ELEKTROLIT
BLOK XIX KEGAWATDARURATAN MEDIS
Metyana Cahyaningtyas
NIM.1210015035
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015/2016
Cairan tubuh adalah larutan dalam tubuh yang terdiri dari pelarut (air) dan zat
terlarut (glukosa, protein, urea, ion dan sebagainya).
Di dalam tubuh, air terdapat dalam dua kompartemen besar, yaitu intrasel dan ekstrasel.
1. Kompartemen intrasel
Cairan intrasel (intracellular fluid) adalah cairan yang terdapat dalam sel
tubuh. Volume cairan intrasel lebih kurang 33% BB atau 60% dari jumlah air tubuh
total, merupakan air yang terdapat di dalam sel. Kandungan air di intrasel lebih
banyak dibanding di ekstrasel dan persentase volume cairan intrasel pada anak lebih
kecil dibandingkan orang dewasa karena jumlah sel lebih sedikit dan ukuran sel
lebih kecil. Cairan intrasel berperan menghasilkan, menyimpan, dan penggunaan
energi serta proses perbaikan sel. Selain itu, cairan intrasel juga berperan dalam
proses replikasi dan berbagai fungsi khusus antara lain sebagai cadangan air untuk
mempertahankan volume dan osmolalitas cairan ekstrasel.
2. Kompartemen ekstrasel
Cairan ekstrasel adalah cairan yang terdapat di luar sel tubuh. Cairan ekstrasel
terdiri dari:
o Cairan interstisium atau cairan antar-sel, yang berada di antara sel-sel.
o Cairan intra-vaskular, yang berada dalam pembuluh darah yang merupakan
bagian cair dari darah yaitu plasma darah.
o Cairan trans-sel, yang berada dalam rongga-rongga khusus, misalnya cairan
otak (likuor serebrospinal), bola mata, sendi. Jumlah cairan trans-sel relatif
sedikit.
Pengantar semua keperluan sel (nutrient, oksigen, berbagai ion, mineral, dan
regulator hormone/molekul).
Pengangkut CO2, sisa metabolisme, bahan toksik atau bahan yang telah mengalami
detoksifikasi dari sekitar lingkungan sel.
Persentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan
tergantung beberapa hal. Antara lain :
a. Umur
Bayi (baru lahir) 75%
Dewasa: Pria (20-40 tahun) 60%
Wanita (20-40 tahun) 50%
Usia Lanjut 45-50%
b. Presentase lemak tubuh
c. Jenis kelamin
2) Jelaskan dengan singkat mengenai keseimbangan air dalam tubuh dan
bagaimana aspek laboratoriumnya !
HIPOVOLEMIA
Hipovolemia adalah suatu keadaan di mana berkurangnya volume cairan tubuh yang
akhirnya menimbulkan hipoperfusi jaringan. Hipovolemia adalah berkurangnya cairan
ekstrasel dimana air dan natrium berkurang dalam jumlah yang sebanding. Hipovolemia
dapat terjadi pada kehilangan air dan natrium melalui saluran intestinalis seperti muntah,
diare, perdarahan, atau melalui pipa sonde. Dapat juga melalui ginjal antara lain
penggunaan diuretik, diuresis osmotik, salt wasting nephropathy, hipoaldosteronisme.
Melalui kulit dan saluran napas seperti insensible water loss, keringat, luka bakar. Atau
juga melalui sekuestrasi cairan seperti pada ileus obstruksi, trauma, dan fraktur (Sudoyo,
2009).
DEHIDRASI
Dehidrasi adalah keadaan di mana berkurangnya volume air tanpa elektrolit (natrium) atau
berkurangnya air jauh melebihi berkuragnnya natrium dari cairan ekstrasel. Akibatnya
terjadi peningkatan natrium dalam ekstrasel sehingga cairan intrasel akan masuk ke ekstra
sel (volume cairan intrasel berkurang). Dengan kata lain, dehidrasi melibatkan pengurangan
cairan intra dan ekstrasel secara bersamaan dimana 40% dari cairan yang hilang berasal
dari ekstrasel dan 60% berasal dari intrasel (Sudoyo, 2009).
