Dalam keadaan normal tubuh berada dalan keseimbangan. Oleh karena suatu
sebab, keseimbangan cairan tubuh dapat mengalami gangguan. Secara garis besar,
gangguan keseimbangan cairan tubuh terbagi dua yakni edema (hipervolemik) dan
dehidrasi (hipovolemik).
a. Edema (hipervolemik)
Edema adalah penimbunan cairan berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di
dalam berbagai rongga tubuh. Edema disebut juga dengan efusi, asites. Penamaan
penimbunan cairan ini bergantung pada lokasi dimana edema itu terjadi. Edema
dapat terjadi secara lokal maupun umum. Edema lokal disebut juga edema piting,
sedangkan edema umum disebut edema anasarka.
Edema diakibatkan oleh peningkatan tenaga yang memindahkan cairan dari
intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan secara normal, menurut hukum
starling diatur oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic di dalam dan di luar
vaskuler. Besarnya tekanan hidrostatik pada ujung arteriola sekitar 35 mmhg,
sedangkan pada ujung venula sekitar 12-15 mmhg. Tekanan osmotik koloid plasma
sebesar 20-25 mmhg
Tekanan hidrostatik kapiler dipengaruhi antara lain oleh besarnya tekanan dari
jantung dan jumlah cairan di intravaskuler. Sedangkan tekanan osmotik koloid
ditentukan oleh albumin. Tekanan hidrostatik bersifat mendorong cairan keluar
melintasi membrane kapiler. Sifat tekanan osmotik koloid adalah menarik air dari
luar. Tekanan hidrostatik intravaskuler dan tekanan osmotic koloid interstitial
cenderung menggerakkan cairan keluar melalui dinding kapiler, sedangkan tekanan
hidrostatik interstitial dan tekanan osmotic koloid intravaskuler cenderung
menggerakkan cairan masuk ke dalam. Pada kondisi normal, tekanan hidrostatik di
kapiler terus menerus cenderung memaksa cairan dan zat terlarut didalamnya keluar
melalui pori-pori kapiler masuk ke dalam ruang interstitial. Tetapi sebaliknya,
tekanan osmotic koloid cenderung menyebabkan gerakan cairan dengan osmosis
dari ruang interstitial ke dalam darah. Tekanan osmotic secara terus menerus darai
darah ke dalam ruang interstitial.
Edema akan terjadi apabila tekanan hidrostatik intravaskuler meningkat, tekanan
osmotic koloid plasma menurun, dan gangguan aliran limfe. Ketiga keadaan
tersebut merupakan penyebab primer edema. Meningkatnya tekanan hidrostatik
cenderung memaksa cairan masuk ke dalam ruang interstitial. Penyebab
peningkatan tersebut diantaranya adalah kegagalan jantung, penurunan perfusi
ginjal, aliran darah yang lambat misalnya karena sumbatan dan lain-lain.
b. Dehidrasi (hipovolemik)
Dehidrasi adalah kehilangan air tubuh atau jaringan atau keadaan yang merupakan
akibat kehilangan air abnormal. Menurut Guyton dehidrasi adalah hilangnya cairan
dari semua pangkalan cairan tubuh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
dehidrasi merupakan keadaan kehilangan cairan tubuh. Terdapat banyak sebab
kehilangan cairan tubuh dan kandungan elektrolit diantaranya kehilangan melalui
kulit seperti diaphoresis, luka bakar. Kehilangan cairan tubuh melalui saluran
penceranaan misalnya muntah, diare, drainase dan gastrik intestinal. Kehilangan
cairan tubuh melalui saluran perkemihan, misalnya karena diuresis osmotik,
diabetes insipidus.
Ada dua jenis dehidrasi yaitu:
1) Dehidrasi dimana kekurangan air lebih dominan dibanding kekurangan
elektrolit (dehidrasi isotonis). Pada dehidrasi jenis ini terjadi pemekatan cairan
ekstraseluler, sehingga terjadi perpindahan air dari intrasel ke ekstrasel yang
menyebabkan terjadi dehidrasi intraseluler. Bila cairan intrasel berkurang lebih
dari 20%, maka sel akan mati. Dehidrasi jenis ini terjadi bila seseorang minum
air laut pada saat kehausan berat.
