Anda di halaman 1dari 28

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN

Dalam keadaan normal tubuh berada dalan keseimbangan. Oleh karena suatu
sebab, keseimbangan cairan tubuh dapat mengalami gangguan. Secara garis besar,
gangguan keseimbangan cairan tubuh terbagi dua yakni edema (hipervolemik) dan
dehidrasi (hipovolemik).
a. Edema (hipervolemik)
Edema adalah penimbunan cairan berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di
dalam berbagai rongga tubuh. Edema disebut juga dengan efusi, asites. Penamaan
penimbunan cairan ini bergantung pada lokasi dimana edema itu terjadi. Edema
dapat terjadi secara lokal maupun umum. Edema lokal disebut juga edema piting,
sedangkan edema umum disebut edema anasarka.
Edema diakibatkan oleh peningkatan tenaga yang memindahkan cairan dari
intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan secara normal, menurut hukum
starling diatur oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic di dalam dan di luar
vaskuler. Besarnya tekanan hidrostatik pada ujung arteriola sekitar 35 mmhg,
sedangkan pada ujung venula sekitar 12-15 mmhg. Tekanan osmotik koloid plasma
sebesar 20-25 mmhg
Tekanan hidrostatik kapiler dipengaruhi antara lain oleh besarnya tekanan dari
jantung dan jumlah cairan di intravaskuler. Sedangkan tekanan osmotik koloid
ditentukan oleh albumin. Tekanan hidrostatik bersifat mendorong cairan keluar
melintasi membrane kapiler. Sifat tekanan osmotik koloid adalah menarik air dari
luar. Tekanan hidrostatik intravaskuler dan tekanan osmotic koloid interstitial
cenderung menggerakkan cairan keluar melalui dinding kapiler, sedangkan tekanan
hidrostatik interstitial dan tekanan osmotic koloid intravaskuler cenderung
menggerakkan cairan masuk ke dalam. Pada kondisi normal, tekanan hidrostatik di
kapiler terus menerus cenderung memaksa cairan dan zat terlarut didalamnya keluar
melalui pori-pori kapiler masuk ke dalam ruang interstitial. Tetapi sebaliknya,
tekanan osmotic koloid cenderung menyebabkan gerakan cairan dengan osmosis
dari ruang interstitial ke dalam darah. Tekanan osmotic secara terus menerus darai
darah ke dalam ruang interstitial.
Edema akan terjadi apabila tekanan hidrostatik intravaskuler meningkat, tekanan
osmotic koloid plasma menurun, dan gangguan aliran limfe. Ketiga keadaan
tersebut merupakan penyebab primer edema. Meningkatnya tekanan hidrostatik
cenderung memaksa cairan masuk ke dalam ruang interstitial. Penyebab
peningkatan tersebut diantaranya adalah kegagalan jantung, penurunan perfusi
ginjal, aliran darah yang lambat misalnya karena sumbatan dan lain-lain.
b. Dehidrasi (hipovolemik)
Dehidrasi adalah kehilangan air tubuh atau jaringan atau keadaan yang merupakan
akibat kehilangan air abnormal. Menurut Guyton dehidrasi adalah hilangnya cairan
dari semua pangkalan cairan tubuh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
dehidrasi merupakan keadaan kehilangan cairan tubuh. Terdapat banyak sebab
kehilangan cairan tubuh dan kandungan elektrolit diantaranya kehilangan melalui
kulit seperti diaphoresis, luka bakar. Kehilangan cairan tubuh melalui saluran
penceranaan misalnya muntah, diare, drainase dan gastrik intestinal. Kehilangan
cairan tubuh melalui saluran perkemihan, misalnya karena diuresis osmotik,
diabetes insipidus.
Ada dua jenis dehidrasi yaitu:
1) Dehidrasi dimana kekurangan air lebih dominan dibanding kekurangan
elektrolit (dehidrasi isotonis). Pada dehidrasi jenis ini terjadi pemekatan cairan
ekstraseluler, sehingga terjadi perpindahan air dari intrasel ke ekstrasel yang
menyebabkan terjadi dehidrasi intraseluler. Bila cairan intrasel berkurang lebih
dari 20%, maka sel akan mati. Dehidrasi jenis ini terjadi bila seseorang minum
air laut pada saat kehausan berat.
2) Dehidrasi dimana kekurangan elektrolit lebih dominan dibanding kekurangan
air (dehidrasi hipertonik). Pada dehidrasi jenis ini cairan ekstraseluler bersifat
hipotonis, sehingga terjadi perpindahan air dari ekstrasel ke intrasel yang
menyebabkan terjadi edema intrasel. Dehidrasi jenis ini terjadi bila seseorang
yang mengalami kekurangan cairan hanya diatasi dengan minum air murni
tanpa mengandung elektrolit. Dehidrasi sangat bahaya terhadap keselamatan
hidup manusia. Tingkat keparahan yang ditimbulkan akibat dehidrasi
bergantung pada seberapa besar derajat dehidrasi yang dialaminya. Perawat
harus mampu untuk mengidentifikasi tingkat dehidrasi yang terjadi pada klien.
Untuk mengetahuinya, ada berapa cara yang dapat dilakukan. Pertama, tingkat
keparahan dehidrasi dapat dihitung dari penurunan berat badan sebagaimana
dapat dilihat tabel 3-1 berikut ini.