Hematokrit dan kadar protein plasma meningkat, tetapi peningkatan dalam rentang
normal hanya dapat diinterpretasi jika nilai-nilai sebelumnya diketahui.
Kadar natrium plasma dapat menurun, normal, atau meningkat tergantung pada
proporsi antara defisit natrium dan air.
Kreatini dan nitrogen urea darah biasanya meningkat, karena laju filtrasi glomerulus
menurun (azootemia prarenal). Nitrogen urea darah (BUN) cenderung meningkat
lebih dari kreatinin plasma.
Kadar natrium air kemih mungkin berguna untuk membedakan oenyebab
kehilangan natrium, apakah renal atau ekstrarenal terutama bila penyebab yang
mungkin tidak diperoleh dengan jelas dari anamnesis. Pada kehilangan ekstra renal,
kadar natrium air kemih biasanya kurang dari 10 mmol/L, kadar natrium biasanya
melampaui 20 mmol/L jika kesalahan ada pada ginjal atau adrenal. Namun
demikian, kadar natrium air kemih dapat saja berada jauh di bawah angka ini
bahkan pada pasien dengan pemborosan garam lewat ginjal yaitu jika kehilangan
natrium menjadi parah (Sudoyo, 2009).
HIPERVOLEMIA
Hipervolemia adalah suatu keadaan di mana terjadinya peningkatan volume cairan ekstra
sel khususnya intravaskuler melebihi kemampuan tubuh mengeluarkan air melalui ginjal,
saluran intestinal, kulit. Keadaan ini lebih dipermudah dengan adanya gangguan pada otot
jantung (gagal jantung kongestif) atau pada gangguan fungsi ginjal berat (penyakit ginjal
kronik stadium 4 atau 5) (Sudoyo, 2009).
EDEMA
Edema adalah suatu pembengkakan yang dapat diraba akibat penambahan volume cairan
intertitium. Ada dua faktor penentu terhadap terjadinya edema antara lain:
HIPONATREMIA
Seseorang dikatakan hiponatremia bila konsentrasi natrium plasma turun lebih dari
beberapa miliequvalen di bawah nilai normal (135-145 mEq/L). Hiponatremia biasanya
berkaitan dengan hipoosmolalitas. Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau
penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan
konsentrasi natrium plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada
dehidrasi, hipoosmotik, seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang
berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel seperti diare,
muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara berlebihan. Hiponatremia juga dapat
disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang menyebabkan gangguan fungsi glomerulus
dan tubulus pada ginjal, penyakit Addison, serta retensi air yang berlebihan (overhidrasi
hipoosmotik) akibat hormon antidiuretik (Yaswir, 2012).
HIPERNATREMIA
Hipernatremia bila konsentrasi natrium plasma meningkat di atas normal. Hipernatremia
berkaitan dengan hiperosmolalitas. Peningkatan konsentrasi natrium plasma karena
kehilangan air dan larutan ekstrasel (dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau
karena kelebihan natrium dalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi osmotik atau
retensi air oleh ginjal dapat menyebabkan peningkatan osmolaritas dan konsentrasi natrium
klorida dalam cairan ekstrasel. Hipernatremia dapat terjadi bila ada defisit cairan tubuh
akibat ekskresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan air yang kurang, misalnya pada
pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau keringat (Yaswir, 2012).
HIPOKALEMIA
Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L, disebut sebagai hipokalemia. Kekurangan ion
kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat. Penyebab hipokalemia
antara lain asupan kalium kurang (orang tua hanya makan roti panggang dan teh, pasien
sakit berat yang tidak dapat makan dan minum dengan baik melalui mulut), pengeluaran
kalium berlebihan (muntah, pemakaian diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid
primer atau hiperaldosteronisme primer), kalium masuk ke dalam sel (alkalosis ekstrasel,
pemberian insulin, peningkatan aktivitas betaadrenergik, paralisis periodik hipokalemik dan
hiponatremia) (Yaswir, 2012).
