Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR


CAIRAN

OLEH :
NI KETUT NADIA WINI SARAH
NIM. 2102621060

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI


NERS FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
A. Definisi
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu. Elektrolit
adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut
ion jika berada dalam larutan. Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses
dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam
berespon terhadap stressor fisiologis dan lingkungan (Tarwoto & Wartonah. 2004).
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis
(physiological needs). Kebutuhan ini memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh
dengan hampir 90% dari total berat badan. Cairan tubuh ini sangat penting perannya
dalam menjaga keseimbangan (Homeostasis) proses kehidupan. Peranan tersebut
dikarenakan air memiliki karakteristik fisiologis (Asmadi, 2008). Cairan dalam tubuh
manusia normalnya adalah seimbang antara asupan (input) dan haluaran (output).
Jumlah asupan cairan harus sama dengan jumlah cairan yang dikeluarkan dari tubuh.
Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh akan kehilangan cairan
antara lain melalui proses penguapan ekspirasi penguapan kulit, ginjal (urine),
ekskresi pada proses metabolisme (defekasi) (Rosdahl dkk, 2014). Keseimbangan
cairan yaitu keseimbangan antara intake dan output. Dimana pemakaian cairan pada
orang dewasa antara 1.500ml - 3.500ml/hari, biasanya pengaturan cairan tubuh
dilakukan dengan mekanisme haus.

B. Anatomi dan Fisiologi Organ terkait

1) Anatomi Organ

Berikut adalah anatomi organ dalam keseimbangan cairan:


a. Ginjal
Ginjal berfungsi baik secara otonom maupun dalam berespon terhadap pembawa
pesan yang dibawa oleh darah, seperti aldosterone dan hormon anti diuretik (ADH).
Fungsi Utama Ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan antaralain:

- Pengaturan volume dan osmolalitas CES melalui retensi dan ekskresi selektif
cairan tubuh.
- Pengaturan Kadar elektrolit dalam CES dengan retensi selektif substansi yang
dibutuhkan dan ekskresi selektif substansi yang tidak dibutuhkan.

- Pengaturan pH CES melalui retensi ion-ion hidrogen

- Ekskresi sampah metabolik dan substansi toksik

b. Jantung dan pembuluh darah


kerja pompa jantung mensirkulasi darah melalui ginjal di bawah tekanan sesuai
untuk menghasilkan urin. Kegagalan kerja pompa ini mengganggu perfusi ginjal
dan karena itu mengganggu pengaturan cairan dan elektrolit.

c. Paru-paru
Melalui proses ekshalasi paru-paru membuang kira-kira 300 ml air setiap hari pada
orang norma. Kondisi-kondisi abnormal seperti hiperpnea (respirasi dalam yang
abnormal)atau batuk terus menerus meningkatkan kehilangan cairan.
d. Kelenjar pituitari
Hipotalamus menghasilkan suatu subtansi yang dikenal dengan nama hormon anti
diuretik (ADH), yang disimpan dalam kelenjar pituitari posterior dan dilepaskan
jika diperlukan. Fungsi ADH adalah untuk mempertahankan tekanan osmotik sel
dengan mengendalikan retensi atau ekskresi air oleh ginjal dan dengan mengatur
volume darah.

e. Kelenjar Adrenal
Menghasilkan hormon aldosterone yang mempunyai efek mendalam pada
keseimbangan cairan. Peningkatan sekresi sldoterone menyebabkan retensi
natrium yang juga retensi air, serta kehilangan kalium. Sedangkan penurunna
aldosterone menyebabkan kehilangan natrium dan air serta retensi kalium.