2) Dehidrasi dimana kekurangan elektrolit lebih dominan dibanding kekurangan
air (dehidrasi hipertonik). Pada dehidrasi jenis ini cairan ekstraseluler bersifat
hipotonis, sehingga terjadi perpindahan air dari ekstrasel ke intrasel yang
menyebabkan terjadi edema intrasel. Dehidrasi jenis ini terjadi bila seseorang
yang mengalami kekurangan cairan hanya diatasi dengan minum air murni
tanpa mengandung elektrolit. Dehidrasi sangat bahaya terhadap keselamatan
hidup manusia. Tingkat keparahan yang ditimbulkan akibat dehidrasi
bergantung pada seberapa besar derajat dehidrasi yang dialaminya. Perawat
harus mampu untuk mengidentifikasi tingkat dehidrasi yang terjadi pada klien.
Untuk mengetahuinya, ada berapa cara yang dapat dilakukan. Pertama, tingkat
keparahan dehidrasi dapat dihitung dari penurunan berat badan sebagaimana
dapat dilihat tabel 3-1 berikut ini.
Kedua tingkat dehidrasi dapat dilihat dari tanda dan gejala yang ada pada klien.
Penilaian tersebut dapat dilihat tabel 3-2 berikut ini.
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah. rewel Lesu, lunglai, atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, Haus, ingin minum Malas minum atau
tidak haus banyak tidak bisa minum
Periksa: turgor Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
kulit lambat
Hasil Tanpa dehidtrasi Dehidrasi ringan/
pemeriksaan sedang, bila ada
c. Kalsium
Kalsium paling banyak terdapat pada rangka dan sebagian kecil larut
dalam cairan tubuh. Kadar kalsium harus tetap berada pada nilai 4,5 – 5,8
mEq/L untuk mempertahankan iritanilitas neuromuscular, pembekuan darah,
serta pembentukan tulang dan gigi. Jumlah kalsium dalam tubuh dikendalikan
oleh 1,25 dihidroksikolekalsiferol yang merupakan vitamin D yang paling aktif,
parathormon dan kalsitonin. 1,25 dihidroksikolekalsiferol dan parathormon
mempunyai efek untuk meningkatkan absorbsi kalsium. Sedangkan kalsitonin
mempunyai efek menurunkan kadar kalsium.
1) Deficit kalsium (hipokalsemia)
Penyebabnya antara lain diet kurang kalsium, defisiensi hormone paratiroid
atau vitamin D, penyakit pancreas dan sebagainya. Gejala klinis yang
muncul diantaranya osteoporosis, fraktur patologis, spasme, kejang-kejang,
mual, muntah, diare, kardiak arrest, deposit kalsium dalam jaringan tubuh,
serta kedutan diseputar hidung, telinga, jari tangan, dan kaki.
2) Kelebihan kalium (hiperkalsemia)
Hiperkalsemia dapat terjadi akibat kalsium keluar dari tulang dan menjadi
pekat dalam cairan ekstraseluler, immobilisasi, kanker tulang metastase, diet
dan penyebab lainnya. Manifestasi klinik yang muncul diantaranya haus,
poliuri, reflex tendon menurun, batu ginjal, lemah, tonus otot menurun, dan
motilitas gastrointestinal traktur menurun.
d. Magnesium
Magnesium berfungsi untuk mengaktifkan reaksi enzimatik, terutama
dalammetabolisme karbohidrat. Selain itu, magnesium juga berfungsi terhadap
sambungan otot dan saraf diaman magnesium menghambat pelepasan
asetilkolin, mengurangi rangsangan sel-sel otot. Kadar magnesium dalam tubuh
berkisar antara 1,5 – 2,5 mEq/L.
1) Deficit magnesium (hipomagnesemia)
Hipomagnesemia dapat terjadi akibat absorbs yang terganggu dari saluran
gastrointestinal, banyak kehilangan magnesium melalui ginjal, atau dapat
pula disebabkan karena malnutrisi yang lama
2) Kelebihan magnesium (hipermagnesemia)
Penyebab hipermagnesemia diantaranya karena gagal ginjal, diabetes
ketoasidosis dengan banyak kehilangan cairan. Gejala klinis yang muncul
antara lain hipotensi, vasodilatasi, peningkatan panas, haus, mual/muntah,
kehilangan reflex-refleks tendon, depresi pernapasan. Hipermagnesemia
yang lama dapat menyebabkan kardiak arrest dan koma.
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN ELEKTROLIT
NO KONDISI NILAI NORMAL PENYEBAB GEJALA
1 Hiponatremia < 138-145 mEq/L Berkeringat berlebihan Sakit kepala, kelemahan
karena suhu lingkungan, otot, fatigue, apatis, mual,
demam, olahraga, muntah, muntah, kejang perut,
diare, pengeluaran cairan shock, kekacauan mental
melalui saluran dan koma
gastrointestinal dan
sebagainya.
6 Hiperkalsemia >5,8 mEq/L Kalsium keluar dari tulang Haus, poliuri, reflex
dan menjadi pekat dalam tendon menurun, batu
cairan ekstraseluler, ginjal, lemah, tonus otot
immobilisasi, kanker menurun, dan motilitas
tulang metastase, diet dan gastrointestinal traktur
penyebab lainnya. menurun.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
Inspeksi pada pemeriksaan fisik sistem perkemihan bertujuan untuk mengetahui
keadaan fungsi sistem perkemihan, mengetahui ada tidaknya kelainan sistem
perkemihan, menentukan diagnosis pasien dengan penyakit atau masalah pada sistem
perkemihan. Massa yang terlihat didaerah perut bagian atas mengkin sulit untuk
dipalpasi jika lunak, seperti pada kasus hidronefrosis. Kepenuhan dalam sudut CVA
biasanya konsisten dengan kanker atau infeksi perinefrik. Adanya lekukan di kulit
menunjukkan edema kulit sekunder pada abses perinefrik. Langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam inspeksi sistem perkemihan meliputi:
a. Atur posisi pasien pada supinasi dan rileks
b. Tinggikan tempat tidur hingga batas nyaman
c. Kaji status kesehatan secara umum
d. Kaji tanda-tanda vital
e. Kaji penampilan umum pasien. catat adanya oedema, moonface dan sindrom
potter
f. Kaji kulit dan membrane mukosa, amati dan catat warna, turgor, tekstur, dan
sekresi keringat
g. Kaji mata pasien, catat adanya ikterik, palpebra odem dan konjungtiva pucat
h. Kaji mulut pasien, catat halitosis (bau mulut), kebersihan gigi, lidah, stomatitis
dan adanya sianosis
i. Kaji hidung pasien, catat adanya pernapasan cuping hidung
j. Kaji telinga pasien. catat warna, bentuk, dan letak daun telinga.
k. Kaji kepala dan leher. Catat persebaran dan warna rambut, serta adanya distensi
vena jugularis
l. Kaji toraks pasien, catat adanya napas kusmaul dan bantuan otot pernapasan
m. Kaji abdomen pasien. Catat kesimetrisan, adanya odem, ikterik, caput medusa
dan warna kulit abdomen
n. Kaji hasil palpasi abdomen. Catat rabaan massa dan nyeri tekan.
o. Lakukan perkusi pada toraks dan abdomen. Catat batas asites (jika odem), batas
jantung dan perubahan suara perkusi.
p. Lakukan auskultasi toraks dan abdomen. Catat suara napas, suara napas
tambahan, suara jantung, dan suara vaskularisasi ginjal.
q. Posisikan pasien fowler membelakangi perawat. lakukan palpasi dan perkusi
ginjal dan catat adanya nyeri tekan pada area CVA.
r. Kaji area ekstremitas. Catat warna kuku, suhu akral, adanya keringat dingin dan
CRT
s. Pakailah handscoen dan kaji area genitalia. Catat adanya lesi, peradangan, dan
kelainan kongenital.
t. Posisikan pasien nyaman kembali
u. Beritahu bahwa tindakan telah selesai
2. Palpasi
Ginjal sulit dipalpasi pada pria karena:
a. Resistensi dari tonus otot perut
b. Posisi tetap lebih dari pada wanita, hanya bergerak sedikit dengan perubahan
postur atau respirasi. Bagian bawah ginjal kanan kadang-kadang dapat
dirasakan, terutama pada pasien kurus, tetapi ginjal kiri biasanya tidak dapat
dirasakan
Palpasi ginjal dilakukan pada saat pasien berbaring dalam posisi terlentang pada
permukaan yang keras. Ginjal diangkat dnegan satu tangan disudut kostovertebral
(CVA). Pada inpirasi yang dalam, ginjal bergerak ke bawah, sisi lain di dorong
dengan kuat dan mendalam di bawah batas kosta. Ketika berhasil, tangan anterior
dapat meraba ukuran, bentuk, dan konsistensi organ saat slip kembali ke posisi
normal. Ginjal juga dapat dipalpasi dengan pemeriksa berdiri dibelakang pasien yang
duduk. Di lain waktu, jika pasien berbaring di satu sisi, ginjal paling atas turun ke
bawah dan medial membuatnya lebih mudah untuk palpasi.
Massa ginjal yang membesar menunjukkan kompensasi hipertropi,
hidronefrosis, tumor, kista, atau penyakit polikistik. Namun, massa di daerah ini juga
dapat mewakili tumor, retropertoneal, limpa, lesi usus (mis : tumor, abses), lesi
kandung empedu, atau kista pancreas.
Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi distensi urine
maka palpasi dilakukan didaerah simphhysis pubis dan umbilicus.
3. Perkusi
a. Ginjal
1) Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
2) Letakkan telapak tangan tidak dominan diats sudut kostovertebral (CVA),
lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan menggunakan
kepalan tangan dominan
3) Ulangi prosedur untuk ginjal kanan, jika kandung kemih penuh, maka akan
teraba lembut, bulat, tegas dan sensitive. Tenderness dan nyeri pada perkusi
b. Kandung kemih
1) Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin
diatas 150 ml. jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi
sampai setinggi umbilicus
2) Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region
suprapubic
3) Jika kandung kemih penuh atau tidaknya volume urine 500 ml, maka akan
terdengar bunyi dullness (resdup) diatas simphysis pubis
4. Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut kostovertebral
dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen
dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis
arteri ginjal)
Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum prosedur USG ginjal dilakukan antara lain:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien dan tawarkan kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan apa pun mengenai prosedur yang akan djalani
2. Minta pasien untuk menandatangani formulir persetujuan yang memberikan izin
untuk melakukan prosedur. Instruksikan pasien membeaca formulir dengan
seksama dan mengajukan pertanyaan jika ada yang tidak jelas (bila ada)
3. Minta pasien minum cairan bening setidaknya satu jam sebelum prosedur
dijalankan. Cegah pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum prosedur.
Umumnya, tidak diperlukan persiapan khusus
V. Evaluasi
Evaluasi terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit pasien dapat dinilai dengan hal-hal
berikut :
1. Output urine pasien seimbang dengan intake cairan
2. Karakteristik urine menunjukkan fungsi ginjal yang baik
3. Pasien mengonsumsi cairan sesuai dengan program (per oral, terapi intravena, atau
TPN).
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan
oksigenasi.
1. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan spirometri. Klien bernapas
melalui masker mulut yang dihubungkan dengan spirometer. Pengukuran yang
dilakukan mencakup volume tidal (Vт), volume residual (RV), kapasitas residual
fungsional (FRC), kapasitas vital (VC), kapasitas paru total (TLC).
2. Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR)
PEFR adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini
mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar.
3. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pengukuran gas darah untuk menentukan konsentrasi hidrogen (H+), tekanan parsial
oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2), dan saturasi oksihemoglobin (SaO2),
pH, HCO3-.
4. Oksimetri
Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler (SaO2), yaitu persentase
hemoglobin yang disaturasi oksigen.
5. Hitung Darah Lengkap
Darah vena untuk mengetahui jumlah darah lengkap meliputi hemoglobin, hematokrit,
leukosit, eritrosit, dan perbedaan sel darah merah dan sel darah putih.
6. Pemeriksaan sinar X dada
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya cairan
(pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula dan costae), proses abnormal
(TBC).
Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan atau sampel
sputum dan untuk mengangkat plak lendir atau benda asing yang menghambat jalan
napas.
8. CT Scann
CT scann dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan lokasi, tetapi
tidak dapat mengidentifikasi tipe jaringan.
9. Kultur Tenggorok
Kultur tenggorok menentukan adanya mikroorganisme patogenik, dan sensitivitas
terhadap antibiotik.
10. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang
dalam sputum, resistensi, dan sensitivitas terhadap obat.
11. Skin Tes
Pemeriksaan kulit untuk menentukan adanya bakteri, jamur, penyakit paru viral, dan
tuberkulosis.
12. Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura dengan jarum
untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik atau untuk
mengangkat spesimen untuk biopsi.