HIPERKALEMIA
Kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Peningkatan kalium
plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang lebih tinggi lagi
dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung. Penyebab hiperkalemia antara lain
keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel (asidosis metabolik bukan oleh asidosis organik
(ketoasidosis), asidosis laktat), defisit insulin (pseudohiperkalemia), berkurangnya ekskresi
kalium melalui ginjal (hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif,
pemakain siklosporin, atau akibat koreksi ion kalium berlebihan, dan pada kasus-kasus
yang mendapat terapi ACE inhibitor) (Yaswir, 2012).
HIPOKLORINEMIA
HIPERKLORINEMIA
HIPERKALSEMIA
HIPOKALSEMIA
Kadar kalsium normal adalah 4-5,2 mg/dl atau 1-1,3 mmol/L. Gejala hipokalsemia berupa
parestesia, tetani, hipotensi dan kejang. Disebabkan oleh defisiensi vitamin D,
hipoparatiroidisme, proses keganasan, hiperfosfatemia (Sudoyo, 2009).
Fisiologi Elektrolit
1. Fisiologi Natrium
Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang
dari 10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran
cerna bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi
sebagai cairan pada saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu. konsentrasi
natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L.
2. Fisiologi Kalium
3. Fisiologi Klorida
Jumlah klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram
berat badan. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12%
dalam cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan
pada anak -anak dan dewasa.
4) Jelaskan dengan singkat : bahan, antikoagulan, metode, nilai normal serta hal-
hal yang mempengaruhi pemeriksaan elektrolit tubuh ( elektrolit utama saja ).
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dapat dilakukan pada sampel whole blood, plasma, serum, urine,
keringat, feses, dan cairan tubuh. Pemeriksaan pada whole blood biasanya dilakukan
bersama dengan pemeriksaan pH dan gas darah dan harus segera diperiksa (kurang
dari 1 jam). Sampel serum, plasma atau urine dapat disimpan pada refrigerator dalam
tabung tertutup pada suhu 20C - 80C dan dihangatkan kembali pada suhu ruangan
(150C -300C) sebelum diperiksa. Sampel feses harus cair, disaring dan diputar
(sentrifugasi) sebelum dilakukan pemeriksaan.
Prinsip Pengukuran
Pada dasarnya alat yang menggunakan metode ISE untuk menghitung
kadar ion sampel dengan membandingkan kadar ion yang tidak
diketahui nilainya dengan kadar ion yang diketahui nilainya. Membran ion
selektif pada alat mengalami reaksi dengan elektrolit sampel. Membran
merupakan penukar ion, bereaksi terhadap perubahan listrik ion sehingga
menyebabkan perubahan potensial membran. Perubahan potensial
membran ini diukur, dihitung menggunakan persamaan Nerst, hasilnya
kemudian dihubungkan dengan amplifier dan ditampilkan oleh alat .
Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Salah satu pemeriksaan Nernst yang dipakai yaitu:
2. Pemeriksaan dengan Spektrofotometer Emisi Nyala (Flame Emission
Spectrofotometry/FES)
Spektrofotometer emisi nyala digunakan untuk pengukuran kadar natrium dan
kalium. Penggunaan spektrofotometer emisi nyala di laboratorium berlangsung
tidak lama, selanjutnya penggunaannya dikombinasi dengan elektrokimia untuk
mempertahankan penggunaan dan keamanan prosedurnya.
Prinsip pemeriksaan spektrofotometer emisi nyala adalah sampel diencerkan
dengan cairan pengencer yang berisi litium atau cesium, kemudian dihisap dan
dibakar pada nyala gas propan. Ion natrium, kalium, litium, atau sesium bila
mengalami pemanasan akan memancarkan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu (natrium berwarna kuning dengan panjang gelombang 589nm, kalium
berwarna ungu dengan panjang gelombang 768 nm, litium 671 nm, sesium
825 nm). Pancaran cahaya akibat pemanasan ion dipisahkan dengan filter dan
dibawa ke detektor sinar.
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem (6 ed.). Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Yaswir, Rismawati & Ira Ferawati. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium,
Kalium, dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium dalam Jurnal Kesehatan
Andalas 2012; 1(2) diunduh dari http://jurnal.fk.unand.ac.id.