Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

KEBUTUHAN CAIRAN & ELEKTROLIT

Disusun oleh :
Naeli Faula Khofifah
010118A090

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019
A. Anatomi Fisiologi
Keseimbangan cairan dan elektrolit mencakup komposisi dan
perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri
dari air dan zat terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan
menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika
berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui
makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusikan ke seluruh
bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu
dengan lainnya, jika salah satu terganggu maka demikian pula yang lainnya.
Komponen tunggal terbesar dalam tubuh adalah air. Air adalah pelarut
bagi semua zat terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspense maupun
larutan. Air membentuk sekitar 60% berat badan seorang pria dan sekitar
50% berat badan wanita. Pada orang tua, TBW(total body water) menyusun
sekitar 45% sampai 50% berat badan (Narins, 1994). Lemak pada dasarnya
bebas air, sehingga lemak yang makin sedikit akan mengakibatkan makin
tingginya persentase air dari berat badan orang itu. Sebaliknya, jaringan otot
memiliki kandungan air yang tinggi. Oleh karena itu dibandingkan dengan
orang kurus, orang yang gemuk mempunyai TBW yang relative lebih kecil
dibandingkan dengan berat badannya. Wanita umumnya secara proporsional
mempunyai lebih banyak lemak dan lebih sedikit otot jika dibandingkan
dengan pria, sehingga jumlah TBW juga lebih sedikit dibandingkan dengan
berat badannya.

Komposisi Cairan dan Elektrolit


Zat yang terlarut dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non-
elektrolit. Zat non-elektrolit adalah zat yan terlarut tidak terurai dalam
larutan dan tidak bermuatan listrik. Larutan elektrolit yang menghantarkan
aliran listrik ion-ion bermuatan positif disebut kation dan yang bermuatan
negative disebut anion.
Cairan elektrolit meliputi kation (Kalium, natrium, kalsium, dan
magnesium) dan anion (Klorida, karbonat, sulfat, fosfat, protein, dan asam
organik). Zat yang bukan elektrolit meliputi air, dekstrosa, ureum, dan
kreatinin. Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu
bagian dengan bagian lainnya. Dalam keadaan sehat harus berada pada
bagian uyang tepat dan dalam jumlah yang tepat.
Perbedaan muatan listrik didalam dan di luar membran sel penting
untuk menghasilkan kerja saraf dan otot dan perbedaan konsentrasi kalium
dan natrium didalam atau diluar membrane sel penting untuk
mempertahankan perbedaan muatan listrik itu. Meskipun konsentrasi ion
pada tiap bagian berbeda-beda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa
jumlah muatan-muatan negatife harus sama dengan jumlah muatan-muatan
positif dalm setiap bagian. Mempertahankan muatan listrik yang netral
adalah penting agar dapat menentukan pemindahan ion CES (cairan
ekstraseluler) dan CIS (cairan intraseluler) pada ginjal.

Perpindahan Cairan Tubuh dan Elektrolit


Cairan tubuh dan zat yang terlarut didalamnya berbeda dalam
mobilitas konstan. Proses menerima dan mengeluarkan cairan berlangsung
terus menerus, baik dalam tubuh secara keseluruhan maupun diantara
berbagai bagian untuk membawa zat gizi, oksigen pada sel, membuang zat
sisa, dan membentuk zat tertentu dari sel.
1. Oksigen, zat gizi, cairan elektrolit, diangkut ke paru dan saluran
cerna tempat ia akan menjadi bagian dari cairan dalam pembuluh
darah dan dibawa ke bagian tubuh melalui sistem sirkulasi.
2. Cairan dalam pembuluh darah dan zat-zat yang terlarut didalamnya
secara cepat saling bertukaran dengan cairan intraseluler melalui
membrane kapiler yang semipermeabel.
3. Cairan intraseluler dan zat-zat yang ada didalamnya saling
bertukaran dengan cairan ekstraseluler melalui membrane sel yang
permeable selektif.
Meskipun keadaan diatas merupakan proses pertukaran dan penggantian
yang terus menerus namun komposisi dan volume cairan relative stabil.
Keadaan ini disebut keseimbangan atau homeostasis. Perpindahan air dan
zat terlarut diantara bagian tubuh melibatkan mekanisme transportasi aktif
(memerlukan energy dan transport pasif) dan mekanisme transportasi pasif
(tidak memerlukan energy difusi dan osmosis).

B. Definisi
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons
terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah
esensial bagi kesehatan. Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk
menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan
proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya
lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan cairan ini dinamakan “homeostasis”.

