OLEH :
NI KETUT NADIA WINI SARAH
NIM. 2102621060
1) Anatomi Organ
- Pengaturan volume dan osmolalitas CES melalui retensi dan ekskresi selektif
cairan tubuh.
- Pengaturan Kadar elektrolit dalam CES dengan retensi selektif substansi yang
dibutuhkan dan ekskresi selektif substansi yang tidak dibutuhkan.
c. Paru-paru
Melalui proses ekshalasi paru-paru membuang kira-kira 300 ml air setiap hari pada
orang norma. Kondisi-kondisi abnormal seperti hiperpnea (respirasi dalam yang
abnormal)atau batuk terus menerus meningkatkan kehilangan cairan.
d. Kelenjar pituitari
Hipotalamus menghasilkan suatu subtansi yang dikenal dengan nama hormon anti
diuretik (ADH), yang disimpan dalam kelenjar pituitari posterior dan dilepaskan
jika diperlukan. Fungsi ADH adalah untuk mempertahankan tekanan osmotik sel
dengan mengendalikan retensi atau ekskresi air oleh ginjal dan dengan mengatur
volume darah.
e. Kelenjar Adrenal
Menghasilkan hormon aldosterone yang mempunyai efek mendalam pada
keseimbangan cairan. Peningkatan sekresi sldoterone menyebabkan retensi
natrium yang juga retensi air, serta kehilangan kalium. Sedangkan penurunna
aldosterone menyebabkan kehilangan natrium dan air serta retensi kalium.
f. Kelenjar Paratiroid
Berfungsi mengatur keseimbangan kalsium dan fospat melalui hormon paratiroid
(PTH). PTH mempengaruhi resorpsi tulang, absorpsi kalsium, dari usus halus, dan
reabsorbsi kalsium dari tubulus ginjal.
2) Volume dan Distribusi Cairan Tubuh
a. Volume cairan
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira- kira 60% dari
berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung
pada kandungan lemak, badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit
menyimpan cairan, dimana lemak pada wanita lebih banyak daripada pria
sehingga jumlah volume cairan lebih rendah dari pria. Usia juga berpengaruh
terhadap volume cairan dimana makin tua usia makin sedikit kandungan airnya
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
b. Distribusi cairan
Cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen, yaitu pada intraseluler
dan ekstraseluler. Cairan intraseluler (CIS) kira-kira 2/3 atau 40% dari berat
badan. Ion utama di dalam CIS adalah kalium, magnesium dan fosfat (serta
protein). Sedangkan cairan ekstraseluler (CES) 20% dari berat badan, cairan ini
terdiri atas plasma (cairan intravascular) 5%, cairan interstisial (cairan disekitar
tubuh seperti limfa) 10-15%, cairan transselular (misalnya, cairan
serebrospinalis, cairan sinovial, cairan dalam peritonium, cairan akueus dalam
rongga mata, dan lain-lain) 1-3%. Terutama karena kesulitan dalam
memperoleh cairan intraseluler, maka relative sedikit diketahui tentang
pengendalian volume cairan intraseluler dalam keadaan sehat maupun sakit,
maka haruslah terdapat mekanisme tertentu yang mencegah masuknya air secara
tidak terkendali ke dalam sel dan mengakibatkan pembengkakan sel, yang
berbeda dengan sel tanaman, sel tubuh tidak dilindungi oleh membran yang kuat
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
C. Jenis/Macam/Klasifikasi
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu:
1. Cairan Intraseluler ( CIS )
Cairan intraseluler yaitu cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh (Abdul H.
2008). Cairan ini menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body
water[TBW]). CIS merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor.
1989). Pada orang dewasa. CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau V» dari
TBW. contoh: pria dewasa 70kg CIS 251iter. Sedangkan pada bayi 50% cairan
tubuhnya adalah cairan intraseluler.
3. Pola intake: jumlah dan tipe cairan yang biasa dikonsumsi, riwayat anoreksia,
kram abdomen, rasa haus yang berlebihan.
b. Pemeriksaan Fisik
2. Berat badan
Timbang berat badan setiap hari untuk mengetahui risiko terkena gangguan
cairan dan elektrolit. Dengan demikian, retensi cairan dapat dideteksi lebih dini
karena 2,5–5 kg cairan tertahan di dalam tubuh sebelum muncul edema.
Perubahan dapat turun, naik, atau stabil.
4. Bayi: fontanela cekung jika kekurangan volume cairan, dan menonjol jika
kelebihan cairan.
