Anda di halaman 1dari 1

A.

STATUS EPILEPTIKUS
1. Definisi Status Epileptikus
Status epileptikus (SE) merupakan keadaan emergensi medis berupa kejang
(seizure) persisten atau berulang. Status epileptikus merupakan kondisi yang
timbul akibat gagalnya mekanisme terminasi kejang atau dari mekanisme awal
iniasi kejang yang abnormal yang menghasilkan suatu kejang berkepanjangan
(Junaedi & Evani, 2019). Epilepsy Foundation of America (EFA)
mendefinisikan SE sebagai kejang yang terus-menerus selama ≥ 30 menit atau
adanya kejang berulang tanpa pemulihan kesadaran diantara kejang tersebut
(Ismael et.al., 2016).
Status epileptikus adalah istilah luas dari semua jenis serangan epilepsi yang
gagal berhenti pada waktu biasanya dan berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Status epileptikus didefinisikan sebagai 'suatu kondisi yang diakibatkan oleh
kegagalan mekanisme yang bertanggung jawab atas penghentian kejang atau
dari permulaan mekanisme yang menyebabkan kejang yang berkepanjangan
secara tidak normal (setelah titik waktu t1), dan suatu kondisi yang dapat
memiliki konsekuensi jangka panjang (setelah titik waktu t2) termasuk kematian
saraf, cedera saraf, dan perubahan jaringan saraf, tergantung pada jenis dan
durasi kejang, dll (Au, Branco & Tasker, 2017).

2. Epidemiologi Status Epileptikus


Perkiraan proporsi populasi dengan epilepsi aktif (kejang terus menerus atau
dengan butuh pengobatan) pada waktu tertentu adalah 4-10 per 1000 penduduk.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pada negara berpenghasilan rendah dan
menengah memiliki proporsi yang lebih tinggi yaitu 7-14 per 1000 penduduk.
Hampir 80% penderita epilepsi tinggal di negara dengan penghasilan rendah dan
menengah (WHO, 2016). Insiden status epileptikus pada anak diperkirakan
sekitar 10 – 58 per 100.000 anak. Status epileptikus lebih sering terjadi pada
anak usia muda, terutama usia kurang dari 1 tahun dengan estimasi insiden 1 per
1000 bayi yang disebabkan oleh kejang demam (Singh, 2017). Pada anak-anak
penyebab status epileptikus akut yang paling sering adalah infeksi sistem saraf
pusat (29%), diikuti oleh gangguan metabolik (25%), trauma (17%), dan anoksia
(12%). Di Indonesia, belum diketahui pasti jumlah penderita epilepsi anak.

Anda mungkin juga menyukai