Kedua tingkat dehidrasi dapat dilihat dari tanda dan gejala yang ada pada klien.
Penilaian tersebut dapat dilihat tabel 3-2 berikut ini.
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah. rewel Lesu, lunglai, atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, Haus, ingin minum Malas minum atau
tidak haus banyak tidak bisa minum
Periksa: turgor Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
kulit lambat
Hasil Tanpa dehidtrasi Dehidrasi ringan/
pemeriksaan sedang, bila ada

Gangguan keseimbangan Elektrolit


Elektrolit merupakan partikel terlarut dalam cairan tubuh. Elektrolit berperan
untuk mempertahankan keseimbangan asam basa dan volume cairan tubuh. Beberapa
contoh elektrolit yang terdapat dalam cairan tubuh antara lain natrium (Na+), kalium
(K+), Kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+) dan klorida (Cl-), bikarbonat (HCO-3-) dan
sebagainya. Elektrolit dikelompokkan menjadi dua yaitu kation dan anion. Kation ialah
ion-ion yang membentuk muatan positif dalam larutan (Horne dan Swearingen) 2001).
Elektrolit kation diantaranya adalah natrium (Na+), kalium (K+), Kalsium (Ca2+),
magnesium (Mg2+). Kerja ion-ion kation ini memengaruhi transmisi neurokimia dan
transmisi neuromuscular yang memengaruhi fungsi otot, irama dan kontraktilitas
jantung, perasaan (mod) dan perilaku, serta fungsi saluran pencernaan (Potter dan Perry,
2006). Sedangkan anion adalah ion-ion yang membentuk muatan negative dalam
larutan. Anion utama adalah klorida (Cl-), bikarbonat (HCO-3-) dan fosfat (PO3-). Kerja
ion-ion anion memengaruhi keseimbangan dan fungsi cairan, dan elektrolit, dan asam
basa.
a. Natrium/sodium
Natrium merupakan kation penting dalam ekstraseluler dimana jumlah cairan
ekstraseluler dikontrol oleh jumlah natrium yang terdapat didalamnya. Natrium
sebagian besar direasorbsi dari tubulus renalis, yang disesuaikan dengan kebutuhan
tubuh. Natrium dieksresikan dalam bentuk keringat. Oleh karenanya, natrium banyak
yang terbuang bila banyak keringat yang keluar, sehingga kebutuhan natrium
menjadi lebih besar :
1) Deficit natrium (hiponatremia)
Konsentrasi normal dari natrium dalam tubuh sekitar 138-145 mEq/L. bila
natrium hilang dari cairan tubuh, maka cairan menjadi hipotonis. Kehilangan
natrium dari kompartemen intravaskuler dapat menyebabkan cairan dari darah
berdifusi keruang interstitial. Akibatnya natrium dinterstitial dicairkan.
Kehilangan natrium dapat terjadi pada orang yang berkeringat berlebihan karena
suhu lingkungan, demam, olahraga, muntah, diare, pengeluaran cairan melalui
saluran gastrointestinal dan sebagainya. Gejala yang muncul pada klien yang
mengalami hiponatremia diantaranya sakit kepala, kelemahan otot, fatigue,
apatis, mual, muntah, kejang perut, shock, kekacauan mental dan koma
2) Kelebihan natrium (hipernatrium)
Natrium dalam serum lebih dari 145 mEq/L dikenal sebagai hypernatremia.
Hypernatremia terjadi karena tubuh lebih banyak kehilangan air daripada
kehilangan natrium. Kebanyakan intake natrium, terlalu banyak makan tablet
garam, dan infus NaCl yang terlalu cepat. Seseorang yang mengalami
hypernatremia akan menunjukkan gejal-gejala klinis antara lain : selaput lendir
kering lengket, output urine sedikit, turgor kulit keras seperti karet, kegelisahan
mental, takikardia dan bahkan dapat menyebabkan kematian, hypernatremia
akan menekan fungsi jantung dimana menyebabkan kontraksi jantung
meningkat, sehingga menyebabkan terjadinya takikardia.
b. Kalium/ potassium
Kalium merupakan kation utama dari sel yang diperlukan untuk
mempertahankan volume cairan intraseluler. Kalium sangat penting dalam
aktivitas membrane sel. Kalium juga terdalam sel-sel saraf untuk
mempertahankan kemampuan rangsangan saraf. Pertukaran ion-ion kalium dan
natrium melalui membrane yang mengelilingi sel saraf merupakan aksi
mendasar dalam transmisi impuls saraf.
Kadar normal kalium dalam serum sekitar 3,5-5,0 mEq/L. pengaturan
konsentrasi kalium dalam tubuh dilakukan oleh ginjal yang dipengaruhi oleh
aldosterone, aldosterone berpengaruh terhadap ekskresi kalium oleh ginjal.
Apabila terjadi hyperkalemia, maka konstrasi aldosterone meningkat yang
kemudian memengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kalium lebih banyak.
Peningkatan eksresi kalium oleh ginjal ini dilakukan untuk mempertahankan
konsentrasi kalium agar tetap stabil. Sebaliknya apabila terjadi hypokalemia,
maka aldosteron yang disekresi pun sedikit. Akibatnya ginjal akan meretensi
natrium, sehingga kalium yang dibuang melalui ginjal menjadi berkurang,
mekanisme tubuh untuk mempertahankan kalium tidak seefektif seperti
mempertahankan natrium. Natrium direabsorbsi oleh tubulus ginjal, sedangkan
kalium dieksresikan oleh ginjal, sementara tubuh masih memerlukannya.
1) Deficit kalium (hypokalemia)
Bila kadar kalium dalam serum kurang dari 3.5 mEq/L dikenal sebagai
hypokalemia. Penyebabnya kekurangan kalium antara lain : intake kalium
yang kurang, peningkatan aktivitas, kehilangan kalium lewat traktus
gastrointestinal, kehilangan akibat diuretik dan sebagainya. Gejala klinis
yang muncul pada klien hypokalemia adalah kelemahan otot, anoreksia,
mual, muntah, reflex tendon hilang, aritmia jantung, perubahan gambar
EKG, deficit kalium yang berat/ lama akan menyebabkan paralise,
kerusakan ginjal, ileus paralitik kardiak arrest/ respirasi.
2) Kelebihan kalium (hyperkalemia)
Kadar kalium dalam serum lebih dari 5,0 mEq/L disebut hyperkalemia.
Penyebabnya antara lain: intake kalium yang berlebihan, gagal ginjal,
insufisiensi ginjal, kalium masuk kealiran darah dari sel-sel yang cedera/
trauma berat dan asidosis metabolik. Gejala klinis yang muncul pada klien
hiperhyperkalemia ialah mual, muntah, diare, kardiak aritmia, perubahan
gambar EKG, berdebar-debar, paralistik, anuria dan kardiak arrest