f. Kelenjar Paratiroid
Berfungsi mengatur keseimbangan kalsium dan fospat melalui hormon paratiroid
(PTH). PTH mempengaruhi resorpsi tulang, absorpsi kalsium, dari usus halus, dan
reabsorbsi kalsium dari tubulus ginjal.
2) Volume dan Distribusi Cairan Tubuh
a. Volume cairan
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira- kira 60% dari
berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung
pada kandungan lemak, badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit
menyimpan cairan, dimana lemak pada wanita lebih banyak daripada pria
sehingga jumlah volume cairan lebih rendah dari pria. Usia juga berpengaruh
terhadap volume cairan dimana makin tua usia makin sedikit kandungan airnya
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
b. Distribusi cairan
Cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen, yaitu pada intraseluler
dan ekstraseluler. Cairan intraseluler (CIS) kira-kira 2/3 atau 40% dari berat
badan. Ion utama di dalam CIS adalah kalium, magnesium dan fosfat (serta
protein). Sedangkan cairan ekstraseluler (CES) 20% dari berat badan, cairan ini
terdiri atas plasma (cairan intravascular) 5%, cairan interstisial (cairan disekitar
tubuh seperti limfa) 10-15%, cairan transselular (misalnya, cairan
serebrospinalis, cairan sinovial, cairan dalam peritonium, cairan akueus dalam
rongga mata, dan lain-lain) 1-3%. Terutama karena kesulitan dalam
memperoleh cairan intraseluler, maka relative sedikit diketahui tentang
pengendalian volume cairan intraseluler dalam keadaan sehat maupun sakit,
maka haruslah terdapat mekanisme tertentu yang mencegah masuknya air secara
tidak terkendali ke dalam sel dan mengakibatkan pembengkakan sel, yang
berbeda dengan sel tanaman, sel tubuh tidak dilindungi oleh membran yang kuat
(Tarwoto & Wartonah, 2010).

c. Mekanisme Pergerakan Cairan dan Elektrolit


Mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui tiga proses, yaitu :
- Difusi
Difusi merupakan proses perpindahan partikel cairan dari konsentrasi tinggi
ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dak elektrolit
didifusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh
ukuran molekul, konsentrasi larutan dan temperatur.
- Osmosis
Osmosis merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui
membran semipermiabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke
konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.
- Transpor Aktif
Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya daya aktif
dari tubuh seperti pompa jantung.

C. Jenis/Macam/Klasifikasi
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu:
1. Cairan Intraseluler ( CIS )
Cairan intraseluler yaitu cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh (Abdul H.
2008). Cairan ini menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body
water[TBW]). CIS merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor.
1989). Pada orang dewasa. CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau V» dari
TBW. contoh: pria dewasa 70kg CIS 251iter. Sedangkan pada bayi 50% cairan
tubuhnya adalah cairan intraseluler.

2. Cairan Ekstraseluler ( CES )


Cairan Exstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan menyusun sekitar
30% dari total cairan tubuh. Pada orang dewasa CES menyusun sekitar 20% berat
tubuh (Price & Wilson, 1986). CES terdiri dari tiga kelompok yaitu (Abdul H,
2008):

- Cairan intravaskuler (plasma) yaitu cairan di dalam sistem vaskuler.

- Cairan intersitial yaitu cairan yang terletak diantara sel.

- Cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal,


cairan intraokuler dan sekresi saluran cerna.

Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta


mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah
antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan yaitu anion dan kation.

D. Jenis Gangguan Kebutuhan Dasar Cairan

a. Hipovolemia (kekurangan volume cairan), merupakan kekurangan cairan volume


cairan ekstraseluler ( CES ).

b. Hipervolemia (FVE), yaitu keadaan dimana seorang individu mengalami atau


berisiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial.

c. Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia, merupakan penurunan kadar fosfat didalam


serum, kondisi ini dapat muncul akibat penurunan absorbsi fosfat diusus.
Sedangkan hiperfosfatemia adalah peningkatan kadar ion fosfat di dalam serum.

d. Hipokloremia dan hiperkloremia, yaitu penurunan kadar ion klorida di dalam


serum. Sedangkan hoperkloremia adalah peningkatan kadar ion klorida didalam
serum.

E. Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang Kebutuhan Dasar


Pengkajian pada pasien dengan gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit meliputi
riwayat perawatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan dalam pemenuhan cairan dan elektrolit
ditujukan/difokuskan pada:
1. Faktor risiko terjadinya ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa:

- Usia: sangat muda, sangat tua

- Penyakit kronik: kanker, penyakit kardiovaskular (gagal jantung kongestif),


penyakit endokrin (cushing, DM), malnutrisi, PPOK, penyakit ginjal (gagal
ginjal prorogresif), perubahan tingkat kesadaran.

- Trauma: cedera akibat kecelakaan, cedera kepala, combostio.

- Terapi: diuretik, steroid, terapi IV, nutrisi parental total.


- Kehilangan melalui saluran gastrointestinal: gastroenteritis, pengisapan
nasogastrik, fistula.