5. Mata:
- Cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak ada
- Edema periorbital, papiledema
7. Sistem kardiovaskular:
a) Inspeksi:
- Vena leher: JVP/jugularis vena pressur datar atau distensi
- Central venus pressure (CVP) abnormal
- Bagian tubuh yang tertekan, pengisian vena lambat
b) Palpasi:
- Edema: lihat adanya pitting edema pada punggung, sakrum, dan
tungkai (pre tibia, maleolus medialis, punggung kaki)
- Denyut nadi: frekuensi, kekuatan
- Pengisian kapiler
c) Auskultasi:
- Tekanan darah: ukur pada posisi tidur dan duduk, lihat perbedaannya,
stabil, meningkat, atau menurun.
- Bunyi jantung: adakah bunyi tambahan
10. Sistem ginjal: oliguria atau anuria, diuresis, berat jenis urine meningkat
12. Kulit:
- Suhu tubuh: meningkat/menurun
- Inspeksi: kering, kemerahan
- Palpasi: turgor kulit tidak elastik, kulit dingin dan lembab.
c. Pemeriksaan diagnostik
3. Kadar kreatinin
Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengukur fungsi ginjal. Kreatinin
adalah produk normal metabolisme otot dan diekskresikan dalam kadar yang
cukup konstan, terlepas dari faktor asupan cairan, diet, dan olah raga.
c. Kelebihan Cairan
Kelebihan air atau hipoosmolaritas serum adalah suatu keadaan dimana seseorang
mempunyai air tubuh berlebihan yang berhubungan dengan pelarut.
d. Kekurangan Cairan
Kekurangan air atau hiperosmolaritas serum adalah suatu keadaan dimana seseorang
mempunyai kekurangan air tubuh berhubungan dengan pelarut.
G. Nursing Care Plan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Kekurangan Volume Keseimbangan Cairan setelah diberikan NIC Lable : Manajemen Hipovolemia
Cairan tindakan selama 2 x 30 menit diharapkan
Tindakan:
klien akan memiliki kembali keseimbangan
cairan dengan kriteria hasil: 1. Monitor status hemodinamik (nado,
- Turgor kulit yang elastik akan kembali; tekanan darah,MAP, CPV, PAP, PCWP
jika tersedia
- Membran mukosa klien akan lembab;
2. Monitor tanda-tanda dehidrasi
- Tidak ada keluhan haus;
3. Monitor penyebab kehilangan cairan
- Berat badan akan stabil pada nilai normal; (diare, muntah, perdarahan, takipnea)
- Tanda-tanda vital akan kembali ke nilai 4. Dukung asupan cairan oral
normal
5. Jaga kepatenan akses IV
- Klien mempertahankan intake dan output
6. Berikan cairan IV yang sesuai dengan
seimbang.
resep
I. Jurnal Pendukung
“Pengaruh Terapi Ice Cube’s Sebagaia Evidence Based Nursing Untuk Mengurangi
Rasa Haus Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisa”
Gagal Ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih
kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme, keseimbangan cairan, dan
elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pasien dengan gagal ginjal kronik harus
menjaga dan harus membatasi intake cairan untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan
dalam tubuh. Pembatasan cairan menjadikan penurunan intake per oral ini akan
menyebabkan mulut kering dan lidah jarang teraliri air dan keadaan ini yang memicu
keluhan haus. Cara untuk mengurangi rasa haus salah satunya dengan terapi ice cube’s.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi ice cube’s untuk mengurangi rasa
haus pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUD Pandan Arang
Boyolali. Pelaksanaan evidance based nursing terapi ice cube’s ini diberikan kepada 10
responden dengan teknik purposive sampling. Instrumen penerapan terapi ini menggunakan
kuesioner DTI (Dialysis Thirst Inventory). Penerapan terapi ice cube’s ini diberikan selama
5 menit pada saat proses dialysis dengan cara mengulum es kubus dengan kandungan 5 ml
air yang bisa dilakukan dalam 3-4 kali sehari dengan maksimal 10 kubus sehari. Karakteristik
responden dibedakan pada usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Hasil statistik uji
T, tidak terdapat perbedaan antara kelompok intervensi yang diberikan terapi ice cube’s
dengan p-value 0.000 dan kelompok kontrol yang diberikan penyuluhan mengenai
pembatasan cairan p-value 0.022. berdasarkan hasil disimpulkan bahwapengaruh terapi ice
cube’s untuk mengurangi rasa haus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa. Penerapan terapi ice cube’s terbukti mampu menurunkan rasa haus sehingga
bermanfaat untuk diterapkan pada pasien hemodialisa.
Daftar Pustaka
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Kozier,E., B & Synder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses &
Prakti, 7 ed., Vol. 1. Jakarta: EGC.
Potter,P.A., Perry,A.G., 2006., Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik., Edisi 4., Volume 2., Jakarta : EGC
Rosdahl, Bunker C., dan Kowalski, T., Marry. 2014. Buku Ajar Keperawatan Dasar
Edisi 10 Volume 1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., 2002, Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, Alih
Bahasa: Monica Ester, Jakarta : EGC.