c. Kalsium
Kalsium paling banyak terdapat pada rangka dan sebagian kecil larut
dalam cairan tubuh. Kadar kalsium harus tetap berada pada nilai 4,5 – 5,8
mEq/L untuk mempertahankan iritanilitas neuromuscular, pembekuan darah,
serta pembentukan tulang dan gigi. Jumlah kalsium dalam tubuh dikendalikan
oleh 1,25 dihidroksikolekalsiferol yang merupakan vitamin D yang paling aktif,
parathormon dan kalsitonin. 1,25 dihidroksikolekalsiferol dan parathormon
mempunyai efek untuk meningkatkan absorbsi kalsium. Sedangkan kalsitonin
mempunyai efek menurunkan kadar kalsium.
1) Deficit kalsium (hipokalsemia)
Penyebabnya antara lain diet kurang kalsium, defisiensi hormone paratiroid
atau vitamin D, penyakit pancreas dan sebagainya. Gejala klinis yang
muncul diantaranya osteoporosis, fraktur patologis, spasme, kejang-kejang,
mual, muntah, diare, kardiak arrest, deposit kalsium dalam jaringan tubuh,
serta kedutan diseputar hidung, telinga, jari tangan, dan kaki.
2) Kelebihan kalium (hiperkalsemia)
Hiperkalsemia dapat terjadi akibat kalsium keluar dari tulang dan menjadi
pekat dalam cairan ekstraseluler, immobilisasi, kanker tulang metastase, diet
dan penyebab lainnya. Manifestasi klinik yang muncul diantaranya haus,
poliuri, reflex tendon menurun, batu ginjal, lemah, tonus otot menurun, dan
motilitas gastrointestinal traktur menurun.

d. Magnesium
Magnesium berfungsi untuk mengaktifkan reaksi enzimatik, terutama
dalammetabolisme karbohidrat. Selain itu, magnesium juga berfungsi terhadap
sambungan otot dan saraf diaman magnesium menghambat pelepasan
asetilkolin, mengurangi rangsangan sel-sel otot. Kadar magnesium dalam tubuh
berkisar antara 1,5 – 2,5 mEq/L.
1) Deficit magnesium (hipomagnesemia)
Hipomagnesemia dapat terjadi akibat absorbs yang terganggu dari saluran
gastrointestinal, banyak kehilangan magnesium melalui ginjal, atau dapat
pula disebabkan karena malnutrisi yang lama
2) Kelebihan magnesium (hipermagnesemia)
Penyebab hipermagnesemia diantaranya karena gagal ginjal, diabetes
ketoasidosis dengan banyak kehilangan cairan. Gejala klinis yang muncul
antara lain hipotensi, vasodilatasi, peningkatan panas, haus, mual/muntah,
kehilangan reflex-refleks tendon, depresi pernapasan. Hipermagnesemia
yang lama dapat menyebabkan kardiak arrest dan koma.
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN ELEKTROLIT
NO KONDISI NILAI NORMAL PENYEBAB GEJALA
1 Hiponatremia < 138-145 mEq/L Berkeringat berlebihan Sakit kepala, kelemahan
karena suhu lingkungan, otot, fatigue, apatis, mual,
demam, olahraga, muntah, muntah, kejang perut,
diare, pengeluaran cairan shock, kekacauan mental
melalui saluran dan koma
gastrointestinal dan
sebagainya.

2 Hipernatremia >145 mEq/L Kebanyakan intake Selaput lendir kering


natrium, terlalu banyak lengket, output urine
makan tablet garam, dan sedikit, turgor kulit keras
infus NaCl yang terlalu seperti karet, kegelisahan
cepat mental, takikardia dan
bahkan dapat
menyebabkan kematian.
3 Hypokalemia < 3,5-5,0 mEq/L. Intake kalium yang Kelemahan otot,
kurang, peningkatan anoreksia, mual, muntah,
aktivitas, kehilangan reflex tendon hilang,
kalium lewat traktus aritmia jantung, perubahan
gastrointestinal, gambar EKG, deficit
kehilangan akibat diuretik kalium yang berat/ lama
dan sebagainya. akan menyebabkan
paralise, kerusakan ginjal,
ileus paralitik kardiak
arrest/ respirasi.
4 Hyperkalemia > 5,0 mEq/L. Intake kalium yang Mual, muntah, diare,
berlebihan, gagal ginjal, kardiak aritmia, perubahan
insufisiensi ginjal, kalium gambar EKG, berdebar-
masuk kealiran darah dari debar, paralistik, anuria
sel-sel yang cedera/ traum dan kardiak arrest
berat dan asidosis
metabolik.
5 Hipokalsemia < 4,5 – 5,8 mEq/L Penyebabnya antara lain Osteoporosis, fraktur
diet kurang kalsium, patologis, spasme, kejang-
defisiensi hormone kejang, mual, muntah,
paratiroid atau vitamin D, diare, kardiak arrest,
penyakit pancreas dan deposit kalsium dalam
sebagainya jaringan tubuh, serta
kedutan diseputar hidung,
telinga, jari tangan, dan
kaki.

6 Hiperkalsemia >5,8 mEq/L Kalsium keluar dari tulang Haus, poliuri, reflex
dan menjadi pekat dalam tendon menurun, batu
cairan ekstraseluler, ginjal, lemah, tonus otot
immobilisasi, kanker menurun, dan motilitas
tulang metastase, diet dan gastrointestinal traktur
penyebab lainnya. menurun.

7 Hipomagnese < 1,5 – 2,5 Absorbsi yang terganggu


mia mEq/L. dari saluran
gastrointestinal, banyak
kehilangan magnesium
melalui ginjal, atau dapat
pula disebabkan karena
malnutrisi yang lama
8 Hipermagnese > 2,5 mEq/L. Gagal ginjal, diabetes Hipotensi, vasodilatasi,
mia ketoasidosis dengan peningkatan panas, haus,
banyak kehilangan cairan mual/muntah, kehilangan
reflex-refleks tendon,
depresi pernapasan.
Hipermagnesemia yang
lama dapat menyebabkan
kardiak arrest dan koma.

PENGKAJIAN SISTEM PERKEMIHAN


Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi
pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan. Pada pengkajian ini
pasien perlu ditanya mengenai riwayat penyakit, perubahan pola berkemih, awitan, lama
berkemih, dan tindakan yang dilakukannya untuk menangani masalah tersebut. Orang
dengan diabetes memiliki hipertensi yang konsisten dapat berisiko mengalami disfungsi
gunjal. Pria berusia lanjut dapat berisiko mengalami pembesaran prostat yang
menyebabkan obstruksi uretra dan dapat menyebabkan infeksi saluran kemih serta gagal
ginjal. Pada pengkajian sistem perkemihan Perawat perlu mengkaji hal-hal berikut ini:
1. Keluhan utama
Alasan utama mengapa pasien/ klien datang ke rumah sakit
2. Riwayat kesehatan sekarang
Gangguan ginjal dapat menyebabkan timbulnya beberapa gejala yang kompleks
dan dirasakan di seluruh tubuh. Yang perlu dikaji dalam riwayat kesehatan
sekarang adalah :
a. Adanya rasa nyeri : kaji PQRST dan hubungannya dengan urinarius
b. Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan,
perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus, dan
penglihatan kabur
c. Kaji adanya pola eliminasi :
1) Disuria : rasa nyeri atau nyeri seperti terbakar saat berkemih, umumnya
ada infeksi pada saluran kemih, batu salurtan kemih, tumor kandung
kemih, peradangan pada kandung kemih dan uretra.
2) Frekuensi : sering berkemih sedikit-sedikit atau banyak, pada pasien
infeksi pada saluran kemih, retensi urine, hiperglikemia dengan asupan
cairan yang banyak, hipertropi prostat, obstruksi saluran kemih bagian
bawah (striktur uretra), dan diabetes neuropati.
3) Nokturia : sering terbangun waktu malam karena harus berkemih.
Diuretik, hipertropi prostat, gagal/ insufisiensi ginjal, asupan cairan
banyak pada waktu tidur, gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik.
4) Hematuria : adanya sel darah merah urine (dapat kelihatan dengan mata
telanjang atau mikroskopik (tak kasat mata). Batu ginjal, ISK, inflamasi
ginjal atau kandung kemih trauma pada ginjal atau saluran kemih, setelah
kateter urinarius dilepas, menstruasi, hemophilia, leukemia, olahraga
ekstrim.
5) Hesitansi : sulit memulai berkemih. Obstruksi uretra parsial, kandung
kemih neurogenic.
6) Polyuria : urine yang keluar lebih dari 3000 ml per 24 jam. Diabetes
mellitus, diabetes insipidus, gagal ginjal haluaran banyak.
7) Oliguria : urine yang keluar dari 500 ml per 24 jam. Gagal ginjal, retensi,
obstruksi.
8) Anuria : urine yang keluar dari 50 per 24 jam. Gagal ginjal, obstruksi total
(dari tumor atau trauma).
9) Urgensi : merasa harus berkemih segera. Penyebabnya infeksi, urethritis,
BPH, striktur uretra.
10) Urine berbau : bau urine yang khas. ISK
11) Frothing : urine yang berbuih. Adanya protein dalam urine.
12) Enuresis : mengompol atau kehilangan kontrol berkemih pada saat tidur.
penyebab keterlambatan pematangan fungsional dari sistem saraf pusat
(kontrol kandung kemih biasanya dicapai pada usia 5 tahun), faktor
genetik, ISK, stress psikologis, kegagalan untuk mengakumulasi urine
3. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Riwayat infeksi traktus urinarius
1) Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menangani
infeksi traktus urinarius, berapa lama dirawat.
2) Adanya gejala panas atau menggigil
3) Sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil
pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius.
b. Riwayat keadaan berikut ini :
1) Hematuria, perubahan warna, atau volume urine
2) Nokturia dan sejak kapan dimulainya
3) Penyakit pada usia kanak-kanak (‘strep throat”, impetigo, sindrom nefrotik)
4) Batu ginjal (kalkuli renal), eksresi batu kemih ke dalam urine
5) Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius.
c. Untuk pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan (persalinan pervaginan,
section caesarea), persalinan dengan forceps: inveksi vagina, keputihan atau
iritasi, penggunaan kontrasepsi.
d. Adanya atau riwayat lesi genital atau penyakit menular seksual
e. Pernahkah menjalani terapi radiasi atau kemoterapi
f. Kaji riwayat merokok. Merokok dapat mengakibatkan risiko kanker kandung
kemih. Angka kejadian tumor kandung kemih empat kali lebih tinggi pada
perokok daripada bukan perokok.
Selain berfokus pada masalah saluran kemih seperti ginjal, batu saluran
kemih, pembesaran prostat dll. Perawat juga perlu menanyakan tentang penyakit-
penyakit yang sering dialami terkait dengan gangguan perkemihan seperti hipertensi,
debetes mellitus (DM), Gout, LES, trauma kecelakaan, infeksi streptococcus.
4. Riwayat kesehatan keluarga
a. Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga
(polisistik renal, abnormalitas kongenital saluran kemih, sindrom alports/ nephritis
herediter).
b. Kaji adanya masalah eliminasi yang dikaitkan dengan kebiasaan keluarga.
5. Riwayat kesehatan sosial
a. Kaji riwayat pekerjaan, apakah terpapar oleh bahan-bahan kimia seperti phenol
dan ethylene glycol. Bau ammonia dan kimia organic dapat meningkatkan risiko
kanker kandung kemih. Pekerja tekstil, pelukis, penata rambut, dan pekerja
industri mengalami risiko tinggi terkena tumor kandung kemih. Seseorang yang
lebih sering duduk cenderung mengalami statis urine sehingga dapat
menimbulkan infeksi dan batu ginjal
b. Seseorang yang mengalami demineralisasi tulang dengan keterbatasan aktivitas
fisik menyebabkan peningkatan kalsium dalam urine
c. Laki-laki cenderung mengalami inflamasi prostat kronik atau epididimis setelah
mengangkat barang berat atau mengendarai mobil dengan jarak jauh
d. Perlu juga informasi tempat tinggal pasien. Dataran tinggi lebih berisiko terjadi
batu saluran kemih karena kandungan mineral meningkat dalam tanah dan air di
daerah dataran tinggi.
6. Pola nutrisi dan metabolik
a. Kaji jenis dan jumlah cairan yang dikonsumsi serta kaji makanan yang
dikonsumsi sehari-hari, cemilan, vitamin, dll.
b. Kaji adanya anoreksia, mual dan muntah
c. Kaji perubahan berat badan (meningkat/ menurun)
d. Kaji adanya dehidrasi : dapat berkontribusi terjadinya ISK, pembentukan batu
ginjal, dan gagal ginjal
e. Kaji perubahan kulit (kulit kering atau gatal)
7. Pola eliminasi
a. Kaji pola eliminasi urine, frekuensi, jumlah, warna, bau dan kontrol?
b. Apakah mempunyai masalah keringan berlebihan
c. Apakah ada pengeluaran jenis cairan yang lain
8. Pola persepsi-kognitif
a. Apakah gangguan eliminasi urin mempengaruhi perasaan dan kehidupan normal
pasien
b. Bagaimana perasaan pasien saat menggunakan kateter, dan kantung urine
9. Pengobatan
a. Diuretik dapat mengubah kuantitas dan karakter output urine
b. Phenazopyridine (pyridium) dan nitrofurantoin (macrodantin) dapat mengubah
warna urine
c. Anticoagulant dapat menyebabkan hematuria
d. Antidepressant, antihistamin, dan obat-obatan untuk mengatasi gangguan
neurology dan muskuloskeletal. dapat mempengaruhi kemampuan kandung
kemih atau sphinter untuk berkontraksi atau relaksasi secara normal
Sistem perkemihan bertugas untuk mengeluarkan racun/ zat yang tidak dibutuhkan
lagi oleh tubuh hasil dari sisa metabolisme tubuh. Obat merupakan bahan kimia yang
paling banyak diekresikan lewat ginjal. Namun ada beberapa obat yang bersifat toxic
dan berisiko merusak ginjal.

Keluhan umum gangguan sistem urologi:


1. Gejala umum
a. Keluhan lemah, lesu, letih tanpa aktivitas yang cukup
b. Sakit kepala, pusing
c. Pandangan kabur
d. Anoreksia, mual dan muntah
e. Hipertensi
f. Perubahan berat badan
2. Gejala spesifik atau khas
a. Nyeri
1) Disuria
2) Nyeri pinggang, kostovertebra
3) Nyeri suprapubic
b. Perubahan pola berkemih
1) Nokturia
2) Frekuensi
3) Hesistensi
4) Aliran kencing lemah
5) Urgensi
6) Retensi
7) Inkontinensia
8) Enuresis
c. Perubahan output urine
1) Polyuria
2) Oliguria
3) Anuria

d. Perubahan konsistensi urine


1) Hematuria
2) Piuria : urine bercampur nanah
3) Gross hematuria : dalam urine terlihat darah dengan jelas
4) Urine Keruh
5) Kental (claudy urine)
e. Edema
1) Periorbital, wajah, tungkai, anasarka
2) Ascites

PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
Inspeksi pada pemeriksaan fisik sistem perkemihan bertujuan untuk mengetahui
keadaan fungsi sistem perkemihan, mengetahui ada tidaknya kelainan sistem
perkemihan, menentukan diagnosis pasien dengan penyakit atau masalah pada sistem
perkemihan. Massa yang terlihat didaerah perut bagian atas mengkin sulit untuk
dipalpasi jika lunak, seperti pada kasus hidronefrosis. Kepenuhan dalam sudut CVA
biasanya konsisten dengan kanker atau infeksi perinefrik. Adanya lekukan di kulit
menunjukkan edema kulit sekunder pada abses perinefrik. Langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam inspeksi sistem perkemihan meliputi:
a. Atur posisi pasien pada supinasi dan rileks
b. Tinggikan tempat tidur hingga batas nyaman
c. Kaji status kesehatan secara umum
d. Kaji tanda-tanda vital
e. Kaji penampilan umum pasien. catat adanya oedema, moonface dan sindrom
potter
f. Kaji kulit dan membrane mukosa, amati dan catat warna, turgor, tekstur, dan
sekresi keringat
g. Kaji mata pasien, catat adanya ikterik, palpebra odem dan konjungtiva pucat
h. Kaji mulut pasien, catat halitosis (bau mulut), kebersihan gigi, lidah, stomatitis
dan adanya sianosis
i. Kaji hidung pasien, catat adanya pernapasan cuping hidung
j. Kaji telinga pasien. catat warna, bentuk, dan letak daun telinga.
k. Kaji kepala dan leher. Catat persebaran dan warna rambut, serta adanya distensi
vena jugularis
l. Kaji toraks pasien, catat adanya napas kusmaul dan bantuan otot pernapasan
m. Kaji abdomen pasien. Catat kesimetrisan, adanya odem, ikterik, caput medusa
dan warna kulit abdomen
n. Kaji hasil palpasi abdomen. Catat rabaan massa dan nyeri tekan.
o. Lakukan perkusi pada toraks dan abdomen. Catat batas asites (jika odem), batas
jantung dan perubahan suara perkusi.
p. Lakukan auskultasi toraks dan abdomen. Catat suara napas, suara napas
tambahan, suara jantung, dan suara vaskularisasi ginjal.
q. Posisikan pasien fowler membelakangi perawat. lakukan palpasi dan perkusi
ginjal dan catat adanya nyeri tekan pada area CVA.
r. Kaji area ekstremitas. Catat warna kuku, suhu akral, adanya keringat dingin dan
CRT
s. Pakailah handscoen dan kaji area genitalia. Catat adanya lesi, peradangan, dan
kelainan kongenital.
t. Posisikan pasien nyaman kembali
u. Beritahu bahwa tindakan telah selesai
2. Palpasi
Ginjal sulit dipalpasi pada pria karena:
a. Resistensi dari tonus otot perut
b. Posisi tetap lebih dari pada wanita, hanya bergerak sedikit dengan perubahan
postur atau respirasi. Bagian bawah ginjal kanan kadang-kadang dapat
dirasakan, terutama pada pasien kurus, tetapi ginjal kiri biasanya tidak dapat
dirasakan
Palpasi ginjal dilakukan pada saat pasien berbaring dalam posisi terlentang pada
permukaan yang keras. Ginjal diangkat dnegan satu tangan disudut kostovertebral
(CVA). Pada inpirasi yang dalam, ginjal bergerak ke bawah, sisi lain di dorong
dengan kuat dan mendalam di bawah batas kosta. Ketika berhasil, tangan anterior
dapat meraba ukuran, bentuk, dan konsistensi organ saat slip kembali ke posisi
normal. Ginjal juga dapat dipalpasi dengan pemeriksa berdiri dibelakang pasien yang
duduk. Di lain waktu, jika pasien berbaring di satu sisi, ginjal paling atas turun ke
bawah dan medial membuatnya lebih mudah untuk palpasi.
Massa ginjal yang membesar menunjukkan kompensasi hipertropi,
hidronefrosis, tumor, kista, atau penyakit polikistik. Namun, massa di daerah ini juga
dapat mewakili tumor, retropertoneal, limpa, lesi usus (mis : tumor, abses), lesi
kandung empedu, atau kista pancreas.

 Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi distensi urine
maka palpasi dilakukan didaerah simphhysis pubis dan umbilicus.
3. Perkusi
a. Ginjal
1) Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
2) Letakkan telapak tangan tidak dominan diats sudut kostovertebral (CVA),
lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan menggunakan
kepalan tangan dominan
3) Ulangi prosedur untuk ginjal kanan, jika kandung kemih penuh, maka akan
teraba lembut, bulat, tegas dan sensitive. Tenderness dan nyeri pada perkusi

CVA merupakan indikasi glomerulonephritis atau glomerulonefrosis.

b. Kandung kemih
1) Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin
diatas 150 ml. jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi
sampai setinggi umbilicus
2) Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region
suprapubic
3) Jika kandung kemih penuh atau tidaknya volume urine 500 ml, maka akan
terdengar bunyi dullness (resdup) diatas simphysis pubis

4. Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut kostovertebral
dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen
dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis
arteri ginjal)

I. Persiapan pasien dengan BNO/IVP


Pengertian :
BNO/IVP adalah pemeriksaan secara radiografi dari saluran perkemihan atau
sistem traktur urinarius (renal, ureter, vesika urinaria, dan uretra) menggunakan bahan
kontras positif yang disuntikkan melalui pembuluh darah vena (intravena).
IVP atau intra venous pyelography merupakan salah satu pemeriksaan radiografi
pada sistem urinary (dari ginjal hingga kandung kemih) dengan menyuntikkan zat
kontras melalui pembuluh darah vena.
Tujuan :
Pemeriksaan BNO/IVP adalah untuk melihat anatomi dan fisiologi dan traktus
urinarius (sistem perkemihan) secara lebih jelas. Pemeriksaan ini dapat mengetahui
kemampuan ginjal mengonsentrasikan bahan kontras tersebut
Indikasi :
a. Nerfrolitiasis (adanya batu pada ginjal)
b. Nefritis (peradangan pada ginjal)
c. Ureterolithiasis (adanya batu pada ureter)
d. Ureteritis (peradangan pada ureter)
e. Vesikolithiasis (adanya batu pada vesika urinary)
f. Sistitis (peradangan pada vesica urinaria)
g. Tumor pada traktusurinari
h. Kanker pada traktusurinari
Prosedur tindakan :
1. Informasikan pada pasien mengenai prosedur yang akan dijalani, misalnya :
2. Beritahukan pasien untuk berhenti merokok serta makan makanan yang rendah
serat dan gas pada 1-2 hari sebelum tes dilaksanakan. Hal ini bertujuan agar
makanan mudah dicerna dan tidak menyebabkan feses keras. Contoh
makanan/minuman yang sebaiknya dikonsumsi adalah bubur kecap dan air putih
3. Minta penderita juga untuk tidak makan 8 – 12 jam sebelum dilakukan tes ini
4. Minta pasien mengonsumsi cairan laksatif atau enema untuk mengeluarkan massa
feses dari perut. Berikan 4 butir dulcolax tablet sekaligus 6 jam sebelum
pemeriksaan dan dulcolax suppositorial (1 butir) 2 jam sebelum pemeriksaan.
5. Beritahukan pasien untuk tidak terlalu banyak bicara selama pemeriksaan
berlangsung, agar tidak banyak gas yang masuk kesaluran cerna
6. Sebelum pasien naik ke meja pemeriksaan, pasien diminta untuk buang air kecil
(miksi) terlebih dulu
7. Untuk foto BNO, setelah melakukan fase persiapan, penderita langsung menuju
kerunag foto untuk pengambilan abdomen
8. Pada IVP, penderita berbaring dan dilakukan infus kontras media lewat pembuluh
darah vena di tangan
9. Prosedur dilanjutkan dengan pengambilan foto yang dilakukan pada interval 0,5
menit, 10 menit, dan 20 menit. Interval 0 adalah saat kontras dimasukkan secara
intravena
10. Tes ini selesai, bila setelah 20 menit tealh didaptkan gambar kedua ginjal, ureter,
dan vesika urinaria.