C. Faktor yang mempengaruhi


1. Umur :
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia
akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan
berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami
gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia
lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan
gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2. Iklim :
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan
kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan
cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang
yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan
sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet :
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit.
Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar
protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan
protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam
proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan
edema.
4. Stress :
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan
pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan
natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat
meningkatkan volume darah.
5. Kondisi Sakit :
Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh Misalnya :
- Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air
melalui IWL.
- Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses
regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami
gangguan pemenuhan intake
cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara
mandiri.
6. Tindakan Medis :
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan
lain-lain.
7. Pengobatgan :
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh
pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
h.Pembedahan :
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi
mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,
dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.

D. Masalah yang muncul dan kriteria


1. Ketidakseimbangan Volume
a. Kekurangan volume cairan ekstrasel (ECF)
Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai
kehilangan cairan tubuh isotonic, yang disertai kehilangan natrium
dan air dalam jumlah relative sama. Kekurangan volume cairan
isotonic sering disalah artikan sebagai dehidrasi, istilah yang
seharusnya hanya dipakai untuk kehilangan air murni relative yang
menyebabkan terjadinya hipernatremia. Kekurangan volume cairan
adalah keadaan yang umum terjadi dalam berbagai keadaan klinis
dan hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh melalui
ginjal ata diluar ginjal. Penurunan volume cairan lebih cepat terjadi
jika kehilangan cairan tbuh yang abnormal disertai dengan
penurunan asupan oleh sebab apapun.
b. Kelebihan volume cairan eksternal (ECF)
Kelebihan volume cairan eksternal dapa terjadi jika natrium dan air
kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang lebih kurang sama.
Seiring dengan terkumpulnya cairan isotonic berlebihan di ECF
(hipervolemia), maka cairan akan berpindah ke kompartemen cairan
interstisial sehingga menyebabkan terjadinya edema. Kelebihan
volume cairan selalu terjadi sekunder akibat peningkatan kadar
natrium tubuh total yang akan menyebabkan terjadinya retensi air.
2. Ketidakseimbangan osmolalitas
Berbeda dengan gangguan volume yang baru saja dibicarakan, maka
ketidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam
cairan tubuh. Natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara
osmotic dalam ECF, sehingga kebanyakan kasus hipo-osmolalitas adalah
hiponatremia dan hiperosmolalitas adalah hipernatremia. Satu
pengecualian khusus adalah hiperglikemia yang terjadi akibat diabetes
mellitus tak terkontrol.
Ketidakseimbangan hipo-osmolalitas dapat disebabkan oleh kelebihan
air atau kekurangan natrium. Deficit air atau kelebihan natrium ECF
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hiperosmolalitas. Meski
demikian, sebagian besar ketidakseimbangan osmolalitas disebabkan
oleh gabungan dari kelebihan serta deficit air dan natrium.
Ketidakseimbangan hipo-osmolalitas menyebabkan terjadinya kelebihan
air dalam ICF (pembengkakan sel), demikian juga ketidakseimbangan
hiperoosmolalitas mengakibatkan berkurangnya air ICF (pengerutan
sel).
3. Ketidakseimbangan Kalium
Tidak banyak gangguan metabolisme cairan dan elektrolit sering
ditemukan dalam klinik atau dapat mengancam jiwa seperti halnya
gangguan dalam keseimbangan kalium. Efek pengaturan kritis kalium
pada penghantaran neuromuscular, terutama pada konduksi jantung,
merupakan penyebab fatal atau hampir fatal yang menyertai hipokalemia
atau hiperkalemia.
Kalium merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intrasel, sehingga
berperan penting dalam menahan cairan didalam sel dan
mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan
bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi
neuromuscular. Perbedaan kadar K⁺ dalam kompartemen ICF dan ECF
dipertahankan oleh suatu pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran
sel.
E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Hipokalsemia
Penatalaksanaan hipokalsemia difokuskan pada perbaikan keseimbangan
dan penyakit yang mendasari. Hipokalsemia simtomatik berat dengan tetani
atau kejang adalah suatu kedaruratan medis dan diobati dengan 10 ml
kalsium gulkonas 10% yang diberikan secara IV dalam waktu 4 menit
diikuti dengan infuse kalsium tambahan (Mis, 30 hingga 60 ml kalsium
glukonas 10% dicampur dalam 100 ml D₅W) diberikan dalam 6 hingga 12
jam (Kokko, Tannen, 1996).
Hipokalsemia ringan kronis diobati dengan pemberian garam kalsium dan
vitamin D. garam kalsium tersedia dalam bentuk kalsium glukonat, kalsium
laktat, atau kalsium karbonat.
2. Penatalaksanaan Hiperkalsemia
Pengobatan hiperkalsemia ditujukan untuk mengobati penyakit patogenik
yang mendasari, sebagai contoh hiperparatiroidisme primer umumnya
diobati dengan pembedahan, dan terapi antineoplastik dapat meningkatkan
kejadian hiperkalsemia yang terkait keganasan. Tujuan pengobatan adalah
untuk memperbaiki hidrasi, memperbaiki ekskresi kalsium urine, dan
menghambat resorpsi tulang. Prioritas utama pada pengobatan hiperkalsemia
berat adalah hidrasi larutan garam isotonic dengan kecepatan 3 sampai 4
L/hari hingga volume ECF diperbaiki.
3. Penatalaksanaan Hipofosfatemia
Pengobatan hipofosfatemia terutama bersifat preventif. Apabila pasien
diberi nutrisi berlebihan mengandung glukosa dalam konsentrasi tinggi,
maka harus diberi suplemen fosfat yang memadai. Pengobatan
hipofosfatemia bervariasi sesuai dengan penyebabnya. Deplesi fosfat dapat
dipulihkan secara cepat dengan mengobati penyakit yang mendasari dan
dengan pengobatan fosfat.
4. Penatalaksanaan Hiperfosfatemia
Terapi hiperfosfatemia ditujukan pada penyebab yang mendasari.
Hiperfosfatemia akibat gagal ginjal diobati dengan pembatasan fosfat dalam
makanan dan dengan pemberian kalsium karbonat, suatu pengikat fosfat.
Antacid yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida (Amphojel)
atau alumunium karbonat (Basaljel) lebih jarang digunakan dibandingkan
dulu karena adanya bahaya toksisitas alumunium. Magnesium hidroksida
(Maalox) seharusnya tidak digunakan sebagai pengobatan hiperfosfatemia
pada penderita gagal ginjal karena dapat terjadi hipermagnesemia yang fatal.
5. Penatalaksanaan Hipomagnesemia
Pengobatan dilakukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan magnesium
dan menemukan serta mengobati penyakit yang mendasari. Setiap defisiensi
kalium, kalsium, dan fosfat harus diantisipasi dan dikoreksi. Penilaian fungsi
ginjal sebelum memberikan magnesium penting dilakukan karena dosisnya
harus dikurangi pada kegagalan atau insufisiensi ginjal.
Deficit magnesium ringan dapat diobati dengan pemberian makanan yang
kandungan magnesium (Sayuran hijau, kacang, daging, buncis) dan
mungkin garam magnesium oral harian dalam bentuk tablet atau cair.
Pengobatan dengam garam magnesium oral dibatasi karena dapat
menyebabkan diare. Bila hipomagnesemia parah disertai dengan kejang atau
disritmia jantung, dapat diberikan magnesium sulfat atau klorida melalui
suntikan intramuscular atau infuse IV.
6. Penatalaksanaan Hipermagnesemia
Pencegahan pemberian obat mengandung magnesium pada penderita
insufisiensi ginjal dapat mencegah terjadinya hipermagnesemia. Bila
hipermagnesemia bersifat ringan, satu-satunya pengobatan yang penting
adalah dengan meghentinkan pemberian magnesium. Pemasangan dialysis
peritoneal atau hemodialisis dengan dialisat bebas magnesium dapat
merupakan terapi pilihan bagi penderita gagal ginjal. Kalsium glukonat
(suatu antagonis magnesium) dapat diberikan dengan pemantauan EKG
untuk membalikkan efek magnesium untuk sementara waktu, dan pasien
dapat ditempatlkan dalam suatu ventilator.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium:
1. Pemeriksaan darah.
2. Pemeriksaan kreatinin untuk mengetahui normal/ tidaknya fungsi
ginjal.
3. Pemeriksaan urine untuk diagnose batu ginjal.
4. Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi DM.
5. Pemriksaan cairan sendi untuk melihat Kristal urea dalam cairan
sendi.
6. Pemeriksaan radiologi untuk melihat proses yang terjadi dalam
sendi dan tulang.
DAFTAR PUSTAKA

Patofisiologi volume 2. 2006. Konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6 Jakarta :


EGC

Syaifudin, Haji. 2014. Anatomi fisiologi: kurikulum berbasis kompetensi untuk


keperawatan & kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC, 2011.

https://evikarmilasanti.blogspot.com/p/faktor-yang-mempengaruhi-
keseimbangan.html. Dikutip pada 9 Oktober 2019.

Potter & Perry. 2006. Buku ajar fundamental keperawatan edisi 4 Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai