan
1. Identifikasi lokasi, 1. Membantu
(osteoporosis) intervensi
karakteristik,durasi, menentukan
keperawatan
Ds frekuensi, kualitas intervensi dan
selama 1x24
dan intensitas nyeri. untuk
 Pasien jam, maka
mengevaluasi
mengeluh tingkat nyeri
keefektifan
nyeri sendi menurun
dari terapi
sejak 3 bulan dengan kriteria
yang
yang lalu hasil: 2. Identifikasi respon
diberikan.
 Pasien nyeri non verbal
 Keluhan 2. Untuk
mengatakan
nyeri (5) mengetahui
mengalami
menurun 3. Kontrol lingkungan respon nyeri
menopause
 Meringis yang memperberat non verbal
sejak 6 tahun
(5) rasa nyeri (misalnya 3. Mencegah
yang lalu
menurun suhu ruangan, pasien
 Pasien
pencahayaan dan mengalami
mengatakan
kebisingan). stress yang
dirinya tidak
yang dapat
suka minum
meningkatkan
susu dan
tingkatan nyeri
makanan laut 4. Fasilitasi istirahat yang dialami.
 Pasien dan tidur. 4. Banyak
mengatakan
beristirahat
nyeri timbul
dapat
ketika berjalan
mengurangi
 pasien
rasa nyeri yang
mengatakan 5. Ajarkan Teknik non dirasakan
mengalami farmakologis untuk
penurunan TB mengurangi rasa pasien.
sebanyak 3 cm nyeri (mis. Terapi 5. Terapi non
dari 165 ke music, terapi pijat, farmakologis
162 cm. aroma terapi, dapat
Do kompres hangat atau mengurangi
dingin) rasa nyeri
 Pasien tampak
meringis
 Pasien terlihat
sering
memegangi
area yang sakit
 Skala nyeri : 7
 Hasil rontgen
osteoporosis
dengan BMD
T Score -3
 Pasien terlihat
bungkuk
(kifosis)
2. Resiko cedera b/d Setelah 1. Modifikasi 1. Menciptakan
perubahan skeletal dilakukan lingkungan untuk lingkungan
dan intervensi meminimalkan yang aman dan
ketidakseimbangan keperawatan bahaya dan resiko mengurangi
tubuh selama 1x24 resiko
jam, maka terjadinya
Ds
tingkat cedera kecelakaan
 Pasien menurun 2. Gunakan alat bantu 2. Menggunakan

mengatakan dengan kriteria keamanan alat bantu


nyeri timbul hasil: lingkungan (mis. keamanan
ketika berjalan Commode chair, dapat
 Toleransi pegangan tangan,
 Pasien meminimalkan
aktivitas (5) rel samping tempat
mengatakan terjadinya hal-
meningkat tidur)
aktivitas hal yang tidak
sehari-hari  Kejadian diinginkan.
terhambat cedera (5)
karena nyeri menurun 3. Agar pasien
sendi 3. Ajarkan individu, dan keluarga
 Ekspresi
Do keluarga dan selalu waspada
wajah
kelompok resiko terhadap
kesakitan
 Pasien terlihat tinggi bahaya
(5) kecelakaan
bungkuk lingkungan.
menurun yang bisa
(kifosis)
 Gangguan terjadi akibat
 Pasien terlihat
mobilitas lingkungan.
pincang saat
(5)
berjalan
menurun
 Pasien tampak
berhati-hati
saat berjalan
 TTV
TD : 120/70
mmHg
N : 88 x/menit
S : 36,8°C
P : 18 x/menit

3. Defisit Setelah 1. Sediakan materi dan 1. Materi dan


pengetahuan b/d dilakukan media pendidikan media
kurang terpapar intervensi Kesehatan pendidikan
informasi keperawatan yang tepat
selama 1x24 sesuai sasaran
Ds
jam, maka akan
 Pasien tingkat memudahkan
mengatakan pengetahuan dalam
dirinya tidak membaik pemahaman.
2. Jelaskan faktor
suka minum dengan kriteria 2. Memberikan
resiko yang dapat
susu sejak usia hasil: informasi
mempengaruhi
muda dan tidak mengenai hal
 Perilaku
menyukai sesuai kesehatan yang
makanan laut anjuran mempengaruhi
 Pasien (5)membaik kesehatan
beranggapan  Persepsi
bahwa keluhan keliru
yang dirasakan terhadap
karena usianya masalah (5)
yang menurun
bertambah tua
 Pasien
mengatakan
tidak pernah
olahraga
karena alasan
pekerjaan.
Do

 Ny. S umur 58
tahun bekerja
sebagai staf
administrasi
 Pendidikan
terakhir SMA
5. implementasi