2. Riwayat keluhan: kepala sakit/pusing/pening, rasa baal dan kesemutan.

3. Pola intake: jumlah dan tipe cairan yang biasa dikonsumsi, riwayat anoreksia,
kram abdomen, rasa haus yang berlebihan.

4. Pola eliminasi: kebiasaan berkemih, adanya perubahan baik dalam jumlah


maupun frekuensi berkemih, karakteristik urine, jumlah tubuh mengeluarkan
cairan.

b. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.


Pemeriksaan fisik meliputi:

1. Keadaan umum: iritabilitas, letargi, bingung, disorientasi

2. Berat badan
Timbang berat badan setiap hari untuk mengetahui risiko terkena gangguan
cairan dan elektrolit. Dengan demikian, retensi cairan dapat dideteksi lebih dini
karena 2,5–5 kg cairan tertahan di dalam tubuh sebelum muncul edema.
Perubahan dapat turun, naik, atau stabil.

3. Intake dan output cairan


Intake cairan meliputi per oral, selang NGT, dan parenteral. Output cairan
meliputi urine, feses, muntah, pengisapan gaster, drainage selang paska bedah,
maupun IWL. Apakah balance cairan seimbang, positif atau negatif. Kaji
volume, warna, dan konsentrasi urine

4. Bayi: fontanela cekung jika kekurangan volume cairan, dan menonjol jika
kelebihan cairan.

5. Mata:
- Cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak ada
- Edema periorbital, papiledema

6. Tenggorokan dan mulut :


Membran mukosa kering, lengket, bibir pecah-pecah dan kering, saliva
menurun, lidah di bagian longitudinal mengerut

7. Sistem kardiovaskular:

a) Inspeksi:
- Vena leher: JVP/jugularis vena pressur datar atau distensi
- Central venus pressure (CVP) abnormal
- Bagian tubuh yang tertekan, pengisian vena lambat

b) Palpasi:
- Edema: lihat adanya pitting edema pada punggung, sakrum, dan
tungkai (pre tibia, maleolus medialis, punggung kaki)
- Denyut nadi: frekuensi, kekuatan
- Pengisian kapiler

c) Auskultasi:
- Tekanan darah: ukur pada posisi tidur dan duduk, lihat perbedaannya,
stabil, meningkat, atau menurun.
- Bunyi jantung: adakah bunyi tambahan

8. Sistem pernapasan: dispnea, frekuensi, suara abnormal (creckles)

9. Sistem gastro intestinal:


- Inspeksi: abdomen cekung/distensi, muntah, diare
- Auskultasi: hiperperistaltik disertai diare, atau hipoperistaltik

10. Sistem ginjal: oliguria atau anuria, diuresis, berat jenis urine meningkat

11. Sistem neuromuskular :


- Inspeksi: kram otot, tetani, koma, tremor
- Palpasi: hipotonisit, hipertonisitas
- Perkusi: refleks tendon dalam (menurun/tidak ada, hiperaktif/meningkat)

12. Kulit:
- Suhu tubuh: meningkat/menurun
- Inspeksi: kering, kemerahan
- Palpasi: turgor kulit tidak elastik, kulit dingin dan lembab.

c. Pemeriksaan diagnostik

1. Kadar elektrolit serum


Kadar elektrolit serum diukur untuk menentukan status hidrasi, konsentrasi
elektrolit, dan keseimbangan asam basa. Elektrolit yang sering diukur
mencakup natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan daya gabungan karbon
dioksida.
2. Hitung darah lengkap
Hitung darah lengkap adalah suatu penetapan jumlah dan tipe eritrosit dan
leukosit per milimeter kubik darah. Perubahan hematokrit terjadi sebagai
respons terhadap dehidrasi atau overhidrasi. Anemia juga dapat memengaruhi
status oksigenasi.

3. Kadar kreatinin
Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengukur fungsi ginjal. Kreatinin
adalah produk normal metabolisme otot dan diekskresikan dalam kadar yang
cukup konstan, terlepas dari faktor asupan cairan, diet, dan olah raga.

4. Berat jenis urine


Pemeriksaan berat jenis urine mengukur derajat konsentrasi urine. Rentang
berat jenis urine normal antara 1,003 – 1,030.

5. Analisis gas darah arteri


Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang status
keseimbangan asam basa dan tentang keefektifan fungsi ventilasi dalam
mengakomodasi oksigen-karbon dioksida secara normal. Pemeriksaan pH
darah arteri mengukur konsentrasi hidrogen. Penurunan pH dihubungkan
dengan asidosis, dan peningkatan pH dihubungkan dengan alkalosis. PaCO2
mengukur tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri, dan PaO2
mengukur tekanan parsial oksigen dalam darah arteri. SaO2 mengukur derajat
hemoglobin yang disaturasi oleh oksigen. Bikarbonat mencerminkan porsi
pengaturan asam basa ginjal.

F. Diagonosisi Keperawatanan Gangguan Kebutuhan Dasar

a. Defisit Volume Cairan : Defisit Volume ECF (Ekstra Cell Fluid)


Defisit volume ECF adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kekurangan
volume cairan vaskular dan interstitiil.

b. Kelebihan Volume Cairan: Kelebihan Volume ECF


Kelebihan volume ECF adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
kelebihan volume cairan vaskular dan interstitiil.

c. Kelebihan Cairan
Kelebihan air atau hipoosmolaritas serum adalah suatu keadaan dimana seseorang
mempunyai air tubuh berlebihan yang berhubungan dengan pelarut.

d. Kekurangan Cairan
Kekurangan air atau hiperosmolaritas serum adalah suatu keadaan dimana seseorang
mempunyai kekurangan air tubuh berhubungan dengan pelarut.
G. Nursing Care Plan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Kekurangan Volume Keseimbangan Cairan setelah diberikan NIC Lable : Manajemen Hipovolemia
Cairan tindakan selama 2 x 30 menit diharapkan
Tindakan:
klien akan memiliki kembali keseimbangan
cairan dengan kriteria hasil: 1. Monitor status hemodinamik (nado,
- Turgor kulit yang elastik akan kembali; tekanan darah,MAP, CPV, PAP, PCWP
jika tersedia
- Membran mukosa klien akan lembab;
2. Monitor tanda-tanda dehidrasi
- Tidak ada keluhan haus;
3. Monitor penyebab kehilangan cairan
- Berat badan akan stabil pada nilai normal; (diare, muntah, perdarahan, takipnea)
- Tanda-tanda vital akan kembali ke nilai 4. Dukung asupan cairan oral
normal
5. Jaga kepatenan akses IV
- Klien mempertahankan intake dan output
6. Berikan cairan IV yang sesuai dengan
seimbang.
resep

Kelebihan Cairan Keseimbangan Cairan setelah diberikan Manajemen Hipervolemia:


tindakan selama 2 x 30 menit diharapkan
Tindakan:
klien akan memiliki kembali keseimbangan
cairan dengan kriteria hasil: - Monitor status hemodinamik
- Turgor kulit yang elastik akan kembali; - Monitor pola pernafasan untuk
mengetahui adanya gejala edema
- Berat badan akan stabil pada nilai normal;
pulmonary
- Tanda-tanda vital akan kembali ke nilai
- Monitor intake dan output
normal
- Klien mempertahankan intake dan output - Berikan obata yang diresepkan untuk
seimbang. mengurangi preload
- Monitor tanda berkrangnya preload
- Monitor efek pengobatan yang berlebih
Risiko ketidaseimbangan Keseimbangan Cairan setelah diberikan Monitor Cairan
volume cairan tindakan selama 2 x 30 menit diharapkan
Tindakan
klien akan memiliki kembali keseimbangan
cairan dengan kriteria hasil: - Tentukan jumlah jenis intake atau cairan
serta kebiasaan eliminasi
- Turgor kulit yang elastik akan kembali;
- Kaji faktor-faktor yang menimbulkan
- Membran mukosa klien akan lembab;
ketiseimbangan cairan ( missal;
- Tidak ada keluhan haus; kehilangan albumin, luka bakar,
- Tanda-tanda vital akan kembali ke nilai malnutrisi dll)
normal - Monitor berap badan
- Klien mempertahankan intake dan output - Monitor nilai kadar serum dan elektrolit
seimbang. urin
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitoer parameter hemodinamik
H. Intervensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar
a. Mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
1. Penggantian cairan secara enteral
Cairan digantikan secara enteral melalui oral dan selang pemberi makan.
- Oral
Penggantian cairan dan elektrolit per oral dapat dilakukan selama klien tidak
muntah, tidak mengalami kehilangan cairan dalam jumlah yang sangat besar,
atau tidak mengalami obstruksi mekanis dalam saluran gastrointestinal, kecuali
dikontraindikasikan. Perawat harus memilih cairan yang mengandung kalori
dan elektrolit yang adekuat.
- Selang pemberi makan
Selang pemberi makan sangat tepat diberikan, jika saluran gastrointestinal klien
sehat, tetapi klien tidak mampu menelan cairan. Selang pemberi makan dapat
berupa selang nasogastrik, gastrostomi, jejunostomi.
2. Pembatasan cairan
Klien yang mengalami kelebihan volume cairan harus membatasi asupan cairannya.
Pembatasan cairan sering kali sulit untuk klien, terutama jika mereka
mengkonsumsi obat yang membuat membran mukosa mulut menjadi kering.

3. Penggantian cairan dan elektrolit secara parenteral

Penggantian cairan dan elektrolit secara parenteral meliputi pemberian nutrisi


parenteral total (NTP), terapi cairan dan elektrolit intravena, serta penggantian
darah.

- Nutrisi parenteral total (NPT)


NPT merupakan nutrisi dalam bentuk larutan hipertonik yang adekuat, terdiri
dari glukosa dan nutrien lain serat elektrolit yang diberikan melalui kateter
intravena sentral atau kateter intravena menetap.

- Terapi intravena (IV)


Tujuan pemberian cairn IV ialah untuk mengoreksi atau mencegah gangguan
cairan dan elektrolit. Klien yang tidak diijinkan mengkonsumsi apapun melalui
mulut selama beberapa hari, menerima penggantian cairan melalui IV untuk
mencegah terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Infus dihentikan
ketika dimulai asupan oral normal.

- Penggantian darah (transfusi)


Penggantian darah atau transfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap
atau komponen darah, seperti plasma, eritrosit kemasan, atau trombosit melalui
jalur IV.

I. Jurnal Pendukung

“Pengaruh Terapi Ice Cube’s Sebagaia Evidence Based Nursing Untuk Mengurangi
Rasa Haus Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisa”

Gagal Ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih
kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme, keseimbangan cairan, dan
elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pasien dengan gagal ginjal kronik harus
menjaga dan harus membatasi intake cairan untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan
dalam tubuh. Pembatasan cairan menjadikan penurunan intake per oral ini akan
menyebabkan mulut kering dan lidah jarang teraliri air dan keadaan ini yang memicu
keluhan haus. Cara untuk mengurangi rasa haus salah satunya dengan terapi ice cube’s.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi ice cube’s untuk mengurangi rasa
haus pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUD Pandan Arang
Boyolali. Pelaksanaan evidance based nursing terapi ice cube’s ini diberikan kepada 10
responden dengan teknik purposive sampling. Instrumen penerapan terapi ini menggunakan
kuesioner DTI (Dialysis Thirst Inventory). Penerapan terapi ice cube’s ini diberikan selama
5 menit pada saat proses dialysis dengan cara mengulum es kubus dengan kandungan 5 ml
air yang bisa dilakukan dalam 3-4 kali sehari dengan maksimal 10 kubus sehari. Karakteristik
responden dibedakan pada usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Hasil statistik uji
T, tidak terdapat perbedaan antara kelompok intervensi yang diberikan terapi ice cube’s
dengan p-value 0.000 dan kelompok kontrol yang diberikan penyuluhan mengenai
pembatasan cairan p-value 0.022. berdasarkan hasil disimpulkan bahwapengaruh terapi ice
cube’s untuk mengurangi rasa haus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa. Penerapan terapi ice cube’s terbukti mampu menurunkan rasa haus sehingga
bermanfaat untuk diterapkan pada pasien hemodialisa.
Daftar Pustaka

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika

Kozier,E., B & Synder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses &
Prakti, 7 ed., Vol. 1. Jakarta: EGC.

Potter,P.A., Perry,A.G., 2006., Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik., Edisi 4., Volume 2., Jakarta : EGC

Rosdahl, Bunker C., dan Kowalski, T., Marry. 2014. Buku Ajar Keperawatan Dasar
Edisi 10 Volume 1. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., 2002, Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, Alih
Bahasa: Monica Ester, Jakarta : EGC.

Tarwono dan Wartondi. 2001. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan.Salemba Medika. JAKARTA.

Anda mungkin juga menyukai