II. Persiapan pasien USG Ginjal


USG ginjal adalah pemeriksaan diagnostik noninvasive yang emnghasilkan
gambaran ginjal secara mendetail untuk menilai ukuran, bentuk, lokasi ginjal, dan
struktur terkait, seperti ureter dan kandung kemih.
Tujuan :
1. Untuk menentukan aliran darah ke ginjal melalui arteri dan vena ginjal
2. Untuk mendeteksi kista, tumor, abses, gangguan, pengumpulan cairan, batu ginjal
dan ureter, serta infeksi di dalam atau disekitar ginjal.
3. Untuk membantu penempatan jarum yang digunakan pada prosedur biopsi
(mendapatkan sampel jaringan) ginjal. Mengalirkan cairan dari kista dan abses
4. Untuk mendapatkan tabung drainase

Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum prosedur USG ginjal dilakukan antara lain:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien dan tawarkan kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan apa pun mengenai prosedur yang akan djalani
2. Minta pasien untuk menandatangani formulir persetujuan yang memberikan izin
untuk melakukan prosedur. Instruksikan pasien membeaca formulir dengan
seksama dan mengajukan pertanyaan jika ada yang tidak jelas (bila ada)
3. Minta pasien minum cairan bening setidaknya satu jam sebelum prosedur
dijalankan. Cegah pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum prosedur.
Umumnya, tidak diperlukan persiapan khusus

III. Tindakan keperawatan pada gangguan kebutuhan cairan


1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian pada gangguan kebutuhan cairan difokuskan pada tiga hal, yaitu :
riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan riwayat kesehatan, dibutuhkan untuk mengetahui pola intake, pola
eliminasi, status hidrasi pasien, riwayat penyakit, dan riwayat pengobatan
pasien.
1) Pola intake, menggambarkan jumlah dan tipe cairan yang biasa dikonsumsi
2) Pola eliminasi, mengetahui kebiasaan berkemih, adakah perubahan baik
dalam jumlah maupun frekuensi berkemih, bagaimana karakteristik urine,
apakah tubuh banyak mengeluarkan cairan, apakah cairan dikeluarkan
melalui muntah, diare, berkeringat.
3) Observasi status hidrasi pasien, mengetahui tanda-tanda edema, rasa haus
yang berlebihan, dan membrane mukosa kering.
4) Penyakit yang mengganggu keseimbangan cairan, misalnya DM, kanker,
luka bakar dan sebagainya
5) Riwayat pengobatan yang dapat mengancam gangguan keseimbangan
cairan, misalnta steroid, diuretik, dialisis.
2. Pemeriksaan fisik
Dilakukan untuk mengetahui tanda dan gejala yang menunjukkan adanya
ketidakseimbangan cairan dalam tubuh. Beberapa pemeriksaan fisik yang perlu
dilakukan, antara lain :
a. Pengukuran intake dan output cairan. Cata intake cairan per oral maupun
parenteral dan output cairan baik melalui urine, feses, maupun IWL. Apakah
balans cairan seimbang, positif, atau negative
b. Urine. Kaji volume, warna dan konsentrasi urine
c. Turgor kulit. Lalkukan pemeriksaan turgor kulit dengan cara mencubit dan
mengangkat kulit secara pelan lalu lepaskan. Lihat kerutan kulit, apakah
kembali dengan cepat.
d. Menimbang berat badan. Timbang berat badan pasien untuk mengetahui
resistensi atau kehilangan cairan dari tubuh, misalnya stabil, naik, atau turun
dengan tiba-tiba
e. Edema. Periksa edema dengan melihat pitting edema pada pre tibia, malleolus
medialis, atau diatas ostium sacrum
f. Ukur nilai centra venus pressure (CVP) yang abnormal.
3. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan darah lengkap (jumlah sel darah merah, Hb, hematokrit)
a. Ht naik, adanya dehidrasi berat dan syok
b. Ht turun: adanya pendarahan akut, massif dan reaksi hemolitik
c. Hb naik, homokonsentrasi
d. Hb turun, adanya perdarahan hebat dan reaksi hemolitik
2) Pemeriksaan serum elektrolit sodium, potassium, klorida, ion bikarbonat
3) Pengukuran pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukkan kemampuan
ginjal untuk mengatur konsentrasi urine.
4) Analisis gas darah untuk mengetahui keadekuatan oksigenasi ventilasi dan
asam basa biasanya diperiksa pH, PO2, HCO3-, PCO2, dan saturasi O2.
a. PCO2 normal 35-40 mmhg
b. PO2 normal 80-100 mmhg
c. HCO3- normal 25-29 meq/lt
d. Saturasi O2 : perbandingan oksigen didalam darah dengan jumlah
oksigen yang dapat dibawa darah
e. Normal : arteri (95-98%), Vena (60-85%).

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Hypervolemia b/d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
2. Risiko hypovolemia dan elektrolit b/d diuresis osmotic dan poluria
3. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d spasme jalan napas
5. Deficit pengetahuan tentang semua proses penyakit b/d kurang mengingat dan
keterbatasan kognitif
6. Risiko kerusakan integritas kulit b/d dehidrasi dan edema

V. Evaluasi
Evaluasi terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit pasien dapat dinilai dengan hal-hal
berikut :
1. Output urine pasien seimbang dengan intake cairan
2. Karakteristik urine menunjukkan fungsi ginjal yang baik
3. Pasien mengonsumsi cairan sesuai dengan program (per oral, terapi intravena, atau
TPN).

PENGKAJIAN SISTEM PERNAPASAN


I. Pemeriksaan kecukupan oksigen dan sirkulasi
a. Batuk
Batuk merupakan suatu reflex protektif akibat adanya iritasi pada saluran
pernapasan atau respon dari silia/ rambut getar yang melekat pada lendir. Batuk
timbul untuk membersihkan trakhea, bronkhus, dan paru. Beberapa faktor yang
dapat menyebabkan batuk seperti asap, debu, inhalasi, benda asing, peradangan
dan atau rangsangan mekanis dari tumor. yang perlu perawat kaji atau
indentifikasi pada keluhan batuk adalah apakah batuk produktif atau tidak,
frekuensi batuk, sputum/secret (jenis, jumlah, mengandung darah/ hemoptisis)
b. Keletihan (Fatigue)
Klien melaporkan bahwa ia kehilangan daya tahan. Untuk mengukur keletihan
secara objektif, klien diminta untuk menilai keletihan dengan skala 1 – 10.
c. Dispnea
Dispnea atau sesak nafas merupakan gejala nyata akibat adanya gangguan
trakeobronkial, rongga pleura, dan parenkim paru yang menyebabkan hipoksia
sehingga termanifestasi dengan sesak napas. Tanda klinis dispnea, seperti usaha
napas berlebihan, penggunaan otot bantu napas, pernapasan cuping hidung,
peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan, napas pendek. Secara
patologis gangguan sesak nafas terjadi akibat penurunan oksigenasi jaringan,
peningkatan kerja pernapasan, penyakit neuromuskuler, peningkatan kebutuhan
oksigen dan rangsangan pada sistem saraf pusat.

d. Batuk Berdarah (hempotoe)


Batuk darah adalah pengeluaran batuk yang disertai dengan darah. Hal ini terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah pada saluran pernapasan bagian bawah dan
juga dapat disebabkan oleh pecahnya komplek primer yang menyebabkan darah
keluar dari jaringan yang rusak tersebut.
e. Produksi sputum yang berlebih
Produksi sputum pada orang dewasa yang normal adalah ± 100 ml/hari. Apabila
produksi berlebihan maka pembersihan pada saluran pernapasan tidak berjalan
efektif karena secret yang tertimbun dan menumpuk pada saluran nafas.
f. Nyeri
Nyeri dada perlu dievaluasi dengan memperhatikan lokasi, durasi, radiasi, dan
frekuensi nyeri. Nyeri dapat timbul setelah latihan fisik, trauma iga, dan
rangkaian batuk yang berlangsung lama. Nyeri diperburuk oleh gerakan inspirasi
dan kadang-kadang dengan mudah dipersepsikan sebagai nyeri dada pleuritik.
g. Pemaparan Geografi atau Lingkungan
Pemaparan lingkungan didapat dari asap rokok (pasif/aktif), karbon monoksida
(asap perapian/cerobong), dan radon (radioaktif). Riwayat pekerjaan
berhubungan dengan asbestosis, batubara, serat kapas, atau inhalasi kimia.
h. Infeksi Pernapasan
Riwayat keperawatan berisi tentang frekuensi dan durasi infeksi saluran
pernapasan. Flu dapat mengakibatkan bronkhitis dan pneumonia. Pemaparan
tuberkulosis dan hasil tes tuberkulin, risiko infeksi HIV dengan gejala infeksi
pneumocystic carinii atau infeksi mikobakterium pneumonia perlu dikaji.
i. Faktor risiko
Riwayat keluarga dengan tuberkulosis, kanker paru, penyakit kardiovaskular
merupakan faktor risiko bagi klien.
j. Obat-obatan
Komponen ini mencakup obat yang diresepkan, obat yang dibeli secara bebas,
dan obat yang tidak legal. Obat tersebut mungkin memiliki efek yang merugikan
akibat kerja obat itu sendiri atau karena interaksi dengan obat lain. Obat ini
mungkin mempunyai efek racun dan dapat merusak fungsi kardiopulmoner.

B. PEMERIKSAAN FISIK PERNAPASAN


Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
1. Inspeksi
Observasi dari kepala sampai ujung kaki untuk mengkaji kulit dan warna
membrane mukosa (pucat, sianosis), penampilan umum, pola pernapasan , bentuk
dada (pigeon chest, funnel chest, barrel chest, flat chest), frekuensi napas, sifat
pernafasan, irama dan kedalaman, tingkat kesadaran (gelisah), penggunaan alat
bantu pernapasan, jenis gangguan pernapasan, keadekuatan sirkulasi sistemik, dan
gerakan dinding dada.
2. Palpasi
Mengkaji kulit dinding dada, kesimetrisan ekspansi paru, nyeri tekan vocal
permitus atau getaran dada, Dengan palpasi dada, dapat diketahui jenis dan jumlah
kerja thoraks, daerah nyeri tekan dan massa. Palpasi ekstremitas untuk
mengetahui sirkulasi perifer, nadi perifer (takikardia), suhu kulit, warna, dan
pengisian kapiler.
3. Perkusi
Perkusi bertujuan untuk mengetahui batas jantung, paru, adanya udara, cairan,
atau benda padat di jaringan, suara paru dan paru. Lima nada perkusi adalah
resonansi/ sonor, hiperresonansi, redup, datar, timpani.
4. Auskultasi
Auskultasi menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi paru. Pemeriksa
harus mengidentifikasi lokasi, radiasi, intensitas, nada, dan kualitas. Auskultasi
bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan udara di sepanjang lapangan
paru: anterior, posterior, dan lateral. Suara napas tambahan terdengar jika paru
mengalami kolaps, terdapat cairan, atau obstruksi. Suara napas utama yaitu:
vesikuler, brancho vesikuler, dan bronchial. Suara napas tambahan seperti:
rales/krakles, ronchi, wheezing, flexural friction rub.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan
oksigenasi.
1. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan spirometri. Klien bernapas
melalui masker mulut yang dihubungkan dengan spirometer. Pengukuran yang
dilakukan mencakup volume tidal (Vт), volume residual (RV), kapasitas residual
fungsional (FRC), kapasitas vital (VC), kapasitas paru total (TLC).
2. Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR)
PEFR adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini
mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar.
3. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pengukuran gas darah untuk menentukan konsentrasi hidrogen (H+), tekanan parsial
oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2), dan saturasi oksihemoglobin (SaO2),
pH, HCO3-.
4. Oksimetri
Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler (SaO2), yaitu persentase
hemoglobin yang disaturasi oksigen.
5. Hitung Darah Lengkap
Darah vena untuk mengetahui jumlah darah lengkap meliputi hemoglobin, hematokrit,
leukosit, eritrosit, dan perbedaan sel darah merah dan sel darah putih.
6. Pemeriksaan sinar X dada
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya cairan
(pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula dan costae), proses abnormal
(TBC).
Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan atau sampel
sputum dan untuk mengangkat plak lendir atau benda asing yang menghambat jalan
napas.
8. CT Scann
CT scann dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan lokasi, tetapi
tidak dapat mengidentifikasi tipe jaringan.
9. Kultur Tenggorok
Kultur tenggorok menentukan adanya mikroorganisme patogenik, dan sensitivitas
terhadap antibiotik.
10. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang
dalam sputum, resistensi, dan sensitivitas terhadap obat.
11. Skin Tes
Pemeriksaan kulit untuk menentukan adanya bakteri, jamur, penyakit paru viral, dan
tuberkulosis.
12. Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura dengan jarum
untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik atau untuk
mengangkat spesimen untuk biopsi.

Anda mungkin juga menyukai