PENDAHALUAN
Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior)
dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya.
Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki
dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk
hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik
interior.
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan
Terapi cairan disini meliputi penggantian kehilangan cairan, memenuhi kebutuhan air,
elektrolit, dan nutrisi untuk membantu tubuh mendapatkan kembali keseimbangan normal dan
pulihnya perfusi jaringan serta oksigenasi sel, untuk mencegah terjadinya iskemia jaringan
1
Dalam pemberian cairan pada pasien perioperatif, kita harus memperhitungkan
kebutuhan cairan basal, penyakit yang menyertai, medikasi, teknik dan obat anestetik serta
mengatur keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal,
yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresikan
ion hidrogen dan CO2 , dan sistem dapar (buffer) kini dalam cairan tubuh.
Bagaimana mengetahui tentang pemenuhan cairan dan elektrolit pasien pasca oprasi dan cara
mengatasinya.
1.3. Tujuan
Mengetahui tentang pemenuhan cairan dan elektrolit pasien pasca operasi dan cara
mengatasinya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat.
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari
fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik
yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui
makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung
satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga
kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan
intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan
yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
Telah disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih
kurang 60% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara
3
individu, sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita dewasa, cairan
tubuh meliputi 50% dari total berat badan. Pada bayi dan anak-anak, prosentase ini relatif lebih
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh
berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel (cairan ekstrasel/CES).
CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total
berat badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan.
Selain kedua kompatmen tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati oleh cairan tubuh, yaitu
cairan transel. Namun volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan
perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na + dan Cl- terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan
ion K + di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya
Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier
yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial,
sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan normal,
terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan antar kompartmen. Bila terjadi perubahan
konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau
Cairan dan elektrolit sangat berguna dalam mempertahankan fungsi tubuh manusia.
Kebutuhan dasar elektrolit dan cairan bagi manusia berbeda-beda sesuai dengan tingkat usia
seseorang, seperti bayi mempunyai kebutuhan cairan yang berbeda dengan usia dewasa.
Kebutuhan cairan sangat diperlukan tubuh dalam mengangkut zat makanan ke dalam sel, sisa
4
metabolism sebagai pelarut elektrolit dan elektrolit, memelihara suhu tubuh, mempermudah
eliminasi dan membantu pencernaan. Disamping kebutuhan cairan, elektrolit (natrium, kalium,
kalsium, klorida dan fosfat) sangat penting untuk menjaga kesetimbangan asam-basa, konduksi
saraf, dan elektrolit dapat mempengaruhi system organ tubuh terutama ginjal. Untuk
mempertahankan kondisi cairan dan elektrolit dalam keadaan seimbang, maka pemasukan harus
cukup sesuai dengan kebutuhan. Prosedur pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam
Presentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan tergantung pada
a.Umur
c.Sex
2. Dewasa :
5
Pada orang dewasa kira-kira 40 % baerat badannya atau 2/3 dari TBW-nya berada di dalam
sel (cairan intraseluler/ICF), sisanya atau 1/3 dari TBW atau 20 % dari berat badannya berada
di luar sel (ekstraseluler) yaig terbagi dalam 15 % cairan interstitial, 5 % cairan intavaskuler
• Usia perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta aktivitas organ, sehingga
• Temperatur yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat cukup
• Diet apabila tubuh kekurangan zat gizi, maka tubuh akan memecah cadangan makanan
yang tersimpan dalam tubuh sehingga terjadi pergeerakan cairan dari interstisial ke
• Stres dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, melalui proses
peningkatan produksi ADH, karena pada proses ini dapat meningkatkan metabolisme
sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis otot yang dapat menimbulkan retensi natrium
dan air.
1. Cairan hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
6
dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa
2,5%.
2. Cairan Isotonik
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung
kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan
3. Cairan hipertonik
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-
1. Cairan pemeliharaan : ditujukan untuk mengganti air yang hilang lewat urine, tinja, paru dan
kulit (mengganti puasa). Cairan yang diberikan adalah cairan hipotonik, seperti D5 NaCl 0,45
atau D5W.
7
2. Cairan pengganti : ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat sekuestrasi atau
proses patologi lain seperti fistula, efusi pleura asites, drainase lambung. Cairan yang diberikan
3. Cairan khusus : ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang dipakai
Terapi cairan post operasi diberikan sampai dan disesuaikan dengan intake pasien. Pada
H1 dan H2 post operasi kita cukup memenuhi kebutuhan cairan pasien saja yaitu 50 cc/kgbb/
hari. tidak perlu menghitung kebutuhan kalori pasien, karena pada H1 dan H2 post operasi,
terdapat pemecahan glikogen besar-besaran dari hepar. Nah, baru H3 kita perlu menghitung
b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris).
Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori, protein dan lemak
termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan trace element. Pemberian kalori
sampai 40 – 50 Kcal/kg dengan protein 0,2 – 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini penting,
karena pada penderita paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan
infeksi dan dehisensi luka operasi, terjadi penurunan enzym pencernaan yang menyulitkan
proses realimentasi.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat.
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari
fisiologi homeostatis.
b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris).
3.2 Saran
Hendaknya sebagai tenaga medis terutama perawat dapat mengetahui terapi cairan paska
bedah dengan seksama dan dapat diterapkan pada pasien sesuai dengan strandart yang ada.
9
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. 2010. Pengantar Metode Statistik Untuk Keperawatan. Jakarta: Trans Info Medika.
Barbara K. Fundamental Of Nursing Consept, Process and Pratice, Fifth Edition. Addison Wsley
Nursing, California. 1995
Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku
untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.
10