Hari/tanggal No. Jam Implementasi TTD


DP

Jum’at, 11- 1.1 08.00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,


03-2020 frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri

-Hasil :

P : nyeri timbul saat berjalan dan


beraktivitas

Q : nyeri tidak dapat dideskripsikan dan


kualitas tajam

R : nyeri pada persendian

S : skala nyeri 7 (nyeri berat)

T : hilang timbul

Mengidentifikasi respon nyeri non verbal

-Hasil : pasien tampak meringis dan


memegangi area yang sakit
1.2 08.15
Mengontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri

-Hasil :

 Membuka ventilasi sehingga udara

1.3 09.00 dalam ruangan terganti dengan udara


yang bersih
 Mengurangi kebisingan dengan
membatasi penjenguk sehingga pasien
dapat beristirahat dengan optimal.
Menggunakan alat bantu keamanan
lingkungan

-Hasil : rel samping tempat tidur dinaikkan


untuk meminimalkan resiko jatuh.

Sabtu, 12-03- 2.1 09.00 Memodifikasi lingkungan untuk


2020 meminimalkan bahaya dan resiko

-Hasil :

 Pasien ditempatkan pada tempat tidur


yang rendah
 Mengamati lantai yang dapat
membahayakan pasien
Mengajarkan individu, keluarga dan
kelompok resiko tinggi bahaya lingkungan
2.3 10.00
-Hasil :

 Pasien menyimak penjelasan yang


diberikan
 Pasien diajarkan untuk menggunakan
sendal antislip untuk menghindari
terjatuh atau terpeleset karena lantai
yang licin.
Memfasilitasi istirahat dan tidur

-Hasil : pasien diberi posisi semi fowler


sehingga beristirahat dengan nyaman.
1.4 10.30

Minggu, 13- 2.2 08.00 Menggunakan alat bantu keamanan


03-2020 lingkungan

-Hasil : rel samping tempat tidur dinaikkan


untuk meminimalkan resiko jatuh

Mengajarkan Teknik nonfarmakologis

-Hasil : pasien diajarkan untuk memijat


1.5 08.30
area sendi yang nyeri.

Menyediakan media dan materi


Pendidikan Kesehatan

3.1 09.00 -Hasil : materi tentang osteoporosis dan


faktor penyebabnya sudah disiapkan.

Menjelaskan faktor resiko yang dapat


mempengaruhi Kesehatan :

Pasien dijelaskan tentang faktor yang


dapat menyebabkan osteoporosis :

 Kurangnya asupan kalsium (baik


dari susu ataupun sayuran) dan
vitamin D (yang terdapat pada ikan
laut, minyak ikan, ikan salmon,
ikan tuna maupun susu)
 Tidak berolahraga atau tidak aktif
bergerak untuk jangka waktu yang
lama.
 Merokok, konsumsi minuman
keras secara berlebihan.
-Hasil : pasien mengatakan sudah paham
tentang faktor penyebab osteoporosis serta
sudah mulai minum susu dan makan ikan
laut.

Mengidentifikasi respon nyeri non verbal

-Hasil : pasien masih terkadang meringis


dan memegangi area yang nyeri

Skala nyeri : 5

Fasilitasi istirahat tidur

-Hasil : pasien diberi posisi semi fowler


sehingga tampak beristirahat dengan
nyaman.
6. Evaluasi

Hari/tanggal No. Jam Evaluasi TTD


DP

Senin, 14-03- 1 08.00 S : Pasien terkadang mengeluh nyeri


2020 sendi

O : Skala nyeri 5

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan (1.2, 1.3, 1.3,


1.5)

2 09.00 S : Pasien mengatakan nyeri terkadang


timbul saat berjalan

O : Pasien masih tampak meringis

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan (2.1, 2.2)

3 09.30 S : Pasien mengatakan sudah paham


tentang faktor penyebab osteoporosis

O : Pasien sudah mulai minum susu dan


makan ikan laut

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Osteoporosis termasuk penyakit gangguan metabolisme, Osteoporosis alias pengeroposan
tulang jika tidak disadari hanya akan dibiarkan saja oleh penderitanyaAda dua jenis
osteoporosis yang perlu kita ketahui, yang pertama adalah osteoporosis primer yang
disebabkan oleh kondisi pascamonopause pada wanita dan usi tua pada pria. Sementara
itu, osteoporosis yang disebabkan oleh faktor faktor lain seperti pola makan atau gaya
hidup yang salah.
5.2 Saran
Sebagai perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan berperaan dalam upaya
pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis, penyebab
dan gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam
peninggkatan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan,
sikap dan praktik pasien serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis.
Peran teakhir yang adalah peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai
tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini akan member nilai posistif dalam upaya
peningkatan dejarat kesehatan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai